Anda di halaman 1dari 25

INFORMASI DASAR UNTUK LABORATORIUM FARMAKOLOGI

1.1. Tujuan Umum


Setelah menyelesaikan praktikum di laboratorium farmakologi, mahasiswa
diharapkan :
1. Terampil bekerja dengan beberapa hewan percobaan yaitu mencit, tikus
dan kelinci.
2. Menghayati lebih baik berbagai prinsip farmakologi yang di peroleh secara
teroritis
3. Menghargai hewan percobaan karena peranannya dalam mengungkapkan
fenomena kehidupan
4. Menyadari pengaruh faktor lingkungan terhadap hasil eksperimen
farmakologi
5. Mampu menerapkan, mengadaptasi dan memodifikasi metode-metode
farmakologi untuk menilai efek obat
6. Dapat memberikan penilaian terhadap hasil-hasil eksperimen yang
diperoleh
7. Dapat memberikan taksiran mengenai implikasi praktis dari hasil-hasil
eksperimen

1.2. Hewan percobaan yang digunakan di Laboratorium Farmakologi


Hewan percobaan sangat berperan dalam upaya memperbaiki
kesehatan manusia dimana hewan ini digunakan dalam uji-uji praklinis obat-obat
baru penggunaannya dalam percobaan memerlukan perlakuan yang wajar dan
penuh kemanusiaan, mengingat bahwa perlakuan yang tidak wajar terhadap
hewan tersebut akan memberikan hasil yang menyimpang.

1.2.1 Mencit (Mus musculus)


a. Karakteristik utama mencit
Mencit mudah ditangani, bersifat penakut, fotofobik, cenderung
berkumpul sesamanya, mudah bersembunyi, berkumpul, aktif pada malam hari,
mudah terganggu oleh manusia.
.
Tabel I. Data biologis mencit
Lama hidup 1-2 tahun, bisa mencapai 3 tahun
Lama produksi ekonomis 9 bulan
Lama kehamilan 19-21 hari
Kawin sesudah beranak 1-24 jam
Umur disapih 21 hari
Umur dewasa 35 hari
Umur dikawinkan 8 minggu
Siklus kelamin Poliestrus
Siklus estrus (masa birahi) 4-5 hari
Lama estrus 12-14 jam
Perkawinan Saat estrus
Ovulasi Dekat akhir periode estrus, spontan
Fertilasi 2jam setelah kawin
Sigmentasi ovum menjadi
blastosel 2,5-4 hari
Implantasi 4-5 hari sesudah fertilasi
Berat dewasa 20-40 g (jantan), 18-35 gr (betina)
Berat lahir 0,5-1 g
Jumlah anak Rata-rata 6 (dapat mencapai 15)
Suhu rektal 35-39°C (rata-rata 37,4°C)
Pernafasan (laju repirasi) 140-180/menit, dapat meningkatkan
hingga 230 pada keadaan stress,
menurun hingga 90 bila dianestesi
Denyut jantung 600-650/menit, naik hingga 750
(stress), turun hingga 350 (anestesi)
130-160 (sistole), 102-110 (diastole),
Tekanan darah turun hingga 110/180 (anestesi)
2,38-4,48 ml g/jam
75-80ml/kg
Konsumsi oksigen 7,7-12,5 x106/mm3
Volume darah 6,0-12,6 x106/mm3
Sel darah merah 12-30%
Sel darah putih 55-85%
Neutrofil 1-12%
Limfosit 0,2-4%
Monosit 41-48%
Eosinofil 150-400 x 106/mm3
PCV 13-16 g/100 ml
Trombosit 4,0-6,8 g/100 ml
Hb 13,4 gr/dl
eritrosit 8,7 – 10,5 x 106/µ𝑙
Protein plasma 26,0-82,4 mg/100 ml
SGPT/SGOT 25-50 ml/kg/hari
Kolestrol serum Air 75%, lemak 10-12%, protein
Air kencing 10%, gula 3%
Susu 10 puting susu, 3 pasang didaerah
dada, 2 pasang didaerah perut
Puting susu Diskoidal hemokorial
2kornu, bermuara sebelum serviks
Plasenta 4betina, 1 jantan
Uterus Nokturnal
Perkawinan kelompok 1003/1033 gigi seri tumbuh terus
Aktivitas 1 g/hari
Gigi Terutama melalui usus hingga umur
Kecepatan tumbuh 17 hari, juga melalui kantung kuning
Imunitas pasif telur.

b. Kandang dan peralatan perawatan mencit


Kandang dapat dibuat dari kotak stainless steel atau kotak plastik
dengan bagian atas (tutup) terbuat dari kawat/ram kawat yang dibuat
sedemikian rupa sehingga dapat ditempatkan makanan dan botol minum.
Alas kandang diberi sekam padi atau serbuk gergaji yang masih agak kasar
(tidak berdebu) yang harus sering diganti (minimal perminggu ) agar
kondisinya tetap kering dan bersih
Botol minuman berisi air yang dapat didesinfeksi dengan kloramin
5 mg/liter atau na-hipoklorit 5-10 ppm. Air minuman untuk mencit kadang
diasamkan dengan menambahkan 2 ml hcl untuk tiap 3 liter air hingga
phnya mencapai 2,0-2,5. Air yang asam ini tidak membahayakan untuk
mencit walau untuk pemakaian jangka panjang. Botol disumbat dengan
gabus yang diberi lubang dan dipasang pipa/slang kecil untuk minum
mencit. Meski jumlah air yang diminum mencit tak dibatasi (ad libitum),
biasanya seekor mencit dewasa dapat minum 4-8 ml air.
Makanan yang berupa pelet ( dalam bentuk gilingan memanjang )
diletakkan diatas tutup kandang yang dibuat lekukan agar memudahkan
mencit untuk memakannya. Komposisi makanan mencit umumnya terdiri
dari protein 20-25%, lemak 10-12%, pati 45-55%, serat 4%, abu 5-6%,
campuran vitamin 1% ( vit a, d, e, b ). Pelet makanan mencit dapat dibeli
atau dibuat sendiri dengan menggiling campuran tepung jagung 30%,
kacang hijau 20-30%, bungkil kelapa 12-16%, tepung ikan 12-16%,
tepung tulang 5%, campuran vitamin 1% dan protein 20-25%. Campuran
tersebut dibuat massa lembek kemudian digiling dengan alat penggiling
dan pelet memanjang yang dihasilkannya dikeringkan di oven hingga
kering. Bila kondisi lab tidak memungkinkan untuk membuatnya,
kadangkala makanan ayam dapat dimanfaatkan sebagai makanan mencit.
Mencit perharinya dapat makan 3-5 g makanan dan nafsu.
Makanannya meningkat pada saat bunting atau menyusui. Makanan harus
dicek tiap hari agar jumlahnya mencukupi. Bila kurang atau habis dan kita
lupa memberi makan, sesama mencit dapat saling membunuh.

c. Memegang mencit dan cara pemberian obat pada mencit


Mencit dapat diangkat melalui ekornya ( tepatnya setengah bagian
dari pangkal ekor ) dengan tangan kanan, sementara kaki depannya
dibiarkan menjangkau kawat kandang, kemudian dengan tangan kiri kulit
tengkuk dijepit diantara jari telunjuk dengan ibu jari sedang ekornya
dijepitkan diantara jari manis dan kelingking. Pada posisi demikian kita
dapat dengan leluasa memberikan obat secara oral atau menyuntik secara
intra muskular atau intra peritoneal.
Pemberian obat secara oral dilakukan dengan menggunakan jarum
oral kanula dimasukkan kedalam mulut kemudian secara perlahan
diluncurkan melalui tepi langit-langit ke belakang sampai esofagus.
Pemberian obat secara intra muskular dilakukan dengan
menggunakan jarum suntik no. 24, disuntikkan kedalam otot paha
posterior.
Untuk melakukan pemberian obat secara intra peritoneal mencit
dipegang pada punggungnya hingga kulit abdomen menjadi tegang, posisi
kepala diturunkan hingga lebih rendah dari pada abdomennya. Jarum
disuntikkan agak menepi dari garis tengah (agar tidak terkena kandung
kencing) dan agak kebawah (agar tak terkena hati). Posisi jarum
membentuk sudut 10°.
Pemberian obat secara sub kutan dapat dilakukan dengan menarik
kulit di bagian tergkuk dan penyuntikan dilakukan dibawah kulit tengkuk.
Untuk pemberian obat secara intra vena, mencit dimasukkan ke
dalam pemegang (wadah dengan bagaian tutup di belakang wadah terdapat
lubang untuk mengeluarkan ekor mencit). Agar vena lebih jelas dilakukan
perendaman ekor dengan air panas kemudian dilakukan penyuntikan ke
dalam vena ekor dengan jarum no. 24.
Volume penyuntikan untuk mencit umumnya 1 ml/100 g bobot
badan. Kepekatan larutan obat disesuaikan dengan volume yang dapat
disuntikkan tersebut.
d. Identifikasi mencit
Atau penomeran pada mencit dapat dilakukan dengan penandaan
melubangi telinga. Telinga kanan untuk bilangan satuan sedang sebelah
kiri untuk puluhan. Bila tidak dapat melakukannya bisa ditandai dengan
spidol permanen dibagaian punggung.
e. Pengambilan darah
Jika volume darah yang diperlukan hanya sedikit dapat dilakukan
pengambilan darah dengan memotong ujung ekor atau dengan
mengambilnya dari vena ekor. Pengambilan dari vena ekor agak sulit
karena ukuran jarum harus kecil (no. 28), sedangkan darah yang masuk
kedalamnya sering menjenda sebelum kita mendapatkan volume darah
yang cukup.
Untuk mendapatkan volume darah yang cukup banyak dapat
diperoleh melalui sinus orbitalis. Cara ini memerlukan keterampilan
karena harus tepat posisi pengambilan darahnya. Kesalahan yang terjadi
dapat menyebabkan kebutaan atau kematian mencit karena kehabisan
darah bagi yang belum terampil sebaiknya melakukan anastesi terhadap
mencit. Darah diambil dengan pipa kapiler atau dengan mikrohematokrit.
Pengambilan darah cara ini dibatasi maksimal 0,5 ml tiap 2 atau 3 minggu.
Cara-cara pengambilan darah seperti melalui jantung, vena juga
laris dileher atau dekapilasi yaitu mencit dibunuh dengan gunting tajam
atau pemenggal kepala dapat dilakukan namun sering kurang efektif, sulit
atau darah yang terkumpul tercemar dengan bulu dan sebagainya.
f. Anestesi
Beberapa senyawa dapat dipakai untuk menganestesi mencit
seperti eter dan karbon dioksida (anestesi singkat ). Eter yang diteteskan
pada kampas kemudian dipakaikan sebagai masker. Sedang karbon
dioksida dalam bentuk gas diletakkan dalam dasar botol yang berisi
mencit.
Untuk anestesi yang lebih panjang dapat dipilih halotan, selain itu
dapat. Namun biasanya diganti dengan eter mengingat banyak efek
merugikan dari halotan. Selain itu dapat digunakan injeksi ip pentabarbital
na ( luminal na ) dengan dosis 45-60 mg/kg bb atau injeksi iv dengan dosis
35 mg/kg bb dan heksobarbital na secara ip dengan dosis 75 mg/kg bb atau
secara iv dengan dosis 47 mg/kg bb. Senyawa anestesi lainnya adalah
uretan (etil karbamat) secara ip dengan dosis 1000-1250 mg/kg bb
diberikan sebagai larutan 25% dalam air (aqua pro injeksi)

g. Eutanasia (mengorbankan hewan coba)


Hewan dikorbankan bila terjadi rasa sakit hebat, sudah lama
digunakan untuk percobaan atau memang diinginkan untuk memeriksa
organ tertentu setelah pemberian obat misalnya pada uji-uji toksisitas.
Cara eutanasia ini dipilih yang mematikan dengan cepat sehingga tidak
menimbulkan rasa sakit.
Cara paling berperikemanusiaan adalah dengan menggunakan
karbon dioksida yang dimasukkan ke dalam wadah tertutup. Pentobarbital
na dapat digunakan untuk eutanasia dengan dosis 135-180 mg/kg bb atau
cara fisik yaitu dengan dislokasi leher dengan cara mencit dipegang
ekornya, biarkan kaki depannya menjangkau tempat yang kasar,
regangkan badannya, pada tengkuk diletakkan alat penahan seperti badan
pengaduk atau pinsil. Setelah tertahan demikian tarik ekor dengan keras
hingga lehernya terdislokasi.

1.2.2 Tikus (ratus norvegicus )


a. Karakteristik utama tikus
Tikus merupakan hewan yang cerdas dan relatif resisten terhadap
infeksi. Tikus putih umumnya tenang dan mudah ditangani, tidak begitu
bersifat fotofobia sepertinya mencit, dan kecenderungan untuk
berkumpul sesamanya tidak begitu besar, hewan ini dapat tinggal sendiri
dalam kandang, asal masih mendengar atau melihat tikus lain.
Aktivitasnya tidak terganggu dengan kehadiran manusia. Meskipun
mudah ditangani, kadang tikus menjadi agresif terutama saat
diperlakukan kasar atau mengalami difisiensi nutrisi. Oleh karenanya
perlakuan hewan ini dengan halus namun sigap dan makanannya harus
dijaga agar tetap mencukupi kebutuhannya.
Tikus putih dibiakkan di lab lebih cepat dewasa dan lebih mudah
berkembang biak. Berat badan tikus lab cenderung lebih ringan
dibanding tikus liar.
Tikus tidak dapat muntah seperti hewan coba lainnya karena
struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke
dalam lambung dan tikus tidak memiliki kantung empedu.
Tabel II . biologis tikus
Lama hidup 2-3 tahun, bisa mencapai 4 tahun
Lama produksi ekonomis 1 bulan
Lama kehamilan 20-22 hari
Kawin sesudah beranak 1-24 jam
Umur disapih 21 hari
Umur dewasa 40-60
Umur dikawinkan 10 minggu (jantan dan betina)
Siklus kelamin Poliestrus
Siklus estrus ( masa birahi ) 4-5 hari
Lama estrus 9-20 jam
Perkawinan Saat estrus
Ovulasi 8-11 jam sesudah timbul estrus spontan
Fertilasi 7-10 jam setelah kawin
Sigmentasi ovum menjadi 3-4,5 hari
blastosel 5-6 hari sesudah fertilasi
Implantasi 300-400 g (jantan), 250-300 gr betina
Berat dewasa 5-6 g
Berat lahir Rata-rata 9 (dapat mencapai 20 )
Jumlah anak 36-39°C (rata-rata 37,5°C )
Suhu rektal 65-115 /menit, dapat meningkat hingga
Pernafasan ( laju respirasi ) 150 pada keadaan stress, menurun
hingga 50 bila dianestesi
330-180 /menit, naik hingga 550
Denyut jantung (stress), turun hingga 250 (anestesi)
90-180 (sistole), 60-145 (diastole) turun
Tekanan darah hingga 80/55 (anestesi)

Konsumsi oksigen 57-70 ml/kg


Volume darah 7,2-9,6 x 106 /mm3
Sel darah merah 5,0-13,0 x 106
Sel darh putih 9-34%
Neutrofil 63-84%
Limfosit 0-5%
Monosit 0-6%
Eosinofil 45-47%
PCV 150-460 x 106 /mm3
Trombosit 15-16 g/ 100 ml
Hb 15,6 gr/dl
Protein plasma 17,5-30,2 IU/liter/45,7-80,8 IU/liter
SGPT/SGOT 10-54 mg/100 ml
Kolesterol serum 40-60 ml/kg/hari
Air kencing Air 73%, lemak 14-16%, protein 9-
Susu 10%, gula 2-3%
12 puting susu, 3 pasang di daerah
Punting susu dada, 3 pasang di daerah perut
Diskoidal homokorial
Plasenta 2 kornu, bermuara sebelum serviks
Uterus 3 betina 1 jantan
Perkawinan kelompok Nokturnal
Aktivitas 1003/1033 gigi seri tumbuh terus
Gigi 5 g/hari
Kecepatan tumbuh Terutama melalui usus hingga umur
Imunitas pasif 17 hari, juga melalui kantung kuning
telur
Kromosom 2n=42

b. Kandang dan peralatan perawatan tikus


Kandang tikus pada dasarnya mirip dengan kandang mencit hanya
ukurannya yang lebih besar. Jumlah tikus di dalam kandang harus dibatasi
agar tidak berdesakan. Kondisi yang berdesakan dapat menyebabkan
hipertemia sedang tikus hanya memiliki kelenjar keringat di telapak kakinya
dan hal ini akan menyulitkannya untuk menemukan suhu badannya. Cara lain
yang dilakukan tikus dalam menurunkan suhu adalah dengan mengeluarkan
banyak ludah dan menjilati tubuhnya dengan ludah tersebut. Sebaiknya
kondisi suhu dapat dijaga antara 20-25 0C untuk mencegah terjadinya
hipertemia yang mungkin menyebabkan kematian dan untuk memudahkan
tikus untuk berbiak, mengingat pada suhu di atas 300C tikus sulit berbiak.
Makanan dan minuman sama seperti pada mencit hanya jumlahnya
lebih banyak. Dalam sehari tikus dapat minum 20-45 ml air.

c. Memegang tikus dan cara pemberian obat pada tikus


Tikus muda dapat diangkat melalui ekornya seperti halnya memegang
mencit. Tikus yang lebih besar dapat dipegang dengan cara yang sama tetapi
di daerah setengah bagian proksimal ekor. Sedang tikus dewasa apalagi yang
betina dalam keadaan bunting harus dipegang badannya. Berat badan harus
ditopang dengan tangan, baik dengan telapak tangan atau dengan memegang
tikus pada bagian dada dan bahu.
Saat memegang tikus lakukan pengambilan dari atas, jangan dipojokkan
karena tikus akan berubah gugup dan agresif. Setelah tikus dipegang pangkal
ekornya dengan tangan kanan dan kaki depan dibiarkan menjangkau
permukaan kasar,tangan kiri diluncurkan dari belakang menuju kepala dan ibu
jari diselipkan ke depan untuk menjepit kaki kanan depan.
Untuk memberikan obat secara intral muskular atau intra peritoneal, tikus
dipegang pada bagian belakangnya. Pemberian obat dapat dilakukan seperti
halnya pada mencit.
Pemberian obat secara oral, sub kutan, intra vena sama seperti pada
mencit, selain itu pemberian obat secara kutan dapat dilakukan dibawah kulit
abdomen.
Volume penyuntikan untuk mencit umumnya 0,2-0,3 ml/100 g bobot
badan. Kepekatan larutan obat disesuaikan dengan volume yang dapat
disuntikkan tersebut.
d. Identifikasi tikus
Penandaan atau penomoran pada tikus dapat dilakukan dengan melubangi
telinga seperti pada mencit. Telinga kanan untuk bilangan satuan sedang
sebelah kiri untuk puluhan. Bila tidak dapat melakukannya bisa ditandai
dengan spidol permanen di bagaian punggung. ( gambar bisa dilihat di
identifikasi mencit )
e. Pengambilan darah
Jika volume darah yang diperlukan hanya sedikit dapat dilakukan
pengambilan darah dengan memotong ujung ekor, namun cara ini tidak baik
untuk pengambilan berulang. Cara lain adalah dengan mengambilnya dari
vena lateralis ekor. Pengambilan dari vena ekor dilakukan dengan ukuran
jarum no 26 dengan cara yang sama seperti pada mencit. Untuk tikus tua ekor
dimasukkan ke dalam larutan Na sulfat pekat selama 2 menit untuk
menghilangkan keropeng kulit, setelah itu dicuci. Perendaman dalam air
hangat dapat dilakukan untuk melebarkan pembuluh darah vena. Sebelum
darah diambil ekor dikeringkan dulu.
Untuk mendapatkan volume darah yang cukup banyak dapat diperoleh
melalui sinus orbitalis, namun cara ini jarang dipakai. Cara ini memerlukan
keterampilan karena harus tepat posisi pengambilan darahnya. Kesalahan
yang terjadi dapat menyebabkan kebutaan. Bagi yang belum terampil
sebaiknya melakukan anestesi terhadap tikus. Darah diambil dengan
pipakapiler.
Cara-cara pengambilan darah seperti melalui jantung, vena jugularis di
leher (tidak lazim untuk tikus), atau dekapitasi dapat dilakukan.

f. Anestesi
Anestesi pada tikus sama seperti pada mencit.
g. Eutanasia (mengorbankan hewan coba)
Hewan dikorbankan bila terjadi rasa sakit hebat, sudah lama digunakan
untuk percobaan atau memang diinginkan untuk memeriksa organ tertentu
setelah pemberian obat misalnya pada uji-uji toksisitas. Cara eutanasia ini
yang dipilih mematikan dengan cepat sehingga tidak menimbulkan rasa
sakit.
Cara mengorbankan tikus sama dengan mencit, untuk cara fisik dapat
dilakukan di bagian belakang telinga dan tongkat.

1.2.3 Kelinci ( oryotolagus cuniculus )


a. karakteristik utama kelinci
kelinci mempunyai kemampuan untuk hidup dalam habitat yang
bervariasi di daerah gurun hingga subtropis. Namun demikian hewan ini
berkembang biak paling baik di daerah beriklim sedang. Kelinci putih
untuk percobaan umumnya berasal dari New Zealand, California, Dutch
Belted dan Lops yang bertelinga amat besar. Di indonesia kelinci putih
berasal dari New Zealand.
Hal yang menarik dari kelinci adalah kebiasaannya, suka makan tinja
terutama tinja pada waktu malam hari yang lembek dan berlendir.
Kebiasaan ini disebut coproghapy. Hewan ini tidak memakan tinja siang
hari yang kering dan keras. Tinja malam dan pagi yang dimakannya itu
mengandung banyak serat, protein dan vitamain seperti niasin, riboflavin,
asam pantotenat dan sianocobalamin sehingga kelinci terhindar dari
kondisi difisiensi nutrisi.
Kelinci juga jarang bersuara, kecuali dalam keadaan sangat
kesakitan. Pelaku yang kasar juga membuatnya berontak.
Tabel II Data biologis mencit
Lama hidup 5-10 tahun, bisa mencapai 12 tahun
Lama produksi ekonomis 1-3 tahun
Lama kehamilan 30-35 hari, rata-rata 31-32 hari
Kawin sesudah beranak Segera sesudah beranak atau sesudah 4-6 minggu,
setelah anaknya disapih
Umur disapih 4-8 minggu
Umur dewasa 4-10 bulan
Umur dikawinkan Segera sesudah timbul periode strus
Siklus kelamin Poliestrus
Siklus estrus ( masa birahi ) 15-20 hari
Lama estrus 11-15 hari
Pekawinan Saat estrus
Ovulasi Disebabkan oleh perkawinan dan terjadi 9-13 jam
setelah kawin, bila perkawinan steril, kehamilan
palsu

Fertilasi terjadi selama 14-16


Segmentasi ovum menjadi blastosel 1-2 jam setelah kawin
Implantasi 3-4 hari
Berat dewasa 7-7,5 hari sesudah fertilasi
Berat lahir 1,5-7,0 kg (jantan), 1,4-6,5 kg (betina)
30-70 g, tergantung pada jumlah anak
Jumlah anak dan berat induk
Suhu rektal rata-rata 4 (dapat mencapai 10)
38,0-40,10C (rata-rata 39,50C ), suhu berubah bila
tereksitasi atau karena 35-gangguan lingkungan
Pernafasan ( laju respirasi ) 35-56/menit, umumnya 50/menit, pada kelinci
muda laju respirasi lebih cepat, bahkan pada bayi
mencapai 100/menit
Denyut jantung 203-300/menit
Tekanan darah 90-130 (sistole), 60-90 (diastole)
konsumsi oksigen 0,42-0,48 ml/g/jam
Volume darah 45-80 ml/kg
Sel darah merah 5,0-8,0 x 106/mm3
Sel darah putih 3,0-12,5 x 103/mm3
Neutrofil 30-65%
Limfosit 28-85%
Monosit 2-16%
Eosinofil 0,5-5,0%
PCV 31-50%
Trombosit 250-750 x 103/mm3
Hb 8-17 g/100 ml
SGPT/SGOT 48,5-78,9 IU/liter/42,5-98,0 IU/liter
Kolesterol serum 10,0-80,0 mg/100 ml
Air kencing 50-90ml/kg/hari,kental,keruh,kuning,pH 8,2
Air 73-74%,lemak 13%, protein 12-12,5%, gula
Susu 2%
8 puting susu, 1 pasang di daerah dada, 2 pasang
Puting susu di daerah perut, 1 pasang selangkangan
Diskoidal hemoendotial
2 kornu, 2 serviks
Plasenta Seekor dewasa dalam 1 kandang, 1 ekor kelinci
Uterus jantan cukup untuk 10-15 betina
Perkawinan kelompok Krepuskuler (senja dan subuh)
2033/1023 gigi seri tumbuh terus
Aktivitas 115-20 g/hari hingga umur 8 minggu
Gigi 100-150 g/minggu hingga umur 26 minggu
Kecepatan tumbuh Terutama melalui kantung kuning telur

Imunitas pasif
b. kandang dan peralatan perawatan kelinci
kandang kelinci cukup dipersyaratkan kebersihan, hewan terlindung
dari angin, hujan dan cahaya matahari secara langsung dan lama, hewan
cukup mendapat sinar dan udara segar. Biasanya satu kandang hanya diisi
dengan seekor kelinci. Bagian bawah kandang sebaiknya dibuat
berlubang-lubang untuk membuang kotoran dan dibawahnya terdapat rak
yang dapat ditempatkan semacam baki untuk menampung kotoran yang
jatuh dari lubang-lubang kandang pada rak tersebut diletakkan serbuk
gergaji atau sekam untuk menghilangkan bau amoniak dari kencingnya.
Kelinci sangat peka terhadap perubahan suhu lingkungan. Suhu
kandang yang ideal antara 15-20oC. Kondisi suhu akan mempengaruhi
kemampuan-kemampuan berkembangbiaknya, yang akan menurun pada
suhu yang diinginkan.
Rak makanan dapat dipasang disisi kandang agar makanan tidak
cepat kotor pada rak tersebut dapat dipasang botol minuman. Air minum
harus disediakan terus-menerus karena perharinya kelinci membutuhkan
air minum 80-100 ml/kg bb.
Makanan kelinci pada umumnya sayuran yang merupakan sumber
serat kasar. Namun untuk kelinci percobaan sayuran saja tidak cukup dan
perlu ditambah protein 16-20%, lemak 5-10%, pati 40-50%, vitamin
terutama A, D, E, asam nikotinat, piridoksin, dan kolin. Makanan
tambahan ini dapat diberikan dalam bentuk pelet atau dedak. Perharinya
kelinci dewasa makan sebanyak 75-100 g makanan.
c. Cara memegang kelinci dan pemberian obat pada kelinci
Kelinci harus ditangani dengan halus namun sigap agar tidak
berontak. Untuk memegang kelinci dewasa pegang kulit bagian tengkuk
dengan tangan kanan dan tangan kiri untuk badannya. Sedang kelinci
muda cukup dipegang dengan memegang pinggangnya.
Kelinci tidak suka diletakkan di permukaan yang licin atau di atas
meja sehingga kelinci cenderung gelisah/tidak tenang karena merasa tidak
aman untuk mengatasinya dapat diletakkan kain lap atau diselimuti kain
handuk.
Pemberian obat secara oral pada kelinci sebaiknya dihindari (untuk
obat-obat oral dipakai hewan cobaan lain). Namun bila memang harus
dilakukan maka dapat digunakan alat penahan rahang dan pipa lubang.
Pemberian obat secara subkutan dapat diberikan di bagian kulit
tengkuk atau kulit di isi sebelah pinggang dengan cara mengangkat kulit
di bagaian tersebut kemudian disuntik dengan jarum no 15 ke arah
anterior.
Pemberian intera vena dilakukan pada vena marginalis di daun
telinga (di telinga juga terdapat vena centralis, vena ini mengalirkan darah
ke jantung yang terletak di bagian tengah daun telinga) dan penyuntikan
dilakukan pada daerah dekat ujung telinga. Sebelumnya telinga dibasahi
air hangat atau digosok dengan alkohol agar mendilatasi vena. Sebaiknya
jangan digunakan xylol yang cukup iritan dan selain menyakitkan kelinci,
juga merusak jaringan kulit beberapa saat sesudahnya.
Pemberian intra peritoneal dilakukan dengan memegang kelinci
dibagian tengkuk dan topang badannya dengan tangan kiri kemudian
posisi kepala diturunkan agar lebih rendah dari pada perut. Penyuntikan
pada garis tengah perut di muka kantung kencing
d. Identifikasi kelinci
Kelinci yang diletakkan dalam kandang yang terpisah dari kelinci
lainnya tidak memerlukan penandaan, namun bila dibutuhkan cukup
diberi tanda dengan spidol permanen misalnya di daun telinga bagian
dalam (bukan di luar, di tempat penyuntikan)
e. Pengambilan darah
Pengambilan darah dilakukan melalui vena marginalis atau arteri
telinga. Agar kelinci tenang, kelinci diletakkan dalam kotak kekang atau
diselimuti handuk dan alas kain bila tempatnya licin. Jarum yang
digunakan no 23 atau 25. Cara lain adalah dengan menyanyat vena
marginalis sepanjang 2-3 mm, darah ditampung dalam tabung untuk
menghentikan pendarahan, tekan bekas luka dengan kapas kering.
Untuk mendapatkan jumlah darah yang cukup banyak dapat
dilakukan pengambilan darah melalui vena centralis atau melalui jantung
(cara pengambilan ini memerlukan keahlian khusus).

f. Agnestesi
Anestetika yang paling sering dipakai adalah pentobarbital natrium
yang disuntikkan secara berlahan. Dosis anestesi umum 22 mg/kg bb,
untuk anestesi singkat dapat dipakai setengah dari dosis tersebut dan
disempurnakan dengan eter.
g. Eutanasia
Eutanasia dapat dilakukan dengan karbon dioksida, injeksi pentobarbital
nutrium dengan dosis 300 mg secara iv, dengan cara fisik yaitu dengan
mendiskolasi leher. Dislokasi dapat dilakukan dengan mengangkat kaki
belakang kelinci dengan tangan kiri lalu pukul keras-keras bagian tengkuk
dengan tangan kanan.

Tabel IV. Volume pemberian obat pada hewan percobaan

Hewan Batas max (ml ) untuk rute pemberian


percobaan
Iv Im Ip Sk Po
0,5 0,05 1,0 0,5 1,0
Mencit

Tikus 1,0 0,1 3,0 2,0 5,0


kelinci 3,0-1,0 0,5 10,0 3,0 20,0
Marmut 2,0 0,2 3,0 3,0 10,0

Tabel V Anestetika umum pada hewan percobaan


Hewan Anestetika Kepekatan larutan Dosis Rute
percobaa dan pelarut pemberia
n n
Mencit Eter kloralose 2% dalam NaCI 300 mg/kg bb inhalasi
dan tikus fisiologis ip
Uretan 10-25% dalam NaCI 1-1,25 g/kg bb ip
fisiologis
Nembutal 65 mg/ml 40-60 mg/kg bb ip atau iv
(kerja singkat) 80-
100 mg/kg
( kerja lama )
Pentobarbital 4,5-6% dalam NaCI 45-60 mg/kg 35 ip
natrium fisiologi mg/kg iv
heksobarbital 7,5% dalam NaCI 75 mg/kg ip
fisiologi iv
4,7% dalam 47 mg/kg iv
NaCIfisiologi
Kelinci Eter uretan 10% dalam NaCI 19 mg/kg inhalasi
fisiologis ip atau iv
Kloralose 1% dalam 100 mg/kg iv
NaCIfisiologis
Kloralose dan 1% dalam 100 mg/kg iv
nembutal NaCIfisiologis 10 mg/kg
Pentobarbital 5% dalam NaCI 11 mg/kg (kerja iv
natrium fisiologis lama) 22 mg/kg iv
(kerjasingkat)

Pentotal 5%dalamaquades 10-20 mg/kg iv


(aqua ip) (menurut lama
waktu kerja)

Tabel VI. Perbandingan luas permukaan tubuh hewan percobaan ( untuk


konversi dosis )
20 gr
200 gr tikus 1,5 kg kelinci 70 kg manusia
mencit
20 gr mencit 1,0 7,0 27,8 387,9

200 gr tikus 0,14 1,0 3,3 56,0

1,5 kg kelinci 0,01 0,25 1,0 41,2


70 kg
0,0026 0,018 0,07 1,0
manusia

Dikutip dari : D.R. Laurence and A.L. Bacharach. Evaluation of Drug Activities
pharmaconetrics. 1964.
Contoh : Dosis pada kelinci 10 mg/kg, maka dosis untuk manusia berbobot badan
60 kg adalah :
Dosisi total yang diberikan untuk kelinci tersebut : 10 x 1,5 = 15 mg
Dosis untuk manusia yang seberat 70 kg : total dosis kelinci x faktor
konversi 15 mg x 14,2 = 231 mg
Dosis untuk manusia seberat 60 kg : 60/70 x 213 mg = 182,6
Dikutip dari : M. Boucard, et al, Pharmacodynamic Guide de Travaux Pratiques,
1981-1982

1.3 Pengaruh lingkungan terhadap hasil percobaan


Percobaan yang dilakukan di lab farmakologi selain menggunakan
hewan percobaan ( uji in vivo ) juga tidak jarang melakukan uji-uji in vitro
dan uji dengan organ atau jaringan terisolasi. Pada pengujian ini kan banyak
faktor yang berpengaruh, baik faktor internal maupun eksternal.
Faktor yang jelas mempengaruhi hasil percobaan adalah faktor internal
( dari hewan tersebut ) seperti usia, jenis kelamin, ras, sifat genetik, status
kesehatan dan nutrisi, bobot badan, luas permukaan tubuh. Faktor-faktor ini
dalam percobaan diupayakan untuk dieliminir seminimal mungkin dengan
memilih hewan dari ras dan jenis kelamin yang sama, usia yang sepadan,
memperhitungkan bobot badan atau luas permukaan tubuh dalam
menentukan dosis, dan berbagai upaya lain yang dapat meminimalkan
variasi hasil.
Upaya tersebut masih belum memadai mengingat variasi hasil dapat
pula disebabkan oleh faktor lingkungan seperti keadaan atau suasana
kandang, pengalaman hewan sebelum obat, kebisingan, suhu, ventilasi, dan
sebagainya.
Beberapa contoh pengaruh faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi hasil percobaan antara lain :
 Keadaan kandang : alas kandang mencit dari tongkol jagung atau
potongan kayu cedar merah akan memberi hasil pengamatan lama
waktu tidur yang berbeda bila mencit diberi heksobarbital natrium atau
pentobarbital natrium.
 Suasana kandang : suasana kandang yang baru atau masih asing bagi
hewan percobaan akan banyak mempengaruhi hasil uji aktivitas
lokomotorius, denyut jantung, ekspresi urin, dan lain sebagainya.
 Pengalaman hewan sebelum menerima obat : hewan yang sudah dilatih
fisik untuk menghindari goncangan atau kejutan (shock ) akan lebih
resisten terhadap pengaruh obat golongan fenotiazin.
 Suhu kamar : suhu kamar sekitar 27 oC dapat meningkatkan toksisitas
amfetamin dibanding pada suhu 15,5 oC. Suhu tinggi tersebut akan
mendilatasi bembuluh darah perifer dan mengintensifkan kerja
vasodilator dan diaforetik.

Pustaka :
1. Smith , J.B. dan Mangkoewidjojo, S, pemeliharan, pembiakan dan
penggunaan Hewan percobaan di Daerah Tropis, Cetakan Pertama,
Penerbit UI, Jakarta, 1998. hal. 10-57, 84-110.
2. Miya, T.S, et al,Llaboratory Guide in Pharmacology 2nd ed, Burgess
publishing Co Minnesota, 1964.
3. Darmono S., 2011, Farmakologi eksperimen, buku ajar, Penerbit
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
BAB II
Farmakologi Sistem Saraf Pusat

A. Pendahuluan
Otak adalah organ yang sangat sensitif, organ tersebut mengontrol
sensasi, emosi, memori dan proses fisiologi tubuh termasuk bernafas dan
sirkulasi. Otak adalah pusat sistem saraf pada vertebrata dan banyak
invertebrata lainnya. Otak mengatur dan mengkoordinaikan sebagian besar
gerakan, perilaku dan fungsi tubuh homeostatis seperti detak jantung,
tekanan darah dan keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh.
Sistem saraf pusat sangat peka terhadap efek obat obatan,
akibatnya sebagian besar obat jika diberikan dalam dosis besar dapat
menimbulkan efek pada SSP. Kemampuan obat untuk menembus sawar
darah otak hanya ditetukan oleh dan sebanding dengan kelarutan bentuk
molekul/non ionik dalam lemak.
Obat-obat yang bekerja terhadap SSP ada yang menstimulasi dan
ada pula yang mendepresi seluruh atau sebagian besar SSP. Obat obat
tersebut dikelompokkan menjadi obat stimulan SSP dan depresia SSP.
Pembagian obat dalam kelompok yang merangsang dan mendepresi
tersebut kurang tepat karena obat golongan psikofarmaka menghambat
fungsi bagian sistem saraf tertentu dan merangsang bagian SSP yang lain.
A.1 Depresi SSP
Mekanisme kerja obat depresi SSP secara umum sebagian atau seluruhnya
atau bekerja spesifik pada satu atau lebih pusat otak. Yang termasuk
menghambat SSP adalah obat dalam kelompok anastesi umum.
A.2 Golongan obat sedatif hipnotik. Yang termasuk golongan obat
ini adalah obat yang meyebabkan depresi ringan (sedatif) sampai terjadi
efek tidur (hipnotika). Pada efek sedatif penderita akan menjadi lebih
tenang dan kepekaan kortek serebri berkurang. Kewaspadaan terhadap
lingkungan berkurang, aktivitas motorik dan reaksi spontan menurun.
A.3 Stimulansia SSP adalah obat yang dapat meingkatkan aktivitas
otak dan spinal cord. Obat golongan ini dapat digunakan untuk
menghambat efek golongan depresi SSP.
Obat yang bersifat stimulansia sedang adalah:
1. Kafein dalam teh dan kopi serta minuman cocacola
2. Efedrin yang digunakan sebagai obat asma
3. Nikotin dalam tembakau digunakan untuk relaks atau istirahat
Obat yang bersifat stimulansia kuat:
1. Amfetamin termasuk yang ilegal
2. Kokain
3. Ekstasi
PERCOBAAN 1:
UJI EFEK SINERGIS

A. Tujuan percobaan: pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan terampil


dalam menghitung dosis sedatif hipnotik pada hewan uji dan memahami
terjadinya efek sinergi pada pemberian kombinasi dua obat sedatif
hipnotik.
B. Alat dan Bahan:
1. Hewan percobaan mencit atau tikus dengan jenis kelamin yang sama
2. Jarum suntik
3. Larutan pentobarbital sodium 25 mg/kg BB
4. Larutan klorpromazin HCL 2,5 mg/kg
Prosedur Kerja:
1. Timbang hewan uji
2. Hitung dosis yang akan diberikan pada hewan uji
3. Hitung volume pemberian berdasarkan kadar larutan stok
4. Siapkan larutan obat dengan spuit yang sesuai
5. Suntikkan hewan uji dengan pentobarbital dan klorpromazin
6. Amati dan catat pada tabel yang telah disediakan

Pentobarbital Klorpromazin
Onset Durasi Onset Durasi
PERCOBAAN 2
UJI EFEK ANTAGONIS

A. Tujuan percobaan: mahasiswa memahami konsep dasar pemberian suatu


stimulansia SSP dapat mengantagonis efek toksis dari suatu depresia SSP.
B. Alat dan Bahan:
1. Hewan percobaan mencit atau tikus dengan jenis kelamin yang sama
2. Jarum suntik
3. Efedrin
4. Penobarbital
Prosedur Kerja:
7. Timbang hewan uji
8. Hitung dosis yang akan diberikan pada hewan uji
9. Hitung volume pemberian berdasarkan kadar larutan stok
10. Siapkan larutan obat dengan spuit yang sesuai
11. Suntikkan hewan uji dengan pentobarbital dan efedrin
12. Amati dan catat pada tabel yang telah disediakan

Pentobarbital efedrin
Onset Durasi Onset Durasi
PERCOBAAN 3
UJI EFEK SEDATIF
A.Tujuan
Mahasiswa dapat mempelajari dan mengetahui pengaruh pemberian
dan efektivitas sedative-hipnotika sediaan obat pada hewan uji mencit.

Pendahuluan
Obat sedatif hipnotik dapat dilihat efeknya melalui beberapa metode
yaitu:
- Metode uji chimney test :
Mencit ditempatkan di dalam suatu silinder sepanjang 30 cm yang diberi
tanda pada ketinggian 30 cm dan diameter tabung 2,8 cm. Silinder ditegakkan
dalam posisi vertikal dan tikus akan berusaha memanjat dinding silinder. Pada
mencit yang normal, mencit akan memanjat sampai batas tanda dalam waktu
30 detik.
- Metode uji platform : Dilakukan pengamatan terhadap tingkah laku
mencit di atas platform. Efek sedatif ditunjukkan dengan malas bergerak
(jarang menjenguk-jengukkan kepala keluar dari platform dan mencit
cenderung tidak peduli dengan kondisi eksternal seperti misalnya bunyi-
bunyian.
- Metode uji rotarod : Mencit diletakkan di atas silinder yang dapat
diatur kecepatan putarannya dan di bawah silinder tersebut terdapat papan
panel yang merupakan tombol penghitung waktu lamanya mencit bertahan di
atas silinder yang berputar. Bila mencit jatuh, mencit akan menekan papan
panel sehingga menghentikan hitungan waktu. Mencit normal akan bertahan
di atas silinder selama lebih dari 300 detik. Jika Mencit jauh dalam waktu
kurang dari 3 menit (180 detik), maka mencit tersebut mengalami efek sedasi.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Rotarod
2. Spuit injeksi dan jarum (needle)
3. Spuit oral
4. timbangan analitik
5. beaker glass
6. Erlenmeyer
7. diazepam (Valisanbe 5 mg)
8. aquabidest

D. PROSEDUR KERJA
Menggunakan Rotarod menurut Chondoka and Ray Ghatak (1989)
1. 20 hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok (masing-masing kelompok terdiri
dari 5 ekor mencit)
2. Mencit diadaptasikan selama 5 menit pada rotarod
3. Tiap kelompok mencit diberi obat dengan:
kelompok mencit 1 diberi diazepam (dosis 10 mg untuk manusia, p.o.)
kelompok mencit 2 diberi diazepam (dosis 20 mg untuk manusia, p.o.)
kelompok mencit 3 diberi diazepam (dosis 30 mg untuk manusia, p.o.)
kelompok mencit 4 diberi diazepam (dosis 40 mg untuk manusia, p.o.)
kelompok mencit 5 diberi kontrol (-)
4. Pada menit ke-15, 30, 60, dan 90 mencit diletakan di atas rotarod selama 2
menit
5. Catat berapa kali mencit jatuh
6. Selama percobaan catat : reflek balik badan dan kornea daya
cengkeraman pada kawat perubahan diameter pupil
PERCOBAAN 4
UJI EFEK ANALGETIK

A. Tujuan
Mengenal, mempraktekkan dan membandingkan daya analgetik asam
mefenamat dan parasetamol menggunakan metode rangsang kimia.

Pendahuluan
Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau nyeri. Secara umum analgetika dibagi kedalam dua
golongan, yaitu analgetik non narkotik atau integumental analgesik (misalnya:
asetosal, parasetamol) dan analgetika narkotika atau visceral analgesik ( misalnya:
morfin)
Analgetika yang diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyaeri
yang dapat ditimbulkan oleh beberapa rangsang mekanis, kimia dan fisid. Rasa
nyeri tersebut tejadi akibat terlepasnya mediator-mediator nyeri ( misalnya:
bradikinin, prostaglandin) dari jaringan yang rusak yang kemudian merangsang
reseptor nyeri di ujung syaraf perifer maupun di tempat lain. Dari tempat-tempat
ini selanjutnya rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh
syaraf sensori melalui sumsum tulang belakang dan talamus.
Berdasarkan atas rangsang nyeri yang dipergunakan, maka terdapat
berbagai metode penetapan daya analgetik suatu obat. Salah satu diantaranya
menggunakan rangsang kimia sebagai menimbul rasa nyeri, seperti yang akan
dipraktekkan disini.

B. Cara percobaan
1. Bahan
1. larutan aquadest
2. suspensi parasetamol dalam tilosa 1%
3. suspensi asam mefenamat dalam tilosa 1%
4. larutan steril asam asetat 1%
2. hewan uji : mencit jantan, umur 40-60 hari, berat 20-30 g.
3. Alat
1. spuit injeksi ( 0,1 – 1 ml )
2. jarum oral ( ujung tumpul ) atau sonde lambung
3. beaker glass
4. stop watch
4. cara kerja
a. pembagian kelompok perlakuan
1. setiap kelompok mendapat 1 ekor mencit
2. kelompok 1 dan 2 melakukan pemberian CMC 1 % atau aquadest
3. kelompok 3 dan 4 melakukan pemberian obat asam mefenamat dosis 500 mg
4. kelompok 5 dan 6 melakukan pemberian obat parasetamol dosis 500 mg 3
kelompok
b. prosedur percobaan
1. Timbang BB mencit dan hitung dosis konversi dari manusia ke mencit
(faktor konversi 0,0026)
2. Buatlah larutan stok parasetamol dan asam mefenamat
3. Hitung volume pemberian ke mencit
4. Lakukan pemberian obat melalui rute oral
5. Setelah 30 menit, suntikkan asam asetat 1% melalui rute IP
6. Hitung jumlah kumulatif geliat pada menit ke 5, 15,25,35,60
7. Catat jumlah kumulatif geliat sesuai tabel dibawah ini:

hewan uji kelompok perlakuan


aquadest asam mefenamat parasetamol
mencit 1
mencit 2

c. analisis data
1. Buatlah grafik hubungan antara data jumlah rata rata geliat dengan waktu
2. Hitung nilai auc total masing masing kelompok perlakuan dengan rumus
:
AUC = ½ x (jumlah geliat)x(selisih waktu)

3. tentukan persen daya analgetik dengan rumus:

% daya analgetik = AUC total Aquadest-AUC total asam mefenamat x 100%


AUC total Asam mefenamat
PERCOBAAN 5
UJI EFEK ANTIINFLAMASI

A. Tujuan percobaan : mahasiswa memahami dan mampu mempraktekkan


metode uji efek antiinflamasi

Pendahuluan
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat
mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktifasi atau merusak
organisme yang menyerang, menghilangkan dan mengatur derajat perbaikan
jaringan (Mycek, 2001).
Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk
menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cidera dan
mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan (Kee dan Hayes, 1996)
misalnya antigen, virus, bakteri, protozoa (Katzung, 2001).
Sampai sekarang fenomena mekanisme inflamasi pada tingkat bioseluler
masih belum dapat dijelaskan secara rinci. Walaupun demikian banyak hal yang
telah diketahui dan disepakati. Fenomena inflamasi ini meliputi kerusakan
mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas kapiler, dan migrasi leukosit
ke jaringan radang (Wilmana, 1995).
Gejala proses terjadinya inflamasi sudah dikenal ialah: eritema, edema, kolor,
dolor, functio laesa.
a. Eritema (kemerahan), terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Darah
berkumpul pada daerah cidera jaringan akibat pelepasan mediator kimia
tubuh (kinin, prostaglandin, histamin).
b. Edema (pembengkakan), merupakan tahap kedua dari inflamasi. Plasma
merembas ke dalam jaringan intestinal pada tempat cidera. Kinin
mendilatasi asteriol, meningkatkan permeabilitas kapiler.
c. Kolor (panas), dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan
darah, atau mungkin karena pirogen yaitu substansi yang menimbulkan
demam, yang mengganggu pusat pengaturan panas pada hipotalamus.
d. Dolor (nyeri), disebabkan pembengkakan pada pelepasan mediator-
mediator kimia.
e. Functio laesa (hilangnya fungsi), disebabkan oleh penumpukan cairan
pada tempat cidera jaringan dan karena rasa nyeri. Keduanya
mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena (Kee dan Hayes, 1996).
Obat antiinflamasi dapat dikelompokkan dalam 7 kelompok besar :
1) Derivat asam propionat: fenbufen, fenoprofen, flurbiprofen, ibufrofen,
ketoprofen naproksen, asam pirolalkonat, asam tioprofenat
2) Derivat indol: indometosin, sulindak, tolmetin
3) Derivat asam fenamat: asam mefenamat, meklofenat
4) Derivat asam pirolalkonat
5) Derivat pirazolon: fenil butazon, oksifenbutazol, azopropazon
6) Derivat oksikam: piroksikam, tenoksikam
7) Derivat asam salisilat: asam fenilasetat, asam asetat inden (Wibowo dan
Gofir, 2001)
Aktivitas antiinflamasi dari obat NSAID tersebut mempunyai mekanisme
yang sama dengan aspirin, terutama karena kemampuannya menghambat
biosintesis prostaglandin.

B. Alat dan Bahan


Timbangan
Spuit dan sonde
Pletismometer
Mencit
Asam mefenamat
Parasetamol dan natrium diklofenak
C. Prosedur Percobaan:
1. Setiap kelompok mendapat 1 ekor mencit
2. Mencit ditimbang dan dihitung dosis obat yang akan diberikan
3. Berikan obat secara peroral, setelah 30 menit suntikkan karagenin pada
telapak kaki mencit secara subkutan
4. Hitung volume pembengkakan pada kaki mencit dengan alat
pletismometer
5. Tentukan % daya antiinflamasi ketiga obat tersebut.
PERCOBAAN 6
UJI EFEK TONIKUM

A. Tujuan
Pada akhir percobaan mahasiswa memahami konsep teoritis tentang efek
obat yang menstimulasi SSP dan terampil melakukan uji efek tonikum pada
hewan uji

Pendahuluan
Efek tonikum adalah efek yang memperkuat daya tahan tubuh dalam
melakukan aktivitas fisik. Efek tonikum merupakan hasil kerja dari obat obat
stimulan sistem sarap pusat. Metode yang digunakan adalah Natatory exhaustion
merupakan metode skrining farmakologi untuk mengetahui efek obat yang
bekerja pada koordinasi gerak terutama penurunan kontrol gerak.
Metode natatory exhaustion digunakan untuk mengetahui efek obat yang
bekerja pada koordinasi gerak terutama kontrol saraf Pusat. Efek stimulan
dipengaruhi oleh kondisi fisik hewan uji untuk meningkatkan aktivitas.
Peningkatan aktivitas terlihat dari peningkatan kerja secara langsung berupa
penambahan waktu lelah hewan uji selama direnangkan dalam tangki berisi air
(Prastini dkk 2015 dalam Turner 1965)
Parameter yang akan diamati adalah parameter lelah. Parameter lelah
adalah hewan uji tidak menggerakkan kakinya waktu berenang, tubuh tidak lurus
dengan permukaan air, ekor tidak bergerak dan membiarkan kepalanya berada
dibawah permukaan air selama 7 detik. Penambahan daya tahan atau efek tonikum
adalah selisih antara waktu renang sesudah diberi obat dan sebelum diberi obat.

B. Alat dan Bahan


Wadah Berenang ukuran (50x30x25) cm
Timbangan
Sonde lambung
Spuit
Moisture balance
Hewan uji mencit
Bahan obat:
Kratindaeng (mengandung kafein) dosis 100 mg/kg BB
Efedrin
Larutan CMC 0,5%

C. Prosedur Percobaan
Lakukan uji pendahuluan untuk mengetahui waktu renang mencit dengan
cara:
1. Ambil mencit dari kandang, kemudian timbang berat badan mencit
2. Siapkan stop watch
3. Masukkan mencit ke wadah berenang (saat mencit mulai menyentuh air,
hidupkan stop watch)
4. Biarkan mencit berenang sampai lelah ditandai dengan mencit
membiarkan kepalanya di dalam air selama 7 detik
5. Catat waktu lelah mencit sebagai T0 (waktu lelah sebelum perlakuan obat)
6. Angkat mencit dari kolam kemudian biarkan istirahat selama 30 menit
Percobaan Uji efek tonikum:
1. Hitung dosis obat efedrin dan kratindaeng yang akan diberikan ke hewan
uji
2. Siapkan sonde lambung untuk pemberian secara per oral
3. Berikan obat ke mencit sesuai dengan volume pemberian
4. Setelah itu istrahatkan mencit lagi selama 30 menit
5. Renangkan lagi mencit ke dalam kolam dan catat waktu lelah ditandai
dengan mencit membiarkan kepalanya di dalam air selama 7 detik (T1)
6. Bandingkan waktu lelah mencit yang diberi CMC, kratindaeng dan efedrin

D. Data Hasil pengamatan


Isi tabel hasil pengamatan di bawah ini:
waktu lelah waktu lelah setelah diberi Obat (T1)
sebelum diberi obat CMC 0,5% kratindaeng efedrin
(T0)
mencit 1
mencit 2

1. Hitung selisih waktu lelah setelah perlakuan dengan sebelum perlakuan


(T1-T0)

Anda mungkin juga menyukai