Anda di halaman 1dari 30

REFLEKSI KASUS November 2015

SINDROM NEFROTIK

Nama : Bulan Putri Pertiwi


No. Stambuk : N 111 15 013
Pembimbing : dr. Amsyar Praja, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2015

1
BAB I
PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) merupakan suatu penyakit ginjal yang terbanyak


pada anak. Penyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri dari
beberapa gejala yaitu proteinuria masif, hipoalbuminuria, edema dan
hiperkolesterolemia yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran
glomerulus.1

Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang
paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Indonesia
dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun.
Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.2

Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder


mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES),
purpura Henoch Schonlein, dan lain-lain.3

Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebral atau pretibia. Bila


lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang
disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai
sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis atau
hypovolemia. Dalam laporan ISKDC (International Study for Kidney Diseases in
Children), pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) ditemukan 22%
dengan hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan
peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.3

Sindrom nefrotik, merupakan salah satu penyakit yang harus mendapat


perhatian. Selain penyebabnya belum sepenuhnya diketahui, tata laksananya pun
tidak selalu memberikan hasil yang optimal. Pada beberapa episode sindrom
nefrotik dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi
steroid, tetapi sebagian lagi berkembang menjadi kronik.3

2
Berikut dilaporkan kasus sindrom nefrotik yang terdapat di Pavilium
Catelia RSUD Undata Palu.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
 Nama Penderita : An. R
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur : 5 tahun
 Agama : Islam
 Alamat : Tondo
 Tanggal masuk : 20 November 2015

II. ANAMNESIS
 Keluhan Utama : Bengkak
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan bengkak sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Bengkak awalnya muncul di bagian mata,
lalu di wajah, lama kelamaan bengkak menyebar pada bagian perut lalu ke
bagian alat kelamin. Bengkak pada kelopak mata dan muka lebih jelas
setelah pasien bangun tidur. Tidak ada nyeri pada daerah yang bengkak.
Pasien juga mengeluhkan batuk (+), berlendir (+), sesekali bila malam
hari. Sesak nafas (-). Demam (-), kejang (-), sakit kepala (-), sakit menelan
(-), mual (-), muntah (+) dengan frekuensi 1x, satu hari sebelum masuk
rumah sakit, muntahan berupa nasi dan lendir. Buang air besar terakhir 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Buang air kecil lancar, nyeri saat
berkemih (-), warna kuning muda.

 Riwayat Penyakit Sebelumnya:


Pasien pernah rawat jalan 2 minggu yang lalu dengan keluhan yang sama
yaitu bengkak, namun belum ada perubahan.

4
 Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama di dalam keluarga.

 Riwayat Sosial-Ekonomi :
Menengah.

 Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan:


Pasien merupakan anak yang aktif dalam lingkungan bermain. Namun saat
ini hanya bisa terlentang di tempat tidur, lingkungan sekitar rumah pasien
adalah lingkungan padat penduduk.

 Riwayat Kehamilan dan Persalinan :


Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien dilahirkan di
salah satu Puskesmas di Palu dengan bantuan bidan. Anak lahir spontan,
langsung menangis dengan berat lahir 2600 gram dan PBL : lupa. Bayi
cukup bulan.

 Riwayat Kemampuan dan Kepandaian :


Tengkurap dan telentang : 4 bulan
Duduk : 8 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berbicara : 1 tahun
Berjalan : 1 tahun

 Anamnesis Makanan:
Pasien mengkomsumsi ASI eksklusif saat berusia 0-6 bulan. Pasien diberi
MP-ASI sejak usia 6 bulan hingga usia 1 tahun. Pasien berhenti minum
ASI saat berusia 2 tahun. Pasien mengkomsumsi susu formula dari umur 2
tahun sampai sekarang. Pasien juga sudah makan makanan padat sejak
umur 1 tahun. Pasien tidak sering pilih-pilih makanan.

5
 Riwayat Imunisasi :
- Vaksin Hepatitis B : Usia 0 bulan, 1 bulan, 2 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin Polio : Usia 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin BCG : Usia 3 bulan
- Vaksin DPT : Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin campak : Usia 9 bulan

III. PEMERIKSAAN FISIK


 Keadaan umum : Sakit Sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Berat Badan : 17 Kg
 Koreksi Berat Badan 30% : 11,9 Kg
 Tinggi Badan : 105 cm
 Status Gizi : Gizi Kurang
(CDC: 11,9/17 x 100% = 70%)
 Tanda Vital
- Denyut nadi : 102 Kali/menit
- Suhu : 36,2o C
- Respirasi : 20 kali/menit
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Kulit
Warna kulit kuning langsat, turgor kulit kembali cepat (<2 detik).
 Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : Tidak mudah tercabut, berwarna hitam
Mata : Edema palpebral (+/+), Conjungtiva: anemis (-/-)
Sclera : Ikterik (-/-)
Cornea reflex : Normal
Pupil : Isokor (+/+)
Lensa : Normal

6
Telinga : Otorrhea (-/-)
Hidung : Rhinorrhea (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir: sianosis (-)
Gigi : Caries (+)
Selaput mulut : Normal
Gusi : Perdarahan (-)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1
Pharynx : Hiperemis (-)
Kelenjar : Pembesaran kelenjar getah bening (-); pembesaran
kelenjar tiroid (-)

 Thorax
Bentuk simetris, retraksi otot dinding dada (-)

 Paru-paru
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral, retraksi
intercostal (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) normal kiri dan kanan, massa (-),
nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Bronchovesiculer (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

 Jantung
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan jantung SIC V
linea parasternal dextra, batas kiri jantung SIC V
linea axilla anterior
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop
(-)

7
 Abdomen
- Inspeksi : Permukaan kesan cembung
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : Tympani (+).
- Palpasi : Organomegali (-), nyeri tekan (-), uji undulasi (+).
Lien dan hepar tidak teraba (-)
 Genitalia : Edema pada scrotal dan penis (+)
 Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)
 Punggung : Tidak ada deformitas
 Otot-otot : Eutrofi, tonus otot baik
 Refleks : Fisiologis (+/+), Patologis (-/-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Darah Rutin
Jenis Hasil Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan
WBC 11,51 x 103 /uL 4,8 – 10,0 ↑
RBC 5,12 x 106 /uL 4,0 – 5,50 Normal
HGB 13,0 g/dl 12,0 – 18,0 Normal
HCT 39,5% 30,0 – 47,0 Normal
PLT 397 x 103 /uL 150 – 450 Normal

b. Pemeriksaan Urinalisis
Jenis Hasil Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan
Protein +3 Negatif ↑
Glukosa - Negatif Normal
Sedimen Leukosit Banyak 0–2 ↑
Sedimen Eritrosit 0 0–3 Normal
Sedimen Epitel + Positif Normal
Sedimen Kristal +3 Negatif ↑

8
V. RESUME
Seorang pasien laki-laki usia 5 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan edema sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Edema
awalnya muncul di bagian mata, lalu di wajah, lama kelamaan edema
menyebar pada bagian perut lalu ke bagian alat kelamin. Edema pada
kelopak mata dan muka lebih jelas setelah pasien bangun tidur. Tidak ada
nyeri pada daerah yang bengkak. Pasien juga mengeluhkan batuk (+),
berlendir (+), sesekali bila malam hari. Sesak nafas (-). Demam (-), kejang
(-), sakit kepala (-), sakit menelan (-), nausea (-), vomitus (+) dengan
frekuensi 1x, satu hari sebelum masuk rumah sakit, vomitus berupa nasi
dan lendir. Defekasi terakhir 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Miksi
lancar, nyeri saat berkemih (-), warna kuning muda. Pasien pernah rawat
jalan 2 minggu yang lalu dengan keluhan yang sama yaitu edema, namun
belum ada perubahan.
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan kondisi umum sakit sedang,
kesadaran compos mentis, status gizi kurang. Tanda vital : tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 102 kali/menit, pernapasan 20 kali/menit, suhu 36,2oC.
Pada pemeriksaan kepala ditemukan adanya edema palpebral. Pemeriksaan
abdomen: inspeksi permukaan kesan cembung, peristaltic (+) kesan normal,
perkusi tes shifting dullness (+), ascites (+), palpasi nyeri tekan (-), uji
undulasi (+). Ekstremitas atas dan bawah: akral hangat (+), edema (-).
Genitalia: edema daerah scrotal dan penis.
Hasil pemeriksaan laboratorium yaitu darah rutin didapatkan leukosit
11,51 x 103 /uL, eritrosit 5,12 x 106 /uL, hemoglobin 13,0 g/dl, hematokrit
39,5% dan trombosit 397 x 103 /uL. Urinalisis didapatkan proteinuria (+3),
glukosa (-), sedimen leukosit (banyak), sedimen eritrosit (0), sedimen epitel
(+1), dan sedimen Kristal (+3).

VI. DIAGNOSIS KERJA


Sindrom Nefritik

9
VII. DIAGNOSIS BANDING
a. Sindrom Nefrotik
b. Glomerulonefritis Akut

VIII. TERAPI
a. Medikamentosa
- IVFD RL 8 gtt/menit
- Injeksi Furosemide 2 x 15 mg/IV
- Injeksi Ceftriaxone 300 mg/12 jam/IV
b. Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Diet rendah garam
- Diet tinggi protein
- Monitoring urine setiap hari

IX. ANJURAN :
- Kimia darah (serum kolesterol)
- Serum albumin
- C3 complemet
- Ureum dan Creatinin
- ASTO

10
FOLLOW UP

Perawatan Hari ke-2 (21 November 2015)


Subjek (S):
Bengkak (+) pada daerah mata (+) mulai berkurang, wajah (+), perut (+)
meningkat, dan daerah scrotum dan penis (+). Demam (-), mual (-), muntah (-).
Batuk (+), berlendir (+) sesekali saat malam. Sesak (-), nyeri kepala (-), nyeri
perut (-). Pasien belum BAB sejak 2 hari yang lalu. BAK lancar, tidak nyeri saat
berkemih dan urine berwarna kuning.

Objek (O):
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Status gizi : Gizi kurang (CDC 70%)
d. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 100 kali/menit
o Respirasi : 28 kali/menit
o Suhu : 36,30C
o Tekanan darah : 110/60 mmHg
e. Pemeriksaan Fisik
Kulit : Ruam (-), pucat (-)
Mata: Edema palpebral (+/+), conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Bibir: Cyanosis (-)
Sistem pernapasan: Bentuk dada normal, ekspansi simetris kiri dan kanan,
retraksi intercostal (-), vocal fremitus normal kiri dan kanan, perkusi sonor,
batas paru hepar linea midclavicularis dextra spasium intercostal VI, bunyi
auskultasi paru bronchovesiculer (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Sistem kardiovaskuler: denyut ictus cordis tidak terlihat, denyut ictus cordis
teraba di SIC V linea midclavicular sinistra, batas jantung normal, bunyi
jantung S1/S2 murni regular, bunyi tambahan (-).

11
Sistem gastrointestinal: inspeksi kesan cembung, ruam (-), peristaltik usus (+)
kesan normal, perkusi bunyi timpani di seluruh kuadran abdomen, palpasi
nyeri tekan (-), uji undulasi (+), hepar dan limpa tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-), pucat (-).
Genitalia: scrotum dan penis edema (+).
Produksi Urine:
Waktu Jumlah Urine Warna Urine
19.00 200 cc Kuning
01.51 150 cc Kuning
Total 350 cc

Produksi urine: 350 cc/ 24 jam / 17kg = 0,85 cc


Produksi urine normal anak : 1 – 3 cc/kgBB/hari
f. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan Darah Rutin
Jenis Hasil Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan
WBC 17,03 x 103 /uL 4,8 – 10,0 ↑
RBC 4,95 x 106 /uL 4,0 – 5,50 Normal
HGB 13,3 g/dl 12,0 – 18,0 Normal
HCT 39,9% 30,0 – 47,0 Normal
PLT 544 x 103 /uL 150 – 450 ↑

 Pemeriksaan Kimia Darah


Jenis Hasil Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan
Total Kolesterol 220,1 mg/dL 50,3 – 201,2 ↑
Creatinin 0,43 mg/dL 0,80 – 1,30 ↓
Albumin 2,3 mg/dL 6,3 – 8,4 ↓
Urea 17,6 mg/dL 15,0 – 43,2 Normal

12
 Pemeriksaan Urinalisis
No. Jenis Hasil Nilai Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan Normal
<6,5: Asam Netral
1. pH 6,5
>6,5 : Basa
2. Berat Jenis 1,025
3. Protein +3 Negatif ↑
4. Glukosa - Negatif Normal
5. Keton - Negatif Normal
6. Bilirubin - Negatif Normal
7. Urobilinogen Normal Normal Normal
8. Nitrit - Negatif Normal
9. Leukosit (+/-) Negatif ↑
10. Eritrosit +1 Negatif ↑
11. Sedimen
- Leukosit 7 0-2 ↑
- Eritrosit 1 0-1 Normal
- Silinder - Negatif Normal
- Epitel + Positif Normal
- Kristal - Negatif Normal

Assesment (A):
Sindrom Nefrotik

Plan (P):
a. Medikamentosa
- IVFD RL 8 gtt/menit
- Injeksi Furosemide 2 x 15 mg/IV
- Injeksi Ceftriaxone 300 mg/12 jam/IV
- Prednison 3 x 20 mg

13
b. Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Diet rendah garam
- Diet tinggi protein
- Monitoring volume urine

Perawatan Hari ke-3 (22 November 2015)


Subjek (S):
Bengkak (+) pada daerah mata (+) mulai berkurang, wajah (+), perut (+)
meningkat, dan daerah scrotum dan penis (+). Demam (-), mual (-), muntah (-).
Batuk (+), berlendir (+) sesekali saat malam dan saat menangis. Sesak (-), nyeri
kepala (-), nyeri perut (-). BAB biasa. BAK lancar, tidak nyeri saat berkemih dan
urine berwarna kuning berawan.

Objek (O):
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Status gizi : Gizi kurang (CDC 70%)
d. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 96 kali/menit
o Respirasi : 28 kali/menit
o Suhu : 36,30C
o Tekanan darah : 120/80 mmHg
e. Pemeriksaan Fisik
Kulit : Ruam (-), pucat (-)
Mata: Edema palpebral (+/+), conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Bibir: Cyanosis (-)
Sistem pernapasan: Bentuk dada normal, ekspansi simetris kiri dan kanan,
retraksi intercostal (-), vocal fremitus normal kiri dan kanan, perkusi sonor,
batas paru hepar linea midclavicularis dextra spasium intercostal VI, bunyi
auskultasi paru bronchovesiculer (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

14
Sistem kardiovaskuler: denyut ictus cordis tidak terlihat, denyut ictus cordis
teraba di SIC V linea midclavicular sinistra, batas jantung normal, bunyi
jantung S1/S2 murni regular, bunyi tambahan (-).
Sistem gastrointestinal: inspeksi kesan cembung, ruam (-), peristaltik usus (+)
kesan normal, perkusi bunyi timpani di seluruh kuadran abdomen. Palpasi
nyeri tekan (-),uji undulasi (+), hepar dan limpa tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-), pucat (-).
Genitalia: scrotum dan penis edema (+).
Produksi Urine:
Waktu Jumlah Urine Warna Urine
09.36 100 cc Kuning
10.00 100 cc Kuning berawan
13.00 50 cc Kuning berawan
17.50 50 cc Kuning
21.15 100 cc Kuning berawan
06.30 200 cc Kuning berawan
Total 600 cc

Produksi urine: 600 cc/ 24 jam / 17kg = 1,47 cc


Produksi urine normal anak : 1 – 3 cc/kgBB/hari

Assesment (A):
Sindrom Nefrotik

Plan (P):
a. Medikamentosa
- IVFD RL 8 gtt/menit
- Injeksi Furosemide 2 x 15 mg/IV
- Injeksi Ceftriaxone 300 mg/12 jam/IV
- Prednison 3 x 20 mg

15
b. Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Diet rendah garam
- Diet tinggi protein
- Monitoring volume urine

Perawatan Hari ke-4 (23 November 2015)


Subjek (S):
Bengkak (+) pada daerah mata (-), wajah (+) mulai berkurang, perut (+)
meningkat, dan daerah scrotum dan penis (+). Demam (-), mual (-), muntah (-).
Batuk (+), berlendir (+) sesekali saat malam dan saat menangis. Sesak (-), nyeri
kepala (-), nyeri perut (-). BAB biasa. BAK lancar, tidak nyeri saat berkemih dan
urine berwarna kuning berawan.

Objek (O):
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Status gizi : Gizi kurang (CDC 70%)
d. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 102 kali/menit
o Respirasi : 26 kali/menit
o Suhu : 36,50C
o Tekanan darah : 110/80 mmHg
e. Pemeriksaan Fisik
Kulit : Ruam (-), pucat (-)
Mata: Edema palpebral (-/-), conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Bibir: Cyanosis (-)
Sistem pernapasan: Bentuk dada normal, ekspansi simetris kiri dan kanan,
retraksi intercostal (-), vocal fremitus normal kiri dan kanan, perkusi sonor,
batas paru hepar linea midclavicularis dextra spasium intercostal VI, bunyi
auskultasi paru bronchovesiculer (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

16
Sistem kardiovaskuler: denyut ictus cordis tidak terlihat, denyut ictus cordis
teraba di SIC V linea midclavicular sinistra, batas jantung normal, bunyi
jantung S1/S2 murni regular, bunyi tambahan (-).
Sistem gastrointestinal: inspeksi kesan cembung, ruam (-), peristaltik usus (+)
kesan normal, perkusi bunyi timpani di seluruh kuadran abdomen. Palpasi
nyeri tekan (-),uji undulasi (+), hepar dan limpa tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-), pucat (-).
Genitalia: scrotum dan penis edema (+).
Produksi Urine:
Waktu Jumlah Urine Warna Urine
06.30 200 cc Kuning berawan
10.13 200 cc Kuning berawan
13.12 50 cc Kuning
18.15 50 cc Kuning
00.30 100 cc Kuning
Total 600 cc

Produksi urine: 600 cc/ 24 jam / 17kg = 1,47 cc


Produksi urine normal anak : 1 – 3 cc/kgBB/hari

Assesment (A):
Sindrom Nefrotik

Plan (P):
a. Medikamentosa
- IVFD RL 8 gtt/menit
- Injeksi Furosemide 2 x 15 mg/IV
- Injeksi Ceftriaxone 300 mg/12 jam/IV
- Prednison 3 x 20 mg

17
b. Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Diet rendah garam
- Diet tinggi protein
- Monitoring volume urine

18
DISKUSI

Pada kasus ini, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun datang dengan
keluhan bengkak, bengkak dialami di kedua tungkai, wajah dan palpebral.
Manifestasi edema pada pasien ini merupakan manifestasi klinik utama pada 95%
anak dengan sindrom nefrotik.4

Sindrom nefrotik pediatric, yang juga disebut sebagai nefrosis, merupakan


kumpulan gejala yang terdiri dari proterinuria massif (≥40 mg/m2 LPB/jam atau
50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu > 2 mg atau dipstick
≥2+), hipoalbuminemia (≤2,5 g/dl), edema dan hiperkolesterolemia (≥200
mg/ul).1

Sindrom nefrotik (SN) merupakan kumpulan dari tanda dan gejala klinis
akibat hilangnya protein secara massif melalui ginjal. Oleh karena itu, SN bukan
merupakan sebuah penyakit yang berdiri sendiri, tetapi merupakan manifestasi
dari banyak penyakit glomerular. Penyakit ini dapat menyerang secara akut dan
transien, seperti glumerulonefritis post infeksi, atau yang bersifat kronik dan
progresif, seperti glumerulosklerosis fokal segmental (GFS).5 Penyakit glomerular
yang menyebabkan SN secara umum dibagi menjadi etiologi primer dan
sekunder. Sindrom nefrotik primer, yang biasa disebut sebagai sindrom nefrotik
idiopatik, akibat kelainan pada glomerular secara intrinsic pada ginjal, dan tidak
berhubungan dengan penyebab sistemik. Termasuk sindrom nefrotik kelainan
minimal (SNKM), GFS, nefropati membrane (MN), glumerulonefritis
membranoproliferatif (GMPN) dll. Sedangkan sindrom nefrotik sekunder,
menandakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh etiologi ekstrinsik ke ginjal,
termasuk autoimun seperti Henoch Scholein purpura, systemic lupus
erithematosus; penyakit infeksi seperti sifilis kongenital, malaria, HIV dan
hepatitis B dan C; keganasan; paparan obat dan lingkungan seperti penggunaan
heroin dan merkuri; dan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dll.2

19
Edema pada kasus ini dapat dijelaskan dengan teori underfill dan overfill.
Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci
terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravascular ke jaringan
interstisium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan
bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi
dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan
memperbaiki volume intravascular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya
hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut. 3

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal


utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat
meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat
kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema akibat teraktivasinya
system renin-angiotensin-aldosteron terutama kenaikan konsentrasi hormone
aldosterone yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorpsi
ion natrium sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis) menurun. Selain itu,
terjadi kenaikan aktivasi tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat,
hal ini mengakibatkan penurunan LFG dan kenaikan desakan Starling kapiler
peritubuler sehingga terjadi penurunan ekskresi natrium. 3

Dari hasil pemeriksaan urinalisis didapatkan nilai protein: protein +3;


kemudian pemeriksaan albumin serum 2,3 mg/dl dan nilai kolesterol 220,1 mg/dl.
Proteinuria yang terjadi pada kasus merupakan proteinuria massif (>300 mg/dl).
Terjadinya proteinuria pada kasus sindrom nefrotik merupakan kelainan dasar dari
SN. Proteinuria sebagian besar dari kebocoran glomerulus (proteinuria
glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria
tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama
yang diekskresikan dalam urine adalah albumin. Dalam keadaan normal,
membrane basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk
mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan

20
ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge
barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut terganggu. Selain itu
konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui
MBG. Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non selektif berdasarkan
ukuran molekul protein yang keluar melalui urine. Proteinuria selektif apabila
yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin, sedangkan non selektif
apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti immunoglobulin.
Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.3

Pada kasus ini, juga didapatkan nilai albumin serum yaitu 2,3 mg/dl
dimana keadaan ini merupakan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia disebabkan
oleh hilangnya albumin melalui urine dan peningkatan katabolisme albumin di
ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk
mengganti kehilangan albumin dalam urine), tetapi mungkin normal atau
menurun. 3

Hiperkolesterolemia pada kasus ini juga terjadi pada kasus ini yaitu 220,1
mg/dl, disebabkan oleh peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan
katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein), VLDL, kilomikron
dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein
lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik. 3

Pada kasus ini, sindrom nefrotik pada pasien diketahui untuk pertama
kalinya, sehingga pasien dirawat di rumah sakit dengan tujuan mempercepat
pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai
pengobatan steroid, dan edukasi bagi orangtua.1 Evaluasi diet pada kasus ini yaitu
dengan melakukan diet rendah garam (1-2 g/hari) karena anak memiliki
manifestasi edema. Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan
kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa
metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sclerosis glomerulus. Bila
diberi diit rendah protein akan terjadi malnutrisi energy protein (MEP) dan
menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein

21
normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2
g/kgbb/hari. Pada kasus ini, pasien juga mengalami edema, oleh karena itu
diberikan terapi diit rendah garam (1-2 g/hari) yang dimana terapi diit rendah
garam hanya diperlukan selama anak menderita edema.1

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat (anasarca). Biasanya


diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu
dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretic hemat
kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan
kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretic lebih dari 1-2 minggu perlu
dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.1 Bila pemberian
diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena hipovolemia atau
hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/ dL), dapat diberikan infus albumin 20-25% dengan
dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan
diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak
mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-
pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi
jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk
memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites
sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites
berulang.1

Pada kasus ini, pasien diberikan terapi retriksi cairan berupa diuretic
furosemide injeksi. Pada kasus ini sudah sesuai karena diuretic dapat diberikan
karena pada pasien ini dikategorikan ke dalam edema berat, yaitu edema anasarca.

Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/ kgbb/


hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien
imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah
obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated
polio vaccine). Setelah penghentian prednison selama 6 minggu dapat diberikan
vaksin virus hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak

22
dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi
pneumokokus dan varisela.1

Pengobatan dengan Kortikosteroid

- Terapi inisial
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik tanpa
kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan
prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari)
dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis prednisone dihitung
sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan).
Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila
terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu
kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5
mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan
pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi
remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.1
Pada kasus ini, terapi kortikosteroid inisial diberikan pada pasien
yaitu prednisone sebanyak 3 x 20 mg dalam sehari, dengan dosis total
prednisone 60 mg. Pada kasus ini, diketahui BB pasien 11,9 kg, dengan
TB 105 cm. Untuk pemberian 4 minggu pertama, diberikan full dose
kortikosteroid yaitu 60 mg/m2 LPB/hari. Dari hasil perhitungan,
seharusnya diberikan dosis total per hari 24 mg/hari, tetapi menurut
kepustakaan, dosis anjuran untuk prednisone adalah 60 mg/hari serta
maksimal untuk prednisone per hari adalah 80 mg/hari, sehingga dapat
disimpulkan pemberian kortikosteroid pada kasus ini sudah adekuat.
Begitu pula untuk dosis 4 minggu kedua, harus diberikan prednisone
dengan dosis total sekitar 16-18 mg/hari.

- Pengobatan SN relaps
Diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4
minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada

23
pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa
edema, sebelum pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya,
biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan
antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak perlu
diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥ ++
disertai edema, maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison
mulai diberikan. 1
- Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid
Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid:
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian levamisol
3. Pemberian dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin, atau mikofenolat mofetil (opsi
terakhir)
- Pengobatan obat non-imunosupresif untuk mengurangi proteinuria
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiotensin
receptor blocker (ARB) telah banyak digunakan untuk mengurangi
proteinuria. Cara kerja kedua obat ini dalam menurunkan ekskresi protein
di urin melalui penurunan tekanan hidrostatik dan mengubah permeabilitas
glomerulus. ACEI juga mempunyai efek renoprotektor melalui penurunan
sintesis transforming growth factor (TGF)-β1 dan plasminogen activator
inhibitor (PAI)-1, keduanya merupakan sitokin penting yang berperan
dalam terjadinya glomerulosklerosis. Pada SNSS relaps, kadar TGF-β1
urin sama tinggi dengan kadarnya pada SNRS, berarti anak dengan SNSS
relaps sering maupun dependen steroid mempunyai risiko untuk terjadi
glomerulosklerosis yang sama dengan SNRS. Dalam kepustakaan
dilaporkan bahwa pemberian kombinasi ACEI dan ARB memberikan hasil
penurunan proteinuria lebih banyak. Pada anak dengan SNSS relaps
sering, dependen steroid dan SNRS dianjurkan untuk diberikan ACEI saja
atau dikombinasikan dengan ARB, bersamaan dengan steroid atau
imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa digunakan adalah:1

24
1. Golongan ACEI: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari, enalapril
0.5 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis, lisinopril 0,1 mg/kgbb dosis tunggal
2. Golongan ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal.
Pada kasus ini, tidak diberikan pengobatan non-imunosupresif baik
golongan ACE-I atau ARB. Berdasarkan beberapa kepustakaan, bahwa
pemberian kombinasi ACEI dan ARB memberikan hasil penurunan
proteinuria lebih banyak.

Tata laksana komplikasi sindrom nefrotik

1. Infeksi
Pasien sindrom nefrotik sangat rentan terhadap infeksi, bila
terdapat infeksi perlu segera diobati dengan pemberian antibiotik. Infeksi
yang terutama adalah selulitis dan peritonitis primer. Bila terjadi
peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh kuman Gram negative dan
Streptococcus pneumoniae) perlu diberikan pengobatan penisilin
parenteral dikombinasi dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu
sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari. Infeksi lain yang sering
ditemukan pada anak dengan SN adalah pnemonia dan infeksi saluran
napas atas karena virus.1
Pada orang tua dipesankan untuk menghindari kontak dengan
pasien varisela. Bila terjadi kontak diberikan profilaksis dengan
immunoglobulin varicella-zoster, dalam waktu kurang dari 96 jam. Bila
tidak memungkinkan dapat diberikan suntikan dosis tunggal
immunoglobulin intravena (400mg/kgbb). Bila sudah terjadi infeksi perlu
diberi obat asiklovir intravena (1500 mg/m2/hari dibagi 3 dosis) atau
asiklovir oral dengan dosis 80 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis selama 7 – 10
hari, dan pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara. 1

25
2. Hyperlipidemia
Dilakukan pengurangan diit lemak. Pada SN resisten steroid,
dianjurkan untuk mempertahankan berat badan normal untuk tinggi
badannya, dan diit rendah lemak jenuh. Dapat dipertimbangkan pemberian
obat penurun lipid seperti inhibitor HMgCoA reduktase (statin). 1
3. Hipokalsemia
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena:
o Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis
dan osteopenia
o Kebocoran metabolit vitamin D
Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid
jangka lama (lebih dari 3 bulan) dianjurkan pemberian suplementasi
kalsium 250-500 mg/hari dan vitamin D (125-250 IU). Bila telah terjadi
tetani, diobati dengan kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5 mL/kgbb
intravena. 1
4. Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps
dapat terjadi hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas
dingin, dan sering disertai sakit perut. Pasien harus segera diberi infus
NaCl fisiologis dengan cepat sebanyak 15-20 mL/kgbb dalam 20-30
menit, dan disusul dengan albumin 1 g/kgbb atau plasma 20 mL/kgbb
(tetesan lambat 10 tetes per menit). Bila hipovolemia telah teratasi dan
pasien tetap oliguria, diberikan furosemid 1-2 mg/kgbb intravena. 1
5. Hipertensi
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam
perjalanan penyakit SN akibat toksisitas steroid. Pengobatan hipertensi
diawali dengan inhibitor ACE, ARB, CCB dan Beta-bloker. 1

Adapun prognosis pada kasus ini adalah bonam, karena pasien


mendapatkan terapi yang adekuat, sehingga kemungkinan terjadinya kesembuhan
sangat besar. Apabila pengobatan terus berlanjut, komplikasi SN seperti

26
progresivitas kerusakan glomerular sangat minim terjadi. Selain itu, prognosis SN
sangat tergantung penyebabnya, pasien dengan glumerulosklerosis fokal (GFS),
hanya 10% yang mengalami remisi proteinuria. penyakit gagal ginjal kronik dapat
muncul 25-30% pasien dengan GFS dalam 5 tahun, dan 30-40% dalam 10 tahun. 1

27
DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI, 2012. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.
http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/TATA-LAKSANA-SINDROM-
NEFROTIK-IDIOPATIK-PADA-ANAK.pdf
2. Jerome C. Lane et al, 2014. Pediatric Nephrotic Syndrome.
http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview#showall
3. IDAI, 2005. Buku Ajar Nefrologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
4. Husein Albar, 2006. Tatalaksana Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal pada
Anak. Sari Pediatri, Vol 8 No.1 2006:60-68
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/8-1-9.pdf
5. Sudung O. Pardede, 2005. Sindrom Nefrotik Kongenital. Sari Pediatri Vol.7
No.3 2005 114-124 http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/7-3-1.pdf.

28
Sistem gastrointestinal: inspeksi kesan cembung, ruam (-), peristaltik usus (+)
kesan normal, perkusi bunyi timpani di seluruh kuadran abdomen, tes shifting
dullness (+), ascites (+). Palpasi nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-), pucat (-).
Genitalia: scrotum dan penis edema (+).
Produksi Urine:
Waktu Jumlah Urine Warna Urine
19.00 200 cc Kuning
01.51 150 cc Kuning
Total 350 cc

Produksi urine: 350 cc/ 24 jam / 17kg = 0,85 cc


Produksi urine normal anak : 1 – 3 cc/kgBB/hari
f. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan Darah Rutin
Jenis Hasil Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan
WBC 17,03 x 103 /uL 4,8 – 10,0 ↑
RBC 4,95 x 106 /uL 4,0 – 5,50 Normal
HGB 13,3 g/dl 12,0 – 18,0 Normal
HCT 39,9% 30,0 – 47,0 Normal
PLT 544 x 103 /uL 150 – 450 ↑

 Pemeriksaan Kimia Darah


Jenis Hasil Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan
Total Kolesterol 59,1 mg/dL 50,3 – 201,2 Normal
Creatinin 0,43 mg/dL 0,80 – 1,30 ↓
Total Protein 5,4 g/dL 6,3 – 8,4 ↓
Urea 17,6 mg/dL 15,0 – 43,2 Normal

291
12
212
 Pemeriksaan Urinalisis
No. Jenis Hasil Nilai Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan Normal
<6,5: Asam Netral
1. pH 6,5
>6,5 : Basa
2. Berat Jenis 1,025
3. Protein +3 Negatif ↑
4. Glukosa - Negatif Normal
5. Keton - Negatif Normal
6. Bilirubin - Negatif Normal
7. Urobilinogen Normal Normal Normal
8. Nitrit - Negatif Normal
9. Leukosit (+/-) Negatif ↑
10. Eritrosit +1 Negatif ↑
11. Sedimen
- Leukosit 7 0-2 ↑
- Eritrosit 12 0-1 ↑
- Silinder - Negatif Normal
- Epitel + Positif Normal
- Kristal - Negatif Normal

Assesment (A):
Sindrom Nefrotik

Plan (P):
a. Medikamentosa
- IVFD RL 8 gtt/menit
- Injeksi Furosemide 2 x 15 mg/IV
- Injeksi Ceftriaxone 600 mg/12 jam/IV
- Prednison 3 x 20 mg

30
121
2

Anda mungkin juga menyukai