Wa0008

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 44

BAB 1

PENDAHULUAN

Ilmu konservasi gigi merupakan cabang ilmu kedokteran gigi yang khusus
mempelajari tentang cara menanggulangi kelainan (penyakit) jaringan keras gigi,
pulpa, periapikal untuk mempertahankan gigi di dalam rongga mulut melalui
restorasi dan perawatan endodontic, baik secara konvensional maupun bedah.
Ilmu ini bertujuan untuk melakukan perawatan gigi serta mempertahankan gigi
selama mungkin di dalam mulut agar estetik dan fungsi kunyah kembali normal.
Perkembangan konservasi gigi diarahkan ketiga bidang kekhususan yaitu,
kariologi, endodontologi, dan teknologi restorasi.

Sebelum merencanakan perawatan konservasi gigi, kita harus terlebih


dahulu menegakkan diagnosa. Diagnosa merupakan identifikasi suatu penyakit
atau keadaan dengan memperhatikan tanda dan gejala serta menentukan asal
muasalnya. Dalam menegakkan diagnosa, perlu dilakukan prosedur penegakan
diagnosa secara sistematik, seperti seperangkat data yang lengkap tentang keadaan
penderita dari hasil pemeriksaan, baik pemeriksaan subyektif (anamesa),
pemeriksaan obyektif (pemeriksaan klinis), serta pemeriksaan penunjang
(pemeriksaan radiografi, dll). Pemeriksaan dengan cermat dan seksama sangat
penting dan perlu dilakukan untuk menentukan diagnosa suatu penyakit dengan
tepat dalam kedokteran gigi, termasuk dalam bidang konservasi gigi. Selain
diperlukan pemeriksaan, hal yang harus dimiliki dalam menegakkan diagnosa
secara tepat, termasuk dalam bidang konservasi gigi adalah pengetahuan tentang
keadaan normal serta macam-macam kelainan yang terdapat pada jaringan keras
gigi, pulpa, maupun periapikal serta gejala khusus dari kelainan-kelainan tersebut.
Atas dasar ilmu pengetahuan tersebut di atas kemudian informasi dikumpulkan
melalui prosedur pemeriksaan secara teliti dan sistematis agar didapatkan
seperangkat data yang lengkap dan tepat. Melalui data yang telah dikumpulkan ini
kemudian diagnosa ditetapkan.

Setelah mengetahui diagnosa suatu penyakit, maka kita dapat menentukan


rencana perawatan apa yang akan kita lakukan. Rencana perawatan tidak hanya

1|Laporan Skill Lab Klinik Konservasi Gigi


mencakup pengambilan keputusan tentang perawatan apa yang akan dilakukan
tetapi juga tahap-tahap perawatan yang akan dilakukan, penentuan skala waktu
yang dibutuhkan, biaya yang dikeluarkan pasien dan perkiraan realistic tentang
prognosa perawatan. Perawatan yang tepat dimulai dengan diagnosa yang tepat
diperlukan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan seni. Ilmu pengetahuan penyakit
serta gejala-gejalanya, ketrampilan untuk melakukan cara menguji yang tepat, dan
seni menyatakan impresi, fakta, dan pengalaman ke dalam pengertian.

Dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasien, dokter gigi harus


memiliki sebuah kursi khusus dimana kursi tersebut sebagai alat dukung untuk
membantu melakukan perawatan pada pasien, yang umunya disebut dengan dental
chair. Dental chair biasanya memiliki satu kesatuan dengan beberapa bagian-
bagian lain seperti monitor, tempat meletakkan alat kerja, lampu penerang, tempat
pembuangan saliva (spitun), panel control, dll sehingga biasanya satu kesatuan ini
disebut dengan dental unit.

Pelayanan di bidang konservasi gigi meliputi perawatan endodontik


,restorasi dan cosmetic dentistry. Perawatan konservasi gigi menyangkut segala
prosedur untuk menambal gigi yang rusak akibat karies atau trauma juga
termasuk menggantikan gigi hilang dan mengembalikannya pada bentuk serta
fungsi normal. Beberapa tehnik perawatan konservasi gigi :

Restorasi

a. Tambalan sewarna gigi


Kesamaam bahan tambal sewarna gigi dengan warna dan bentuk asli
menyebabkan tambalan ini tidak terlihat nyata dibandingkan tambalan
amalgam. Bahan Resin Komposit tidak hanya untuk menambal gigi karena
karies tetapi juga untuk kepentingan estetik misalnya untuk mengganti
warna atau membentuk gigi yang bentuknya kurang sempurna sehingga
dapat memperbaiki fungsi estetetik.

2|Laporan Skill Lab Klinik Konservasi Gigi


b. Inlay dan Onlay
Inlay dan onlay dikenal sebagai tambalan tidak langsung (indirect) karena
dibuat di laboratorium gigi. Inlay adalah restorasi menutupi kavitas yang
sudah di preparasi setelah kavitas/tambalan lama dibersihkan. Onlay
adalah restorasi yang menutupi semua permukaan gigi karena sisa jaringan
gigi yang tersisa sudah lemah. Bahan yang digunakan untuk pembuatan
inlay dan onlay dapat terbuat dari metal, porcelain maupun resin komposit

c. Crown

Dilakukan pada gigi yang fraktur, kerusakan yang luas, setelah perawatan
syaraf gigi (endodontic), malformasi, malposisi dan berubah warna.
Seluruh permukaan gig diasah/diperkecil untuk dapat menerima crown.
Kemudian dilakukan pencetakan dan dikirim ke laboratorium, waktu yang
diperlukan 5-7 hari. Pada gigi yang telah dipreparasi dipasang crown
sementara, sambil menunggu crown permanen selesai. Bahan crown bias
berupa porcelain crown,metal crown maupun porcelain fused to metal

3|Laporan Skill Lab Klinik Konservasi Gigi


d. Crown and Bridge (Gigi Tiruan Jembatan)

Crown and Bridge (C&B) adalah salah satu cara untuk menggantikan gigi
yang hilang. Suatu C&B dapat menggantijkan satu atau lebih gigi baik
secara fungsional maupun estetik. Gigi pada kedua celah gigi yang hilang
di preparasi/diasah untuk dibuatkan mahkota tiruan dan dicetak secara
akuat. Hasil cetakan akan dikirim ke laboratorium gigi. Kemudian C&B
akan dilekatkan pada gigi dengan bahan sementasi

Perawatan endodontic

Perawatan endodontic merupakan suatu usaha menyelamatkan gigi


terhadap tindakan pencabutan agar gigi dapat bertahan dalam soket.Keuntungan
secara psikologis yang diperoleh adalah dapat mempertahankan gigi dalam
keadaan vital, pasien tetap memiliki gigi asli dalam keadaan sehat, karena gigi
dapat berfungsi seperti semula, dan gigi dapat dipakai sebagai tumpuan gigi tiruan
lepasan. Mempertahankan gigi dalam keadaan vital adalah usaha perawatan yang
dilakukan untuk melindungi pulpa yang terluka dari peradangan dan kerusakan
lebih lanjut.Selama perawatan, semua jaringan pulpa harus dikeluarkan, saluran

4|Laporan Skill Lab Klinik Konservasi Gigi


akar dibersihkan dan diirigasi, permukaan saluran disterilkan sebagai yang
ditentukan oleh pemeriksaan bakteriologik, dan saluran diobturasi dengan baik
untuk mencegah kemungkinan infeksi kembali. Macam – macam perawatan
endodontik meliputi:

a. PULPCAPPING (Kaping Pulpa Indirek)


Tujuan Pulp capping adalah untuk menghilangkan iritasi ke jaringan pulpa
dan melindungi pulpa sehingga jaringan pulpa dapat mempertahankan
vitalitasnya. Dengan demikian terbukanya jaringan pulpa dapat terhindari.
Bahan yang biasa digunakan untuk pulp capping adalah kalsium
hidroksida karena dapat merangsang pembentukkan dentin sekunder
secara efektif dibandingkan bahan lain.
 Teknik Pulp Capping ada dua:
Indirect Pulp Capping
Dilakukan bila pulpa belum terbuka, tetapi atap pulpa sudah sangat
tipis sekali, yaitu pada karies profunda. Tekniknya meliputi pembuangan
semua jaringan karies dari tepi kavitas dengan bor bundar kecepatan
rendah. Lalu lakukan ekskavasi sampai dasar pulpa, hilangkan dentin
lunak sebanyak mungkin tanpa membuka kamar pulpa. Basis pelindung
pulpa yang biasanya dipakai adalah Zinc Okside Eugenol atau dapat juga
dipakai kalsium hidroksida yang diletakkan didasar kavitas. Apabila pulpa
tidak lagi mendapat iritasi dari lesi karis diharapkan jaringan pulpa akan
berekasi secara fisiologis terhadap lapisan pelindung dengan membentuk
dentin sekunder. Agar perawatan ini berhasil jaringan pulpa harus vital dan
bebas dari inflamasi. Biasanya atap kamar pulpa akan terbuka saat
dilakukan ekskavasi. Apabila hal ini terjadi maka tindakan selanjutnya
adalah dilakukan direct pulp capping atau tindakan yang lebih radikal lagi
yaitu amputasi pulpa (Pulpotomi).

Direct Pulp Capping


Direct Pulp Capping juga digunakan dalam contoh di mana ada
pembusukan
yang mendalam
mendekati

5|Laporan Skill Lab Klinik Konservasi Gigi


pulpa tapi tidak ada gejala infeksi. Direct Pulp Capping menunjukkan
bahwa B ahan diaplikasikan langsung ke jaringan pulpa. Daerah yang
terbuka tidak boleh terkontaminasi oleh saliva, kalsium hidroksida dapat
diletakkan di dekat pulpa dan selapis semen Zinc Okside Eugenol dapat
diletakkan di atas seluruh lapisan pulpa dan biarkan mengeras untuk
menghindari tekanan pada daerah perforasi bila gigi direstorasi. Pulpa
diharapkan tetap bebas dari gejala patologis dan akan lebih baik jika
membentuk dentin sekunder. Agar perawatan ini berhasil maka pulpa
disekitar daerah terbuka harus vital dan dapat terjadi proses perbaikan.

b. PULPEKTOMI (Ekstirpasi Pulpa)

Pulpektomi adalah tindakan pengambilan seluruh jaringan pulpa dari


seluruh akar dan korona gigi. Pulpektomi merupakan perawatan untuk
jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang bersifat irreversible
atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas. Meskipun
perawatan ini memakan waktu yang lama dan lebih sukar daripada pulp
capping atau pulpotomi namun lebih disukai karena hasil perawatannya
dapat diprediksi dengan baik. Jika seluruh jaringan pulpa dan kotoran
diangkat serta saluran akar diisi dengan baik akan diperoleh hasil
perawatan yang baik juga. Pulpektomi dibagi menjai dua yaitu pulpektomi
vital dan non vital.

Indikasi:

6|Laporan Skill Lab Klinik Konservasi Gigi


1. Gigi dengan infeksi yang melewati ruang kamar pulpa, baik pada gigi
vital, nekrosis sebagian maupun gigi sudah nonvital.
2. Saluran akar dapat dimasuki instrument.
3. nan jaringan periapeks dalam gambaran radiografis kurang dari sepertiga
apikal.
4. Ruang pulpa kering
5. endarahan berlebihan pada pemotongan pulpa (pulpotomi) tidak berhasil
6. Sakit spontan tanpa stimulasiKeterlibatan tulang interradikular tanpa
kehilangan tulang penyangga
7. Tanda-tanda/gejala terus menerus setelah perawatan
pulpotomiPembengkakan bagian bukal

Kontra Indikasi

1. Keterlibatan periapikal atau mobilitas ekstensif


2. Resorbsi akar ekstensif atau > 1/2 akar
3. Resorbsi internal meluas menyebabkan perforasi bifurkasi
4. Kesehatan buruk dan harapan hidup pendek
5. Ancaman keterlibatan gigi tetap yang sedang berkembang karena infeksi
6. Tingkah laku pasien yang tidak dapat dikendalikan dan di rumah sakit
tidak mungkin dilakukan

7|Laporan Skill Lab Klinik Konservasi Gigi


c. Pulpotomi
Pulpotomi adalah pembuangan pulpa vital dari kamar pulpa kemudian
diikuti oleh penempatan obat di atas orifis yang akan menstimulasikan
perbaikan sisa jaringan pulpa vital di akar gigi. Pulpotomi disebut juga
pengangkatan sebagian jaringan pulpa. Biasanya jaringan pulpa di bagian
korona yang cedera atau mengalami infeksi dibuang untuk
mempertahankan vitalitas jaringan pulpa dalam saluran akar. Pulpotomi
dapat dipilih sebagai perawatan pada kasus :
 melibatkan kerusakan pulpa yang cukup serius namun belum
saatnya gigi tersebut untuk dicabut.
 pulpotomi juga berguna untuk mempertahankan gigi tanpa
menimbulkan simtom-simtom khususnya pada anak-anak.
 Indikasi pulpotomi adalah anak yang kooperatif, anak dengan
pengalaman buruk pada pencabutan, untuk merawat pulpa gigi
sulung yang terbuka, merawat gigi yang apeks akar belum
terbentuk sempurna, untuk gigi yang dapat direstorasi.
 Kontraindikasi pulpotomi adalah pasien yang tidak kooperatif,
pasien dengan penyakit jantung kongenital atau riwayat demam
rematik, pasien dengan kesehatan umum yang buruk, gigi dengan
abses akut, resorpsi akar internal dan eksternal yang patologis,
kehilangan tulang pada apeks dan atau di daerah furkasi.

8|Laporan Skill Lab Klinik Konservasi Gigi


BAB II

PEMBAHASAN

1. DENTAL UNIT

Dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasien, dokter gigi harus


memiliki sebuah kursi khusus dimana kursi tersebut sebagai alat dukung
untuk membantu melakukan perawatan pada pasien, yang umumnya disebut
dental chair. Dental chair biasanya memiliki satu kesatuan dengan beberapa
bagian–bagian antara lain seperti tempat meletakkan alat kerja, lampu
penerang, tempat pembuangan saliva (spitun), panel control, dll sehingga
biasanya satu kesatuan ini disebut dengan dental unit. Seiring dengan
perkembangan teknologi, dari masa ke masa dental chair unit pun mengalami
perkembangan. Dari yang masih konvensionl hingga yang serba modern dan
serba otomatis. Di RSGM FKG Universitas Jember juga terlihat beberapa
perbedaan antara dental unit baru dan yang sudah lama.

Berikut adalah gambaran dental unit yang terdiri dari dental chair dan
bagian-bagian lainnya yang saling berhubungan untuk melakukan perawatan
pada pasien.

gb. Dental Chair Unit

9|Laporan Skill Lab Klinik Konservasi Gigi


Keterangan Gambar :

a. Adalah dental chair atau kursi dental dimana berfungsi untuk


mendudukkan pasien ketika dilakukan perawatan. Dental chair dapat
digerakkan naik-turun sesuai dengan posisi nyaman yang dikehendaki
dalam melakukan perawatan. Pada RSGM FKG Universitas Jember
terdapat dental chair yang dapat digerakkan naik turun dengan hanya
menekan tombol panel, namun terdapat juga dental chair yang tidak dapat
digerakkan naik turun.
b. Adalah foot-controller dimana alat ini berfungsi untuk memudahkan
dokter gigi dalam melakukan control instrument. Alat ini digunakan
apabila operator tidak mampu menjangkau dari panel kerjanya.
c. Adalah tempat untuk sandaran dari badan pasien, dimana sandaran ini
dapat diatur letaknya untuk dududk tegak, setengah berbaring, atau
berbaring sesuai dengan kenyaman kerja dokter gigi dan pasien ketika
proses perawatan dilakukan. Pada RSGM FKG Universitas Jember
terdapat dental chair unit yang sandaran bagi badan pasinnya dapat
digerakkan secara otomatis melalui tombol panel, namun terdapat pula
yang menggerakkannya dengan menarik tuas yang terletak dibawah
sandaran tangan pasien untuk mendapatkan posisi yang diinginkan.
d. Adalah tempat meletakkan kepala pasien, dimana sandaran kepala ini juga
dapat diatur miring ke samping kiri atau kanan atau lebih tegak atau lebih
mengadah sesuai dengan kenyaman dokter gigi dan pasien dalam proses
melakukan perawatan.
e. Adalah panel-control untuk asisten. Dimana panel ini berfungsi untuk
memudahkan asisten untuk mengontrol dental instrument misalnya saliva
ejector demi membantu pekerjaan dokter gigi.
f. Adalah spitun, yaitu tempat untuk pembuangan hasil kumur dari pasien,
baik berupa saliva, darah, dsb. Pada spitun biasanya dilengkapi dengan
selang kecil dimana air akan keluar setelah pasien membuang hasil
kumurnya pada spitun. Spitun ini dapat terbuat dari kaca, plastik maupun
keramik.
g. Adalah alat yang berfungsi untuk mengeluarkan air bersih yang berguna
untuk kumur-kumur pasien ketika dilakukan perawatan dental. Namun
sayangnya pada RSGM FKG Universitas Jember alat ini banyak yang

10 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
tidak berfungsi pada masing – masing dental chair unit. Sehingga operator
atau asisten harus mengambil air kumur di kran air yang terdapat di sekitar
dental chair yang digunakan untuk merawat pasien.
h. Adalah handle atau pegangan yang digunakan untuk mengatur letak dari
lampu penerangan dengan cara mendekatkan atau menjauhkan lampu,
sehingga dapat memberikan penerangan yang tepat pada daerah kerja
rongga mulut pasien.
i. Adalah lampu penerangan yang digunakan untuk memberikan cahaya pada
daerah kerja rongga mulut pasien, sehingga operator dapat melakukan
perawatan dengan mampu melihat jelas melihat ke dalam daerah kerja. di
belakang lampu biasanya terdapat tuas kecil untuk menyalakan ataupun
mematikan lampu penerangan tersebut. Namun terdapat pula dental chair
yang tombol on/off nya terdapat pada panel control, ataupun yang
memiliki sensor gerakan. Sehingga hanya dengan lambaian tangan di
depan lampu dapat mengatur apakah lampu penerangan terlalu terang,
terlalu redup ataupun ingin dimatikan atau dinyalakan.
j. Adalah monitor yang digunakan untuk melihat hasil dari rekaman gambar
rongga mulut pasien. Monitor ini biasanya terhubung dengan kamera yang
terletak pada leher handle dari lampu penerangan. Namun pada RSGM
FKG Universitas Jember tidak terdapat dental chair unit yang dilengkapi
dengan sisitem kamera seperti ini.
k. Adalah viewer yaitu tempat yang digunakan untuk melihat hasil foto
roentgen. Di RSGM FKG Universitas Jember terdapat 2 jenis viewer yaitu
yang ukurannya kecil dan yang ukurannya besar.
l. Adalah meja operator yaitu tempat yang digunakan untuk meletakkan alat-
alat yang akan digunakan untuk melakukan perawatan terhadap pasien
seperti alat dasar, petridisk bersekat, deppen glass, neirbeken, dsb.
m. Adalah handle untuk mnggerakkan meja operator yang berisi alat-alat
kerja dokter gigi, menjauhi atau mendekati operator dan memudahkan
perawatan.
n. Adalah tempat dental instrument atau alat-alat untuk perawatan seperti
handpiece, three ways syringe, dan sebagainya. Untuk handpiece tedapat
dental chair yang memiliki high speed dan low speed, ataupun dental chair
yang memiliki high speed saja. Selain itu, terdapat juga dental chair yang

11 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
memiliki 2 holes dan 4 holes untuk handpiecenya. Namun dapat dipasang
konektor untuk memasukkan pada hole yang tidak sesuai.
o. Adalah tempat meletakkan tangan pasien, agar ketika dilakukan perawatan
pasien dapat duduk nyaman dengan tangan rileks. Bagian ini dapat dibuka
dengan cara menarik ke atas, ke bawah, atau ke samping luar, yang akan
memudahkan pasien ketika akan duduk di dental chair atau akan keluar
dari dental chair, sehingga tidak tersangkut pada dudukan tangan.
p. Adalah handle untuk mnggerakkan meja yang berisi alat-alat kerja dokter
gigi, menjauhi atau mendekati operator, mengangkat, atau menurunkan
posisinya demi memudahkan operator melakukan perawatan.

2. POSISI DOKTER GIGI, PERAWAT, DAN PASIEN

Saat ini, kedokteran gigi dianggap sebagai profesi yang menuntut


ketelitian dan konsentrasi tinggi. Selain itu, kinerja dokter gigi juga terkait
dengan gangguan muskuloskeletal, terutama leher dan tungkai atas, serta
nyeri punggung bawah. Cedera tersebut dapat menyebabkan pensiun dini
(Gandavadi, 2007). Area kerja (mulut) yang terbatas sehingga dokter gigi
perlu mengadopsi postur atau posisi kerja yang fleksibel untuk mencegah
terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSD).

Seiring dengan makin kompleksnya pelayanan dalam bidang kedokteran


gigi, profesi di bidang ini juga turut berkembang. Dahulu, cukup hanya dokter
gigi saja yang memberikan pelayanan, kini di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, pelayanan diberikan oleh sebuah tim yang terdiri dari
Dentist, Dental Hygienist, Dental Assistant, dan Dental Technician. Di
Indonesia, pelayanan kedokteran gigi dilakukan oleh 2 orang yaitu Dokter
Gigi dan Perawat Gigi.

Risiko penyakit muskuloskelatal dapat diminimalkan dengan


memaksimalkan efektivitas posisi operator, pasien dan peralatan. Konsep
ergonomi diperkenalkan di kedokteran gigi dalam rangka untuk memperbaiki
kondisi kerja operator, konsep kerja yang meliputi posisi duduk danFour
Handed Dentistry.

Posisi Operator :

12 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
1. Berdiri
Berdiri tegak, kedua kaki bertumpu diatas lantai. Berat badan dibebankan
pada kedua telapak kakiMulut pasien setinggi siku operator

2. Duduk
Duduk kedua kaki bertumpu diatas lantai, lengan kaki bagian bawah
membentuk sudut 90° dengan lengan kaki bagian atas / paha. Punggung
lurus, bahu simetris sama tinggi. Jarak mata ke medan kerja + 6 inci
Pandangan ke medan kerja tidak terhalang. Mulut pasien sama tinggi
dengan siku operator

Posisi PasienDuduk

1. Untuk Operator yang Berdiri

Pasien duduk pada kursi gigi sedikit miring ke belakang (slight backward
tilt). Berat badan pasien bertumpu pada sudut yang dibentuk oleh alas
kursi dan sandaran punggung. Posisi mulut pasien membuat sudut 30°
dengan bidang horisontal. Mulut pasien setinggi siku operator.

2. Untuk Operator yang Duduk

Pasien duduk di kursi gigi sedikit miring ke belakang. Posisi mulut pasien
membuat sudut 45° dengan bidang horisontal. Mulut pasien setinggi siku
operator.

3. Telentang (Supine Position)

Pasien tidur telentang pada kursi gigi. Semua tubuh tertopang pada kursi
gigi. Kepala segaris dengan punggung. Otot leher dan kepala berada pada
posisi normal/istirahat. Mulut pasien setinggi siku operator dan setinggi
lutut asisten.

Sikap Duduk Asisten

Asisten duduk posisi lebih tinggi dari operator. Kedua kaki bertumpu pada
kursi asisten. Lutut asisten setinggi mulut pasien. Punggung lurus.

13 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
Pandangan asisten dan operator ke medan. Pandangan harus jelas tak
terhalang. Four Handed Dentistry merupakan perawatan gigi yang
dilakukan dengan 4 tangan secara bersamaan, 2 tangan operator dan 2
tangan asisten. Dalam konsep Four Handed Dentistry dikenal konsep
pembagian zona kerja di sekitar Dental Unit yang disebut Clock Concept.
Zona kerja diidentifikasi menggunakan wajah pasien sebagai wajah/ muka
jam dengan kepala pasien dijadikan pusat dan jam 12 terletak tepat di
belakang kepala pasien. Zona kerja tersebut dibagi menjadi 4, yaitu
operator’s zone, assistant’s zone,transfer zone dan static zone.

Operator’s zone sebagai tempat pergerakan dokter gigi. Assistant’s zone


adalah zona tempat pergerakan perawat gigi atau asisten. Transfer zone
adalah daerah tempat transfer alat dan bahan antara tangan dokter gigi dan
tangan asisten. Instrumen diberikan dari asisten ke dokter gigi lewat dada
pasien. Jangan memberikan alat di atas mata pasien. Sedangkan static zone
adalah daerah tanpa pergerakan dokter gigi maupun perawat gigi serta
tidak terlihat oleh pasien, zona ini untuk menempatkan meja instrumen
bergerak (Mobile Cabinet) yang berisi instrumen tangan serta peralatan
yang dapat membuat takut pasien.

Keempat zona tersebut untuk right-handed operatoradalah:

Area Operator (Operator’s zone) : Jam 7 – 12 (Aktivitas Operator)

Area Asistan (Assistant’s zone) : Jam 2 – 4 (Aktivitas Asisten)

Area Transfer (Transfer zone) : Jam 4 – 7 (Instrumen diberikan)

Area Statis (Static zone) : Jam 12 – 2

Keempat zona tersebut untuk left-handed operatoradalah:

Area Operator (Operator’s zone) : Jam 12 – 5 (Aktivitas Operator)

Area Asistan (Assistant’s zone) : Jam 8 – 10 (Aktivitas Asisten)

Area Transfer (Transfer zone) : Jam 5 – 8 (Instrumen diberikan)

14 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
Area Statis (Static zone) : Jam 10 – 12

3. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN

Alat-alat yang digunakan pada skill lab oral diagnosa di klinik konservasi
gigi pada umumnya sama dengan yang digunakan di klinik yang lain. Alat-alat
yang digunakan diantaranya : alat dasar, baki, tempat tampon, tempat sampah,
petridish bersekat, alat irigasi, mata bor round, dan jarum miller. Berikut
adalah alat-alat yang digunakan beserta kegunaanya :
1. Kaca mulut no. 3 dan 4
Kaca mulut yaitu sebuah kaca kecil berbentuk bundar dan diberi tangkai
dari logam/non logam. Macam permukaan kaca ada yang datar dan
cembung, serta diameternya bervariasi mulai dari 3 sampai dengan 6.

KEGUNAAN :

 Melihat permukaan gigi yang tidak dapat dilihat langsung oleh mata
 Membantu memperluas daerah kerja yaitu dengan menahan pipi, lidah
dan bibir.
 Mengetahui adanya debris, karang gigi, lubang gigi.
 Melihat kelainan di dalam rongga mulut, lidah, gusi dan palatum.
 Melihat hasil preparasi, tumpatan.

2. Pinset (Dental Pinset)


Pinset meupakan alat penjepit dari stainless steel dengan ujung jepitan
melengkung/membentuk sudut. Kegunaan dari pinset adalah untuk
menjepit kapas, kasa, tampon, cotton roll, cotton pellet dan untuk
memasukkannya ke dalam kavitas gigi.

15 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
3. Sonde
Alat dari stainless steel/logam dengan bagian ujung runcing. Macam dari
sonde berdasarkan bentuk ujungnya yaitu sonde lurus dan sonde bengkok/
melengkung ½ lingkaran.

KEGUNAAN :

 Mencari karies & mengukur kedalamannya


 Memeriksa adanya debris dan calculus.
 Memeriksa adanya perforasi pulpa.
 Tangkainya bisa digunakan untuk tes perkusi
 Mengetahui tumpatan atau tepi tumpatan sudah rata/belum.

4. Excavator
Alat dari stainlees steel dengan bagian ujungnya menyerupai sendok kecil.
Bentuk ujungnya mempunyai berbagai ukuran, mulai dari nomor 0 sampai
dengan nomor 6.

16 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
KEGUNAAN :

 Membersihkan jaringan karies yang lunak dan kotoran- kotorannya


atau debris yang terdapat di dalam kavitas.
 Membongkaran tumpatan sementara.
 Mengambil kelebihan fletcher, cement, amalgam.

5. Dappen Glass
Gelas kecil yang terbuat dari kaca atau keramik. Pada bagian bawahnya
terdapat cekungan yang membentuk seperti mangkuk. Dappen glass
biasanya digunakan untuk tempat alcohol atau cairan yang lain dalam
jumlah sedikit.

6. Dissposable Syringe
Dispossible syringe ini digunakan sebagai alat irigasi yaitu untuk
mendepositkan larutan irigasi ke dalam kavitas gigi. Larutan atau bahan
irigasi yang digunakan yaitu aquades dan H2O2.

17 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
7. Petridis Bersekat
Untuk menempatkan cotton roll, cotton pellet dan paper point
8. Jarum Miller
Jarum yang digunakan untuk mencari orifis saluran akar

9. Gutta Percha

Gutta percha adalah lateks koagulasi yang berasal dari cairan getah murni
yang dapat mengeras. Gutta percha point memiliki biokompatibilitas yang
baik pada jaringan periradikular serta dapat menginduksi pembentukan
jaringan keras dan merangsang penutupan apeks. Pada pengisian saluran
akar menggunakan gutta percha point memiliki tujuan untuk
mempertahankan gigi selama mungkin di rongga mulut walaupun jaringan
pulpanya tidak mengalami infeksi ataupun non vital yang harus sesuai
dengan anatomi saluran akar gigi dan dapat memeadat dengan baik. Hal
ini disebabkan gutta percha poin bersifat plastis, sehingga dalam
pemanasan dia akan berubah dari padat ke cair. Gutta percha point tersedia
dalam 2 fase yaitu ala dan beta.

18 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
10. Bur : nomor 1 adalah bur hight speed, sedangkan nomor 2 digunakan
untuk low speed bur

 Ciri – ciri :

o Terbuat dari baja atau diamond

o Diameter 0.5 – 6.0 mm

o Bentuk bulat

 Kegunaan :

o Untuk membuat tempat masuk pada waktu preparasi kavita

o Membentuk out line dalam preparasi klas V.

 Pemeliharaan :

o Dicuci lalu disterilkan

19 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
o Disimpan pada tempat bur

CONTRA ANGLE : HIGH SPEED TIPE TIPE STANDARD NSK


adalah Handpiece Highspeed NSK, 2 hole, sistem air internal, pengunci
mata bur menggunakan kunci.

CONTRA ANGLE : HIGH SPEED TIPE TIPE PUSH BUTTON NSK


adalah Handpiece Highspeed NSK, 2 hole, sistem air internal, pengunci
mata bur push button sehingga menghemat waktu pengerjaan pasien.

11. Tempat Tampon


12. Tempat Sampah

4. IDENTITAS PASIEN

Nama penderita : Nn. Elissa arianto Jenis kelamin : perempuan


Pekerjaan : Mahsiswi Umur : 20 th
Alamat : Mastrip 2 no.10 Telp : 087759137065
Dikirim oleh :- Perawat gigi : -
Nama operator : -

Gambar :

87654321 12345678
87654321 12345678
5. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

1. Keluhan penderita

Keluhan utama pada umumnya merupakan informasi pertama yang


dapat diperoleh. Keluhan ini berupa gejala atau masalah yang dirasakan
pasien dalam bahasanya sendiri yang berkaitan dengan kondisi yang
membuatnya cepat-cepat datang mencari perawatan. Keluhan utama
hendaknya dicatat dengan bahasa apa adanya menurut pasien. Catatlah
pula apabila apabila pasien tidak memiliki keluhan utama atau tidak
menyadari adanya penyakit tetapi pergi ke dokter.

20 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
Berdasarkan anamnesa yang telah dilakukan, pasien datang ke RSGM
UNEJ untuk memeriksakan gigi 24 yang lubang besar. Pasien tidak
mengeluhkan sakit sejak gigi tersebut berlubang, Tiba-tiba saja pasien
melihat giginya sudah berlubang tanpa adanya rasa sakit sebelumnya. Dulu
pasien pernah mengeluhkan adanya sakit spontan pada gigi yang
berlubang tersebut. Pasien juga pernah ke dokter gigi untuk memeriksakan
rahangnya saat kecelakaan.

Perawatan dental sebelumnya yang pernah diterima pasien penting


untuk kita ketahui hubungannya yaitu tentang penjalaran penyakit yang
pernah dialami pasien dengan keadaan sekarang serta observasi apakah
perawatan yang dilakukan sebelumnya menimbulkan masalah sekarang
pada keadaan kesehatan mulut pasien. Dari anamnesa didapatkan bahwa
pasien tidak pernah melakukan perawatan pada gigi yg lubang.

2. Keadaan umum penderita (riwayat medis)

Keadaan medis penderita merupakan keadaan umum dan riwayat


sistemik yang pernah dialami penderita. Keadaan medis dan riwayat
sistemik penderita ditulis dengan cara menggali informasi berupa gejala
yang pernah dialami penderita. Keadaan umum ini berupa penyakit yang
pernah ataupun yang sedang diderita oleh pasien. Yang perlu diperhatikan
terutama yaitu penyakit-penyakit yang mempunyai manifestasi dalam
bidang kedokteran gigi. Apabila pasien tidak mendetahui penyakitnya,
operator dapat menanyakan pada pasien dengan menyebutkan gejala-
gejala dari penyakit yang mungkin diderita oleh pasien. Dari gejala-gejala
yang kita sebutkan sedikit banyak dapat membantu untuk mngungkap
penyakit apa yang diderita oleh pasien tersebut. Selain itu keadaan medis
ini juga termasuk apakah pasien mempunyai riwayat alergi dengan obat-
obatan atau bahan dalam kedokteran gigi, yang hal ini dapat berkaitan
dengan pertimbangan akan rencana perawatan selanjutnya yang akan kita
pilih untuk pasien tersebut. Obat-obatan yang dimaksud adalah obat-
obatan yang terkait dengan penggunaan bahan dan obat dalam perawatan
di bidang kedokteran gigi yang akan dilakukan, utamanya dengan

21 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
perawatan di bidang konservasi. Bila pasien tidak mengetahui nama bahan
dan obatnya, operator dapat menanyakan cirri-ciri bahan dan obat yang
telah diberikan operator sebelumnya saat perawata terdahulu.

Dalam kasus ini, pasien yang bernama nn. Elissa Arianto pernah
mempunyai riwayat penyakit sistemik yaitu hiperpireksia dan gastritis.
Mengenai alergi terhadan bahan kedokteran gigi dan obat-obatan, nn.
Elissa Arianto tidak mengalami alergi terhadap keduanya.

GEJALA SUBYEKTIF ( sebelum diperiksa )

Gejala subyektif adalah gejala yang dialami dan dilaporkan oleh


pasien kepada dokter sebelum dilakukan pemeriksaan atau tes-tes tertentu.
Dokter menanyakan hal-hal yang penting seperti gigi nya pernah
merasakan sakit yang spontan dan penjalaran rasa sakitnya, lalu
ditanyakan apa ada rasa sakit bila terkena dingin, panas, manis, asam dan
jenis rasa sakitnya itu tajam, linu, cekot-cekot, berulang, atau kemeng.
Selain itu durasi atau lama rasa sakit juga dapat ditanyakan pada pasien.
Sehingga bisa diperoleh data-data yang dapat membantu operator dalam
menegakkan sebuah diagnosa. Dalam melakukan pemeriksaan subyektif
operator dapat menggunakan kalimat atau kata-kata yang santai dan
mudah dipahami oleh pasien.
Contohnya pada kasus pasien kelompok kami dilakukan anamnesa
apakah giginya pernah merasakan sakit pada saat tertentu atau sakit saat
ada rangsangan panas, dingin, makanan manis atau asam. Ternyata
berdasarkan jawaban pasien mengatakan bahwa sekarang sudah tidak
pernah merasakan sakit apapun. Gigi berlubangnya sudah sangat lama
sekali, dulu awal terbentuk lubang gigi si pasien sempat merasakan sakit
cekot-cekot, namun sudah lama bahkan sampai sekarang gigi tersebut
sudah tidak bisa merasakan sakit atau apa saja yang bisa merangsang gigi
tersebut untuk sakit. Jadi anamnesa gejala subyektif rasa sakit (-).

22 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
6. PERIKSAAN OBYEKTIF

Pemeriksaan objektif dilakukan berdasarkan gejala objektif yang ada.


Gejala objektif dilakukan oleh berbagai pengujian dan observasi yang
dilakukan oleh seorang operator. Pemeriksaan obyektif meliputi pemeriksaan
ekstra oral dan pemeriksaan intraoral.

PEMBENGKAKAN EKSTRAORAL

Pada pembengkakan ekstra oral meliputi pembengkakan kelenjar limfe


submandibula dan submental. Diperiksa apakah ada pembesaran atau tidak.
Cara memeriksa adalah operator berada di sebelah kanan belakang pasien,
pasien diinstruksikan menoleh ke sebelah kiri untuk memeriksa limfonodi
kanan dan menoleh ke kanan untuk memeriksa limfonodi kiri. Limfonodi
diperiksa dengan jari tengah dan telunjuk apakah teraba atau tidak. Jika
teraba, maka selanjutnya ditanyakan adakah nyeri saat ditekan atau tidak,
kemudian diperiksa mobilitas, peningkatan suhu atau perubahan warna kulit.
Pembengkakan kelenjar limfe bisa terjadi bila ada infeksi, jika kelenjar limfe
di sekitar gigi yang terinfeksi tidak mampu melakukan pertahanan, sehingga
kelenjar limfe tidak mampu melokalisir infeksi tersebut maka infeksi akan
menyebar dan menimbulkan pembengkakan. Pada pemeriksaan kali ini tidak
dilakukan pemeriksaan terhadap kelenjar submandibula dan submental karena
lokasi gigi yang dikeluhkan pasien jauh dari lokasi kelenjar submandibula
dan submental itu sendiri.

PEMBENGKAKAN INTRAORAL

Pembengkakan intra oral masuk dalam pemeriksaan intra oral.


Pemeriksaan intra oral yang lainnya adalah ada tidaknya fistula, pemeriksaan
karies, pemeriksaan perkusi, pemeriksaan tekanan, pemeriksaan palpasi, ada
tidaknya perubahan pada gigi, pemeriksaan kegoyangan gigi, pemeriksaan
keadaan gingiva sekitar gigi dan tes vitalitas gigi.

Pemeriksaan dilakukan pada daerah disekitar gigi yang dikeluhkan.


Setelah pasien membuka pasien, operator mulai mengobservasi gigi mana

23 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
yang dikeluhkan, sehingga ditemukan gigi 24 yang mengalami kelainan. Pada
pasien ini tidak ditemukan adanya pembengkakan intra oral dan fistula.
Pemeriksaan karies dilakukan dengan menggunakan probe. Pertama,
mengisolasi daerah kerja, sebelumnya pasien dipersilahkan untuk berkumur.
Isolasi daerah kerja menggunakan saliva ejector dan memblokir regio yang
diperiksa dengan cotton roll. Kemudian membersihkan kavitas dengan
eskavator sampai bersih, mengirigasi kavitas dengan syringe berisi aquades
steril dan H2O2. Kavitas dapat dikeringkan dengan cotton roll yang dipotong
kecil-kecil. Selanjutnya memasukkan probe ke dalam kavitas dengan
menandai berapa mili meter masuknya probe ke dalam kavitas. Kemudian
disetarakan dengan ketebalan lapisan enamel dan dentin yang terlibat dari
gigi yang diperiksa. Ketebalan enamel rata-rata sekitar 1-2 mm , apabila
probe masuk sedalam 1-2 mm, dapat dikatakan karies tersebut adalah karies
superfisial. Pada karies media , probe dapat masuk sedalam 2-3 mm, serta
pada karies profunda, kedalaman lebih dari 3 mm yang sudah melibatkan
lebih dari ½ dentin. Pada pasien setelah diperiksa menggunakan probe ,
karies yang ada pada gigi 24 termasuk karies profunda.

KARIES PROFUNDA

Pada pemeriksaan karies profunda dapat dilakukan dengan cara visual


maupun obyektif. Pemeriksaan visual dilakukan dengan cara melihat
langsung keadaan gigi di rongga mulut maupun dengan bantuan kaca mulut
jika gigi sulit dijangkau oleh mata biasa. Jika dengan pemeriksaan visual
sudah dapat menentukan adanya karies perforasi maka pemeriksaan obyektif
tidak perlu dilakukan. Pemeriksaan obyektif dilakukan ketika pemeriksaan
secara visual masih dirasa belum bisa menentukan adanya karies profunda.
Pemeriksaan obyektif dilakukan dengan menggunakan sonde.

Karies profunda merupakan tahapan lanjut setelah karies superfisial yang


hanya mengenai email dan karies media yang kariesnya tidak mencapai
setengah dentin. Karies profunda dibagi menjadi dua yaitu karies profunda
dan karies profunda perforasi. Karies profunda merupakan karies yang masih
belum mencapai pulpa atau masih tersisa setengah dentin diatas pulpa

24 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
(gambar 1). Sedangkan karies profunda perforasi merupakan karies yang
sudah mencapai pulpa atau pulpa sudah terpajang jelas (gambar 2).

Gambar 1. Karies profunda

Gambar 2. Karies profunda perforasi

Pada kasus pasien diagnosa ini, karies pasien sudah menunjukkan karies
profunda dimana masih tersisa kurang dari setengah dentin diatas atap pulpa.
Hal ini didasarkan pada pemeriksaan obyektif dimana menggunakan jarum
miller tidak dapat masuk dikarenakan adanya sisa dentin diatas pulpa. Miller
dapat masuk ketika pulpa sudah terbuka. Karies profunda pasien ini berawal
dari karies superfisialis dan karies media yang terus bertambah parah
sehingga mencapai karies profunda namun belum perforasi.

PERFORASI : ( + )

 Karena karies :(+)


 Karena alat kedokteran gigi :(-)
 Karena trauma : ( - )

25 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
Perforasi pada pasien tersebut disebabkan oleh karies yang sudah menjadi
karies profunda peforasi.

Dikenal dua sebab perforasi mahkota-akar : iatrogenik dan patologik.


Kerusakan iatrogenik dan patologik mahkota klini dapat ditanggualangi, asal
akar dan struktur pendukung tetap utuh, dengan membuatkan restorasi pasak
inti yang terturup penuh setelah preparasai endodontik akar. Kadang-kadang,
perforasi mahkota dirangkaikan dengan kerusakan akar yang luas, seperti
yang timbul pada resorpsi internal atau eksternal, mengharuskan dilakukan
pencabutan gigi karena perawatan endodontik dan restorasi yang baik tidak
dimungkinkan.

Perforasi Iatrogenik

Perforasi akar disebabkan oleh bur dan rimer yang digerakkan mesin tidak
sering terjadi pada waktu preparasi pasak, sedangkan perforasi apeks akar
bengkok yang lebih sering terjadi karena kegagalan dalam mengatasi
pembengkokan saluran pada waktu instrumentasi daluran akar dengan
instrument yang terlalu besar atau terlalu kaku.

Perforasi apical menghalangi jalan masuk ke bagian 3 atau 4 mm terakhir


saluran. Jika tidak dirawat dan diisi, bagian saluran apikal ini akan tetap
merupakan fokus infeksi.Pentingnya mencegah kontaminasi bakteri pada saat
perforasi perlu diperhatikan.

Perforasi Patologik Akar

Penyebab perforasi akar adalah karies yang menyebabkan terbukanya kavitas


pula. Pada karies menunjukkan tidak adanya struktur ikatan pada permukaan
akar yang secara periodontal terbuka. Bila akar dapat dipertahakan, karie
diekskavasi dan akarnya di restorasi. System saluran jangan ditutup dengan
bahan restoratif. Terapi saluran akar diselesaikan, diikuti oleh prosedur
periodontal yang perlu untuk memperbaiki lesi periodontal. Perforasi yang
disebabkan oleh karies ini, perlu dilakukan tidakan lanjutan, agar tidak terjadi
infeksi, maupun infeksi berulang pada kavitas pulpanya, dimana pada karies

26 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
profunda perforasi ini, kavitas pulpa sudah terbuka, dan ini meningkatkan
resiko infeksi periapikal oleh bakteri-bakteri pathogen. Jika terjadi infeksi,
maka bias menyebabkan penyakit periapikal lain, seperti abses periapikal.

PEMERIKSAAN TEKANAN

Tekanan sakit :(-)

Saat melakukan pemeriksaan obyektif, yaitu dengan tekanan pada gigi yang
mengalami perforasi tersebut, tidak dirasakan rasa sakit oleh pasien.

Pemeriksaan tekanan bertujuan untuk mengetahui adanya keradangan pada


jaringan periapikal. Pemeriksaan tekanan ini menjadi prosedur klinik untuk
memeriksa pasien, dan dilakukan sebelum penegakan diagnosa. Pemeriksaan
tekanan ini bisa dilakukan dengan menggunakan ujung handle alat kedokteran
gigi, seperti sonde, dan lain-lain. Cara yang digunakan untuk pemeriksaan
tekanan, yaitu :

1) Pasien terlebih dahulu diposisikan duduk dengan nyaman, dan


diposisikan sesuai gigi yang diperiksa. Oleh karena itu, operator (dokter
gigi) dapat melihat obyek dengan baik dan jelas, serta dapat mengambil
alat dan lampu dengan efisien.
2) Diinstruksikan kepada pasien, jika ditekan merasa sakit, maka pasien
disuruh mengangkat tangannya.
3) Operator melakukan penekanan pada permukaan gigi. Penekanan bisa
dilakukan dari sisi bukal, lingual, mesial, distal, oklusal dengan
menggunakan handle alat kedokteran gigi.
4) Pada saat penekanan, dimulai dari gigi sebelahnya, gigi yang
bersangkutan, kemudian gigi sebelahnya yang lain.
5) Bila pasien merasa sakit, maka diberi tanda (+), sedangkan bila pasien
tidak merasa sakit, maka tandanya adalah (-).
TES PERKUSI

27 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
Uji ini digunakan untuk mengevaluasi status periodonsium sekitar gigi
(Grossman, dkk. ,1995:4-19 dan Ghom, 2007:61) dan apikal gigi (Barrat dan
Pool : 2008:551). Terdapat dua metode perkusi yaitu: tes perkusi vertikal dan
tes perkusi horizontal. Jika tes perkusi vertikal positif berarti terdapat
kelainan di daerah periapikal, dan jika tes perkusi horizontal positif berarti
terdapat kelainan di periodonsium.
Tes perkusi menurut beberapa sumber dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut ini :
 Pukulan cepat dan tidak keras pada gigi, mula-mula memakai jari dengan
intensitas rendah kemudian intensitas ditingkatkan dengan menggunakan
tangkai suatu instrumen, untuk mengetahui apakah gigi terasa sakit (Grosman
dkk.,1995 :6 ; Ghom, 2007:6 ; Barrat dan Pool, 2008:551 )
 Gigi tetangga sebaiknya di perkusi lebih dahulu dan kemudian diikuti gigi
yang menjadi keluhan
 Reaksi yang lebih valid didapat dari pergerakan tubuh pasien, reaksi reflek,
bahkan reaksi yang tidak bisa dikatakan (Ghom, 2007:6).

Nilai diagnostik pada pemeriksaan perkusi adalah untuk mengetahui


apakah daerah atau jaringan apikal gigi mengalami inflamasi. Tes ini tidak
menunjukkan pulpa dalam keadaan vital atau nekrosis. Pada kasus gigi yang
vital, iritasi dapat terjadi oleh karena penempatan restorasi dan bruxism,
dimana kondisi ini menyebabakan iritasi pada ligamen periodontal. Pada
kasus gigi yang nekrosis jaringan nekrotik yang banyak didalam gigi akan
terdorong keluar melewati foramen periapikal menuju jaringan dibawah gigi
yang menyebabkan rasa sakit (Barrat dan Pool, 2008:551). Perbedaan yang
ada pada nyeri yang disebabkan oleh inflamasi periodonsium besar

28 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
kemungkinan berada dalam kisaran ringan sampai moderat. Inflamasi
periapikal merupakan kasus yang mungkin terjadi jika nyeri sangat tajam dan
menyebabkan respon penolakan (Walton dan Torabinejad, 1998:79).

Pada praktikum skill lab kami melakukan tes perkusi dengan cara yang sesuai
dengan buku panduan skill lab oral diagnosa, yaitu :
1) Memposisikan pasien sesuai dengan gigi yang diperiksa sehingga operator
bisa mudah melihat obyek dengan jelas.
2) Mengistruksikan kepada pasien bila saat diketuk giginya terasa sakit maka
disuruh untuk mengangkat tangan.
3) Melakukan pengetukan permukaan gigi bisa dari bukal,lingual,mesial atau
distal, dan oklusal dengan menggunakan handle alat.
4) Mengetuk dimulai dari gigi sebelahnya, gigi yang bersangkutan dan
kemudian gigi sebelahnya yang lain.
5) Bila gigi yang dikeluhkan saat diketuk merasa sakit diberi tanda (+), bila
tidak merasa sakit diberi tanda (-)

Dari hasil tes uji perkusi pada gigi pasien kami mendapatkan hasil bahwa
pasien tidak merasakan sakit saat giginya diketuk , jadi pada kartu status
pasien kami berikan tanda (-). Sehingga dapat diketahui bahwa tidak terjadi
keradangan pada jaringan periodontal pasien kami.

TES PALPASI

29 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
Tes palpasi ini merupakan tes sederhana yang dilakukan dengan ujung jari
menggunakan tekanan ringan untuk memeriksa konsistensi jaringan dan
respon rasa sakit. Meskipun sederhana,tetapi merupakan suatu tes yang
penting.

Nilainya terletak dalam menemukan pembengkakan yang meliputi gigi


yang terlibat dan menentukan hal-hal berikut :

(1) apakah jaringan fluktuan dan cukup membesar untuk insisi dan drainase;

(2) adanya, intensitas dan lokasi rasa sakit;

(3) adanya dan lokasi adenopati dan

(4) adanya krepitus tulang.

Bila gigi-gigi posterior terinfeksi, maka secara diagnostik nodus limfa


submaksila turut terlibat. Infeksi pada gigi-gigi anterior bawah kemungkinan
menyebabkan pembengkakan nodus limfa submental. Bila infeksi terbatas pada
pulpa dan tidak berlanjut pada periodonsium, palpasi tidak merupakan saran
diagnostik. Palpasi, perkusi, mobilitas, dan depresibilitas adalah lebih untuk
menguji periodontium daripada pulpa.

30 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
Berdasarkan skill lab yang telah kami lakukan, kami melakukan tes palpasi
sesuai dengan petunjuk buku skill lab oral diagnosa yaitu :

1) Memposisikan pasien sesuai gigi yang akan diperiksa


2) Mengisntruksikan pasien bila diraba bagian yang bengkak atau bagian
gingiva terasa sakit maka disuruh untuk mengangkat tangan.
3) Melakukan perabaan pada gingiva gigi yang dicurigai dimulai dari tepi ke
tepi dengan menggunakan ujung jari telunjuk dan jari tengah. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui adanya fluktuasi.
4) Bila terdapat fluktuasi maka kami beri tanda (+), bila tidak ada diberi
tanda (-).

Kami mendapatkan hasil tes palpasi pada pasien kami yaitu negative (-).
Karena tidak terjadi fluktuasi pada daerah disekitar gigi tersebut. Sehingga
dapat diketahui bahwa tidak adanya keradangan juga pada periodonsium
pasien kami.

PERUBAHAN WARNA GIGI

Tes ini merupakan salah satu tes berdasarkan penglihatan ( visual ) dan
taktil dan merupakan uji klinis yang paling sederhana. Teknik pemeriksaan
visual dan taktil menggunakan mata, jari, eksplorer dan probe periodontal.
Gigi-gigi dan periodontal pasien harus diperiksa dibawah sinar terang dalm
keadaan kering.

Suatu pemeriksaan visual dari jaringan keras gigi maupun jaringan


lunaknya mengandalkan pada pemeriksaan “Three Cs” yaitu “Colour,

31 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
Contour, dan Consistency”. Pada jaringanlunak seperti gingiva penyimpangan
warna merah muda sehat dapat dengan mudah dikenal bila terdapat inflamasi.
Suatu perubahan kontur yang timbul dengan pembengkakakn , dan konsistensi
jaringan yang lunak, fluktuan atau seperti bunga karang yang berbeda dengan
jaringa normal, sehat, dan kuat adalah indikasi dari keadaan patologik.

Dengan cara yang sama , gigi harus diperiksa secara visual dengan
menggunakan “Three Cs”. Suatu mahkota yang normal mempunyai
translusensi. Gigi yang berubah warna , opak dan kurang menunjukkan
kehidupan harus dinilai secara hati-hati karena pulpanya mungkin telah
mengalmi keradangan, degenerasi, atau nekrotik.

Menurut beberapa sumber yang kami dapatkan tidak semua gigi yang
berubah warna memerlukan perawatan endodontik , staining yang terjadi
mungkin disebabkan karena restorasi amalgam lama, bahan pengisi saluran
akar, obat sistemik. Namun terjadi perubahan warna gigi yang paling sering
disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan pulpa yang sudah
mengalami nekrosis, pulpa gangren, resorpsi internal dan eksternal, dan
terbukanya pulpa karena karies.

Berdasarkan kasus pada pasien kami ini terjadi perubahan warna gigi
kemungkinan disebabkan oleh pulpa yang sudah nekrosis.

MOBILITAS GIGI

Pada pasien tidak ditemukan adanya kegoyangan pada gigi yang


mengalami karies sehingga tidak diperlukan pemeriksaan lebih lanjut
mengenai derajat kegoyangan gigi.

Mobilitas gigi adalah salah satu efek kerusakan periodontal yang tidak
diinginkan. Mobilitas adalah pergerakan gigi secara horizontal atau vertikal
pada tempatnya. Seluruh gigi memiliki derajat mobilitas. Peningkatan
mobilitas gigi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, yaitu secara
intrinsik maupun ekstrinsik.

32 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
Pemeriksaan mobilitas dapat dilakukan dengan menekan salah satu sisi gigi
yang bersangkutan dengan alat atau ujung jari dengan jari lainnya terletak pada
sisi yang berseberangan dan gigi tetangganya yang digunakan sebagai titik
pedoman. Cara lain untuk memeriksa mobilitas adalah menempatkan jari pada
permukaan fasial gigi dengan pasien mengoklusikan gigi-geliginya.

Derajat mobilitas gigi dikelompokkan sebagai berikut:

a. Grade 1. Hanya dirasakan

b. Grade 2. Mudah dirasakan, pergeseran labiolingual 1 mm

c. Grade 3. Pergeseran labiolingual lebih dari 1 mm, mobilitas gigi ke atas dan
ke bawah (aksial).

Mobilitas gigi dinilai dari sisi statis dan dinamis. Tekanan diberikan ke gigi
dengan menggunakan benda keras menunjukkan pergerakan dengan evaluasi
visual dan taktil. Penyebab mobilitas gigi meliputi dukungan jaringan
periodontal yang inadekuat, inflamasi periodonsium, dan beban oklusi yang
terlalu berat untuk gigi, menghasilkan mobilitas adaptif.

FRAKTUR MAHKOTA

Pada pasien tidak ditemukan adanya fraktur pada mahkota sehingga


tidak diperlukan untuk mencari letak fraktur mahkota tersebut.

Fraktur adalah hilangnya atau lepasnya fragmen dari suatu gigi utuh
yang biasanya disebabkan oleh trauma atau benturan-benturan. Jadi fraktur
akar dan mahkota dengan melibatkan pulpa adalah hilangnya atau lepasnya
fragmen dari mahkota dan menjalar ke akar gigi yang melibatkan
pulpa. Penyebab yang sering menyebabkan terjadinya fraktur adalah terjatuh,
kecelakaan, kontak dalam olahraga, benda asing yang menghantam gigi.

Klasifikasi fraktur mahkota dapat dilihat dari aspek anatomis, terapeutik


dan prognosisnya menurut WHO:

1. Enamel infraction

33 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
Enamel infraction merupakan fraktur tidak sempurna berupa
retakan pada email tanpa adanya substansi gigi dan penampakan
mikroskop, tampak seperti garis gelap yang parallel terhadap prisma
email dan berhenti pada dentinoenamel junction. Secara umum, enamel
infraction tidak memerlukan perawatan, tetapi bila terdapat lebih dari
satu garis retakan harus diberi seal unfilled resin dengan teknik etsa asam
untuk menghindari timbulnya stain dari makanan/ minuman
(Andreasen et al.,2003).

2. Uncomplicated crown fracture

Uncomplicated crown fracture adalah fraktur yang mengenai


mahkota dan dentin tetapi pulpanya tidak terbuka (Walton dan
Torabinejad, 2001). Dentin terbuka biasanya sensitif terhadap perubahan
suhu dan bila dentin yang tersisa tinggal sedikit maka akan tampak
bayangan pulpa yang berwarna merah muda. Terbukanya tubulus
dentinalis dapat menyebabkan jalan masuk bagi bakteri maupun iritan
termal dan kimiawi sehingga dapat mengakibatkan inflamasi pulpa.
Perawatan untuk fraktur email antara lain menghaluskan bagian-bagian
yang tajam dan mengembalikan estetika gigi seperti ekstrusi gigi
incisivus untuk menambah tinggi incisal, reattachment fragmen gigi
secepatnya dengan resin komposit, maupun dengan restorasi mahkota
dari semen ionomer kaca maupun resin komposit. Pada fraktur dengan
dentin terbuka dapat dilakukan pulp capping (Andreasen et al., 2003).

Lebih lanjut Ingle dan Bakland (2002) menjelaskan fraktur ini dapat
meliputi sudut incisal-proksimal, incisal edge, fraktur lingual “chisel”-
type digigi anterior, kadang-kadang dapat terjadi pada cusp gigi posterior.
Namun demikian kejadian pada gigi anterior lebih sering terjadi daripada
gigi-gigi yang lain. Grossman, dkk (2005) menambahkan bahwa secara
umum injuri traumatik pada mahkota dapat terjadi pada semua kelompok
umur dengan penyebab yang beragam, diantaranya kecelakaan olahraga,
perkelahian, serta kecelakaan kendaraan.

34 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
 Penampakan Klinis

Cedera seperti ini biasanya tidak menimbulkan nyeri parah dan


umumnya tidak memerlukan perawatan segera (Walton dan Torabinejad,
2001). Namun apabila tubuli dentinalis terbuka akibat fraktur yang
terjadi dapat menyebabkan kontaminasi dan inflamasi pada pulpa. Hal
tersebut dapat menimbulkan sensasi iritasi pada dentin bahkan nekrosis
pulpa. Keparahan dari fraktur ini bergantung pada dekatnya fraktur dari
pulpa, luas dentin yang terbuka, usia, injuri pada suplai darah di pulpa,
serta jarak antara waktu trauma dan perawatan. Sehingga pada kasus
demikian penanganan segera sangat diperlukan (Ingle dan Bakland,
2002). Pada dasarnya prognosis fraktur ini baik kecuali jika disertai
cedera luksasi pada ligamen periodontium atau pembuluh darah daerah
apeks yang memasok darah ke pulpa, yang pada kasus tersebut membuat
giginya terasa sensitif terhadap perkusi (Walton dan Torabinejad, 2001).
Fraktur ini disebut juga sebagai uncomplicated crown fracture/ fraktur
kelas 2 Ellis (Ingle dan Bakland, 2002).

 Diagnosis

Diagnosis dapat dilakukan dengan penggunaan kaca mulut dan


eksplorer. Sebagai tambahan, penting kiranya untuk menentukan status
dari pulpa dan jaringan periradikular (Ingle dan Bakland, 2002).

GINGIVA SEKITAR GIGI

Pemeriksaan Gingiva sekitar gigi dilakukan secara visual atau dengan


palpasi secara lengkap dan teliti. Gingiva diperiksa untuk melihat apakah
daerah di sekitar gigi yang mengalami kelainan tersebut terdapat perubahan
warna misalnya menjadi warna kemerahan dikarenakan adanya proses
inflamasi, perubahan kontur yang timbul dengan pembengkakan, perubahan
konsistensi, atau adanya fluktuasi. Kondisi-kondisi tersebut adalah indikator
dari keadaan patologik. Berdasarkan pemeriksaan gingiva, dimungkinkan
akan didapatkan hasil normal, hiperemi, atau resesi gingiva

35 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
Normal : gingiva berwarna merah muda (coral pink), tepinya setajam pisau
serta berbentuk selop; papilanya ramping sering mempunyai groove karena
adanya sluice-way dan perlekatan gingivanya berstipling serta tidak berdarah
pada saat penyondean.

Hiperemi : hiperemi gingiva adalah perubahan warna gingiva menjadi


kemerahan. Gingiva berwarna lebih merah ketika ada peningkatan
vaskularisasi Derajat keratinisasi epitel berkurang bahkan hilang oleh karena
proses peradangan

Resesi : resesi gingiva adalah perubahan posisi gingiva, dimana terjadi


pergeseran tepi gingiva ke arah apikal.

Pada pemeriksaan baik secara visual maupun palpasi terhadap gingiva


sekitar gigi 24 Nn.Elisa tidak didpatkan kelainan gingiva. Dimana warna,
kontur, dan konsistensinya normal, dan tidak ada resesi gingiva.

POLIP
- Pulpa
Pulpa polip adalah suatu kondisi jaringan pulpa vital yang mengalami radang
kronis sebagai respon pertahanan jaringan pulpa terhadap
infeksi bakteri. Respon pertahanan jaringan pulpa membentuk jaringan granul
asi. Kondisi yang memungkinkan pembentukan jaringan granulasi hanya pada
pulpa muda yang terinfeksi dengan kavitas yang besar. Jadi pada awalnya
pulpa polip sebagian besar terjadi karena adanya karies yang telah mengalami
perforasi dan trauma yang terus menerus terhadap permukaan gigi seperti
kasus overhanging restorasi sehingga timbul beban oklusi yang lebih besar
dari normal, dan selanjutnya pulpa akan mengadakan respon terhadap
stimulasi tersebut dengan terjadinya inflamasi secara kontinu.

36 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
Gambar Polip Pulpa
- Gingiva
Polip gingiva biasanya terjadi jika ada gigi yang berlubang yang melibatkan
servikal dari gigi tersebut, sehingga gusi disekitarnya membesar, dan masuk
ke lubang gigi, sehingga membentuk polip. Jika Gigi dirawat maka biasanya
polip akan turut serta mengecil dan lama-lama akan hilang.

Gambar Polip Gingiva

Untuk mengetahui dengan benar asal jaringan polip dapat ditegakkan dengan
ronsen foto. Pada hasil pemeriksaan kasus, kelompok kami dapatkan Nn.
Elissa Arianto tidak ditemukan adanya polip (-), baik polip pulpa atau polip
gingiva.

TES VITALITAS GIGI

Tes vitalitas gigi merupakan suatu bagian dari pemeriksaan objektif yang
dilakukan oleh dokter gigi untuk menentukan apakah gigi yang dikeluhkan
pasien masih vital atau tidak. Jika saat tes vitalitas pasien merasa sakit, maka
bisa disimpulkan bahwa gigi masih vital, sebaliknya jika pasien tidak merasa
sakit pada saat tes vitalitas ini dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa igi
pasien sudah tidak vital lagi. Perlu diketahui bahwa tes vitalitas gigi ini, kami
lakukan pada pasien karena pada gigi yang karies profunda tersebut masih

37 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
terlihat mahkotanya dan masih terdapat ruang pulpa. Pemeriksaan vitalitas
yang kami lakukan meliputi tes termal panas dan dingin dan tes jarum miller

Saat tes panas dilakukan, kami menggunakan gutta percha yang


dilunakkan dengan memanaskannya di atas bunsen dengan pinset. Sedangkan
tes dingin, kami lakukan dengan menggunakan cotton palate yang diberi clor
ethyle hingga cotton palate tersebut terlihat seperti ada bunga es. Kami
melakukan tes panas dan dingin tersebut pada gigi yang karies dan gigi-gigi
di sebelahnya tepatnya pada daerah sepertiga servikal gigi. Hasil dari tes
termal yang kami lakukan adalah negatif, artinya pasien tidak merasa sakit
saat dilakukan tes termal. Disini perlu diingat bahwa tes panas tidak boleh
dilakukan pada kavitas, karena dapat mematikan jaringan pulpa yang masih
hidup.

Selanjutnya kami meneruskan tes vitalitas ini dengan menggunakan jarum


miller. Jarum miller yang kami gunakan ditekuk kira-kira sepanjang akar gigi
premolar (gigi yang karies pada pasien), dengan diberi gutta percha pada
sudutnya, dimana hal ini membantu dalam menghitung panjang jarum miller
yang masuk ke dalam gigi. Hasilnya, kami tidak bisa memasukkan jarum
miller tersebut sepanjang panjang akar gigi premolar. Kami mencoba
berulang-ulang kali tetapi jarum miller tidak bisa masuk ke dalam saluran
akar. Meski gigi pasien mengalami karies profunda, tetapi ternyata tidak
perforasi, hal ini dibuktikan bahwa kedalaman karies pada gigi pasien tidak
sampai ke pulpa. Kami mencurigai bahwa terdapat karang gigi pada daerah
karies gigi, karena jika kami tes dengan sonde bengkok terasa sangat keras
sekali.

7. DIAGNOSA KLINIK

Diagnosa disini digunakan untuk mengidentifikasi sifat-sifat penyakit atau


kondisi suatu penyakit bisa juga kondisi dari yang lainnya. Diagnosa yang
didapatkan dari pasien diantaranya adalah :

 Nekrosis pulpa

38 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
Nekrosis pulpa adalah matinya pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya,
tergantung pada seluruh atau sebagian yang terlibat. Nekrosis pulpa yang
terjadi pada pasien ini akibat adanya karies gigi bukan akibat trauma atau
akibat alat kedokteran gigi. Pemeriksaan subjektif pasien pernah
mengalami keluhan spontan dan terasa sakit saat memakan makanan yang
ada durinya ( ikan ). Nekrosis pulpa dibagi menjadi 2 yaitu nekrosis pulpa
totalis dan nekrosis pulpa parsialis. Untuk menentukan diagnosa nekrosis
pulpa totalis atau nekrosis pulpa parsialis dapat dilakukan uji jarum miller.
Pada saat dilakukan tes jarum miller, miller tidak bisa masuk sampai
saluran akar gigi 24. Tidak bisa masuknya jarum miller ke saluran akar
gigi mungkin disebabkan karena terbentuknya dentin tersier atau karena
saluran akarnya buntu. Perlu adanya pemeriksaan radiografi untuk
menetukannya.

8. RENCANA PERAWATAN

Setelah kita melakukan penegakkan diagnose terhadap kasus, maka kita


harus menyusun rencana perawatan apa yang kita lakukan untuk pasien
tersebut. Rencana perawatan ini dilakukan sebelum perawatan. Pada tahapan
ini kita harus pintar memilih rencana perawatan apa yang paling tepat terhadap
kelainan yang diderita pasien. Dari diagnosa diatas rencana perawatan yang
dilakukan pada intinya terditi dari
 Dilakukan perawatan saluran akar pada gigi 24.
 Dilakukan pembuatan mahkota gigi.
1. Perawatan saluran akar
Tujuan utama perawatan saluran akar adalah menghilangkan bakteri
sebanyak mungkin dari saluran akar dan menciptakan lingkungan yang
tidak mendukung bagi setiap organisme yang tersisa untuk dapat bertahan
hidup. Perawatan ini dilakukan dengan mengangkat jaringan pulpa yang
telah terinfeksi dari kamar pulpa dan saluran akar. Mengingat anatomi
ruang pulpa yang sangat rumit serta jauhnya penetrasi bakteri ke dalam
tubulus dentin, maka tindakan preparasi saluran akar disertai irigasi tidak
dapat membebaskan saluran akar dari bakteri, sehingga diperlukan
medikamen saluran akar. Pulpektomi vital sering dilakukan pada gigi

39 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
dengan karies yang telah meluas ke arah pulpa, atau gigi yang mengalami
fraktur.
Pada gigi 24 sesuai dengan diagnose awal adalah nekrosis pulpa
parsialis
Teknik :
1. Pembuatan foto Rontgen.Untuk mengetahui panjang dan jumlah
saluran akar serta keadaan jaringan sekitar gigi yang akan dirawat.
2. Pemberian anestesi lokal untuk menghilangkan rasa sakit pada saat
perawatan.
3. Daerah operasi diisolasi dengan rubber dam untuk menghindari
kontaminasi bakteri dan saliva ( kalau ada ).
4. Jaringan karies dibuang dengan bor fisur steril. Atap kamar pulpa
dibuang dengan menggunakan bor bundar steril kemudian diperluas
dengan bor fisur steril.
5. Jaringan pulpa di kamar pulpa dibuang dengan menggunakan
ekskavatar atau bor bundar kecepatan rendah.
6. Perdarahan yang terjadi setelah pembuangan jaringan pulpa
dikendalikan dengan menekankan cotton pellet steril yang telah
dibasahi larutan saline atau akuades selama 3 sampai dengan 5 menit.
7. Kamar pulpa dibersihkan dari sisa-sisa jaringan pulpa yang telah
terlepas kemudian diirigasi dan dikeringkan dengan cotton
pellet steril. Jaringan pulpa di saluran akar dikeluarkan dengan
menggunakan jarum ekstirpasi dan headstrom file.
8. Saluran akar diirigasi dengan akuades steril untuk menghilangkan
kotoran dan darah kemudian dikeringkan dengan menggunakan paper
point steril yang telah dibasahi dengan formokresol kemudian
diaplikasikan ke dalam saluran akar selama 5 menit.
9. Saluran akar diisi dengan pasta mulai dari apeks hingga batas koronal
dengan ,menggunakan jarum lentulo.
10. Lakukan lagi foto rontgen untuk melihat ketepatan pengisian .
11. kamar pulpa ditutup dengan semen, misalnya dengan semen seng
oksida eugenol atau seng fosfat.

40 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
12. Selanjutnya gigi di restorasi dengan restorasi permanen.

2. Dilakukan pembuatan mahkota gigi


Pada kasus diatas kita harus melakukan sebuah restorasi gigi untuk
menjaga fungsi gigi dari gigi 24 tersebut. Dari diagnose diketahui bahwa
sudah sebagian mahkota gigi yang hilang atau terkena karies. Maka
pemilihan restorasi yang mungkin adalah restorasi onlay. Onlay
merupakan modifikasi dari MOD inlay dimana sebagian/seluruh
permukaan dilindungi dengan restorasi rigid atau logam cor.
KELEBIHAN ONLAY
1. Menutupi seluruh permukaan oklusal sehingga dapa
memperbaiki oklusi (anaomis dari gigi) dan melindungi cups,
2. Tekan kunyah pada onlay diteruskan rata ke jaringan gigi,
3. Tekanan pada onlay lebih menyatu
INDIKASI
1. Abrasi gigi posterior yag luas
2. kerusakan gigi posterior yang besar teapi email dan dentin
bagian bukal dan lingual masih sehat
3. Telah dirawat endodontic
4. Memperbaiki fungsi oklusi

41 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
5. Kemungkinan terjadinya frakur cups karena kurang jaringan
sehat pendukungnya
6. Lebar ishmus telah melebihi sepertiga jarak antar cups
TAHAP-TAHAP PREPARASI ONLAY
1. Reduksi permukaan oklusal
2. Bevel pada functional cups
3. Bahu pada functional cups bevel
4. Isthmus pada permukaan oklusal
5. Pembuatan boks proksimal
6. Gingiva bevel
7. Bevel
 § cavo-surface angle
 § bahu pada functional cups bevel
 § lingual/bukal
8. Penyalesaian :
 § Dinding-dinding // atau divergen ke oklusal di
haluskan
 § Tidak ada undercut
 § Line angle dibuat tajam

9. GAMBARAN KEADAAN GIGI SEBELUM PERAWATAN (dari segala


arah)

OKLUSAL PALATAL

BU KAL MESIAL

42 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
DISTAL

DAFTAR PUSTAKA

Chaikumarn, M., 2004, Working Conditions and Dentist’s Attitude Towards

Proprioceptive Derivation, Int. J Occup. Safety and Ergonomics (JOSE), 10

(2): 137.

Chaikumarn, M., 2005, Differences in Dentists’ Working Postures When Adopting

Proprioceptive Derivation vs. Conventional Concept, Int. J Occup. Safety

and Ergonomics (JOSE), 11 (4): 442.

Daniel, S.J., dan Harfst, S.A., 2004, Dental Hygiene: Concepts, Cases, and

Competencies, Mosby, St. Louis, Missouri.

Finkbeiner, B.L., 2010, Four-Handed Dentistry, Part 1: An Overview Concept, J

Crest Oral B.

Gandavadi, A., 2007, Assessment of Dental Student Posture in Two Seating

Conditions using RULA methodology – A Pilot Study, British Dent. J., 203

43 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i
(10): 601.

Hokwerda, O., de Ruijter, R and Saw, S., 2006, Adopting a Healthy Sitting

Working Posture During Patient Treatment, OPTERGO.

University of British Columbia. (2008). Dental Clinical Ergonomics: study

module.

Ghom, A.G. 2007. Text Book of Oral Medicine. New Delhi :Jaypee Brothers

Publisher.

Grosssman, L.I., dkk. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek Ed:11.Alih Bahasa:

Rafiah Abyono. Jakarta : EGC.

Walton, R.E. dan Torabinejad M. 1998. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi Ed:2.

Alih Bahasa : Narlan Sumawinata dkk. “Principle and Practice of

Endodontics”. Jakarata : EGC.

44 | L a p o r a n S k i l l L a b K l i n i k K o n s e r v a s i G i g i

Anda mungkin juga menyukai