Anda di halaman 1dari 9

PENGAUDITAN 1

TUGAS KE-11
KASUS TENTANG AUDIT

Oleh :
KELOMPOK : 8
NAMA : NIM :
1. Ni Putu Meydiani Chintia Dewi 1607532009
2. Nyoman Ratna Candradewi 1607532010
3. Ni Wayan shintya Dharmayatri 1607532021

JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM STUDI NON REGULAR
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR BALI
2018
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
Permasalahan

PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia.
Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih
sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM).
Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar
dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan
keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan
yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya
sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal
yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa
overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated
persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated
persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada
dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya,
menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari
2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar
penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan
kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda
atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh
akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan
bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit
yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak
terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.

Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa


Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT
KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan
keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan
Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m
– Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:

“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam
penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus
diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk
periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum
periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian
dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa
transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.

Sanksi dan Denda

Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang
Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun
1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan
di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif
berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:

1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan
membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara,
karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31
Desember 2001.
2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus
juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil
mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma
(Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.
Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal
menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 –
Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional,
dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen
adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor
independen.

Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas
manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans
Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus
bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31
Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.

Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas
laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa
(HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai
lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai
Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para
akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan
pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.

Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka
adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan
laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya
kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya
ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat
dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib
melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal.
Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor
mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik.
Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan,
karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM)
seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif
atau tidak.

Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk

Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus
dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara
untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan
kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001.
Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti
diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001
sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai,
pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti
setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar.
Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan
keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.

Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta &
Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan
menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam
pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai
bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia
Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan
keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya
kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up ini,
merupakan kesalahan manajemen lama.

Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan
keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di
pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan
menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-
bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau
memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan
keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu
sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001.
Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui
adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia
Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali (restated) laporan
keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun
buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan
itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar
biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui
tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.

Dampak Terhadap Profesi Akuntan

Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas
dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang
menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah
melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang
menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah
campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud
mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik.

PEMBAHASAN

Keterkaitan Manajemen Risiko Etika disini adalah pada pelaksanaan audit oleh KAP HTM
selaku badan independen, kesepakatan dan kerjasama dengan klien (PT Kimia Farma Tbk.) dan
pemberian opini atas laporan keuangan klien.

Dalam kasus ini, jika dipandang dari sisi KAP HTM, maka urutan stakeholder mana ditinjau dari
segi kepentingan stakeholder adalah:
1. Klien atau PT Kimia Farma Tbk.

2. Pemegang saham

3. Masyarakat luas

Dalam kasus ini, KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan dihentikannya jasa
audit mereka. Hal ini terjadi bukan karena kesalahan KAP HTM semata yang tidak mampu
melakukan review menyeluruh atas semua elemen laporan keuangan, tetapi lebih karena
kesalahan manajemen Kimia Farma yang melakukan aksi manipulasi dengan penggelembungan
nilai persediaan.

Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari dijalankannya suatu tugas audit.
Sedari awal, KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar akan ada risiko
manipulasi seperti yang dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat KAP HTM adalah KAP yang
telah berdiri cukup lama. Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun
publik, dan pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi risiko seperti hilangnya
kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan pendapatan jasa audit,
hingga yang terburuk adalah kemungkinan di tutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut.

Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada kemungkinan
dilakukannya kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam manipulasi laporan keuangan.
Walaupun secara fakta KAP HTM terbukti tidak terlibat dalam kasus manipulasi tersebut, namun
hal ini bisa saja terjadi.

Sesuai dengan teori yang telah di paparkan diatas, manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh
KAP HTM antara lain adalah dengan mengidentifikasi dan menilai risiko etika, serta
menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder.

1. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika

Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan penilaian risiko
etika dapat diaplikasikan pada tindakan sebagai berikut:
A.) Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM

HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja para stakeholder yang
berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan mengetahui siapa saja para stakeholder dan apa
kepentingannya serta harapan mereka, maka KAP HTM dapat melakukan penilaian dalam
pemenuhan harapan stakeholder melalui pembekalan kepada para auditor senior dan junior
sebelum melakukan audit pada Kimia Farma.

B) Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder, dan


menilai risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit.

C) Mengutamakan reputasi KAP HTM

Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm, seperti kejujuran, kredibilitas, reliabilitas,
dan tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut bisa menjadi kerangka kerja dalam melakukan
perbandingan.

Tiga tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan pimpinan KAP HTM dapat
mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk menghindari
dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis mengambil keuntungan dari
kesempatan tersebut.

2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder

KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya dari segi
kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stakeholder yang
dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi, yang dapat memenuhi harapan para
stakeholder HTM.
Sum ber
https://davidparsaoran.wordpress.com/2009/11/04/skandal-manipulasi-laporan-keuangan-pt-
kimia-farma-tbk/

Anda mungkin juga menyukai