f. Anestesi
Anestesi pada tikus sama seperti pada mencit.
g. Eutanasia (mengorbankan hewan coba)
Hewan dikorbankan bila terjadi rasa sakit hebat, sudah lama digunakan
untuk percobaan atau memang diinginkan untuk memeriksa organ tertentu
setelah pemberian obat misalnya pada uji-uji toksisitas. Cara eutanasia ini
yang dipilih mematikan dengan cepat sehingga tidak menimbulkan rasa
sakit.
Cara mengorbankan tikus sama dengan mencit, untuk cara fisik dapat
dilakukan di bagian belakang telinga dan tongkat.
Imunitas pasif
b. kandang dan peralatan perawatan kelinci
kandang kelinci cukup dipersyaratkan kebersihan, hewan terlindung
dari angin, hujan dan cahaya matahari secara langsung dan lama, hewan
cukup mendapat sinar dan udara segar. Biasanya satu kandang hanya diisi
dengan seekor kelinci. Bagian bawah kandang sebaiknya dibuat
berlubang-lubang untuk membuang kotoran dan dibawahnya terdapat rak
yang dapat ditempatkan semacam baki untuk menampung kotoran yang
jatuh dari lubang-lubang kandang pada rak tersebut diletakkan serbuk
gergaji atau sekam untuk menghilangkan bau amoniak dari kencingnya.
Kelinci sangat peka terhadap perubahan suhu lingkungan. Suhu
kandang yang ideal antara 15-20oC. Kondisi suhu akan mempengaruhi
kemampuan-kemampuan berkembangbiaknya, yang akan menurun pada
suhu yang diinginkan.
Rak makanan dapat dipasang disisi kandang agar makanan tidak
cepat kotor pada rak tersebut dapat dipasang botol minuman. Air minum
harus disediakan terus-menerus karena perharinya kelinci membutuhkan
air minum 80-100 ml/kg bb.
Makanan kelinci pada umumnya sayuran yang merupakan sumber
serat kasar. Namun untuk kelinci percobaan sayuran saja tidak cukup dan
perlu ditambah protein 16-20%, lemak 5-10%, pati 40-50%, vitamin
terutama A, D, E, asam nikotinat, piridoksin, dan kolin. Makanan
tambahan ini dapat diberikan dalam bentuk pelet atau dedak. Perharinya
kelinci dewasa makan sebanyak 75-100 g makanan.
c. Cara memegang kelinci dan pemberian obat pada kelinci
Kelinci harus ditangani dengan halus namun sigap agar tidak
berontak. Untuk memegang kelinci dewasa pegang kulit bagian tengkuk
dengan tangan kanan dan tangan kiri untuk badannya. Sedang kelinci
muda cukup dipegang dengan memegang pinggangnya.
Kelinci tidak suka diletakkan di permukaan yang licin atau di atas
meja sehingga kelinci cenderung gelisah/tidak tenang karena merasa tidak
aman untuk mengatasinya dapat diletakkan kain lap atau diselimuti kain
handuk.
Pemberian obat secara oral pada kelinci sebaiknya dihindari (untuk
obat-obat oral dipakai hewan cobaan lain). Namun bila memang harus
dilakukan maka dapat digunakan alat penahan rahang dan pipa lubang.
Pemberian obat secara subkutan dapat diberikan di bagian kulit
tengkuk atau kulit di isi sebelah pinggang dengan cara mengangkat kulit
di bagaian tersebut kemudian disuntik dengan jarum no 15 ke arah
anterior.
Pemberian intera vena dilakukan pada vena marginalis di daun
telinga (di telinga juga terdapat vena centralis, vena ini mengalirkan darah
ke jantung yang terletak di bagian tengah daun telinga) dan penyuntikan
dilakukan pada daerah dekat ujung telinga. Sebelumnya telinga dibasahi
air hangat atau digosok dengan alkohol agar mendilatasi vena. Sebaiknya
jangan digunakan xylol yang cukup iritan dan selain menyakitkan kelinci,
juga merusak jaringan kulit beberapa saat sesudahnya.
Pemberian intra peritoneal dilakukan dengan memegang kelinci
dibagian tengkuk dan topang badannya dengan tangan kiri kemudian
posisi kepala diturunkan agar lebih rendah dari pada perut. Penyuntikan
pada garis tengah perut di muka kantung kencing
d. Identifikasi kelinci
Kelinci yang diletakkan dalam kandang yang terpisah dari kelinci
lainnya tidak memerlukan penandaan, namun bila dibutuhkan cukup
diberi tanda dengan spidol permanen misalnya di daun telinga bagian
dalam (bukan di luar, di tempat penyuntikan)
e. Pengambilan darah
Pengambilan darah dilakukan melalui vena marginalis atau arteri
telinga. Agar kelinci tenang, kelinci diletakkan dalam kotak kekang atau
diselimuti handuk dan alas kain bila tempatnya licin. Jarum yang
digunakan no 23 atau 25. Cara lain adalah dengan menyanyat vena
marginalis sepanjang 2-3 mm, darah ditampung dalam tabung untuk
menghentikan pendarahan, tekan bekas luka dengan kapas kering.
Untuk mendapatkan jumlah darah yang cukup banyak dapat
dilakukan pengambilan darah melalui vena centralis atau melalui jantung
(cara pengambilan ini memerlukan keahlian khusus).
f. Agnestesi
Anestetika yang paling sering dipakai adalah pentobarbital natrium
yang disuntikkan secara berlahan. Dosis anestesi umum 22 mg/kg bb,
untuk anestesi singkat dapat dipakai setengah dari dosis tersebut dan
disempurnakan dengan eter.
g. Eutanasia
Eutanasia dapat dilakukan dengan karbon dioksida, injeksi pentobarbital
nutrium dengan dosis 300 mg secara iv, dengan cara fisik yaitu dengan
mendiskolasi leher. Dislokasi dapat dilakukan dengan mengangkat kaki
belakang kelinci dengan tangan kiri lalu pukul keras-keras bagian tengkuk
dengan tangan kanan.
Dikutip dari : D.R. Laurence and A.L. Bacharach. Evaluation of Drug Activities
pharmaconetrics. 1964.
Contoh : Dosis pada kelinci 10 mg/kg, maka dosis untuk manusia berbobot badan
60 kg adalah :
Dosisi total yang diberikan untuk kelinci tersebut : 10 x 1,5 = 15 mg
Dosis untuk manusia yang seberat 70 kg : total dosis kelinci x faktor
konversi 15 mg x 14,2 = 231 mg
Dosis untuk manusia seberat 60 kg : 60/70 x 213 mg = 182,6
Dikutip dari : M. Boucard, et al, Pharmacodynamic Guide de Travaux Pratiques,
1981-1982
Pustaka :
1. Smith , J.B. dan Mangkoewidjojo, S, pemeliharan, pembiakan dan
penggunaan Hewan percobaan di Daerah Tropis, Cetakan Pertama,
Penerbit UI, Jakarta, 1998. hal. 10-57, 84-110.
2. Miya, T.S, et al,Llaboratory Guide in Pharmacology 2nd ed, Burgess
publishing Co Minnesota, 1964.
3. Darmono S., 2011, Farmakologi eksperimen, buku ajar, Penerbit
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
BAB II
Farmakologi Sistem Saraf Pusat
A. Pendahuluan
Otak adalah organ yang sangat sensitif, organ tersebut mengontrol
sensasi, emosi, memori dan proses fisiologi tubuh termasuk bernafas dan
sirkulasi. Otak adalah pusat sistem saraf pada vertebrata dan banyak
invertebrata lainnya. Otak mengatur dan mengkoordinaikan sebagian besar
gerakan, perilaku dan fungsi tubuh homeostatis seperti detak jantung,
tekanan darah dan keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh.
Sistem saraf pusat sangat peka terhadap efek obat obatan,
akibatnya sebagian besar obat jika diberikan dalam dosis besar dapat
menimbulkan efek pada SSP. Kemampuan obat untuk menembus sawar
darah otak hanya ditetukan oleh dan sebanding dengan kelarutan bentuk
molekul/non ionik dalam lemak.
Obat-obat yang bekerja terhadap SSP ada yang menstimulasi dan
ada pula yang mendepresi seluruh atau sebagian besar SSP. Obat obat
tersebut dikelompokkan menjadi obat stimulan SSP dan depresia SSP.
Pembagian obat dalam kelompok yang merangsang dan mendepresi
tersebut kurang tepat karena obat golongan psikofarmaka menghambat
fungsi bagian sistem saraf tertentu dan merangsang bagian SSP yang lain.
A.1 Depresi SSP
Mekanisme kerja obat depresi SSP secara umum sebagian atau seluruhnya
atau bekerja spesifik pada satu atau lebih pusat otak. Yang termasuk
menghambat SSP adalah obat dalam kelompok anastesi umum.
A.2 Golongan obat sedatif hipnotik. Yang termasuk golongan obat
ini adalah obat yang meyebabkan depresi ringan (sedatif) sampai terjadi
efek tidur (hipnotika). Pada efek sedatif penderita akan menjadi lebih
tenang dan kepekaan kortek serebri berkurang. Kewaspadaan terhadap
lingkungan berkurang, aktivitas motorik dan reaksi spontan menurun.
A.3 Stimulansia SSP adalah obat yang dapat meingkatkan aktivitas
otak dan spinal cord. Obat golongan ini dapat digunakan untuk
menghambat efek golongan depresi SSP.
Obat yang bersifat stimulansia sedang adalah:
1. Kafein dalam teh dan kopi serta minuman cocacola
2. Efedrin yang digunakan sebagai obat asma
3. Nikotin dalam tembakau digunakan untuk relaks atau istirahat
Obat yang bersifat stimulansia kuat:
1. Amfetamin termasuk yang ilegal
2. Kokain
3. Ekstasi
PERCOBAAN 1:
UJI EFEK SINERGIS
Pentobarbital Klorpromazin
Onset Durasi Onset Durasi
PERCOBAAN 2
UJI EFEK ANTAGONIS
Pentobarbital efedrin
Onset Durasi Onset Durasi
PERCOBAAN 3
UJI EFEK SEDATIF
A.Tujuan
Mahasiswa dapat mempelajari dan mengetahui pengaruh pemberian
dan efektivitas sedative-hipnotika sediaan obat pada hewan uji mencit.
Pendahuluan
Obat sedatif hipnotik dapat dilihat efeknya melalui beberapa metode
yaitu:
- Metode uji chimney test :
Mencit ditempatkan di dalam suatu silinder sepanjang 30 cm yang diberi
tanda pada ketinggian 30 cm dan diameter tabung 2,8 cm. Silinder ditegakkan
dalam posisi vertikal dan tikus akan berusaha memanjat dinding silinder. Pada
mencit yang normal, mencit akan memanjat sampai batas tanda dalam waktu
30 detik.
- Metode uji platform : Dilakukan pengamatan terhadap tingkah laku
mencit di atas platform. Efek sedatif ditunjukkan dengan malas bergerak
(jarang menjenguk-jengukkan kepala keluar dari platform dan mencit
cenderung tidak peduli dengan kondisi eksternal seperti misalnya bunyi-
bunyian.
- Metode uji rotarod : Mencit diletakkan di atas silinder yang dapat
diatur kecepatan putarannya dan di bawah silinder tersebut terdapat papan
panel yang merupakan tombol penghitung waktu lamanya mencit bertahan di
atas silinder yang berputar. Bila mencit jatuh, mencit akan menekan papan
panel sehingga menghentikan hitungan waktu. Mencit normal akan bertahan
di atas silinder selama lebih dari 300 detik. Jika Mencit jauh dalam waktu
kurang dari 3 menit (180 detik), maka mencit tersebut mengalami efek sedasi.
D. PROSEDUR KERJA
Menggunakan Rotarod menurut Chondoka and Ray Ghatak (1989)
1. 20 hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok (masing-masing kelompok terdiri
dari 5 ekor mencit)
2. Mencit diadaptasikan selama 5 menit pada rotarod
3. Tiap kelompok mencit diberi obat dengan:
kelompok mencit 1 diberi diazepam (dosis 10 mg untuk manusia, p.o.)
kelompok mencit 2 diberi diazepam (dosis 20 mg untuk manusia, p.o.)
kelompok mencit 3 diberi diazepam (dosis 30 mg untuk manusia, p.o.)
kelompok mencit 4 diberi diazepam (dosis 40 mg untuk manusia, p.o.)
kelompok mencit 5 diberi kontrol (-)
4. Pada menit ke-15, 30, 60, dan 90 mencit diletakan di atas rotarod selama 2
menit
5. Catat berapa kali mencit jatuh
6. Selama percobaan catat : reflek balik badan dan kornea daya
cengkeraman pada kawat perubahan diameter pupil
PERCOBAAN 4
UJI EFEK ANALGETIK
A. Tujuan
Mengenal, mempraktekkan dan membandingkan daya analgetik asam
mefenamat dan parasetamol menggunakan metode rangsang kimia.
Pendahuluan
Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau nyeri. Secara umum analgetika dibagi kedalam dua
golongan, yaitu analgetik non narkotik atau integumental analgesik (misalnya:
asetosal, parasetamol) dan analgetika narkotika atau visceral analgesik ( misalnya:
morfin)
Analgetika yang diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyaeri
yang dapat ditimbulkan oleh beberapa rangsang mekanis, kimia dan fisid. Rasa
nyeri tersebut tejadi akibat terlepasnya mediator-mediator nyeri ( misalnya:
bradikinin, prostaglandin) dari jaringan yang rusak yang kemudian merangsang
reseptor nyeri di ujung syaraf perifer maupun di tempat lain. Dari tempat-tempat
ini selanjutnya rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh
syaraf sensori melalui sumsum tulang belakang dan talamus.
Berdasarkan atas rangsang nyeri yang dipergunakan, maka terdapat
berbagai metode penetapan daya analgetik suatu obat. Salah satu diantaranya
menggunakan rangsang kimia sebagai menimbul rasa nyeri, seperti yang akan
dipraktekkan disini.
B. Cara percobaan
1. Bahan
1. larutan aquadest
2. suspensi parasetamol dalam tilosa 1%
3. suspensi asam mefenamat dalam tilosa 1%
4. larutan steril asam asetat 1%
2. hewan uji : mencit jantan, umur 40-60 hari, berat 20-30 g.
3. Alat
1. spuit injeksi ( 0,1 – 1 ml )
2. jarum oral ( ujung tumpul ) atau sonde lambung
3. beaker glass
4. stop watch
4. cara kerja
a. pembagian kelompok perlakuan
1. setiap kelompok mendapat 1 ekor mencit
2. kelompok 1 dan 2 melakukan pemberian CMC 1 % atau aquadest
3. kelompok 3 dan 4 melakukan pemberian obat asam mefenamat dosis 500 mg
4. kelompok 5 dan 6 melakukan pemberian obat parasetamol dosis 500 mg 3
kelompok
b. prosedur percobaan
1. Timbang BB mencit dan hitung dosis konversi dari manusia ke mencit
(faktor konversi 0,0026)
2. Buatlah larutan stok parasetamol dan asam mefenamat
3. Hitung volume pemberian ke mencit
4. Lakukan pemberian obat melalui rute oral
5. Setelah 30 menit, suntikkan asam asetat 1% melalui rute IP
6. Hitung jumlah kumulatif geliat pada menit ke 5, 15,25,35,60
7. Catat jumlah kumulatif geliat sesuai tabel dibawah ini:
c. analisis data
1. Buatlah grafik hubungan antara data jumlah rata rata geliat dengan waktu
2. Hitung nilai auc total masing masing kelompok perlakuan dengan rumus
:
AUC = ½ x (jumlah geliat)x(selisih waktu)
Pendahuluan
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat
mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktifasi atau merusak
organisme yang menyerang, menghilangkan dan mengatur derajat perbaikan
jaringan (Mycek, 2001).
Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk
menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cidera dan
mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan (Kee dan Hayes, 1996)
misalnya antigen, virus, bakteri, protozoa (Katzung, 2001).
Sampai sekarang fenomena mekanisme inflamasi pada tingkat bioseluler
masih belum dapat dijelaskan secara rinci. Walaupun demikian banyak hal yang
telah diketahui dan disepakati. Fenomena inflamasi ini meliputi kerusakan
mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas kapiler, dan migrasi leukosit
ke jaringan radang (Wilmana, 1995).
Gejala proses terjadinya inflamasi sudah dikenal ialah: eritema, edema, kolor,
dolor, functio laesa.
a. Eritema (kemerahan), terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Darah
berkumpul pada daerah cidera jaringan akibat pelepasan mediator kimia
tubuh (kinin, prostaglandin, histamin).
b. Edema (pembengkakan), merupakan tahap kedua dari inflamasi. Plasma
merembas ke dalam jaringan intestinal pada tempat cidera. Kinin
mendilatasi asteriol, meningkatkan permeabilitas kapiler.
c. Kolor (panas), dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan
darah, atau mungkin karena pirogen yaitu substansi yang menimbulkan
demam, yang mengganggu pusat pengaturan panas pada hipotalamus.
d. Dolor (nyeri), disebabkan pembengkakan pada pelepasan mediator-
mediator kimia.
e. Functio laesa (hilangnya fungsi), disebabkan oleh penumpukan cairan
pada tempat cidera jaringan dan karena rasa nyeri. Keduanya
mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena (Kee dan Hayes, 1996).
Obat antiinflamasi dapat dikelompokkan dalam 7 kelompok besar :
1) Derivat asam propionat: fenbufen, fenoprofen, flurbiprofen, ibufrofen,
ketoprofen naproksen, asam pirolalkonat, asam tioprofenat
2) Derivat indol: indometosin, sulindak, tolmetin
3) Derivat asam fenamat: asam mefenamat, meklofenat
4) Derivat asam pirolalkonat
5) Derivat pirazolon: fenil butazon, oksifenbutazol, azopropazon
6) Derivat oksikam: piroksikam, tenoksikam
7) Derivat asam salisilat: asam fenilasetat, asam asetat inden (Wibowo dan
Gofir, 2001)
Aktivitas antiinflamasi dari obat NSAID tersebut mempunyai mekanisme
yang sama dengan aspirin, terutama karena kemampuannya menghambat
biosintesis prostaglandin.
A. Tujuan
Pada akhir percobaan mahasiswa memahami konsep teoritis tentang efek
obat yang menstimulasi SSP dan terampil melakukan uji efek tonikum pada
hewan uji
Pendahuluan
Efek tonikum adalah efek yang memperkuat daya tahan tubuh dalam
melakukan aktivitas fisik. Efek tonikum merupakan hasil kerja dari obat obat
stimulan sistem sarap pusat. Metode yang digunakan adalah Natatory exhaustion
merupakan metode skrining farmakologi untuk mengetahui efek obat yang
bekerja pada koordinasi gerak terutama penurunan kontrol gerak.
Metode natatory exhaustion digunakan untuk mengetahui efek obat yang
bekerja pada koordinasi gerak terutama kontrol saraf Pusat. Efek stimulan
dipengaruhi oleh kondisi fisik hewan uji untuk meningkatkan aktivitas.
Peningkatan aktivitas terlihat dari peningkatan kerja secara langsung berupa
penambahan waktu lelah hewan uji selama direnangkan dalam tangki berisi air
(Prastini dkk 2015 dalam Turner 1965)
Parameter yang akan diamati adalah parameter lelah. Parameter lelah
adalah hewan uji tidak menggerakkan kakinya waktu berenang, tubuh tidak lurus
dengan permukaan air, ekor tidak bergerak dan membiarkan kepalanya berada
dibawah permukaan air selama 7 detik. Penambahan daya tahan atau efek tonikum
adalah selisih antara waktu renang sesudah diberi obat dan sebelum diberi obat.
C. Prosedur Percobaan
Lakukan uji pendahuluan untuk mengetahui waktu renang mencit dengan
cara:
1. Ambil mencit dari kandang, kemudian timbang berat badan mencit
2. Siapkan stop watch
3. Masukkan mencit ke wadah berenang (saat mencit mulai menyentuh air,
hidupkan stop watch)
4. Biarkan mencit berenang sampai lelah ditandai dengan mencit
membiarkan kepalanya di dalam air selama 7 detik
5. Catat waktu lelah mencit sebagai T0 (waktu lelah sebelum perlakuan obat)
6. Angkat mencit dari kolam kemudian biarkan istirahat selama 30 menit
Percobaan Uji efek tonikum:
1. Hitung dosis obat efedrin dan kratindaeng yang akan diberikan ke hewan
uji
2. Siapkan sonde lambung untuk pemberian secara per oral
3. Berikan obat ke mencit sesuai dengan volume pemberian
4. Setelah itu istrahatkan mencit lagi selama 30 menit
5. Renangkan lagi mencit ke dalam kolam dan catat waktu lelah ditandai
dengan mencit membiarkan kepalanya di dalam air selama 7 detik (T1)
6. Bandingkan waktu lelah mencit yang diberi CMC, kratindaeng dan efedrin