Anda di halaman 1dari 28

28 Desember 2015

HUBUNGAN KURANGNYA KEBERSIHAN LINGKUNGAN DENGAN

KEJADIAN MALARIA DI KELURAHAN BATU MERAH

KOTA AMBON TAHUN 2016

Disusun Oleh :

Marissa Handayana Mahmud

2014 - 83 - 038

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran

Universitas Pattimura

Kota Ambon

2015
A. LATAR BELAKANG

Malaria adalah penyakit menular yang dapat menginfeksi manusia dan

menjadi masalah kesehatan, terutama di negara tropis maupun sub-tropis.

Penyebaran malaria di dunia sangat luas yakni antara garis lintang 60◦ di utara dan

40◦ di selatan katulistiwa yang meliputi lebih dari 100 negara tropis dan sub-

tropis. Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau

41 % dari penduduk dunia. Setiap tahun jumlah kasus malaria berjumlah 300-500

juta dan mengakibatkan 1,5 sampai dengan 2,7 juta kematian, terutama di Afrika

Sub Sahara. Wilayah di dunia yang kini sudah bebas malaria adalah Eropa,

Amerika Utara, sebagian besar Amerika Timur Tengah, sebagian besar Karibia,

sebagian besar Amerika Selatan, Australia dan Cina.1

World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa tahun 2009 terdapat

1.100.000 kasus klinis malaria di Indonesia dan pada tahun 2010 meningkat

menjadi 1.800.000 kasus dengan insiden parasit malaria (API) dalam satu tahun

terakhir dengan tingkat kematian mencapai 1,3 %. Dalam Pengendalian malaria,

sasaran World Health Organization (WHO) dan The Roll Back Malaria

Partnership adalah menurunkan angka kesakitan malaria menjadi separuhnya

pada tahun 2010 dengan tujuan mencapai target Millenium Development Goals

(MDGs) pada tahun 2015. Kemenkes RI tahun 2010 menyatakan bahwa malaria

merupakan salah satu penyakit yang menjadi sasaran prioritas komitmen global

dalam Millenium Development Goals (MDGs). Berdasarkan Hasil Data

Departemen Kesehatan RI tahun 2010 di Indonesia penyakit malaria ditemukan di

sebagian besar wilayah dan menjangkiti semua kelompok umur. Letak geografis
Indonesia di daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi,topografi berawa, dan

penduduk yang dekat dengan lingkungan menyebabkan kehidupan nyamuk

malaria berlangsung baik. Berdasarkan data dari Bagian Pengendalian Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL) Dinas Kesehatan Kota Ambon, Kasus

malaria di Kota Ambon tahun 2010 tercatat malaria klinis 5.592 dan malaria

positif sebanyak 1.662 kasus, Pada tahun 2011 meningkat sebanyak 8.257 kasus

dan malaria positif sebanyak 3.490 kasus. Pada tahun 2012 terjadi penurunan

menjadi malaria klinis 6.648 kasus dan malaria positif 1.660 kasus, sedangkan

tahun 2013 terjadi penurunan menjadi malaria klinis 5.845 kasus dan malaria

positif 1.588 kasus.2,3

Penyakit malaria dapat berdampak luas dan berpeluang menjadi Emerging

Desease yaitu penyakit yang pernah muncul sebelumnya tetapi dapat meningkat

pesat pada kejadian tertentu dalam jarak geografis dan potensi menimbulkan

wabah serta memberikan kerugian ekonomi. Kondisi ini dapat terjadi karena

transmigrasi penduduk, resistensi obat, dan adanya vektor potensial yang dapat

menularkan dan menyebarkan malaria. Penyakit malaria ini disebabkan oleh

plasmodium falciparum, P. Vivax, P. Ovale dan P. Malariae yang disebarkan oleh

nyamuk Anopheles betina. Penyebaran malaria dapat terjadi bila suatu daerah

terdapat tiga faktor yang berperan dan saling mendukung yaitu parasit, inang dan

lingkungan namun faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian malaria

adalah faktor lingkungan yaitu kondisi lingkungan secara biologis seperti hujan

karena air merupakan faktor esensial bagi perkembangbiakkan nyamuk sehingga

adanya hujan yang deras terutama saat musim hujan memberi peluang besar
dalam peningkatan perkembangbiakkan nyamuk yang diakibatkan karena

banyaknya genangan air yang tidak dialirkan sehingga digunakan nyamuk sebagai

tempat perindukkan terutama jika daerah tersebut rawan kejadian banjir yang

disertai penumpukkan sampah. Pada kejadian penggundulan hutan yang

merupakan lingkungan biologis terutama pada penggundulan hutan bakau di

pinggir pantai sehingga nyamuk malaria yang umumnya tinggal di hutan dapat

berpindah ke pemukiman penduduk dan pada lingkungan fisik dimana dapat

diamati secara fisik Perumahan masyarakat yang memiliki kondisi rumah terbuka

tanpa plafon, ventilasi jendela yang tidak dipasang kawat kasa dan dinding yang

berlubang sehingga sangat mudah dimasuki nyamuk, rumah yang tidak

terlindungi merupakan faktor resiko kejadian malaria dengan besar resiko 2,4%1

(p=0,0001). Faktor lainnya adalah konstitusi genetis dan etnis dari penduduk yang

berbeda dan bervariasi.1,3

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Nurhadi tahun 2013 mengenai

pengaruh lingkungan terhadap kejadian Malaria di kabupaten Mimika dengan

menggunakan desain observasional didapatkan hasil positive dengan value p =

0,000 yang membuktikan adanya hubungan antara lingkungan dengan kejadian

malaria seperti keberadaan genangan air, keberadaan semak, dan kandang hewan.

Kemudian Penelitian yang dilakukan oleh Marisca tahun 2014 mengenai

hubungan dan peta sebaran malaria di Kota Ambon dengan cara observasi desain

cross sectional dan mengambil data populasi dari 22 puskesmas di Kota Ambon

dengan hasil positif nilai p = 0,000 yang mengindikasikan hubungan yang kuat

antara kurangnya kebersihan lingkungan mulai dari variabel yang paling


berpengaruh yakni kondisi fisik rumah, tempat perkembangbiakkan nyamuk

seperti parit-parit, semak-semak, serta banyaknya genangan air kotor yang

merupakan sarang nyamuk. Didapatkan dari hasil penelitian responden yang

rumahnya kumuh berisiko 62% menderita penyakit malaria dan responden yang

rumahnya tidak kumuh beresiko 37,58 % menderita penyakit malaria. Namun

pada penelitian sebelumnya penulis menemukan beberapa kekurangan dimana

sang peneliti tidak meneliti semua variabel yang berkaitan dengan kejadian

malaria di Kota Ambon yakni kondisi dinding rumah masyarakat, genangan air

kotor dan keberadaan semak – semak. Penelitian ini juga tidak dapat digunakan

untuk memantau perubahan yang terjadi dengan berjalannya waktu karena

pengamatan pada subyek studi dilakukan satu kali selama penelitian, kemudian

Penelitian Cross sectional dengan tujuan penelitian analisis sulit untuk

menentukan perbandingan dua kelompok karna tidak diketahui insiden terjadi

setelah atau sebelum terpajan dan penelitian ini tidak dirancang untuk penelitian

analitik.3,4

Berdasarkan uraian ini penulis bermaksud untuk mengkaji faktor lingkungan

yang berhubungan dengan kejadian malaria lebih mendalam di Kota Ambon yaitu

lingkungan fisik seperti kondisi dinding rumah dan tempat perindukan nyamuk

seperti genangan air kotor dan keberadaan semak di wilayah tempat masyarakat

bermukim.
B. RUMUSAN MASALAH

Setiap tahun terjadi peningkatan jumlah kasus Malaria 300-500 juta kasus

dan mengakibatkan 1,5 sampai dengan 2,7 juta kematian, terutama di Afrika sub

Sahara. Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau

41 % dari seluruh penduduk dunia. Penyakit malaria merupakan penyakit yang

berdampak luas karna dapat berpeluang menjadi Emerging Desease yaitu

penyakit yang pernah muncul sebelumnya tetapi dapat meningkat pesat pada

kejadian tertentu dalam jarak geografis dan potensi menimbulkan wabah serta

memberikan kerugian ekonomi pada daerah di seluruh dunia. Malaria merupakan

salah satu penyakit yang menjadi sasaran prioritas komitmen global dalam

Millenium Development Goals (MDGs). Sasaran World Health Organization

(WHO) dan The Roll Back Malaria Partnership adalah menurunkan angka

kesakitan malaria menjadi separuhnya pada tahun 2010 dengan tujuan mencapai

target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015.1

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Ambon, Kasus malaria di Kota

Ambon tahun 2010 tercatat malaria klinis 5.592 dan malaria positif sebanyak

1.662 kasus, Pada tahun 2011 meningkat sebanyak 8.257 kasus dan malaria positif

sebanyak 3.490 kasus. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marisca tahun

2014 mengenai hubungan dan peta sebaran malaria di Kota Ambon dengan cara

observasi dengan desain cross sectional dan mengambil data populasi dari 22

puskesmas di Kota Ambon didapatkan hasil positif nilai p = 0,000 yang

membuktikan hubungan yang kuat antara kurangnya kebersihan lingkungan

dengan kejadian malaria sehingga didapatkan dari hasil penelitian responden yang
memiliki rumah dengan kondisi lingkungan yang kumuh beresiko 62% dan yang

lingkungan rumahnya tidak kumuh beresiko 37,58 % menderita penyakit malaria.4

Namun penulis menemukan pada penelitian ini masih memiliki beberapa

kekurangan yaitu sang peneliti tidak meneliti semua variabel yang berkaitan

dengan kejadian malaria di Kota Ambon yakni dari kondisi dinding rumah

masyarakat, genangan air kotor dan keberadaan semak – semak.3,4 Berdasarkan

uraian ini penulis bermaksud untuk mengkaji faktor lingkungan yang

berhubungan dengan kejadian malaria lebih mendalam di Kota Ambon yang

masih menjadi daerah endemis penyakit malaria yaitu pada lingkungan fisik

seperti kondisi dinding rumah dan tempat perindukan nyamuk berupa genangan

air kotor dan keberadaan semak di pemukiman warga.

C. PERTANYAAN PENELITIAN :

1. Apakah ada hubungan antara kondisi fisik rumah yang kumuh pada kejadian

malaria?

2. Apakah ada hubungan antara keberadaan genangan air kotor di lingkungan

perumahan dengan kejadian malaria?

3. Apakah ada hubungan antara keberadaan semak – semak dipemukiman

warga pada kejadian malaria?


D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

kurangnya kebersihan lingkungan terhadap kejadian malaria di Kota Ambon.

Tujuan khusus dari penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui Proporsi Penderita Malaria di Kelurahan Batu Merah

2. Untuk mengetahui Hubungan Genangan Air Kotor dengan Kejadian Malaria

di Kelurahan Batu Merah

3. Untuk mengetahui Hubungan Kondisi Fisik Rumah Terhadap Kejadian

Malaria di Kelurahan Batu Merah

4. Untuk mengetahui Hubungan Keberadaan Semak Dengan Kejadian Malaria

di Kota Ambon

E. Jenis Masalah :

Masalah penelitian adalah jenis masalah Korelatif Kategorik karena peneliti

ingin meneliti hubungan kurangnya kebersihan lingkungan dengan kejadian

malaria di Kelurahan Batu Merah Kota Ambon dan terdiri dari satu

kelompok data yang tidak berpasangan.

F. Hipotesis Penelitian

H0: Tidak ada hubungan antara kurangnya kebersihan lingkungan terhadap

kejadian Malaria di Kelurahan Batu Merah Kota Ambon.

Ha : Ada hubungan antara kurangnya kebersihan lingkungan terhadap

kejadian Malaria di Kelurahan Batu Merah Kota Ambon.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Malaria

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari

genus plasmodium yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.

Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area

(udara) atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang

mengeluarkan bau busuk. 5

1. Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada manusia

terdiri dari empat spesies yaitu plasmodium falciparum, plasmodium vivax,

plasmodium malariae dan plasmodium ovale. Namun jenis spesies plasmodium

falciparum merupakan penyebab infeksi yang paling berat bahkan dapat

menimbulkan kematian.5

1.1 Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria (plasmodium) mempunyai dua siklus daur hidup, yaitu pada tubuh

manusia dan didalam tubuh nyamuk Anopheles betina.6

1.1.a Siklus didalam tubuh manusia

Pada waktu nyamuk Anopheles. spp infeksi menghisap darah manusia, sporozoit

yang berada dalam kelenjar ludah nyamuk Anopheles masuk ke dalam aliran
darah selama lebih kurang 30 menit. Setelah itu sporozoit menuju ke hati dan

menembus hepatosit, dan menjadi tropozoit. Kemudian berkembang menjadi

skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini

disebut siklu seksoeritrositik yang berlangsung selama 9 - 16 hari.6 Pada

plasmodium falciparum dan plasmodium malariae siklus skizogoni berlangsung

lebih cepat sedangkan plasmodium vivax dan plasmodium ovale ada siklus yang

cepat dan ada yang lambat.


Sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, akan tetapi

ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut bentuk hipnozoit. Bentuk hipnozoit

dapat tinggal didalam sel hati selama berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-

tahun yang pada suatu saat bila penderita mengalami penurunan imunitas tubuh,

maka parasit menjadi aktif sehingga menimbulkan kekambuhan.6

1.1.b Siklus didalam tubuh nyamuk Anopheles betina

Apabila nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang mengandung

gematosit, didalam tubuh nyamuk gematosit akan membesar ukurannya dan

meninggalkan eritrosit. Pada tahap gematogenesis ini, mikrogamet akan

mengalami eksflagelasi dan diikuti fertilasi makrogametosit. Sesudah

terbentuknya ookinet, parasit menembus dinding sel midgut, dimana parasit

berkembang menjadi ookista. Setelah ookista pecah, sporozoit akan memasuki

homokel dan pindah menuju kelenjar ludah. Dengan kemampuan bergeraknya,

sporozoit infektif segera menginvasi sel-sel dan keluar dari kelenjar ludah. Masa

inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk kedalam tubuh sampai

timbulnya gejala klinis berupa demam. Lama masa inkubasi bervariasi tergantung

spesies plasmodium. Masa prapaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk

sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.6


1.2 Tahapan Siklus Plasmodium7

Dalam tahapan siklus plasmodium dapat berlangsung keadaan-keadaan sebagai

berikut:

1. Siklus pre eritrositik : periode mulai dari masuknya parasit ke dalam darah

sampai merozoit dilepaskan oleh skizon hati dan menginfeksi eritrosit.

2. Periode prepaten : waktu antara terjadinya infeksi dan ditemukannya parasit

didalam darah perifer.

3. Masa inkubasi : waktu antara terjadinya infeksi dengan mulai terlihatnya gejala

penyakit.

4. Siklus eksoeritrositik : siklus yang terjadi sesudah merozoit terbentuk di skizoit

hepatik, merozoit menginfeksi ulang sel hati dan terulangnya kembali skizogoni.

5. Siklus eritrositik : waktu yang berlangsung mulai masuknya merozoit kedalam

eritrosit, terjadinya reproduksi aseksual didalam eritrosit dan pecahnya eritrosit

yang melepaskan lebih banyak merozoit.

6. Demam paroksismal: Serangan demam yang berulang pada malaria akibat

pecahnya skizoit matang dan masuknya merozoit kedalam aliran darah.

7. Rekuren: Kambuhnya malaria sesudah beberapa bulan tanpa gejala.


2. Patofisiologi

Malaria ditularkan ketika nyamuk yang mengandung plasmodium menghisap

darah manusia sehingga terjadi perpindahan sporozoit plasmodium dari air ludah

nyamuk ke jaringan kapiler darah manusia. Dalam beberapa jam parasit akan

berpindah ke hati dimana selanjutnya mengalami siklus dan replikasi sebelum

dilepaskan kembali kedalam darah manusia, inkubasi dimulai dari terjadinya

gigitan nyamuk sampai munculnya gejala yakni 7 sampai 30 hari. Gejala yang

terjadi ialah demam, sakit kepala, mual, muntah dan mialgia. Bersamaan dengan

terjadinya siklus parasitemia didalam darah penderita akan sering mengalami

gejala setiap 2 atau 3 hari sekali, tergantung pada jenis plasmodium yang

menginfeksi.7, 8 Pada manusia, reproduksi infeksi plasmodium merupakan siklus

hidup yang rumit yang melibatkan infeksi dihati dan eritrosit. Pada saat sporozoit

masuk kedalam hati dia akan memperbanyak diri kemudian masuk kedalam aliran

darah dalam bentuk merozoit. Merozoit akan masuk kedalam eritrosit dimana sel

darah yang terinfeksi di fagosit oleh limpa. Gejala malaria terutama disebabkan

oleh terserangnya eritrosit serta respon inflamasi oleh tubuh. Infeksi malaria

menyebabkan terjadinya sintesis immunoglobulin, bahkan pada P. falciparum

membentuk immunoglobulin komplek dan meningkatnya produksi tumor nekrosis

faktor.9 Plasmodium falciparum menyebabkan sitoadheren eritrosit pada dinding

vaskuler yang kemudian mencetuskan sequestran sel terinfeksi pada jaringan

pembuluh darah perifer dan merusak organ yang disebabkan perdarahan maupun

infark. Fagositosis sel darah terinfeksi berguna untuk menghilangkan infeksi

namun juga berperan dalam terjadinya anemia dan defisiensi asam folat.10
3. Faktor Resiko Malaria

3.1 Faktor Host

Penyakit malaria mempunyai keunikan karena ada 2 macam host yakni

manusia sebagai host intermediate (dimana siklus aseksual parasit terjadi) dan

nyamuk anopheles betina sebagai host definitive (tempat siklus seksual parasit

berlangsung).11

1. Manusia (Host Intermediate)

a. Kekebalan / Imunitas

Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya

kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau

membatasi perkembangbiakannya. Ada dua macam kekebalan, yaitu kekebalan

alamiah dan kekebalan yang didapat. Kekebalan alamiah timbul tanpa

memerlukan infeksi lebih dahulu. Kekebalan yang didapat ada yang merupakan

kekebalan aktif sebagai akibat dari infeksi sebelumnya atau vaksinasi, dan ada

juga kekebalan pasif yang didapat melalui pemindahan antibodi dari ibu kepada

anak atau pemberian serum dari seseorang yang kebal terhadap penyakit. Faktor

imunitas berperan penting menentukan beratnya infeksi. Hal tersebut dibuktikan

pada penduduk di daerah endemis. Pada penduduk di daerah endemis ditemukan

parasitemia berat namun asimtomatik, sebaliknya pasien non-imun dari daerah

non-endemis lebih mudah mengalami malaria berat. Hal ini mungkin dikarenakan
pada individu di daerah endemis imun sudah terbentuk antibody protektif yang

dapat membunuh parasit atau menetralkan toksin parasit.11

b. Umur dan Jenis Kelamin

Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan wanita atau pada

berbagai kelompok umur sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti

pekerjaan, pendidikan, perumahan, kekebalan dan migrasi penduduk.11

3.2 Faktor Agent 2

Berdasarkan Hasil penelitian Alimudiarnis tahun 2011 di Indonesia terdapat

empat spesies plasmodium, yaitu:

1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, mulai dari

wilayah beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropik. Demam terjadi

setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, pada siang atau sore. Masa inkubasi

plasmodium vivax antara 12 sampai 17 hari dan salah satu gejala adalah

pembengkakan limpa (splenomegali).

2. Plasmodium falciparum, plasmodium ini merupakan penyebab malaria

tropika, secara klinik berat dan dapat menimbulkan komplikasi berupa

malaria cerebral dan berakibat fatal. Masa inkubasinya 12 hari dengan

gejala nyeri kepala, pegal linu, demam ringan serta kadang dapat

menimbulkan gagal ginjal.


3. Plasmodim ovale, masa inkubasi malaria dengan penyebab plasmodium

ovale adalah 12 sampai 17 hari dengan gejala demam setiap 48 jam, relatif

ringan dan sembuh sendiri.

4. Plasmodium malariae, merupakan penyebab malaria quartana yang

memberikan gejala demam setiap 72 jam. Malaria jenis ini umumnya

terdapat pada daerah gunung, dataran rendah pada daerah tropik yang

biasanya berlangsung tanpa gejala dan ditemukan secara tidak sengaja.

Namun malaria jenis ini sering mengalami kekambuhan. 2

3.3 Faktor Environment

Faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan

nyamuk berada, lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan

kimia, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya11.

1. Lingkungan fisik meliputi : 1

a. Suhu

Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau

maka inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu udara makin pendek masa inkubasi

ekstrinsik.1

b. Kelembaban Udara

Kelembaban yang rendah dapat memperpendek umur nyamuk1.

c. Angin
Jarak terbang nyamuk dapat diperpendek arau diperpanjang tergantung kepada

arah angin.3

d. Arus Air

An. barbirostris menyukai tempat perindukan denga air yang statsi atau mengalir

sedikit, sedangkan An. minimus menyukai aliran air cukup deras.1

e. Kondisi Fisik Rumah

Penilaian kondisi rumah berdasarkan bahan lantai, dinding, atap rumah,

keberadaan jendela, keberadaan ventilasi dengan kawat kassa dan kondisi

Pencahayaaan yang menjadi indikator untuk mengukur kondisi fisik rumah yang

baik atau tidak baik.

2. Lingkungan kimiawi, seperti kadar garam dari tempat perindukan nyamuk.1

3. Lingkungan biologik seperti hutan bakau, tumbuhan lumut, ganggang dan

berbagai jenis tumbuh-tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva

nyamuk karena dapat menghalangi sinar matahari yang masuk maupun

melindungi dari serangan makhluk hidup lain.3

4. Lingkungan sosial budaya

Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya

lebih bersifat eksofilik (lebih suka hinggap/ istirahat di luar rumah) dan eksofagik

(lebih suka menggigit di luar rumah) akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk,

penggunaan kelambu, kawat kasa dan repellent akan mempengaruhi angka


kesakitan malaria dan pembukaan lahan dapat menimbulkan tempat perindukan

buatan manusia sendiri (man made breeding places).11

Faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap kejadian malaria yakni

kondisi perumahan masyarakat yang tidak menggunakan kasa pada ventilasi,

keberadaan jendela, dinding rumah yang kumuh dan dinding yang tidak lengkap

sehingga menjadi pendukung penyebaran nyamuk. Kondisi lingkungan yang

memiliki banyak genangan air seperti rawa, kolam, bekas galian dan got yang

tidak mengalir airnya dapat berpotensi besar sebagai tempat hidup dan

perkembangbiakkan nyamuk malaria.3-4 Keberadaan semak dan kandang hewan

di sekitar rumah warga juga berperan sebagai tempat peristirahatan nyamuk

anopheles.sp pada siang hari karena semak yang rimbun akan menghalangi sinar

matahari masuk dan menembus tanah, sehingga lingkungan di sekitarnya menjadi

teduh dan lembab serta dapat menjadi tempat perindukkan nyamuk jika di bawah

semak terdapat genangan air dan pada kandang hewan merupakan tempat yang

terlindungi dari cahaya matahari dan kondisinya lembab.4

B. Tinjaun Penelitian

1. Kondisi Fisik Rumah Warga

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Marisca dkk pada tahun 2014 di Kota

Ambon mengenai hubungan dan peta sebaran malaria di Kota Ambon dengan cara

observasi dengan desain cross sectionaldan mengambil data populasi dari 22

puskesmas di Kota Ambon dengan uji statistik Chi square didapatkan hasil positif
nilai p = 0,000 (< 0,05) yang membuktikan adanya pengaruh yang kuat antara

kondisi fisik rumah berdasarkan bahan lantai, dinding, atap rumah, keberadaan

jendela, keberadaan ventilasi dengan kawat kassa dengan kejadian malaria.3

2. Tempat Peristirahatan dan Perkembangbiakkan Nyamuk

Keberadaan semak di sekitar rumah merupakan faktor yang mempengaruhi

kejadian malaria. Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Nurhadi tahun

2013 mengenai pengaruh lingkungan terhadap kejadian malaria di Kabupaten

Mimika yang merupakan studi Case control dengan menggunakan desain

Observasional pada kelompok kasus terdapat 44 responden yang disekitar

rumahnya terdapat semak dan 6 responden tidak terdapat semak, sedangkan pada

kelompok control terdapat 20 responden yang di sekitar rumahnya terdapat

semak dan 30 responden yang di sekitarnya tidak terdapat semak. Hasil analisis

menunjukkan bahwa ada hubungan antara keberadaan semak dengan kejadian

malaria dengan didapatkan hasil nilai p = 0,026 dan OR = 0,65. Demikian

didapatkan hasil bahwa responden yang disekitar rumahnya terdapat semak

berisiko terkena malaria 0,65 kali dibandingkan responden yang di sekitar

rumahnya tidak terdapat semak. Keberadaan kandang hewan di rumah warga juga

mempengaruhi kejadian malaria, dari hasil analisis menunjukkan bahwa ada

hubungan antara keberadaan kandang hewan dengan kejadian malaria dengan

nilai p = 0,002 dan OR = 256,272 sehingga warga yang di sekitarnya terdapat

kandang hewan berisiko terkena malaria 256,272 kali dibandingkan dengan

penduduk yang tidak mempunyai kandang hewan.4 Keberadaan genangan air di


sekitar rumah juga menjadi variabel yang berpengaruh, di dapatkan hasil analisis

Marisca tahun 2014 di Kota Ambon diperoleh nila p = 0,000 (< 0,05) yang

menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara genangan air sebagai tempat

perkembangbiakkan nyamuk dengan kejadian malaria. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Nurhadi tahun 2013 di Kabupaten Mimika

didapatkan adanya hubungan antara genangan air dengan kejadian malaria dengan

nilai p = 0,003 dan OR = 0,011 dengan demikian warga yang di sekitar rumahnya

terdapat genangan air berisiko 0,11 kali di bandingkan warga yang di sekitar

rumahnya tidak terdapat genangan air.3-4

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya penulis membuat hipotesis

bahwa kurangnya kebersihan lingkungan memiliki hubungan yang kuat dengan

kejadian malaria dan penulis ingin meneliti lebih mendalam hubungan lingkungan

dari sisi yang belum diteliti sebelumnya yakni kondisi dinding rumah warga,

keberadaan genangan air kotor dan keberadaan semak di Kota Ambon khususnya

daerah kelurahan Desa Batu Merah.


BAB III

METODOLOGI PENELETIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian metode Survei

Analitik dengan desain penelitian cross-sectioanal.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Batu Merah Kecamatan Sirimau Kota

Ambon pada bulan Mei tahun 2016.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh keluarga di Desa Batu Merah,

Kecamatan Sirimau Kota Ambon.

2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah keluarga di Desa Batu Merah Kecamatan

Sirimau Kota Ambon yang diambil dengan menggunakan Teknik sampel ;

Simple Random Sampling, dimana sampel diambil secara acak dari populasi

yang ada.
Untuk menentukan besarnya sampel pada penelitian analitik korelatif

digunakan rumus berikut :12,13

𝑍𝛼+𝑍𝛽 2
n = ( 1+𝑟 ) +3
0,5𝑙𝑛 [ ]
1−𝑟

Keterangan :

n : jumlah sampel minimal yang diperlukan

Zα : derivat buku alfa (0,05) = 1,960

Zβ : derivat baku beta (20%) = 1,842

R : korelasi minimal yang dianggap = 0,40

Jadi jumlah sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1,960+1,282 2
n=( 1+0,40 ) +3
0,5𝑙𝑛 [ ]
1−0,40

3,242 2
= ( ) +3
0,4235]

= 58,60 + 3

= 61,60

= 62 orang
D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ialah kuesioner.

E. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Terikat (Dependen)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian malaria di Desa

Batu Merah.

2. Variabel Bebas (Independen)

Variebal bebas dalam penelitian ini adalah kondisi dinding rumah,

keberadaan genangan air dan keberadaan semak.

F. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran

Tabel 1. Definisi Operasional dan Cara Ukur

Alat
Variabel Definisi Operasional Skala Hasil Ukur
Ukur

Variabel Terikat:

Malaria Kuesioner Numerik


1. Pernah

0. Tidak Pernah

Penyakit menular

yang disebabkan oleh

parasit (protozoa)dari

genus plasmudium

yang ditularkan

melalui gigitan

nyamuk Anopheles

dan dapat diketahui

melalui pemeriksaan

darah .

Variabel Bebas :

Karakteristik

Keluarga

Dinding Rumah Kuesioner Ordinal 1. Tidak Kotor

Struktur padat yang 2. Kotor

membatasi ruangan

dalam suatu

bangunan serta

menyokong struktur

lainnya yang
berfungsi untuk

melindungi suatu

area.

3. Kurang Kotor

4. Sangat Kotor

Jumlah kecil air kotor 2. Banyak

Genangan Air yang tergenang dan 1. Tidak Terlalu

membentuk sebuah Banyak

kolam kecil Kuesioner Ordinal 0. Sedikit

Keberadaan Semak Kuesioner Ordinal 3. Banyak

1. Tidak Terlalu
Tumbuhan berukuran
Banyak
rendah yang
0. Sedikit
bercabang banyak

dengan batang yang

hijau dan tumbuh

berkelompok.

Variabel Cara Ukur

Variabel Terikat :
Pengendalian Vektor

Kejadian Malaria a) Jika jawaban “ya” maka diberi skor 1

b) Jika jawaban “tidak” maka diberi skor 0

Variabel Bebas :

Karakteristik Keluarga

Dinding Rumah Penilaian berdasarkan checklist yang terdapat

pada kuesioner

Genangan Air Penilaian berdasarkan checklist yang terdapat

pada kuesioner

Keberadaan Semak Penilaian berdasarkan checklist yang terdapat

pada kuesioner
DAFTAR PUSTAKA

1. Wahyuni EJ. Hubungan Faktor Lingkungan Tempat Tinggal Dengan Kejadian

Malaria Pada Balita di Indonesia Tahun 2012. [online]. 2012 [cited 2015

desember 3]; [107 screen]. Avalible from :

URL:

http://www.%3A%2F%2Flibrary.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile3Ddigital%2F203181

59-T-Endang%2520Uji%2520Wahyuni.pdf

2. Alimudiarnis. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Malaria Berat. [online].

2011 [cited 2015 Desember 14] Avalaible From :

URL :

https://internis.files.wordpress.com/2fmalaria-berat.pdf

3. Sanaky MJ. Hubungan dan Peta Sebaran Malaria di Kota Ambon Tahun 2014.

[online]. 2014 [cited 2015 desember 3]; [12 screen]. Avalaible from:

URL:

http://scholar.google.co.id/cholar_url?url=http%3A%2F%2Fpasca.unhas.ac.id.

%2Fjurnal%2Ffiles%2F7954bdc1d2611aa0b1638551d4F97dd.pdf

4. Nurhadi, NotosoedarnoS, Martosuparno M. Pengaruh Lingkungan Terhadap

Kejadian Malaria di Kabupaten Mimika Tahun 2011. [online]. 2011 [cited

2015 desember 3]; [5 screen]. Available from :

URL :
http://scholar.google.co.id/scholar_url?url=http%3A%2Feprints.uns.ac.id%2F1

078%2F&hl=id&sa=T&ct=res&cd=1&ei=omxvVou2Doi32AbzzZO4Bw&scis

ig=AAGBfmOzgez-B62zetEzCFrVp-fFJoNJJ3nw&nossl=1&ws=360x566

5. Tallane F, Arsunan A, Anwar D. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Relaps Malaria Di Kabupaten Sorong Tahun 2013. [online]. 2013

[cited 2015 Desember 14]; [8 screen]. Avalaible from :

URL :

http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/6478

6. Islamuddin. Tinjauan Pustaka Malaria Tahun 2011. Avalaible from :

URL:

http://repository.usu.ac.id/2F123456789%2F39503/2FChapter/2520II.pdf

7. Gitau GM, Eldred JM. Malaria in Pregnancy : Clinical Therapeutic and

Prophylactic Considerations, Ed.7. p. 5 - 11.

8. Harijanto PN . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed. 2006. p. 1732 - 1744.

9. Harijanto PN : Malaria Patogenesis, Manifestasi Klinis & Penanganan.


Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta; EGC.
10. White NJ, Breman JG. Malaria and Babesiosis, Disease Caused by Red Blood
Cell Parasites. Ed.16. p.1218 - 1232.
11. Greenwood BM. Malaria, Progress, Perils, and Prospect for Eradication.
Vol.118. 2008. p.1266 - 127.
12. Dahlan MS. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Ed. 3. Jakarta; Penerbit Salemba Medika 2013.

13. Sugianto, Hakim L. Peran Serta Masyarakat pada Program Pemberantasan


Malaria, Tasikmalaya; Aspirator. 2009

Anda mungkin juga menyukai