Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN HASIL WAWANCARA

SEORANG BAPAK YANG BEKERJA SEBAGAI PEDAGANG KAKI LIMA


DI PASAR JONGKOK

DISUSUN OLEH :

1. RIRI WARDITASARI. S
2. WISNU REIZHAL PAHLEVI

XI IPA 4
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 TEMBILAHAN
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
C. Topik : Seorang Bapak yang bekerja sebagai pedagang kaki lima di pasar
jongkok
Narasumber : Pedagang kaki lima di pasar jongkok

Nama : H. M. Jodin
Pekerjaan : Pedagang kaki lima
Alamat : Jalan Sabilal Mutadin
Pendidikan terakhir : Pesantren

Daftar Pertanyaan :
1. Apa kendala yang bapak alami sebagai pedagang kaki lima?
2. Kapan bapak mulai bekerja sebagai pedagang kaki lima?
3. Dimana tempat kelahiran bapak dan tempat tinggal bapak sekarang?
4. Siapa yang membuat pedagang kaki lima merasa sulit?
5. Mengapa bapak tertarik dengan pekerjaan ini?
6.Bagaimana cara bapak dan pedagang lainnya untuk meningkatkan mutu pasas jongkok
sehingga memiliki potensi wisata?

Alat bantu dalam wawancara :


1. Telepon genggam sebagai alat perekam
2. Kamera digital
3. Alat tulis

D. Dialog wawancara
Pewawancara : “Assalamualaikum bapak, selamat malam. Perkenalkan kami dari SMAN 1
Tembilahan. Kami ditugaskan untuk mewawancarai seseorang, dan kami mohon
kepada bapak untuk bersedia menjadi narasumber. Apakah bapak bersedia?”
Narasumber : ” Ya boleh. Silahkan duduk dek, apa yang ingin adek tanyakan?”
Pewawancara : “Sebelumnya, siapa nama bapak?”
Narasumber : “Nama saya H. M. Jodin”
Pewawancara : “Dimana tempat tinggal bapak sekarang?”
Narasumber : “Saya tinggal di Jalan Sabilal Muhtadin”
Pewawancara : “ Apa pendidikan terakhir bapak?”
Narasumber : “Saya masuk pondok pesantren di Ponorogo kemudian melanjutkan kuliah ke
Jogja tetapi tidak selesai karena masalah keuangan.”
Pewawancara : “Dimana tempat kelahiran bapak?”
Narasumber : “Tempat kelahiran saya di Enok dalam.”
Pewawancara : “Kita langsung masuk kepertanyaan pak, barang-barang apa saja yang bapak
jual disini?”
Narasumber : “Disini barang-barang yang saya jual campur, ibaratnya bukan makanan saja
yang bisa gado-gado. Tetapi barang jualan bisa juga kita buat gado-gado, yang
saja jual disini ada HP, sandal, dan jam.”
Pewawancara : “Mengapa bapak tertarik dengan profesi ini?”
Narasumber : “Ini bukan sebuah ketertarikan tetapi sebuah tuntutan bagi saya sebagai kepala
rumah tangga. Sebelumya saya pernah menjadi wiraswasta di perusahaan,
masuk ke dunia politik. Tetapi karir saya telah digariskan Allah sebagai pedagang
kaki lima”
Pewawancara : “Kapan bapak mulai menekuni pekerjaan ini?”
Narasumber : “Saya menjadi pedagang kaki lima lebih kurang 2 tahun yang lalu yaitu pada
tahun 2011”
Pewawancara : “Menurut bapak, apa kendala yang bapak alami sebagai pedagang kaki lima?”
Narasumber : “Kendala yang rasakan selama ini yaitu masalah kurangnya modal, analisis
pasar, dan untuk saat ini sangat sepi pembeli”
Pewawancara : “Darimana asal barang yang bapak jual ini?”
Narasumber : “Saya mengambil barang-barang ini di grosir sekitar ini.”
Pewawancara : “Mengapa bapak mengambil barang-barang di Tembilahan?”
Narasumber : “Karena harga barang di grosir Tembilahan jika dibandingkan barang-barang di
Jakarta, batam harganya hampir sama dengan kualitas hampir sama.”
Pewawancara : ” Adakah oknum yang membuat pedagang kaki lima merasa sulit?”
Narasumber : “ Iya, ada. Yaitu pemda Inhil dan preman-preman . Kedua oknum ini sangat
menyulitkan kami contohnya saja pemerintah yang tidak ada transparansi
kepada kami, kemudian preman sering melakukan iuran-iuran per minggu tidak
jelas yang menyulitkan kami.”
Pewawancara : “Menurut bapak bagaimana respon pemerintah kepada para PKL.”
Narasumber : “Menurut saya, respon pemda Inhil kurang memperhatikan kami ibarat kata
dayung tak bersambut atau bertepuk sebelah tangan.”
Pewawancara : “Apa masalah yang sering bapak rasakan akibat premanisme dan kurangnya
perhatian dari pemda?”
Narasumber : “Pertama, masalah penyetoran uang lapak yang tidak jelas. Kedua, premanisme
yang makin marak. Ketiga, harga lapak yang semakin tinggi. Keempat, masalah
pemerintah ibaratkan ada duri dalam daging.”
Pewawancara : “ Berapakah harga sewa lapak, pak?”
Narasumber : “ Rata-rata harga sewa lapak itu berkisar dari dari 100 ribu sampai 150 ribu
pertahun. Tetapi pada area tertentu seperti di pasar air mancur harga lapak
mencapai 1 juta atau lebih.”
Pewawancara : “Berapakah keuntungan dari penjualan bapak ini?”
Narasumber : “Keuntungannya berkisar dari 20% sampai 30%. Keuntungan ini tidak pasti,
karena barang yang saya jual adalah bukan kebutuhan pokok, tidak setiap saat
konsumen membutuhkan jam, HP, sandal. Paling sering keuntungan yang saya
peroleh sekitar 20%, 30% itu sangat langka.”
Pewawancara : “Ini pertanyaan terakhir pak. Bagaimana cara bapak dan para PKL lainnya untuk
memajukan pasar jongkok ini? Sehingga dapat menjadi potensi wisata di Inhil.”
Narasumber : “Yang pertama kita harus menyatukan internal PKL itu sendiri. Kedua,
membangun suatu organisasi seperti APKL, koperasi, dan lain sebagainya untuk
meningkatkan kemaslahatan para PKL. Setelah itu harus ada kerja sama antara
APKL dan pemerintah untuk menjadikan pasar jongkok sebagai daya tarik
wisata.”
Pewawancara : “Baiklah pak, kami rasa wawancaranya cukup sampai disini. Terimakasih atas
kesediaan bapak untuk menjadi narasumber kami. Wassalamualaikum wr wb”
Narasumber : “Ya, sama-sama dek. Waalaikumsalam wr wb”

E. Laporan hasil wawancara dalam bentuk wacana


Seorang bapak yang bernama H. M. Jodin yang lahir di Enok dalam yang sekarang tinggal
di jalan Sabilal Muhtadin, yang berprofesi sebagai pedagang kaki lima di pasar jongkok yang
berjualan sandal, jam, dan HP dimulai dari 2 tahun yang lalu. Ia menyatakah bahwa menjadi
pedagang kaki lima bukan suatu ketertarikkan tetapi suatu tuntutan.
Menurut beliau, ada beberapa kesulitan manjadi pedagang kaki lima yang pertama
analisis pasar disini masyarakat memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Sebagai pedagang kaki
lima harus mampu membaca kebutuhan konsumen yang berubah-ubah. Kemudian modal,
kurangnya modal juga juga sebagai kendala yang amat besar bagi pedagang kaki lima.
Selanjutnya harga lapak yang semakin meningkat, kemudian adanya kegiatan premanisme dan
kurangnya perhatian pemda. Harga sewa lapak berkisar dari 100 ribu sampai 150 ribu per tahun
tetapi di area tertentu ada kegiatan premanisme yng menaikkan harga lapak menjadi 1 juta
lebih, ujarnya. Bapak ini banyak mengambil barang di grosir Tembilahan dengan alasan
harganya lebih murah dibandingkan barang-barang dari Jakarta, Bandung, Bukittingi, dan
batam dengan kualitas yang hampir sama. Keuntungan bapak ini berkisar dari 10-30% dari
modalnya.
Menurut beliau, Pasar Jongkok ini memiliki potensi wisata yang tinggi jika tidak ada PJ,
Tembilahan akan menjadi kota mati seperti Rengat, timpalnya. Untuk menjadikan PJ sebagai
daya tarik wisata para PKL harus bersatu membentuk organisasi tertentu seperti APKL, koperasi
dan lain-lain. Kemudian bekerja sama dengan pemda Inhil.
G. Bukti laporan hasil wawancara

Kegiatan wawancara ini dilakukan oleh Riri Warditasari. S dan Wisnu Reizhal Pahlevi
pada :
Hari/Tanggal : Kamis, 14 November 2013
Waktu : pukul 19.24- 19.58 WIB
Tempat : Pasar Jongkok
Narasumber : Pedagang kaki lima
Pewawancara : Riri Warditasari. S dan Wisnu Reizhal Pahlevi
Topik : Seorang Bapak yang bekerja sebagai pedagang kaki lima di pasar
jongkok.
Tembilahan, 14 November 2013
Pewawancara,
Narasumber

Riri Warditasari. S Wisnu Reizhal Pahlevi


H. M. Jodin

H. Lembar penilaian

Nama : Riri Warditasari. S dan Wisnu Reizhal Pahlevi


NIS : 10362 dan 10373
Kelas : XI IPA 4
Topik : Seorang bapak yang bekerja sebagai pedagang kaki lima di pasar jongkok

No. Aspek yang dinilai A B C Nilai


1. Kelengkapan unsure yang diminta
2. Sistematis pertanyaan
3. Sistematis dialog
4. Membuat paragrap/wacana dari hasi dialog
5. Bukti-bukti laporan
6. Kerapian
Jumlah

Keterangan
A = Baik : > 80
B = Cukup : 60-80
C = Kurang : <60

Anda mungkin juga menyukai