Bab I Steril Kelompok 3
Bab I Steril Kelompok 3
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Seiring berjalannya teknologi dan ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia,
maka manusia juga mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, salah
satu bukti kemajuan dari teknologi manusia adalah sediaan suspensi yang dapat
menyetukan dua unsur yang tidak dapat menyatu apabila terdapat di alam. Namun,
sediaan suspensi masih sangat asing dikenal oleh masyarakat dan bahkan oleh tenaga
kesehatan itu sendiri, oleh karena itu makalah ini dibuat agar masyarakat lebih
memahami tentang sediaan suspensi beserta seluk beluknya, agar sesuai dengan
kaidah yang berlaku dan sesuai dengan tujuan pembuatnya.
obat adalah suatu bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam
menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuh penyakit
atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau
hewan, memperelok badaan atau bagian badan manusia.
Dalam bidang industri farmasi, perkembangan teknologi farmasi sangat
berperan aktif dalam peningkatan kualitas produksi obat-obatan. Hal ini banyak
ditunjukkan dengan banyaknya sediaan obat yang disesuaikan dengan karakteristik
dari zat aktif obat, kondisi pasien dan peningkatan kualitas obat dengan
meminimalkan efek samping obat tanpa harus mengurangi atau mengganggu dari efek
farmakologis zat aktif obat .
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Beberapa suspensi dapat langsung digunakan, sedangkan
yang lain berupa campuran padat yang harus dikonstitusikan
1
2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan sediaan suspensi rekonstitusi ?
2. Apa saja persyaratan sediaan suspensi rekonstitusi ?
3. Bagaimana pre formulasi sediaan sediaan suspensi rekonstitusi ?
4. Bagaimana evaluasi sediian suspensi rekosntitusi ?
5. Bagaimana pemilihan wadah sediaan suspensi rekonstitusi ?
6. Bagaiamana cara manufaktur sediaan suspensi ?
3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui dfinisi dari sediaan suspnsi rekonstitusi
2. Untuk mengetahui persyaratan sediaan suspensi rekonstitusi
3. Untuk mengetahui pre formulasi sediaan suspensi rekonstitusi
4. Untuk mengetahui evalusia dari sediaan suspensi rekonstitusi
5. Untuk mengetahui pemilihan wadah dari sediaan suspensi rekonstutusi
6. Untuk mengetahui cara manufaktur dari sediaan suspensi
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi
dalam fase cair. Suspensi terdiri dari suspensi oral dan suspensi topikal. Suspensi topikal
adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdipersi dalam pembawa cair yang
ditujukan untuk penggunaan pada kulit. Beberapa suspensi yang diberikan etiket sebagai lotio
termasuk dalam kategori ini (FI IV hal 17) . Suspensi merupakan sistem heterogen dimana
terdapat 2 fase yaitu fase kontinyu atau fase luar dan fase terdispersi atau fase dalam. Fase
kontinyu ini umumnya merupakan cairan atau semi padat sedangkan fase terdispersinya
terbuat dari partikel-partikel kecil yang pada dasarnya tidak larut melainkan terdispersi
seluruhnya dalam fase kontinyu.
Suspensi kering adalah suatu campuran padat yang ditambahkan air pada saat akan
digunakan. Agar campuran setelah ditambahkan air membentuk disperse yang homogeny
maka dalam formulanya digunakan bahan pensuspensi. Suspensi yang siap digunakan atau
yang dikonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum
digunakan, suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal.
Alasan Pembuatan Suspensi Kering (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989,
Vol 2, hal 318, hlm 317) Umumnya, suatu sediaan suspensi kering dibuat karena stabilitas
zat aktif di dalam pelarut air terbatas, baik stabilitas kimia atau stabilitas fisik. Umumnya
antibiotik mempunyai stabilitas yang terbatas di dalam pelarut air.
3
2.3 PREFORMULASI
A. Formulasi Umum Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System,
1989, Vol 2, hlm. 319)
Aspek formulasi yang harus diperhatikan dalam merancang bentuk sediaan suspensi:
ukuran partikel, pemakaian zat pembasah (jika diperlukan), suspensi yang akan
dibentuk (flokulasi/deflokulasi) . Kriteria pemilihan komponen didasarkan pada
kesesuaian untuk rekonstitusi dan jenis bentuk fisik campuran serbuk yang
dibutuhkan. Di dalam mengembangkan formulasi, bahan yang digunakan sebaiknya
seminimal mungkin karena makin banyak bahan akan makin menimbulkan masalah
seperti masalah inkompatibilitas akan meningkat dengan makin banyaknya bahan
yang dicampurkan. Oleh karena itu, sedapat mungkin eksipien yang digunakan adalah
yang benar-benar dibutuhkan dalam formulasi. Sangat dianjurkan menggunakan
eksipien yang dapat berfungsi lebih dari satu macam saja. Semua eksipien harus
sesegera mungkin terdispersi pada saat direkonstitusi.
4
atau perbedaam dalam warna, kekentalan, kekuatan gel, dan kecepatan hidrasi.
3. Pemanis (Pharm.Dosage Forms : Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 321-322) Obat
umumnya pahit dan rasanya tidak enak. Untuk mengatasi hal ini sukrosa selain
digunakan sebagai pemanis, berperan pula sebagai peningkat viskositas dan
pengencer padat. Sukrosa dapat pula dihaluskan untuk meningkatkan luas permukaan
dan dapat pula digunakan sebagai pembawa untuk komponen yang berbentuk cair
misalnya minyak atsiri. Pemanis lain yang dapat digunakan: manitol, aspartam,
dekstrosa, dan Na sakarin. Aspartam cukup stabil tetapi tidak tahan panas.
4. Wetting agent (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 322)
Wetting agent ini dipakai jika zat aktif bersifat hidrofob. Zat yang hidrofob menolak
air, untuk mempermudah pembasahan ditambahkan wetting agent. Wetting agent ini
harus efektif pada konsentrasi kecil. Wetting agent yang berlebihan akan
mengakibatkan pembentukan busa dan rasa yang tidak menyenangkan. Yang lazim
digunakan adalah Tween 80, non ionik, kebanyakan kompatibel dengan eksipien
kationik dan anionik dari obat. Konsentrasi yang biasa digunakan adalah <0,1%. Zat
lain yang lazim digunakan adalah Na lauril sulfat, anionik, inkompatibel dengan obat
kationik.
5. Dapar (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 322)
Untuk mencapai pH yang optimum dari semua bahan yang ditambahkan. Untuk
mengatur stabilitas dan menjaga agar obat tetap berada dalam keadaan tidak larut.
Dapar yang lazim digunakan adalah dapar sitrat
6. Pengawet (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 322)
Pengawet untuk suspensi rekonstitusi terbatas karena kelarutannya rendah pada suhu
kamar. Sukrosa pada konsentrasi 60% w/w dapat mencegah pertumbuhan mikroba.
Pengawet yang umum digunakan adalah sukrosa, kalium sorbat, natrium benzoat,
natrium metil hidroksibenzoat. Natrium benzoat cukup efektif dalam pH asam dimana
molekul tidak mengalami ionisasi. Diperlukan untuk mencegah pertumbuhan
mikroba, tidak dianjurkan pemakaian asam sorbat dan senayawa paraben.
7. Flavor (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 323) Digunakan
secukupnya untuk meningkatkan penerimaan pasien penting sekali untuk anakanak.
Harus dilihat peraturan Menkes terutama zat yang boleh digunakan.
8. Pewarna (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 323) Pewarna
digunakan untuk meningkatkan estetika. Penggunaan pewarna ini harus diperhatikan,
karena dapat terjadi inkompatibilitas dengan zat lain karena faktor ionik, misalnya
5
FD&C Red No.3 yang merupakan garam dinatrium, merupakan senyawa anionik dan
inkompatibel dengan wetting agent kationik.
9. Anti caking (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 323)
Digunakan amorphous silica gel. Masalah umum yang terjadi dalam pencampuran
serbuk adalah aliran yang jelek dan caking, karena terjadi aglomerasi akibat lembab.
Sebagai pengering, bahan ini dapat menarik kelembaban dari campuran serbuk
kering untuk mempermudah aliran serbuk dan mencegah caking. Selain itu zat ini
akan memisahkan partikel tetap kering untuk mencegah penyatuan, juga berfungsi
sebagai isolator termal, menghalangi dan mengisolasi kondisi muatan dan secara
kimia bersifat inert.
6
Stabilitas : Stabil pada suhu 2-8oC selama 14 hari
pH : 3,5-6,0
7
Stabilitas : Secara relatif inert dan stabil dengan semua eksipien, stabil di
udara, cair dalam suasana asam dan alkali.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
OTT : Akan membentuk kelat dengan banyak ion logam bivalen dan trivalen
dengan kuat dalam suasana asam dan alkali.
3. PVP/Povidone/Polyvinylpyrrolidone (Handbook of Pharmaceutical Excipient VI tahun
2009 hal. 581-582)
Rumus Molekul : (C6H9NO)n
Bobot Molekul : 2.500-3.000.000
Pemerian : Serbuk putih/putih kekuningan, berasa atau hampir tidak berasa,
higroskopis.
Kelarutan : Mudah larut dalam asam, kloroform, etanol, keton, metanol, dan
air. Praktis tidak larut dalam eter hidrokarbon dan minyak mineral.
pH : 6,0
Kegunaan : Zat pengikat
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat dan simpan di tempat sejuk dan kering.
Konsentrasi : 0,5-5%
OTT : Tidak bercampur dalam larutan garam organik, pada konsentrasi yang
luas, resin alam, dan sintesis.
Stabilitas : Stabil pada pemanasan 110-130oC.
4. Natrium Benzoat (Handbook of Pharmaceutical Excipient hal. 146, Farmakope Indonesia
IV hal. 584)
Rumus Molekul : C6H5COONa
Bobot Molekul : 144,11
Pemerian : Granul atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau praktis tidak
berbau dan stabil di udara
Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, dan lebih
mudah larut dalam etanol 90%
pH : 8 pada suhu 25oC
Khasiat dan kegunaan : Pengawet antimikroba, lubrikan tablet dan kapsul
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat, kering dan sejuk, serta terlindung dari
cahaya
Konsentrasi : 0,02-0,5% (oral)
8
OTT : Senyawa kuartener, gelatin, garam feri, garam kalsium. Aktivitas
pengawet biasanya berkurang karena interaksi dengan kaulin atau surfaktan
non-ionik
Stabilitas : Larutan aqua disterilkan dengan autoclaving/filtrasi
5. Colloidal Silicon Dioxide/Aerosil (Handbook of Pharmaceutical Excipient VI tahun 2009
hal. 185-187)
Rumus Molekul : SiO2
Bobot Molekul : 60,08
Pemerian : Silika submikroskopik dengan ukuran partikel sekitar 15 nm.
Berwarna putih kebiruan, tidak berbau, tidak berasa, serbuk amorf.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam pelarut organik, air dan asam, kecuali
asam hidrofluoric. Larut dalam larutan panas alkali hidroxide. Bentuk kolodial
jika didispersikan dengan air, kelarutan dalam air 150 mg/L pada suhu 25oC
pH 7.
Kegunaan : Glidant (memperbaiki sifat alir)
Konsentrasi : 0,1-1,0%
OTT : Dengan dietilstilbestrol
Bobot Jenis : 0,02 gram-0,042 gram/cm3
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan tempat yang sejuk dan kering.
6. Etanol (Handbook of Pharmaceutical Excipient VI tahun 2009 hal. 17)
Rumus Molekul : C2H6O
Bobot Molekul : 46,07 gram/mol
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, mudah menguap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air.
Kegunaan : Pelarut (untuk PVP)
Konsentrasi : variable (untuk pelarut suspensi oral)
OTT : Tidak bercampur dengan larutan asam kuat dan larutan asam yang
mengandung logam seperti alumunium, merkuri, dan zink
Stabilitas : Simpan di tempat kering dan sejuk, jauhkan dari api.
7. Orange Essence (Martindale 36th tahun 2009 hal. 2357)
Pemerian : Cairan
Kelarutan : Mudah larut dalam alkohol 90%.
Kegunaan : corrigens odoris
9
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan tempat sejuk dan kering,
terhindar dari cahaya matahari.
8. Sunset Yellow (Handbook of Pharmaceutical Exicipients VI tahun 2009 hal. 194)
Rumus Molekul : C16H10N2Na2O7S2
Bobot Molekul : 452,4 gram/mol
Pemerian : Serbuk kuning, kemerahan, di dalam larutan memberi warna
orange terang.
Kelarutan : Mudah larut dalam gliserin (1:5) dan air, agak sukar larut dalam
PPG. Dalam air suhu 25oC = 1:5,3. Dalam air suhu 60oC = 1:5
OTT : Sulit campur asam sitrat, larutan sakarosa, sodium bikarbonat
tersaturasi. Tidak campur asam askorbat, glukosa.
Kegunaan : coloring agent
9. Aquadest atau Aqua Destilata (Farmakope Indonesia IV hal. 112, Handbook of
Pharmaceutical Excipient hal. 54)
Rumus Molekul : H2O
Bobot Molekul : 18,02
pH : 5,0-7,0
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Kelarutan : Dapat bercampur dengan kebanyakan pelarut polar
Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Stabilitas : Stabil secara kimia dalam segala suasana
OTT : Bereaksi dengan zat tambahan
A. Evaluasi Fisika (Modul prak Likuida & Semsol, 2003, hal. 32)
Organoleptik : Dilakukan pengamatan terhadap warna (intensitas warna), bau
(terjadinya perubahan bau), rasa (perubahan mouthfeel).
Penentuan volume sedimentasi (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)
Penentuan waktu rekonstitusi (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)
Penentuan viskositas dan sifat aliran (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)
Penentuan homogenitas (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)
10
Penentuan pH (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)
Penetapan kadar air (Lihat TS solida)
Ukuran partikel & distribusi ukuran partikel zat yang terdispersi
Berat jenis sediaan
Penentuan volume terpindahkan
B. Evaluasi Kimia
Penetapan kadar (dalam monografi zat aktif masing-masing)
Identifikasi (dalam monografi zat aktif masing-masing)
C. Evaluasi Biologi
Penetapan potensi antibiotika(FI IV <131>, hal 891-899)
Pengujian efektivitas pengawet antimikroba <61>(FI IV hal 854)
11
2.6 MANUFAKTUR SUSPENSI
12
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1 Sediaan suspensi rekonstitusi : Suspensi kering adalah suatu campuran padat yang
ditambahkan air pada saat akan digunakan. Agar campuran setelah ditambahkan air
membentuk disperse yang homogeny maka dalam formulanya digunakan bahan pensuspensi.
Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 2010 hal. 17 Suspensi yang siap digunakan atau yang
dikonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum
digunakan, suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal.
2. Persyaratan sediaan suspensi rekonstitusi :
Campuran serbuk/granul haruslah merupakan campuran yang homogen, sehingga
konsentrasi/dosis tetap untuk setiap pemberian obat.
Selama rekonstitusi campuran serbuk harus terdispersi secara cepat dan sempurna
dalam medium pembawa.
Suspensi yang sudah direkonstitusi harus dengan mudah didispersikan kembali dan
dituang oleh pasien untuk memperoleh dosis yang tepat dan serba sama.
Produk akhir haruslah menunjukkan penampilan, rasa, dan aroma yang menarik.
3. Pre formulasi sediaan sediaan suspensi rekonstitusi : Aspek formulasi yang harus
diperhatikan dalam merancang bentuk sediaan suspensi: ukuran partikel, pemakaian zat
pembasah (jika diperlukan), suspensi yang akan dibentuk (flokulasi/deflokulasi) . Kriteria
pemilihan komponen didasarkan pada kesesuaian untuk rekonstitusi dan jenis bentuk fisik
campuran serbuk yang dibutuhkan.
4. Evaluasi sediian suspensi rekosntitusi :
Evaluasi fisika
Evaluasi biologi
Evaluasi kimia
5. Pemilihan wadah sediaan suspensi rekonstitusi : Disimpan di tempat sejuk (FI III hal 32).
Dalam wadah tertutup rapat atau wadah tertutup kedap, di tempat sejuk (Fornas Edisi 2
th.1978 hal 333)
6. Manunfactur suspensi : Proses pembuatan suspensi kering di sebuah industri farmasi .
Meliputi awal pembuatan samapi menjadi suspensi kering .
13
DAFTAR PUSTAKA
14
15