(Skripsi)
Oleh :
TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
ABSTRAK
OLEH
KIKI DIMAS ADISTIA
Pelet kayu menjadi perhatian utama saat ini karena faktor kemudahan dalam
bahan baku dan memiliki karakteristik yang ramah lingkungan. Pelet kayu
menghasilkan emisi yang lebih rendah dibandingkan limbah pertanian seperti
jerami atau sekam padi. Torefaksi merupakan proses pirolisis ringan pada
temperatur 200-300 oC pada tekanan atmosfer tanpa adanya oksigen dan produk
utama yang dihasilkan berupa padatan dan gas. Keunggulan dari teknologi
pengolahan wood pellet menggunakan proses torefaksi adalah proses yang
berlangsung pada temperatur dan tekanan yang relatif rendah serta efisiensi
konversi energi yang cukup tinggi yaitu 90 % serta produk yang dihasilkan
memiliki sifat getas, hidrofobik, dan kandungan air yang menurun. Hasil
penelitian menunjukan perolehan nilai kalor tertinggi didapatkan pada temperatur
torefaksi 280 oC yaitu sebesar 5135 kkal/kg.
Kata kunci : wood pellet, pellet kayu karet, torefaksi, reaktor torefaksi.
ABSTRACT
BY
KIKI DIMAS ADISTIA
Indonesia is one of the countries with the most population in the world. The high
number of residents will make energy needs also higher. National energy
consumption still relies on fossil fuel sources in the form of petroleum, coal and
natural gas. For this reason, there is a need for new and renewable energy sources
to replace petroleum, coal and natural gas. Wood is one of the energy sources that
is expected to replace the fuel source, but if the wood is directly used as fuel it has
less favorable properties such as high water content, producing smoke, lots of ash,
and low calorific value. Rubber wood as a biomass can be used as a solid fuel by
torefaction method and with the compaction process into wood pellets.
Wood pellets are a major concern at this time because of the ease of use in raw
materials and have environmentally friendly characteristics. Wood pellets produce
lower emissions than agricultural wastes such as straw or rice husks. Torefaction
is a mild pyrolysis process at temperatures of 200-300 oC at atmospheric pressure
without oxygen and the main product produced is solid and gas. The advantage of
wood pellet processing technology using the torefaction process is the process that
takes place at relatively low temperatures and pressures and high energy
conversion efficiency of 90% and the resulting product has a brittle, hydrophobic,
and decreased water content. The results showed that the highest calorific value
was obtained at 280 oC, which was 5135 kcal / kg.
Keywords : torefaction, wood pellet, rubber wood pellet, torefaction reactor.
STUDI EKSPERIMENTAL TOREFAKSI WOOD PELLET
DARI LIMBAH KAYU KARET MENGGUNAKAN
REAKTOR KONTINU TIPE TUBULAR
Oleh :
Skripsi
pada
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis melaksanakan kerja praktik di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk, Tanjung
Enim Kab. Muara Enim Sumatera Selatan dengan judul laporan “Analisa
Keausan Rubber Lagging pada Drive Pulley Dengan Lebar Belt 1200 Milimeter
di Satuan Kerja Bengkel Utama PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Tanjung Enim
Sumatra Selatan”. Kemudian pada tahun 2018 penulis melakukan penelitian
dengan judul “Studi Eksperimental Torefaksi Wood Pellet dari Limbah Kayu
Karet Menggunakan Reaktor Kontinu Tipe Tubular” dibawah bimbingan Bapak
Dr. Amrul, S.T., M.T., Bapak Dr. Muhammad Irsyad, S.T., M.T., dan Bapak Dr.
Amrizal, S.T., M.T.
MOTTO HIDUP
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan
dan arahan dari semua pihak, oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Ahmad Su’udi, S.T., M.T. Sebagai Ketua Jurusan Teknik Mesin
Universitas Lampung.
penulis.
5. Ayah dan Ibu terhebat yang pernah ada dalam sejarah manusia yang
serta selalu memberikan nasihat dan doa untuk penulis yang rela bekerja
keras dari pagi hingga malam hari hanya demi masa depan penulis.
x
6. Mbah kakung, Mbah Putri, Adik, dan keluarga besar serta pendamping
7. Teman satu perjuangan angkatan 2013 dan semua pihak khususnya D3 dan
Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan
sangat berguna untuk kita semua demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhir
kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan kita
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ..................................................................................................... i
SANWACANA .............................................................................................. x
I. PENDAHULUAN
xii
II. TINJAUAN PUSTAKA
xiii
III. METODOLOGI PENELITIAN
xiv
V. KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5. Hasil pengujian nilai kalor wood pellet hasil torefaksi ..................... 67
Tabel 6. Perolehan massa dan energi untuk wood pellet hasil torefaksi ......... 69
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xvi
Gambar 19. Penampakan visual perubahan warna produk ............................. 57
xvii
I. PENDAHULUAN
terbesar di dunia yang jumlahnya mencapai 262 juta. Jumlah penduduk yang
terutama dalam sektor rumah tangga, transportasi, dan pada sektor industri,
dimana sebagian energi disuplai dari bahan bakar fosil. Saat ini Indonesia
tersebut berada diatas pertumbuhan konsumsi energi dunia yaitu sebesar 2,6
Konsumsi energi di Indonesia pada tahun 2015 terbagi untuk sektor Industri
transportasi sebesar 45,51%, dan lain-lain sebesar 2,34%. Dari data tersebut
bahan bakar fosil. Dari total tersebut, hampir 50%-nya merupakan Bahan
Bakar Minyak (BBM). Jadi tidak heran jika konsumsi energi di sektor
ini. Kelangkaan yang berakibat pada semakin tingginya harga minyak bumi di
menguntungkan antara lain kadar air yang tinggi, menghasilkan asap, banyak
abu, dan nilai kalornya yang rendah. Bahan bakar dari kayu yang umum
digunakan secara langsung adalah sebetan dan serbuk gergaji. Serbuk gergaji
dijadikan bahan bakar dinamakan pelet kayu. Jenis bahan bakar ini
(Zam, 2011).
Pelet kayu menjadi perhatian utama saat ini karena faktor kemudahan dalam
bahan baku dan memiliki karakteristik yang ramah lingkungan. Pelet kayu
menghasilkan emisi (NOx, Sox dan HCL) yang lebih rendah dibandingkan
2
limbah pertanian seperti jerami atau sekam padi (Zaetta, 2004). Keuntungan
lain pelet kayu dibanding bahan bakar kayu lain seperti chip kayu adalah
memiliki nilai kalor lebih tinggi (pellet kayu 4,3 juta kal/ton sedangkan chip
kayu 3,4 juta kal/ton) namun harga pellet kayu relatife lebih tinggi dimana
pellet kayu 334 USD/ton dan chip kayu 171 USD/ton (Choi dan Kim, 2010).
Bahan baku pellet kayu dapat berasal dari limbah ekploitasi seperti sisa
atmosfer tanpa adanya oksigen dan produk utama yang dihasilkan berupa
temperatur dan tekanan yang relative rendah serta efisiensi konversi energi
kandungan karbon dan nilai bakar sekitar 19-20% pada suhu 200-300°C
(Azhar, 2009).
dari biomassa menjadi partikel berdensitas tinggi dalam berbagai bentuk dan
Sedangkan tujuan dari torefaksi adalah untuk meningkatkan nilai kalor suatu
3
biomassa dengan suatu perlakuan panas. Jadi dalam penelitian ini,
dititikberatkan dalam pembuatan pelet kayu dari bahan biomassa yaitu limbah
content dari pelet biomassa yang berasal dari kayu karet. Selain itu, produk
kontinu tipe tubular yang belum diketahui kandungan nilai kalor dan
penulis tertarik untuk melakukan pengujian pada alat torefaksi system kontinu
dengan reaktor tipe tubular menggunakan bahan baku pelet biomasa yaitu
pelet kayu karet dan menganalisis kandungan berdasarkan analisis ultimat dan
analisis proksimat, serta mengetahui nilai kalor pada produk padatan yang
dihasilkan.
Tujuan dari penelitian yang akan dicapai berdasakan latar belakang yang
4
1. Mengetahui pengaruh temperatur torefaksi terhadap perubahan massa
wood pellet dari limbah kayu karet sebelum dan sesudah dilakukan proses
torefaksi.
2. Mendapatkan karakteristik bahan bakar wood pellet dari limbah kayu karet
3. Meningkatkan sifat-sifat bahan bakar dari limbah kayu karet dalam bentuk
perolehan mass yield, dan energi yield pada wood pellet sebelum dan
sesudah torefaksi.
1.3 BatasanMasalah
sebagai berikut :
3. Bahan baku yang digunakan untuk pengujian adalah wood pellet atau
5
1.4 Sistematika Penulisan
Bab I. Pendahuluan
Pada bab ini berisikan latar belakang dilakukannya penelitian, tujuan, batasan
Pada bab ini menjelaskan tempat dan waktu dilakukannya pengujian, tahapan
pengujian, alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian, alr pengambilan
Bab ini berisikan tentang hasil dan pembahasan dari data-data yang diperoleh
6
Bab V. Penutup
Pada bab ini berisikan kesimpulan dari semua analisis data dan saran yang
Daftar Pustaka
Lampiran
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biomassa
Biomassa merupakan material organik yang berasal dari makhluk hidup, baik
seperti H2O, CO2, dan energi potensi lainnnya. Sebagai sumber energi
CO2, udara, air, tanah, dan sinar matahari dengan tanaman dan hewan.
proses geologi menjadi bahan bakar fosil seperti batubara atau minyak bumi
ikatan kimia tersebut, maka akan menghasilkan energi kimia dalam bentuk
gas, cair dan padat sesuai dengan perlakuan yang diberikan (McKendry,
2002). Produk gas alternatif yang dihasilkan dari biomassa yaitu CH4, CO2,
CO, dan H2, sedangkan untuk produk bio-fuel berupa ethanol, methanol, bio-
diesel, vegetable oil, dan phyrolisis oil. Adapun produk yang dihasilkan
biomassa dalam bentuk padatan yaitu torefaksi biomassa dan charcoal (Basu,
2010).
dan material organik lainnya (terdiri dari N, P dan K) juga terdapat pada
2.1.1 Selulosa
yang terbuat dari enam karbon (C6) dengan tingkat polimerisasi tinggi
sekitar 10.000 dan berat molekul sekitar 500.000 seperti yang terlihat
dengan n adalah jumlah satuan glukosa yang berkaitan dan berarti juga
9
dan β-glikosidase. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat struktur molekul
2.1.2 Hemiselulosa
10
180oC yaitu pada temperatur 250 oC - 280 oC. Produk yang dihasilkan
seperti yang terlihat pada Gambar 2 dibawah ini (Tumuluru dkk, 2010).
2.1.3 Lignin
serat seperti yang terlihat pada Gambar 3. Degradasi termal pada lignin
penguraian eter dan putusnya ikatan rantai karbon, seperti yang terlihat
11
2.2 Torefaksi
temperatur 200 oC sampai 300 oC dalam kondisi tekanan atmosfer dan tanpa
fraksi padatan yang dihasilkan dari produk torefaksi biomassa (mass yield)
mencapai 70% dan kandungan energi produk (energi yield) mencapai 90%
dimana 30% massa lainnya diubah menjadi gas torefaksi yang hanya
H2O dan CO2 yang ada didalam biomasa, sehingga rasio O/C dan H/C dari
torefaksi air yang terdapat pada permukaan biomasa (surface moisture). Pada
melalui reaksi kimia (inherent moisture). Sebagian besar air yang dihasilkan
lanjut pada temperatur antara 180-270 oC akan terjadi reaksi eksotermik dan
12
memulai dekomposisi hemiselulosa, yang menyebabkan perubahan warna
pada biomasa karena kehilangan air, CO2, dan sejumlah besar asam asetat
dan fenol. Pada temperatur diatas 280oC keseluruhan prosesnya akan menjadi
kalor spesifik dari produk. Proses torefaksi jika dilakukan pada temperatur
efisiensi energinya. Pada akhir proses torefaksi akan terbentuk padatan yang
menurunkan rasio O/C biomasa secara efektif. Hal ini akan menyebabkan
produk padatan memiliki nilai kalor per massa yang lebih tinggi
(Basu,2010) :
13
1. Tahap pemanasan awal (Predrying)
temperatur pengeringan.
4. Tahap torefaksi
Selama tahap ini proses sebenarnya terjadi karena pada tahap ini
5. Tahap pendinginan
14
temperatur ruangan. Hal ini karena dikhawatirkan pada temperatur
berwarna coklat sampai hitam, gas yang dapat terkondensasi dan gas
besar kandungan air dan volatile lainnya yang memiliki nilai kalor
rendah. Jenis dan jumlah gas yang dihasilkan selama proses torefaksi
2010). Produk padat terdiri dari struktur polimer dari fraksi yang tidak
15
Yang mencakup oligomer yang terbentuk melalui reaksi depolimerisasi
Produk cairan yang terkondensasi dari aliran volatil terdiri dari berbagai
yang dihasilkan dari dekomposisi termal, air terikat dan air bebas yang
telah dilepaskan melalui penguapan, zat organik dalam bentuk cair yang
karbonisasi dan lipid yang mengandung senyawa seperti wax dan asam
Gas permanen atau sering disebut dengan non condensable gas (NCG)
merupakan fraksi volatil yang berada didalam fase gas pada suhu
kamar. Gas permanen pada proses torefaksi terdiri dari molekul ringan
16
2.2.3 Parameter Torefaksi
1. Temperatur
2009).
17
2. Waktu Tinggal
padatan yang lebih rendah akan tetapi memiliki energi padatan yang
3. Ukuran Partikel
tingkat yang lebih rendah dari temperatur dan waktu tinggal. Ukuran
18
4. Jenis Biomassa
Bahan bakar padat banyak digunakan pada tungku skala rumah tangga dan
sebagai sumber bahan bakar utama boiler pada industri. Contoh dari bahan
bakar padat adalah batubara, gambut, dan kayu. Didalam dunia industri bahan
bakar padat yang paling banyak digunakan adalah batubara karena memiliki
nilai kalor yang tinggi dibandingkan bahan bakar padat yang lainnya. Oleh
karena itu karakteristik batubara menjadi acuan dalam analisis bahan bakar
padat yang diperoleh dari hasil ekperimen torefaksi sampah biomassa (Basu,
2010).
19
analysis). Analisis proksimat merupakan analisa yang mengidentifikasi
carbon), dan abu (ash). Sedangkan analisis ultimat merupakan analisa yang
bakar. Selain itu kandungan air dalam bahan bakar dinyatakan secara
kandungan air, tetapi hanya hidrogen dan oksigen yang ada dalam
menentukan jumlah fixed carbon (FC), volatile matter (VM), abu (ash),
dan kandungan air (M) dalam satuan persen berat kemudian di kalkulasi
20
dalam beberapa basis seperti AR (as received), ADB (air dried basis),
DB (dry basis), DAF (dry, ash free), DMMF (dry, mineral-matter free),
(Basu, 2010). Volatile matter terdiri dari sebagian besar gas yang
tar. Nilai kalor yang dihasilkan oleh volatile matter dalam proses
tetap dan volatile matter pada bahan bakar disebut batubara murni
(pure coal).
2. Abu (Ash)
dalam bahan bakar abu tidak mewakili bahan mineral anorganik asli
21
terutama jika mengandung logam alkali seperti kalium dan halida
kotoran dan korosi pada boiler atau gasifier (Mettanant dkk., 2009).
dalam suatu bahan bakar padat komponen ini memberikan nilai kalor
bakar asli ditambah residu karbon yang terbentuk saat terjadi proses
22
Selain komponen penyusun batubara, yang harus diperhatikan adalah
acuan kondisi yang sama saat dibandingkan. Berikut ini metode analisis
1. As received (ar)
dari zat terbang, karbon tetap, kandungan air, dan abu yang masing-
23
bahan bakar dikeringkan di udara surface moisture akan dilepaskan
lainnya.
nilai kalor dilakukan untuk mengetahui besarnya kalor per satuan massa
24
Terdapat dua jenis nilai kalor pembakaran, yaitu higher heating value
dibakar. Produk pembakaran pada HHV kondisi air berada pada fasa
dengan fasa gas dapat menghasilkan nilai kalor LHV. Biasanya nilai
25
Bahan baku untuk membuat wood pellet ini adalah sisa pengolahan kayu,
seperti ranting, serasah daun, serbuk gergaji dan kulit kayu. Sumber bahan
Bahan baku wood pellet berasal dari limbah industri penggergajian, limbah
tebangan dan limbah industri kayu lainnya. Hasil olahan ini dikemas dalam
bentuk pellet yang berdiameter 6–10 mm dan panjang 10–30 mm. Kepadatan
rata-rata 650 kg/m3 atau 1,5 m3/ton. Kadar abunya rendah kurang lebih 0,5%.
energi yang tinggi antara output dan inputnya yaitu 19:1 - 210:1. Wood pellet
dan industri besar, bahkan juga bisa untuk industri pembangkit tenaga.
Kelebihan wood pellet adalah bersifat lokal, bahan baku berlimpah, dapat
sebesar 80% setara dengan gas alam dan minyak bumi, lebih tinggi dari kayu
bakar yang hanya 60%, namun dibawah listrik yang mencapai 100% (Yanti,
2013).
Wood pellet atau pelet kayu ini memiliki banyak sekali manfaat dan berbagai
26
yang mengalami musim dingin seperti Korea, Jepang, Tiongkok, dan
Di Korea sendiri, Stok wood pellet yang diperlukan mencapai 100 ribu ton
setiap tahunnya. wood pellet dengan jumlah sebanyak itu telah mencakup
batu bara menjadi wood pellet. Wood pellet juga digunakan sebagai bahan
bakar dalam berbagai perusahaan industri, pabrik, bahkan UKM. Dimulai dari
cadangan energi minyak mentah Indonesia hanya dapat diproduksi atau akan
habis dalam kurun waktu 22,99 tahun, gas selama 58,95 tahun dan batubara
ditemukan lagi ladang-ladang baru sebagai sumber energi fosil. Untuk itu
perlu alternatif baru sumber bahan bakar yang dapat mengurangi penggunaan
bahan bakar fosil salah satunya adalah wood pellet (Yanti, 2013).
27
Hasil pemanenan kayu karet akan menghasilkan limbah yang disebut limbah
pemanenan seperti daun, ranting, akar serta kayu karet yang tidak termasuk
kayu menghasilkan limbah berupa serbuk gergaji 10,6%, sebetan 25,9% dan
potongan 14,3% dengan total limbah sebesar 50,8% dari bahan baku yang
Secara umum, pada semua pabrik wood pellet terdiri dari tahapan proses
besar dimensi bahan baku maka akan semakin besar investasi dan biaya
operasional untuk tahap persiapan bahan baku ini seperti terlihat pada
pellet.
28
Untuk mendapatkan suplai jumlah besar dan kontinyu serbuk gergaji
bakunya. Kondisi ini kurang disukai karena nilai investasi dan biaya
bahan baku pellet maka akan dihasilkan pellet dengan kadar abu tinggi.
Kayu kaliandra dari jenis tanaman trubusan atau SRC (short rotation
copicces) memiliki kadar abu sekitar 2% dan masuk dalam “A2 Class
tahap awal untuk penghancuran kasar dengan ukuran chip sekitar 1-3
29
cm. Saat ini di pasaran tersedia sejumlah tipe chipper yakni, drum
chipper, disc chipper, screw chipper, dan wheel chipper. Drum chipper
horizontal.
Ukuran partikel bahan baku yang dihasilkan dari chipper kurang kecil
output ditentukan oleh diameter lubang pada screen. Hammer mill pada
karena jika material terlalu basah akan menjadi lengket dan menutup
30
dari bahan baku antara kerikil, batu-batuan, logam, serta benda asing
60 kWh/ton. Alat ini terdiri dari pisau sebagai chipper dan serangkaian
dalamnya atau hanya sekali proses. Hal ini karena chipper dan hammer
mill telah menjadi satu kesatuan. Kekurangan alat ini hanya mampu
Batang kayu kaliandra dari kebun energi setelah cukup kering bisa
baku pelet. Hal ini yang digunakan hanya kecil yakni kurang dari 10
31
2.5.4 Drying
ukuran partikel bahan bakunya, seperti halnya kadar air dalam bahan
alami adalah yang paling mudah dan murah. Tetapi sejumlah percobaan
membuktikan bahwa kadar air optimum untuk skala industri tidak bisa
bisa diandalkan. Saat ini ada beberapa dryer dipasaran, yakni tube
aman tetapi juga lebih mahal sehingga hampir semua pabrik pelet
safety seperlunya.
32
Untuk menghasilkan gas panas, digunakan tungku dengan berbagai
rotary dryer untuk memisahkan bahan yang kering dengan aliran udara
panas.
Hal tersebut tergantung dari kriteria emisi gas yang diberlakukan dan
steam) sering dilakukan pada pabrik skala besar. Proses ini umumnya
akan menaikkan kadar air dari bahan baku hingga 2%, yang nantinya
33
kualitas dan kuantias pellet yang dihasilkan, conditioning juga
meningkatkan keawetan dari ring die dan roller pada pelletiser. Proses
2.5.5 Pemeletan
Seperti yang terlihat pada Gambar 6 diatas, saat ini ada dua macam alat
pemelet (pelletiser) yakni pelletiser ring die dan flat die. Pelletiser ring
die lebih popular dan banyak digunakan seperti terlihat pada Gambar 6.
Komponen utama pelletiser adalah die dan roller. Pelletiser ring die
terdiri dari ring die yang berputar mengelilingi roller yang diam. Bahan
baku yang “terjebak” ke dalam ruangan antara roller dan die kemudian
ruangan antara die dan roller sangat esensial untuk mendapatkan pelet
34
Pelet yang dihasilkan selanjutnya meninggalkan pelletiser dengan
jumlah lubang die (channels) dan area bagian alam dari channels. Press
ratio adalah rasio antara diameter dan panjang lubang dan ini sangat
tergantung dari bahan baku yang digunakan. Pada biomasa kayu seperti
kaliandra berkisar antara 1:3 hingga 1:5, dan tekanan yang digunakan
2.5.6 Cooling
Suhu pelet ketika keluar dari pelletiser biasanya berkisar antara 80-130
C. Selain sulit handlingnya pada suhu tersebut, proses cooling juga
2%. Counter flow cooler adalah tipe cooler yang paling umum
bagian atas. Udara dingin ini mengambil panas dan uap air yang keluar
terikut dalam udara yang keluar dari cooler. Untuk itu cyclone untuk
pengemasan.
35
2.5.7 Handling Pellet-Packing & Storage
bisa dikemas kemasan kecil (10-25 kg) atau dengan jumbo bag (500-
mudah hancur karena terkena air maka perlu diproteksi dengan baik,
yakni dengan memberi alas seperti pallet kayu pada tumpukan pelet.
Sedangkan pada produksi wood pellet skala besar, wood pellet tidak
36
2.6 Kayu Karet
Krisis energi di jaman sekarang telah memaksa manusia berfikir kritis untuk
mendapatkan sumber energi yang murah, mudah, dan aman. Banyak solusi
energi yang telah ditawarkan seperti energi dari kincir angin, cahaya
matahari, ombak laut, nuklir dan lain-lain. Namun memiliki kendala dalam
sistem energi yang efisien, dibutuhkan sumber energi yang tepat dan memiliki
hubungan antara iklim, geografis, dan sumber daya alam untuk mengurangi
flora dan fauna memiliki potensi sumber daya alam yang baik untuk energi
dapat menjadi pilihan yang tepat karena disamping sebagai energi baru,
Indonesia juga memiliki banyak area hutan dan juga perkebunan yang cukup
satu sumber energi biomassa yang tepat untuk digunakan adalah pohon karet
(Yanti, 2013).
Menurut data Dirjen perkebunan tahun 2010, kebutuhan bahan baku kayu
budidaya kayu yang tepat menjadi salah satu solusi untuk menyediakan
37
permintaan tersebut, oleh karena itu pohon karet adalah salah satu
yang baik, pohon karet juga dapat menghasilkan lateks yang harganya cukup
20-25 tahun dan setelah itu produktifitas getah akan menurun. Selain getah,
produk lain dari tanaman karet adalah kayu karet yang dapat digunakan
sebagai kayu bakar, bahan baku perabotan rumah tangga, kayu lapis, papan
partikel dan lain sebagainya. Hasil pemanenan kayu karet akan menghasilkan
limbah yang disebut limbah pemanenan seperti daun, ranting, akar serta kayu
karet yang tidak termasuk kedalam bahan baku layak jual. Selain itu,
10,6%, sebetan 25,9% dan potongan sebesar 14,3% dengan total limbah
Di Indonesia sendiri telah telah terdapat 3,4 juta hektar perkebunan pohon
karet. Jika digunakan 3% saja dari hasil peremajaan pohon karet, maka dapat
dihasilkan 2,7 juta m3/tahun kayu karet sehingga permintaan kayu karet
sebagai bahan bangunan, kerajinan tangan, dan sumber energi biomassa dapat
terpenuhi. Pohon karet bukanlah tanaman asli Indonesia tetapi berasal dari
hutan Amazon di Brazil. Pohon karet ini kemudian dibawa oleh bangsa asing
38
dapat tumbuh hingga mencapai 30 meter dan menghasilkan getah pada usia 5-
6 tahun. Kayu karet dapat tumbuh baik di Indonesia sehingga mudah untuk
dibudidayakan secara massal. Pohon karet yang sudah tidak produktif dapat
(sumber : https://www.google.com/search?q=pohon+karet&clien)
jumlah cadangan bahan bakar fosil, diperlukan adanya suatu usaha untuk
mencari sumber bahan bakar alternatif yang salah satu di antaranya adalah
dari biomassa menjadi partikel berdensitas tinggi dalam berbagai bentuk dan
Sedangkan tujuan dari torefaksi adalah untuk meningkatkan nilai kalor suatu
39
biomassa dengan suatu perlakuan panas. Jadi dalam penelitian ini,
dititikberatkan dalam pembuatan pelet kayu dari bahan biomassa yaitu limbah
40
III. METODOLOGI PENELITIAN
Adapun tempat dan waktu penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah
sebagai berikut :
Penelitian ini akan dilakukan dalam 5 bulan yaitu dari bulan Maret
2018 sampai dengan bulan Juli 2018. Dengan jadwal kegiatan yang
dibawah ini :
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam proses torefaksi ini adalah sebagai
berikut :
adalah reaktor kontinu tipe tubular yang telah dibuat oleh Faris
dengan dinding tetap dan yang bergerak adalah material bahan baku
42
Keterangan :
kontrol dengan mengatur bukaan gas. Tabung gas LPG dapat dilihat
43
Gambar 11. Tabung gas LPG
44
5. Timbangan Digital
45
7. Masker Pelindung
3.2.2 Bahan
limbah tebangan dan limbah industri kayu lainnya. Hasil olahan ini
46
10–30 mm. Kepadatan rata-rata 650 kg/m3 atau 1,5 m3/ton. Kadar
4051,7 kkal/kg. Mempunyai rasio energi yang tinggi antara output dan
setara dengan gas alam dan minyak bumi, lebih tinggi dari kayu bakar
yang hanya 60%, namun dibawah listrik yang mencapai 100% (Yanti,
2013).
1. Menyiapkan alat torefaksi kontinu tipe tubular dan bahan baku wood
47
4. Memanaskan reaktor dengan cara membuka katub gas LPG dan
melalui kran inlet dengan tujuan untuk mengikat dan mendorong keluar
8. Mengatur bukaan pada gas LPG agar temperatur dalam keadaaan stedi
torefaksi
48
dan komponen unsur kimia penyusun bahan bakar padat hasil torefaksi
menggunakan analisis ultimat. Selain itu, untuk menunjukan nilai kalor per
satuan massa dari bahan bakar padat hasil torefaksi dilakukan pengujian
kimia yang menyusun bahan bakar padat hasil torefaksi seperti karbon,
kalor per satuan massa yang dihasilkan oleh bahan bakar padat hasil
Secara garis besar alur penelitian akan dijabarkan melalui flowchart dibawah
ini :
49
Mulai
Studi Literatur
Data lengkap
Kesimpulan
Penulisan laporan
Selesai
50
3.6 Variabel Pengujian
Pengujian ini menggunakan beberapa variabel tetap dan variabel berubah. Hal
ini dilakukan untuk dapat mengetahui kondisi proses torefaksi terbaik dengan
utama torefaksi yang divariasikan adalah temperatur. Hal ini betujuan untuk
Bahan baku yang digunakan adalah wood pellet dari kayu karet berasal dari
lainnya. Hasil olahan ini dikemas dalam bentuk pellet yang berdiameter 6–10
mm dan panjang 10–30 mm. Kepadatan rata-rata 650 kg/m3 atau 1,5 m3/ton.
Untuk mengetahui karakteristik bahan bakar padat yang diperoleh dari hasil
torefaksi wood pellet dari kayu karet, maka dilakukan pengujian analisis
ultimat dan analisis proksimat. Selain itu, dilakukan pengujian nilai kalor
pegujian analisis ultimat dan proksimat serta nilai kalor terhadap bahan baku
mentah wood pellet dari kayu karet. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan
karakterisitik dari wood pellet dari limbah kayu karet. Produk padatan
torefaksi wood pellet yang dianalisis adalah produk padatan yang dihasilkan
51
Hasil pengujian nilai kalor dari produk padatan yang dihasilkan dari torefaksi
kontinu wood pellet dari kayu karet. Nilai kalor yang ditunjukan adalah nilai
kayu karet pada kondisi kering (dry basis) untuk hasil perhitungan perolehan
mf
ym db ……………………………………………...…....(4)
mo
HHVf
ye ym db ……………………………………………(5)
HHVo
52
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pengujian torefaksi pada bahan
baku wood pellet dari serbuk kayu karet menggunakan reaktor kontinu tipe
dari produk padatan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh jumlah
temperatur torefaksi.
2. Pada hasil pengujian proksimat dan ultimat secara garis besar untuk
tersebut sesuai dengan hasil analisis ultimat dimana unsur oksigen (O)
torefaksi.
3. Berdasarkan hasil pengujian nilai kalor didapatkan bahwa nilai kalor
280 C yaitu sebesar 5135 kkal/kg. Hal ini sesuai dengan kandungan
fixed carbon dan tingginya kandungan unsur karbon (C) yang dihasilkan
pada temperatur torefaksi 280 C. Hasil perhitungan massa (mass yield)
sebesar 0,94 pada temperatur 250 C dan nilai ye terendah yaitu sebesar 0,76
0,846 pada temperatur 250 C dan nilai ym terendah yaitu sebesar 0.658 pada
yield) dan perolehan energy (energy yield) akan semakin menurun seiring
5.2 Saran
reaktor kontinu tipe tubular dengan bahan bakar wood pellet dari serbuk kayu
karet agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal adalah sebagai berikut :
2. Pada sistem buka tutup katup gas LPG yang digunakan sebagai bahan
72
tempat untuk tabung gas LPG agar gas dalam tabung tidak mudah
membeku.
dilakukan pengujian kandungan air pada sampel yang akan diuji agar
4. Sebaiknya dibuatkan instalasi untuk aliran gas hasil torefaksi agar produk
didalam reaktor.
73
DAFTAR PUSTAKA
Arsad, effendi. 2014. Sifat Fisik Dan Kimia Wood Pellet Dari Limbah Industri
Perkayuan Sebagai Sumber Energi Alternatif. Balai Riset dan Standardisasi
Industri Banjarbaru.
Basu, Prabir. 2010. Biomass Gasification and Pyrolysis. Practical Design and
Theory. Elsevier, Oxford, UK.
Bridgeman, T.G. Jones, J.M. Shield, I. and Williams, P.T. 2008. Torrefaction of
reed canary grass, wheat straw and willow to enhance solid fuel qualities
and combustion properties. Fuel, 87 (6), 844–856.
Fitri, gustiana. 2013. Potensi Bahan Baku Wood Pellet Dari Limbah Kayu
Sebagai Energi Alternatif Biomassa. Balitbang provinsi riau. Pekan baru
McKendry PM. 2002. Energy production from biomass (Part 3). Gasification
technologies,” Bioresource Technology. 83:55-63.
Prins, MJ. Ptasinski, KJ. and Janssen, FJJG. 2006. Torrefaction of Wood: Part 1.
Weight Loss Kinetics. Journal of Analytical and Applied Pyrolysis, 77:1, pp.
28–34.
Setiawan, F. 2014. Karakteristik Kayu Lapis dari Bahan Baku Kayu Karet (Hevea
braziliensis Muell. Arg) Berdasarkan Umur Pohon. Skripsi Jurusan
Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Riau.
Towaha, J. Daras, U. dan Balitri. 2013. Peluang Pemanfaatan Kayu Karet (Hevea
braziliensis Muell. Arg) Sebagai Kayu Industri. Warta Penelitian Dan
Pengembangan Tanaman Industri. Volume 19 Nomor 2.
Tumuluru, JS. Xingya, K. Sokhansanj, S. Jim, LC. Bi, T. and Melin, S. 2008.
Effect of Storage Temperature on Off-gassing and Physical Properties of
Wood Pellets. ASABE, Providence, Rhode Island, June 29–July 2, 2008,
ASABE Paper No. 084248.
Yanti, RN. 2013. Pemanfaatan Limbah HTI (Akasia) Sebagai Bahan Baku Wood
Pellet. Penelitian Hibah Bersaing Dikti. Riau. Pekanbaru.