Consignee : Consignee adalah Importeer atau si Penerima barang. Nama dan alamat
lengkap Consignee harus tertulis jelas didalam dokumen2 seperti : Bill Of Lading,
Packing List, Commercial Invoice, COO, PEB (Pemberitahuan Export Barang), PIB
(Pemberitahuan Import Barang ketika Importir mengurus proses pengeluaran barang
dari Pelabuhan).
Notify Party : Notify Party adalah pihak kedua setelah Consignee yang berhak untuk di
beritahu tentang adanya suatu pengiriman dan penerimaan barang export / import.
Dalam prakteknya, Nama dan Alamat Notify Party ini sama dengan nama dan Alamat
Consignee. Tetapi ini semua tergantung dari perjanjian awal antara pihak Shipper dan
Importeer. Nama dan alamat lengkap Notify Party harus tertulis jelas didalam
dokumen2 seperti : Bill Of Lading, Packing List, Commercial Invoice, COO. Atau jika
Notify Part sama dengan Consignee maka cukup ditulis SAME AS CONSIGNEE.
Shipping Mark & Number : Shipping Marks & Number adalah jumlah carton dan tanda
pengiriman yang tercantum di kemasan barang. Data Shipping Marks & Number ini
tercantum didalam Packing List dan Bill Of Lading.
G.W. : G.W. adalah singkatan dari Gross Weight. Yaitu berat kotor dari berat kemasan
dan berat barang itu sendiri. Contoh berat barang itu 2 Kgs dan berat kemasannya 0.5
Kgs maka G.W. : 2.5 Kgs
N.W. : N.W. adalah singkatan dari Net Weight / berat bersih yaitu berat barang sebelum
di kemas.
LCL : Less than Container Loaded yaitu jenis pengiriman barang tanpa menggunakan
container dengan kata lain parsial. Jika kita menggunakan jenis pengiriman LCL, maka
barang yang kita kirim itu ditujukan ke Gudang penumpukan dari shipping agent. Lalu
dari pihak Gudang tersebut akan mengumpulkan barang2 kiriman LCL lain hingga
memenuhi quota untuk di loading / di muat ke dalam container.
FCL : Full Container Loaded yaitu jenis pengiriman barang dengan menggunakan
container. Walaupun quantity barang tersebut lebih pantas dengan mode LCL, tetapi
jika shipper mengirimkan barangnya dengan menggunakan container maka jenis
pengiriman ini disebut dengan FCL. Pengiriman barang dengan mode FCL maka kita
harus mendatangkan container ke Gudang kita untuk process stuffing (proses
pemuatan barang). Setelah stuffing selesai, container itu kita segel dan kita kirimkan ke
Tempat Penumpukan Peti Kemas di pelabuhan. Proses bagaimana cara mendatangkan
container ke gudang kita akan di jelaskan pada bab yang lain.
CFS : Container Freight Station yaitu mode pengiriman dari Gudang LCL Negara asal
sampai ke Gudang LCL Negara tujuan. CFS-CFS menandakan bahwa mode
pengiriman barang tersebut dengan cara LCL.
CY : Container Yard yaitu mode pengiriman dari Tempat Penumpukan Peti Kemas
Negara asal sampai ke Tempat Penumpukan Peti Kemas Negara tujuan. CY-CY
menandakan mode pengiriman barang tersebut secara FCL.
Vessel : Kapal
Feeder Vessel : Kapal pengangkut container dengan kapasitas kecil yang mengangkut
container dari pelabuhan muat menuju pelabuhan transit untuk di pindah ke Mother
Vessel. Contoh : dari Tg. Priok menuju ke Singapore atau Hongkong・dsb
Voyage : Nomor Keberangkatan Kapal yang biasa disingkat dengan V. atau Voy..
Nomor keberangkatan harus selalu ada dibelakang nama Kapal. Contoh : YM Glory V.
23 artinya Nama Kapal YM Glory dengan nomor keberangkatan kapal (Voyage) 23.
Bill Of Lading : atau biasa di singkat dengan B/L, arti sederhananya adalah
Konosemen atau bukti pengiriman barang dan pengambilan barang. Form Bill Of
Lading itu sendiri harus sudah mendapatkan legalitas dari dunia International sebagai
alat / bukti pengiriman dan pengambilan barang export / import. Didalam Bill of Lading
memuat data2 Shipper, Consignee, Notify Party, Vessel & Voy. No., Shipping Marks &
Numbers, Description of Goods, GW, NW, Measurement, POD, POL, Destination
Seorang calon importir A bertanya pada suatu forum : “ Bagaimana saya mengimpor barang mesin dari
Shanghai, China ? ”.
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Jenis barang yang dapat diimpor berbagai
macam, seperti : mainanan anak-anak, sepatu dan alas kaki, mesin-mesin, buah-buahan, bahan baku untuk obat,
spare parts mobil dan kendaraan, dan lain-lain.
Langkah 1 adalah berkaitan dengan barang apa yang akan diimpor , dari negara mana, berapa jumlah barang yang
diimpor, dan moda transportasi yang digunakan. Langkah 1 juga termasuk dengan estimasi berapa biaya yang akan
dikeluarkan dalam mengimpor barang.
Langkah 2 adalah berkaitan dengan registrasi importir sesuai dengan perijinan impor. Syarat utama untuk
melakukan impor adalah : barang diimpor harus baru, kecuali diatur secara khusus. Selain perijinan pokok
perusahaan ( NPWP,SIUP, dan TDP), para importir juga harus memiliki API (Angka Pengenal Impor) dan NIK
(Nomor Identitas Kepabeanan)
Langkah 3 adalah berkaitan perijinan khusus sesuai dengan jenis barang yang ditetapkan sebagai barang larangan
dan batasan (lartas) , seperti : NPIK, produsen importir, dan lainnya). Syarat barang lartas ini bisa dicheck di
www.insw.go.id.
Langkah 4 adalah menentukan klasifikasi barang (HS Code) atas barang yang diimpor. Klasifikasi barang dapat
dicheck di Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI). Klasifikasi barang bertujuan untuk mengetahui berapa tarif
bea masuk atas barang impor tersebut. Langkah 4 ini dapat dilakukan pada saat langkah 1. Contoh barang impor :
daging tanpa tulang: 0201.30.00.00 ; Tarif bea masuk: 5% .
Langkah 5 adalah berkaitan dengan pembuatan dokumen pemberitahuan pabean impor, yaitu: PIB (Pemberitahuan
Impor Barang- BC 2.0). PIB dibuat dengan cara manual (formulir& media disket) dan cara elektronik
(PDE/EDI). Wilayah Bea dan Cukai Jakarta, Semarang, Surabaya, Makasar,dan Medan sudah melakukand dengan
cara elektronik (PDE/EDI). Pembuatan PIB dapat dilakukan sendiri oleh importir atau melalui kuasanya, yaitu :
PPJK (Pengusaha Perusahaan Jasa Kepabenan).
Langkah 6 adalah menghitung besarnya bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PPN, PPh pasal
22). Perhitungan bea masuk adalah tarif BM x Nilai Pabean. Metode menentukan nilai pabean ada 6 metode yang
ditetapkan secara hirarki. Salah satu metoda nilai pabean yang sering digunakan adalah metode nilai pabean
berdasarkan nilai transaksi.
Langkah 7 adalah berkaitan dengan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PPN, dan PPH pasal
22) atas barang yang diimpor ke bank devisa yang telah kerjasama dengan instansi Bea dan Cukai.
Langkah 8 adalah berkaitan penjaluran barang impor yang ditetapkan berdasarkan kriteria manjemen resiko.
Penjaluran terdiri dari jalur hijau, jalur kuning, jalur merah, jalur Mita Non Prioritas dan Mita Prioritas.
Langkah 9 adalah berkaitan prosedur pengeluaran barang impor. Pengeluaran barang impor dapat dilakukan oleh
importir sendiri atau melalui jasa EMKL atau Freight Forwarder.
Langkah 10 adalah dilakukan setelah langkah 10. Pengiriman barang ke tempat tujuan bongkar dilakukan melalui
trailer dan truck. Menentukan jenis dan jumlah truck/armada yang digunakan untuk mengangkut barang import
disesuaikan dengan jumlah barang dan berat barang, serta jumlah peti kemas yang diimpor. Pengiriman barang
dilakukan dapat dilakukan oleh perusahaan jasa pengangkutan, EMKL dan atau freight forwarder.
TARIF PENUMPUKAN PETI KEMAS
PELINDO II berdasarkan rapat bersama para pemangku kepentingan di Tanjung Priok, yaitu : Operator Terminal
(JICT, TPK Koja, Multi Terminal Indonesia, Mustika Alam Lestari) dan asosiasi pengguna jasa dan pemilik barang
( GINSI, GPEI, ALFI) dan Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok pada tanggal 28 Januari 2014 memutuskan tariff baru
penumpukan peti kemas di Tanjung Priok. Tarif baru yang dinaikkan adalah tariff progresif (masa penumpukan).
Tarif baru berlaku sejak 28 Januari 20141)
A. TARIF LAMA
B. TARIF BARU
“Perbedaan Tarif lama dengan tariff baru penumpukan petikemas diTanjung Priok adalah di tarif progresif
(masa penumpukan). Tarif dasar penumpukan tetap sama yaitu :
Rp. 27.200/20’ dan Rp. 54.500/40’ “
Contoh 1#
Kalkulasi Biaya Penumpukan Peti Kemas di Tanjung Priok
Lokasi Penumpukan Peti Kemas : JICT
Jumlah Container : 1 x 20’
Lama Penumpukan : Tgl Tiba Kapal (ETA) : 1 Februari 2014
Tgl Keluar : 10 Februai 2014
Lama Penumpukan : 10 HARI
Perhitungan biaya penumpukan CONTAINER 20’
MASA PENUMPUKAN TARIF BIAYA JUMLAH
Contoh 2#
Kalkulasi Biaya Penumpukan Peti Kemas di Tanjung Priok
Lokasi Penumpukan Peti Kemas : JICT
Jumlah Container : 2 x 40’
Lama Penumpukan : Tgl Tiba Kapal (ETA) : 1 Februari 2014
Tgl Keluar : 12 Februari 2014
LAMA PENUMPUKAN : 12 HARI
Singkatan :
JICT : Jakarta International Container Terminal
GINSI : Gabungan Importir Nasional Indonesia
GPEI : Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia
ALFI : Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia
ETA : Estimate Time Arrival
a. Definisi CIF
CIF adalah singkatan dari COST INSURANCE AND FREIGHT. CIF merupakan syarat penyerahan barang (term
of delivery) yang terakhir, kesebelas dari 11 Istilah dalam Incoterms 2010. Term CIF hanya berlaku untuk
pengangkutan barang dengan menggunakan moda transportasi pengangkutan laut dan perairan sungai dan danau
saja
CIF didefinisikan : syarat penyerahan barang dimana penjual (seller) menyerahkan barang ke pembeli hingga
barang telah ditempatkan di atas kapal (on board) di pelabuhan pemuatan yang ditunjuk oleh si pembeli atau
mengadakan barang yang diantarkan (untuk penjualan berantai-string sale). Namun penjual bertanggunjawab dalam
mengurus pengangkutan dari pelabuhan pemuatan ke pelabuhan tujuan, dan asuransi barang. Resiko Penjual akan
berakhir ketika barang telah berada diatas kapal. Penjual akan berkewajiban dalam mengasuransikan barangnya dari
pelabuhan muat hingga kepelabuhan tujuan, akan tetapi resiko barang rusak, hilang adalah di sisi pembeli. Penjual
hanya bertanggungjawab dalam membuka asuransi barang saja tanpa menanggung resiko dalam perjalanan sejak
barang ditempatkan di atas kapal (on board). Penjual hanya membuka asuransi dengan pertanggungan minimal,
yaitu : cover ICC ―C‖, jika pembeli menginginkan pertanggungan maksimal, cover ICC ― A‖ – All Risk, maka
pembeli berkewajiban untuk membayar tambahan premi asuransi barang yang seharusnya ditanggung cover ICC
―C‖ menjadi cover ICC ―A‖.
Penjual bertanggungjawab dalam mengurus izin ekspor barang ,pengurusan prosedur kepabeanan ekspor dan
pengurusan pengangkutan (shipping) dan pengurusan asuransi barang (marine cargo insurance).
Banyak persepsi keliru terhadap penerapan CIR, dimana resiko penjual adalah hingga pelabuhan tujuan DAN
PENJUAL menaggung resio hingga ke pelabuhan tujuan, seharusnya penjual hanya beresiko hingga barang
ditempatkan diatas kapal (on board) di pelabuhan pemuatan dan pembukaan pertanggungan asuransi oleh penjual
bukan berarti resiko adalah di sisi penjual namun, resiko adalah di sisi pembeli sejak barang ditempatkan diatas
kapal.
Berdasarkan definisi tersebut, ada 3 (tiga) hal kritis yang perlu diketahui :
1. Penjual harus mengetahui dengan tepat pelabuhan tujuan yang ditentukan atau disebutkan oleh si pembeli. Contoh :
Di Singapura Port, Singapura.
2. Penjual harus menempatkan barang hingga berada diatas kapal, dan bertanggungjawab dalam pengurusan
pengapalan barang (penunjukkan shipping company) dan pembukaan asuransi dengan pertanggungan minimal ( ICC
―C‖)
3. Resiko Penjual beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barang telah ditempatkan diatas kapal di pelabuhan
pemuatan yang ditentukan oleh si pembeli, bukan di pelabuhan tujuan.
b. Petunjuk Penulisan
Petunjuk penulisan untuk CIF adalah :
1. Tulis CIF
2. Tentukan pelabuhan tujuann (port of destination) yang disebutkan ( insert named port of
destination) , contoh : Singapura Port, Singapura
3. Tulis Incoterms yang disepakati. (Incoterms 2010)
Contoh:
Kasus
PT. Deborah Sentosa Makmur (DSM) adalah importir beras. Dia sepakat dengan penjual
dari Bangkok, Thailand yaitu : Thai Internastional Trading term : CIF ( Tanjung Priok port,
Jakarta) Incoterms 2010 untuk impor beras sebesar 10.000 Ton. Pengaplan beras dilakukan dengan
dua kali , masing-masing 5000 ton. Pengapalan beras pertama berhasil tiba di Tanjung Priok, namun
pengapalan kedua, terjadi perampokan kapal di perairan selat sunda.
a. Dimana titik penyerahan barang antara importir (DSM) dengan penjual (Thai International
Trading ) terjadi ?
b. Siapa yang beresiko atas kapal yang bermuatan beras 5000 Ton yang dirampok ? Apa solusi
yang diberikan agar klaim dapat dibayarkan oleh perusahaan asuransi ?
c. Biaya apa saja yang ditanggung oleh si pembeli (DSM) dalam melakukan importasi beras
tersebut dengan CIF ?
Jawab :
a. Titik penyerahan barang antara pembeli importir (DSM) dengan penjual (Thai International Trading )
terjadi di atas kapal di pelabuhan Bangkok, Thailand. Resiko sudah beralih dari penjual kepada
pembeli sejak barang ditempatkan diatas kapal.
b. Jika menggunakan pada ketentuan penyerahan barang dengan CIF Incoterms 2010, maka Si
pembelilah (DSM), yang beresiko atas hilangnya beras yang termuat di kapal kedua yang
disebabkan oleh perompakan di perairan selat Sunda. Si penjual hanya membuka asuransi dengan
pertanggungan ICC ―C‖, dimana dalam ICC ― C‖ maka perusahaan asuransi tidak akan membayar
klaim atas kehilangan cargo akibat peristiwa perompakan di laut. Agar, resiko yang ditanggung dapat
dialihkan, maka pihak pembeli harus memerintahkan si penjual untuk meningkatkan pertanggungan
dari ICC ―C’ ke ICC ―A‖ dengan tambahan klausul pertanggungan akibat perompakan/bajak laut.
Biaya extra untuk peningkatan pertanggungan tersebut atas biaya si pembeli.
c. Biaya yang ditanggung oleh si pembeli (DSM) dalam melakukan importasi beras tersebut dengan
CIF : Biaya bongkar muat beras, biaya pergerakan container ( lift on & Storage, lift off di depo),
Biaya Bea Masuk, PPN dan PPh (import duties), Biaya custom clearance dan EDI, biaya trucking,
biaya bongkar di gudang pembeli/consignee
Tips-Tips
Praktisi Logistik dan Pengajar di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) dan INFA
INSTITUTE.
CFR - INCOTERMS 2010
a. Definisi CFR
CFR adalah singkatan dari COST AND FREIGHT. CFR merupakan syarat penyerahan barang (term of delivery)
yang kesepuluh dari 11 Istilah dalam Incoterms 2010. Term CFR hanya berlaku untuk pengangkutan barang dengan
menggunakan moda transportasi pengangkutan laut dan perairan sungai dan danau saja
CFR didefinisikan : syarat penyerahan barang dimana penjual (seller) menyerahkan barang ke pembeli hingga
barang telah ditempatkan di atas kapal (on board) di pelabuhan pemuatan yang ditunjuk oleh si pembeli atau
mengadakan barang yang diantarkan (untuk penjualan berantai-string sale). Namun penjual bertanggunjawab dalam
mengurus pengangkutan dari pelabuhan pemuatan hingga pelabuhan tujuan. Resiko Penjual akan berakhir ketika
barang telah berada diatas kapal.
Penjual telah memenuhi kewajibannya untuk mengantar barang kepada pembeli pada saat barang telah berada
diatas kapal di pelabuhan pemuatan yang telah ditentukan oleh si pembeli.Penjual bertanggungjawab dalam
mengurus izin ekspor barang ,pengurusan prosedur kepabeanan ekspor dan pengurusan pengangkutan (shipping).
Banyak persepsi keliru terhadap penerapan CFR, dimana resiko penjual adalah hingga pelabuhan tujuan, seharusnya
penjual hanya beresiko hingga barang ditempatkan diatas kapal (on board) di pelabuhan pemuatan.
Penjual bertanggungjawab dalam mengurus pengangkutan, dan namun tidak berkewajiban dalam mengurus
asuransi barang (marine cargo insurance).
Berdasarkan definisi tersebut, ada 3 (tiga) hal kritis yang perlu diketahui :
1. Penjual harus mengetahui dengan tepat pelabuhan tujuan yang ditentukan atau disebutkan oleh si pembeli. Contoh :
Di Tokyo Port, Japan.
2. Penjual harus menempatkan barang hingga berada diatas kapal, dan bertanggungjawab dalam pengurusan
pengapalan barang (penunjukkan shipping company)
3. Resiko Penjual beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barang telah ditempatkan diatas kapal di pelabuhan
pemuatan yang ditentukan oleh si pembeli, bukan di pelabuhan tujuan.
b. Petunjuk Penulisan
Petunjuk penulisan untuk CFR adalah :
1. Tulis CFR
2. Tentukan pelabuhan tujuann (port of destination) yang disebutkan ( insert named port of
destination) , contoh : Tokyo Port, Japan
3. Tulis Incoterms yang disepakati. (Incoterms 2010)
Contoh:
Kasus
PT. Papajo Sejahtera Indonesia (PSI) adalah eksportir CPO . Dia sepakat dengan pembeli dari Tokyo,
Jepang, yaitu : Takashimura Trading dengan term : CFR ( Tokyo port, Japan) Incoterms
2010 untuk ekspor CPO sebesar 5000 MT. Setelah selesai hari pemuatan CPO ke atas kapal tanker,
Kapal menunggu otoritas syahbandar untuk berlayar. Sesaat pada saat mau berangkat dari pelabuhan
Tanjung Priok kapal oleng dan terbalik. Kapal tangker pun tenggelam di dermaga Tanjung Priok.
a. Dimana titik penyerahan barang antara eksportir (PSI) dengan pembeli (Takashimura Trading )
terjadi ?
b. Siapa yang bertanggungjawab atas barang CPO yang tenggelam di kapal pada saat mau
berangkat dari pelabuhan Tanjung Priok tersebut?
c. Siapa yang menunjuk dan membayar freight kapal tanker tersebut?
Jawab :
a. Titik penyerahan barang antara eksportir (PSI) dengan pembeli (Takashiumra Trading) terjadi di atas
kapal tanker di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Indonesia. Si Penjual wajib mengantarkan barang
tersebut hingga tiba ditempatkan di atas kapal di pelabuhan Tanjung Priok . Resiko sudah beralih
sejak barang sdh ditempatkan diatas kapal tanker tersebut
b. Jika menggunakan pada ketentuan penyerahan barang dengan CFR Incoterms 2010, maka Si
pembelilah yang bertanggungjawab atas CPO yang tenggelam di kapal tanker tersebut. Resiko dari
penjual kepada pembeli sudah beralih sejak barang sudah ditempatkan diatas kapal tanker tersebut.
Kapal sudah mau berangkat dari pelabuhan muat , sehingga resiko adalah di tangan si pembeli
c. Yang menunjuk/ mengurus pengapalan dan membayar freight kapal tanker tersebut atas biaya si
penjual. Penjuallah yang akan mencari kapal tanker untuk memuat CPO tersebut dan juga termasuk
membayar seluruh biaya2 pengapalan.
Tips-Tips
* Praktisi Logistik dan Pengajar di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) dan INFA
INSTITUTE.
FOB - INCOTERMS 2010
a. Definisi FOB
FOB adalah singkatan dari FREE ON BOARD. FOB merupakan syarat penyerahan barang (term of delivery) yang
kesembilan dari 11 Istilah dalam Incoterms 2010. Term FOB hanya berlaku untuk pengangkutan barang dengan
menggunakan moda transportasi pengangkutan laut dan perairan sungai dan danau saja
FOB didefinisikan : syarat penyerahan barang dimana penjual (seller) menyerahkan barang ke pembeli hingga
barang telah ditempatkan di atas kapal (on board) di pelabuhan pemuatan yang ditunjuk oleh si pembeli atau
mengadakan barang yang diantarkan (untuk penjualan berantai-string sale). Resiko Penjual akan berakhir ketika
barang telah berada diatas kapal.
Penjual telah memenuhi kewajibannya untuk mengantar barang kepada pembeli pada saat barang telah berada
diatasw kapal di pelabuhan pemuatan yang telah ditentukan oleh si pembeli.Penjual bertanggungjawab dalam
mengurus izin ekspor barang ,pengurusan prosedur kepabeanan ekspor.
Penjual tidak bertanggungjawab dalam mengurus pengangkutan, dan tidak berkewajiban mengurus asuransi barang.
Jika pengangkutan barang adalah dengan menggunakan peti kemas maka istilah FOB tidak sesuai untuk digunakan,
istilah yang tepat digunakan adalah FCA (Free carriage)
Berdasarkan definisi tersebut, ada 3 (tiga) hal kritis yang perlu diketahui :
1. Penjual harus mengetahui dengan tepat pelabuhan pemuatan barang yang ditentukan atau disebutkan oleh si
pembeli. Contoh : Di Tanjung Priok Port, Jakarta, Indonesia.
2. Penjual harus menempatkan barang hingga berada diatas kapal, sehingga penjual bertanggungjawab dalam memuat
barang hingga termuat di sarana pengangkut. Pembeli wajib mempersiapkan sarana pengangkut.
3. Resiko beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barang telah ditempatkan diatas kapal di pelabuhan pemuatan
yang ditentukan oleh si pembeli.
b. Petunjuk Penulisan
Petunjuk penulisan untuk FOB adalah :
1. Tulis FOB
2. Tentukan pelabuhan pemuatan (port of shipment) yang disebutkan ( insert named port of shipment) ,
contoh : Tanjung Priok Port, Jakarta, Indonesia
3. Tulis Incoterms yang disepakati. (Incoterms 2010)
Dalam praktek , istilah yang sering dilakukan , khususnya untuk angkutan curah (break bulk), seperti : batu bara,
CPO, adalah :
FOB Tongkang
FOB Mother Vessel
Istilah ini kurang tepat, jika menggunakan istilah Incoterms 2010 yang diterbitkan oleh ICC- Kadin
Internasional. Istilah yang seharusnya adalah FOB diikuti dengan penyebutan pelabuhan pemuatan, misal : FOB
Palembang, South Sumatera.
Namun, istilah dalam praktek ini sering dipakai dalam rangka menegaskan tanggungjawab penjual tersebut
sampai dimana, jika transkasi penjualan misalnya, batu bara, adalah sampai diatas kapal tongkang atau mother
vessel yang berlabuh ditengah laut. Oleh karena itu digunakanlah istilah : FOB Mother vessel atau FOB Tongkang.
Penjual bertanggungjawab dalam mengangkut batu bara tersebut dengan menggunakan kapal tongkang, atau kapal
kecil (feeder vessel) hingga ke tengah laut di mana posisi kapal tersebut berlabuh.
Walaupum Istilah FOB Tongkang atau FOB Mother vessel ini akan diterapkan, tentunya sebaiknya diikuti dengan
tempat atau lokasi kapal dimana agar dapat menghindari resiko dan biaya tambahan.
c. Pembagian Tanggungjawab (flowchart of responsibility), Biaya dan Resiko
Kasus
PT. Papajo Sejahtera Indonesia (PSI) adalah eksportir kopi . Dia sepakat dengan pembeli dari Tokyo,
Jepang, yaitu : Takashimura Trading dengan term : FOB ( Tanjung Priok Port, Jakarta,
Indonesia) Incoterms 2010 untuk ekspor kopi sebesar 50 ton dengan menggunakan 2 x 20 FT . (dua)
hari setelah peti kemas telah bongkar di pelabuhan Tanjung Priok, Di Sekitar Pelabuhan Tanjung
Priok terjadi rob ( banjir karena air laut pasang). Banyak peti kemas yang berada di pelabuhan
Tanjung Priok tergenang air, termasuk peti kemas yang memuat kopi dengan Tujuan ke Tokyo, Jepang.
a. Dimana titik penyerahan barang antara eksportir (PSI) dengan pembeli (Takashimura Trading )
terjadi ?
b. Siapa yang bertanggungjawab atas rusaknya kopi yang belum sempat termuat ke atas kapal ?
c. Siapa yang mengurus perijinan ekspor dan pemasukan barang ekspor(custom
clearance) ?
Jawab :
a. Titik penyerahan barang antara eksportir (PSI) dengan pembeli (Takashiumra Trading) terjadi di atas
kapal di Pelabuhan Tanjung Priok,Jakarta, Indonesia. Si Penjual wajib mengantarkan barang tersebut
hingga tiba ditempatkan di atas kapal di pelabuhan Tanjung Priok
b. Jika menggunakan pada ketentuan penyerahan barang dengan FOB Incoterms 2010, maka Si
penjuallah yang bertanggungjawab atas kopi sebanyak 50 ton yang terendam banjir karena rob di
Pelabuhan Tanjung Priok. Barang belum termuat hingga diatas kapal di pelabuhan pemuatan, yaitu
Tanjung Priok. Jika ditinjau dari sisi pengangkutan container menegaskan bahwa pengangkut
bertanggungjawab sejak barang telah ditempatkan pada posisi CY (Container Yard) pelabuhan muat
(place of receipt), dan jika terjadi kasus rob tersebut, maka sudah seharusnya pembeli yang beresiko,
namun karena transaksi adalah menggunakan FOB maka si penjual tetap beresiko. Oleh karena itu,
jika pengangkutan menggunakan peti kemas, maka sebaiknya pemilihan incoterms yang tepat
bukanlah dengan FOB, tetapi FCA, misal : FCA UTC1, Tanjung Priok., sehingga ketika ada kasus
seperti diatas, maka si pembelilah yang akan beresiko.
Tips-Tips
* Praktisi Logistik dan Pengajar di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) dan INFA
INSTITUTE.
FAS - INCOTERMS 2010
a. Definisi FAS
FAS adalah singkatan dari FREE ALONGSIDE SHIP. FAS merupakan syarat penyerahan barang (term of delivery)
yang kedelapan dari 11 Istilah dalam Incoterms 2010. Term FAS hanya berlaku untuk pengangkutan barang dengan
menggunakan moda transportasi pengangkutan laut dan perairan sungai dan danau saja
FAS didefinisikan : syarat penyerahan barang dimana penjual (seller) menyerahkan barang ke pembeli hingga
barang telah ditempatkan di sisi kapal (seperti: dermaga atau tongkang) di pelabuha pemuatan yang ditunjuk oleh si
pembeli. Barang telah bongkar saat barang telah tiba di sisi kapal di pelabuhan pemuatan yang telah disebutkan.
Resiko Penjual akan berakhir ketika barang telah tiba dan bongkar di sisi kapal.
Penjual telah memenuhi kewajibannya untuk mengantar barang kepada pembeli pada saat barang telah berada disisi
kapal di pelabuhan pemuatan yang telah ditentukan oleh si pembeli.Penjual bertanggungjawab dalam mengurus izin
ekspor barang
Penjual tidak bertanggungjawab dalam mengurus pengangkutan,dan tidak berkewajiban dalam mengurus asuransi
barang.
Berdasarkan definisi tersebut, ada 3 (tiga) hal kritis yang perlu diketahui :
1. Penjual harus mengetahui dengan tepat pelabuhan pemuatan barang yang ditentukan atau disebutkan oleh si
pembeli. Contoh : Di Tanjung Priok Port, Jakarta, Indonesia.
2. Penjual harus menempatkan barang hingga berada disisi kapal, sehingga penjual bertanggungjawab dalam
membongkar barang dari sarana pengangkut hingga barang ditempatkan disisi kapal. Pembeli wajib mempersiapkan
sarana pengangkut ketika barang sudah berada disisi kapal.
3. Resiko beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barang telah ditempatkan disisi kapal di pelabuhan pemuatan
yang ditentukan oleh si pembeli.
b. Petunjuk Penulisan
Petunjuk penulisan untuk FAS adalah :
1. Tulis FAS
2. Tentukan pelabuhan pemuatan (port of shipment) yang disebutkan ( insert named port of shipment) ,
contoh : Tanjung Priok Port, Jakarta, Indonesia
3. Tulis Incoterms yang disepakati. (Incoterms 2010)
Contoh:
Kasus
PT. Debora Namura Dame (DND) adalah eksportir alat-alat berat, seperti: crane, buldozer. Dia sepakat
dengan pembeli dari China, yaitu : Yen Lie Trading dengan term : FAS ( Tanjung Priok
Port, Jakarta, Indonesia) Incoterms 2010 . Periode pengiriman alat berat adalah paling lambat 10
Nopember 2013. Barang telah tiba tepat pada tanggal 10 November 2013. Kapal pengangkut break
bulk yang akan mengangkut alat-alat berat tersebut baru akan sandar 15 Nopember 2013. Pada tanggal
12 November terjadi topan badai dan banjir melanda kota Jakarta,termasuk di Tanjung Priok. Sebagian
besar alat2 berat tersapu oleh topan, dan sebagian terendam banjir.
a. Dimana titik penyerahan barang antara eksportir (DND) dengan pembeli (Yen Lie Trading )
terjadi ?
b. Siapa yang bertanggungjawab atas kerusakan alat-alat berat akibat badai dan banjir tersebut ?
c. Siapa yang mengurus perijinan ekspor dan pemasukan barang ekspor(custom
clearance) ?
Jawab :
a. Titik penyerahan barang antara eksportir (DND) dengan pembeli (Yen Lie Trading )
terjadi Pelabuhan Tanjung Priok,Jakarta, Indonesia. Si Penjual wajib mengantarkan barang tersebut
hingga tiba ditempatkan di sisi dermaga di pelabuhan Tanjung Priok t
b. Si Pembeli menanggung resiko atas kerusakan alat-alat berat akibat topan dan banjir. Resiko si
eksportir telah berakhir sejak barang telah ditempatkan disisi dermaga di Pelabuhan pemuatan yaitu
pada tanggal 10 November 2013. Kejadian topan dan banjir yang mengakibatkan barang rusak
tersebut terjadi pada tanggal 12 November 2013. Dalam rangka menghindari resiko-resiko yang
terjadi maka si pembeli wajib mengasuransikan alat-alat berat yang akan dikirim tersebut.
Tips-Tips
* Praktisi Logistik dan Pengajar di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) dan INFA
INSTITUTE.
JENIS-JENIS ANGKUTAN DI PERAIRAN
Seri Transportasi
Seri 1 – Jenis-Jenis Angkutan di Perairan
Perairan di Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan
pedalamannya. Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindakan penumpang dan/atau
barang dengan menggunakan kapal.
Berdasarkan Undang-Undang Pelayaran No.17 Tahun 2008 Pasal 6, bahwa Jenis-jenis angkutan di Perairan terdiri
atas 3 (tiga) jenis, yaitu :
1. Angkutan Laut
Angkutan laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut
2. Angkutan Sungai dan Danau
Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau,
waduk, rawa, banjir kanal, dan terusan untuk mengangkut penumpang dan /atau barang yang diselenggarakan oleh
perusahaan angkutan sungai dan danau
3. Angkutan Penyeberangan
Angkutan Penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan
dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan
beserta muatannya
Jenis Angkutan Laut , berdasarkan pasal 7 UU Pelayaran No.17 Tahun 2008 dan PP No.20 Tahun 2010 tentang
angkutan perairan dan , terdiri atas 4 jenis yaitu :
1. Angkutan laut dalam negeri
Angkutan laut dalam negeri adalah kegiatan angkutan laut yang dilakukan di wilayah perairan Indonesia yang
diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut nasional
2. Angkutan laut luar negeri
Angkutan laut luar negeri adalah kegiatan angkutan laut dari pelabuhan atau terminal khusus terbuka bagi
perdagangan luar negeri ke pelabuhan luar negeri atau dari pelabuhan luar negeri ke pelabuhan atau terminal khusus
Indonesia yang terbuka bagi perdagangan luar negeri yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut
3. Angkutan Laut Khusus
Angkutan Laut Khusus adalah kegiatan untuk melayani kepentingan usaha sendiri dalam menunjang usaha
pokoknya. Usaha pokok adalah jenis usaha yang disebutkan di dalam surat izin usaha suatu perusahaan
4. Angkutan Laut Pelayaran rakyat
Angkutan laut Pelayaran rakyat (Pelra) adalah usaha rakyat yang bersifat tradisional dan mempunyai karakteristik
tersendiri untuk melaksanakan angkutan di perairan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor,
dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran tertentu.
DDP- INCOTERMS 2010
a. Definisi DDP
DDP adalah singkatan dari DELIVERED DUTY PAID. DDP merupakan syarat penyerahan barang (term of
delivery) yang ketujuh dari 11 Istilah dalam Incoterms 2010.
DDP didefinisikan : syarat penyerahan barang dimana penjual (seller) menyerahkan barang ke pembeli pada sarana
pengangkut yang telah telah tiba ditempat tujuan yang disebutkan atas pengaturan dari pembeli. Barang belum
bongkar pada saat tiba ditempat tujuan yang disebutkan. Penjual akan menanggung resiko dari sejak barang dibawa
dari tempat penjual hingga diantar ke tempat yang ditentukan oleh pembeli. Istilah yang sering dikenal adalah
istilah pengiriman door to door.
Penjual telah memenuhi kewajibannya untuk mengantar barang kepada pembeli pada saat sarana pengangkut telah
tiba ditempat tujuan yang disebutkan oleh pembeli. Penjual bertanggungjawab dalam mengurus izin ekspor barang
maupun izin impor, membayar bea masuk , pajak dalam rangka impor (PPN dan PPH) dan serta bertanggungjawab
dalam melaksanakan pengeluaran barang impor (prosedur kepabeanan impor). Penjual mengurus pengangkutan
menuju ke tempat yang disebutkan oleh pembeli saja. DDP adalah tanggungjawab maksimal dari sisi penjual (seller).
Penjual harus mempertimbangkan segala resiko dari sejak barang dimuat hingga barang sampai ke tempat tujuan
yang ditunjuk oleh si pembeli.
Berdasarkan definisi tersebut, ada 3 (tiga) hal kritis yang perlu diketahui :
1. Penjual wajib melakukan penyerahan barang adalah hingga ke tempat tujuan yang disebutkan oleh pembeli.
Penjual dan pembeli harus jelas menyepakati dimana tempat tujuan yang disebutkan, Contoh : Di Pabrik PT. ABC
di KBN Cakung, Jakarta, Indonesia.
2. Penjual tidak bertanggungjawab dalam membongkar barang dari sarana pengangkut yang telah tiba di tempat
tujuan . Pembeli wajib mempersiapkan sarana dan alat bongkar barang.
3. Penjual wajib mengurus kepabeanan ekspor impor, membayar bea masuk hingga pengeluaran barang impor hingga
pengantaran barang tersebut ke tempat tujuan
4. Resiko beralih dari penjual kepada pembeli pada saat sarana pengangkut telah tiba ditempat tujuan yang disebutkan.
Barang tidak dalam keadaan bongkar dari sarana pengangkut.
b. Petunjuk Penulisan
Petunjuk penulisan untuk DDP adalah :
1. Tulis DDP
2. Tentukan tempat tujuan yang disebutkan ( insert named place of destination) , contoh : Pabrik PT ABC di
KBN Cakung , Jakarta, Indonesia
3. Tulis Incoterms yang disepakati. (Incoterms 2010)
Kasus
PT. Jonathan Sumtera Indonesia (JSI) adalah importir gula yang mempunyai pabrik gula berlokasi
di KBN Cakung, Jakarta. Dia sepakat membeli 5000 ton gula dari eksportir China, yaitu : Yen
Lie Trading dengan term : DDP ( KBN Cakung, Jakarta, Indonesia) Incoterms 2010 . Pengiriman
gula dikirim dengan menggunakan 1 kapal break bulk . Barang telah tiba di pelabuhan Tanjung Priok
pada tanggal 31 Oktober 2013. Pada tanggal 31 Oktober terjadi demo buruh di Tanjung Priok, Kapal
baru separuh dibongkar di pelabuhan Tanjung Priok, separuh lagi dalam perjalanan ke KBN Cakung.
100 Ton Gula terjebak dalam demo yang berlangsung rusuh hingga gula tersebut terkena bakar.
a. Dimana titik penyerahan barang antara pembeli (JSI) dengan penjual (Yen Lie Trading ) terjadi ?
b. Siapa yang bertanggungjawab atas 100 ton gula yang terbakar dalam kerusuhan di Tanjung Priok
tersebut ?
c. Siapa yang membayar biaya bea masuk, PPN dan PPH untuk impor gula tersebut ?
Jawab :
a. Titik penyerahan barang antara pembeli (JSI) dengan penjual (Yen Lie Trading) di Pabrik JSI di KBN
Cakung, Jakarta, Indonesia. Si Penjual wajib mengantarkan barang tersebut hingga tiba ditempat
tujuan yang telah disepakati, yaitu: Pabrik JSI di KBN Cakung, Jakarta.
b. Si Penjual menanggung resiko dari sejak barang dimuat hingga barang tersebut sampai di tempat
pembeli, dalam kasus ini adalah KBN Cakung, Jakarta. Kerusuhan karena demo buruh terjadi di
Tanjung Priok, oleh karena itu 100 ton gula yang terbakar karena kerusahan adalah masih menjadi
resiko si Penjual. Si Penjual wajib menanggung resiko atas 100 ton gula yang terbakar tersebut.
c. Biaya bea masuk, PPN dan PPH untuk impor gula tersebut adalah beban dari si penjual. Penjual wajib
membayar biaya tersebut.
4. TIPS-TIPS
- Pembeli harus mempersiapkan alat bongkar pada saat barang telah tiba di tempat pembeli.
* Praktisi Logistik dan Pengajar di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) dan INFA
INSTITUTE.
DAP - INCOTERMS 2010
a. Definisi DAP
DAP adalah singkatan dari DELIVERED AT PLACES. DAP merupakan syarat penyerahan barang (term of
delivery) yang keenam dari 11 Istilah dalam Incoterms 2010. DAP adalah istilah baru yang muncul dalam
INCOTERM 2010
DAP didefinisikan : syarat penyerahan barang dimana penjual (seller) menyerahkan barang ke pembeli pada sarana
pengangkut yang telah telah tiba ditempat tujuan yang disebutkan atas pengaturan dari pembeli. Barang belum
bongkar pada saat tiba ditempat tujuan yang disebutkan. Penjual akan menanggung resiko dari sejak barang dibawa
dari tempat penjual hingga diantar ke tempat yang ditentukan oleh pembeli.
Penjual telah memenuhi kewajibannya untuk mengantar barang kepada pembeli pada saat sarana pengangkut telah
tiba ditempat tujuan yang disebutkan oleh pembeli. Penjual bertanggungjawab dalam mengurus izin ekspor barang,
namun tidak memiliki kewajiban dalam menyelesaikan perizinan impor barang, membayar bea masuk dan tidak
bertanggungjawab dalam melaksanakan pengeluaran barang impor (prosedur kepabeanan impor). Penjual hanya
mengurus pengangkutan menuju ke tempat yang disebutkan oleh pembeli saja.
Berdasarkan definisi tersebut, ada 3 (tiga) hal kritis yang perlu diketahui :
1. Penjual wajib melakukan penyerahan barang adalah hingga ke tempat tujuan yang disebutkan oleh pembeli.
Penjual dan pembeli harus jelas menyepakati dimana tempat tujuan yang disebutkan, Contoh : Di Pabrik PT. X di
MM 2100, Bekasi, Jawa Barat, Indonesia.
2. Penjual TIDAK bertanggungjawab dalam membongkar barang dari sarana pengangkut yang telah tiba di tempat
tujuan . Pembeli wajib mempersiapkan sarana dan alat bongkar barang
3. Resiko beralih dari penjual kepada pembeli pada saat sarana pengangkut telah tiba ditempat tujuan yang disebutkan.
Barang tidak dalam keadaan bongkar dari sarana pengangkut.
b. Petunjuk Penulisan
Petunjuk penulisan untuk DAP adalah :
1. Tulis DAP
2. Tentukan tempat tujuan yang disebutkan ( insert named place of destination) , contoh : Pabrik PT
X di MM 2100, Bekasi, Jawa Barat, Indonesia
3. Tulis Incoterms yang disepakati. (Incoterms 2010)
Contoh:
Kasus
PT. Sahabat Bisnis Indonesia (SBI) adalah importir kedelai yang mempunyai pabrik berlokasi di MM
2100, Bekasi. Dia sepakat membeli 10.000 ton kedelai dari eksportir USA, yaitu : Freeman&Son Pte
dengan term : DAP ( MM2100, Bekasi, Jawa Barat, Indonesia) Incoterms 2010 . Pengiriman
kedelai menggunakan 1 Kapal . Barang telah tiba di pelabuhan Tanjung Priok pada tanggal 16
September 2013. Oleh Eksportir, barang dibongkar dan ditampung di gudang di Tanjung Priok oleh
karena importir belum membayar kedelai tersebut. Pada tanggal 17 September 2013, 1000 ton kedelai
dijarah oleh bandit Tanjung Priok.
a. Dimana titik penyerahan barang antara pembeli (SBI) dengan penjual (Freeman&Son, Pte)
terjadi ?
b. Siapa yang bertanggungjawab atas 1000 ton kedelai yang dijarah oleh Bandit Tanjung Priok
tersebut ?
c. Siapa yang membayar biaya angkutan kedelai dari Tanjung Priok ke MM 2010, Bekasi ?
Jawab :
a. Titik penyerahan barang antara pembeli (SBI) dengan penjual (Freeman &Son, Pte) di Pabrik SBI di
MM 2100, Bekasi, Jawa Barat, Indonesia. Eksporti Freeman wajib mengantarkan barang tersebut
hingga tiba ditempat tujuan yang telah disepakati, yaitu: Pabrik SBI di MM 2100, Bekasi.
b. Kedelai masih disimpan di gudang di Tanjung Priok. Eksportir menanggung resiko hingga seluruh
kedelai tersebut telah tiba di Pabrik SBI di MM2100, Bekasi , masih di atas sarana pengangkut. Oleh
karena kejadian hilangnya 1000 ton adalah di gudang di Tanjung Priok, masih si eksportirlah yang
menanggung resiko atas hilangnya kedelai yang dijarah oleh Bandit Tanjung Priok.
c. Biaya angkutan kedelai dari Tanjung Priok ke MM 2010, Bekasi adalah tanggungjawab dari
eksportir/penjual. Oleh karena itu, biaya angkutan kedelai tersebut wajib diurus dan dibayar oleh si
eksportir (Freeman&Son, Pte).
d. Tips-Tips
a. Definisi DAT
DAT adalah singkatan dari DELIVERED AT TERMINAL. DAT merupakan syarat penyerahan barang (term of
delivery) yang kelima dari 11 Istilah dalam Incoterms 2010. DAT adalah istilah baru yang muncul dalam
INCOTERMS 2010.
DAT didefinisikan : syarat penyerahan barang dimana penjual (seller) menyerahkan barang ke pembeli ketika
barang sudah dibongkar dari sarana pengangkut yang telah tiba diterminal yang ditunjuk pembeli pada pelabuhan
bongkar atau tempat tujuan. Terminal adalah termasuk setiap tempat, apakah tertutup atau tidak, seperti dermaga
(quay), gudang (warehouse), lapangan peti kemas (CY) , atau terminal cargo : angkutan darat, kereta api atau udara
(road, rail or air cargo terminal).
Penjual telah memenuhi kewajibannya untuk mengantar barang kepada pembeli pada saat barang telah dibongkar
dari sarana pengangkut di terminal tujuan atas pengaturan dari si pembeli. Penjual bertanggungjawab dalam
mengurus izin ekspor barang, namun tidak memiliki kewajiban dalam menyelesaikan perizinan impor barang,
membayar bea masuk dan melaksanakan pengeluaran barang impor (prosedur kepabeanan impor)
Berdasarkan definisi tersebut, ada 3 (tiga) hal kritis yang perlu diketahui :
1. Penjual wajib melakukan penyerahan barang adalah di terminal yang disebutkan oleh pembeli. Penjual harus
mengetahui secara jelas titik penyerahan barang di terminal mana pada pelabuhan bongkar atau tempat tujuan.
Contoh : Di Tanjung Priok CY UTC 1.
2. Penjual bertanggungjawab dalam membongkar barang dari sarana pengangkut yang telah tiba di terminal pada
pelabuhan bongkar atau tempat tujuan yang telah ditentukan.
3. Resiko dan biaya beralih pada saat barang telah terbongkar dari sarana pengangkut di terminal pada pelabuhan
bongkar atau tempat tujuan tujuan yang ditentukan.
b. Petunjuk Penulisan
Petunjuk penulisan untuk DAT adalah :
1. Tulis DAT
2. Tentukan terminal di pelabuhan tujuan atau tempat tujuan yang disebutkan ( named terminal at port
or place of destination) , contoh : CY UTC 1, Tanjung Priok Port, Jakarta
3. Tulis Incoterms yang disepakati. (Incoterms 2010)
Contoh:
Kasus
PT. Sahabat Bisnis Indonesia (SBI) adalah importir daging sapi segar yang berlokasi di Cibubur,
Jakarta. Dia sepakat membeli 300 ton daging sapi segar dari Pearson&Son Pte.
dengan term : DAT (CY UTC1, Tanjung Priok Port, Jakarta) Incoterms 2010 . Pengiriman
daging menggunakan 12 x 40’ RF. Barang telah tiba di pelabuhan Tanjung Priok pada tanggal 22
Agustus 2013. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengeluarkan ketentuan baru impor
daging sapi yaitu : impor daging sapir harus melalui sistem lelang terbuka. Peraturan mulai berlaku
sejak tanggal: 1 Agustus 2013. Pemenang dalam lelang impor daging sapilah yang diizinkan
untuk impor daging. Pemenang akan mendapatkan persetujuan impor. SBI belum mendapatkan
informasi peraturan baru tersebut. Barang tertahan di pelabuhan Tanjung Priok.
a. Dimana titik penyerahan barang antara pembeli (SBI) dengan penjual (Pearson&Son, Pte)
terjadi ?
b. Siapa yang membayar biaya penumpukan di pelabuhan Tanjung Priok ?
c. Akibat peraturan baru tersebut, daging sapi tersebut tidak bisa dikeluarkan , resiko atas siapa ?
Jawab :
a. Titik penyerahan barang antara pembeli (SBI) dengan penjual (Pearson&son, Pte) di Terminal
Pelabuhan Tanjung Priok, yaitu : UTC 1
b. Sesuai ketentuan DAT
Penjual serahkan barang hingga telah terbongkar dari sarana pengangkut di terminal tujuan yang
ditentukan oleh pembeli di pelabuhan tujuan. Oleh karena itu, biaya penumpukan adalah menjadi
tanggungjawab si pembeli (SBI). SBI lah yang bertanggungjawab dalam membayar biaya-biaya
penumpukan di pelabuhan Tanjung Priok.
c. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengeluarkan ketentuan baru impor daging sapi harus
melalui sistem lelang terbuka pada tanggal: 1 Agustus 2013 sedangkan barang telah dikapalkan
sebelum tanggal 1 Agustus 2013 . Importir tidak mengetahui peraturan baru tersebut dan barang
tertahan di pelabuhan Tanjung Priok. Pengurusan perizinan impor adalah tanggungjawab dari si
pembeli. Pembeli sudah harus mengurus segala perizinan impor sebelum pengapalan barang. Oleh
karena itu, resiko tertahan daging sebanyak 12 x 40’ RF adalah resiko pembeli (SBI)
d. Tips-Tips
* Praktisi logistik dan Pengajar di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) dan INFA INSTITUTE.
CIP - INCOTERMS 2010
SERI 4 - INCOTERMS 2010
a. Definisi CIP
CIP adalah singkatan dari CARRIAGE AND INSURANCE PAID TO . CIP merupakan syarat penyerahan barang
(term of delivery) yang keempat dari 11 Istilah dalam Incoterms 2010.
CIP didefinisikan : syarat penyerahan barang dimana penjual (seller) menyerahkan barang ke pembeli :
pada pengangkut atau orang lain yang ditunjuk oleh penjual ditempat yang disepakati (an agreed place) (jika ada
tempat yang disepakati antar pihak). Penjual wajib melakukan kontrak pengangkutan untuk membayar ongkos
pengangkutan yang diperlukan untuk membawa barang ke tempat tujuan yang disebutkan serta melakukan kontrak
penutupan asuransi. Kontrak penutupan asuransi adalah atas resiko si pembeli bukan resiko si penjual untuk
kehilangan atau kerusakan barang yang terjadi sejak serah terima barang. Cover asuransi yang dibuka oleh si
penjual adalah cover asuransi pertanggungan minimal (Institute Cargo Clause "C"- ICC “C”) . Jika pembeli ingin
memiliki perlindungan lebih , maka perlu ada kesepakatan lagi antara penjual dan pembeli . Penjual dapat
menaikkan cover asuransi tersebut dengan tambahan biaya dari si pembeli.
Penjual telah memenuhi kewajibannya untuk mengantar barang kepada pembeli pada saat telah diserahkannya
barang kepada pengangkut dan bukan ketika barang tersebut telah tiba ditempat tujuan. Resiko dan biaya beralih
pada titik yang berbeda. Resiko beralih di pengangkut atau orang lain yang ditunjuk (di pelabuhan muat), sedangkan
biaya hingga tempat tujuan yang disepakati
Berdasarkan definisi tersebut, ada 4 (empat) hal kritis yang perlu diketahui :
1. Penjual wajib melakukan penyerahan barang adalah kepada pengangkut atau orang lain yang ditunjuk oleh penjual
(nominated by seller)
2. Tempat atau lokasi penyerahan barang harus disebutkan dengan jelas, yaitu kepada pengangkut atau orang lain di
tempat yang telah disepakati antara penjual dan pembeli. Sedangkan kontrak pengangkutan antara penjual dengan
pengangkut adalah sampai ke tempat tujuan (named place of destinantion)
3. Resiko dan biaya beralih pada titik yang berbeda. Resiko beralih di pengangkut atau orang lain yang ditunjuk
(dipelabuhan muat), sedangkan biaya beralih ditempat tujuan yang disepakati
4. Penjual mengurus dan membuat kontrak pengangkutan dan kontrak penutupan asuransi. Kontrak penutupan asuransi
adalah dengan pertanggungan minimal .
Penjual wajib mengurus perizinan ekspor dan prosedur kepabeanan ekspor (export custom clearance), namun
penjual tidak ada kewajiban untuk penyelesaian perijinan impor barang, membayar setiap bea impor atau melakukan
prosedur kepabeanan impor.
b. Petunjuk Penulisan
Petunjuk penulisan untuk CIP adalah :
1. Tulis CIP
2. Tentukan tempat tujuan yang disebutkan (named place of destination) , contoh : Shanghai Pudong Airport, China
3. Tulis Incoterms yang disepakati. (Incoterms 2010)
Kasus
PT. Debora Namura Tebe (DNT) adalah eksportir sepatu di Bogor, Jawa Barat. Dia sepakat menjual
sepatu ke Pho Loe, Pte dengan term : CIP ( Shanghai Pudong Airport, China) Incoterms 2010
sebanyak 1000 pasang (@ 1kg per pasang). Biaya Airfreight JKT/Shanghai : USD.8/Kg. Barang
dikeluarkan dari pesawat China Airlines dan diletakkan ke gudang cargo di Shanghai Pudong Airport.
Beberapa jam kemudian, gudang terbakar melalap habis semua barang yang ada di gudang.
a. Dimana titik penyerahan barang antara penjual (DNT) dengan pembeli (Pho Loe, Pte) terjadi ?
b. Siapa yang menunjuk airlines dan berapa biaya freight yang harus dibayar ?
c. Siapa yang bertanggungjawab dalam mengurus asuransi? Jenis pertanggungan apa yang dibuka ?
d. Pembeli, Pho Loe, Pte menolak untuk membayar pembelian 1000 pasang sepatu karena barang
belum diterima . Apakah pembeli berhak menolak pembayaran tersebut ? Berikan alasannya.
Jawab :
a. Titik penyerahan barang antara penjual (DNT) dengan pembeli (Pho Loe, Pte) di pesawat China
Airlines yang posisi Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.
b. Sesuai ketentuan CIP
Penjuallah wajib mengurus kontrak pengangkutan dan membayar biaya angkutan utama (main
carrier).
Total biaya airfreight JKT/Shanghai yang harus dibayar oleh DNT adalah sebesar: USD.8/kg x 1000
kg = USD.8.000
c. Kontrak penutupan asuransi adalah tanggungjawab si penjual (DNT). DNT akan membuka asuransi
dengan pertanggungan minimal, yaitu cover ICC C. tetapi resiko tetap atas pembeli. Penjual hanya
mengurus kontrak penutapan asuransi saja , dan segala resiko masih di tangan si pembeli.
d. Pembeli, Pho Loe, Pte TIDAK BERHAK UNTUK menolak untuk membayar pembelian 1000 pasang
sepatu karena barang belum diterima . Penyerahan barang tidak terkait dengan sistem pembayaran.
Pembayaran adalah kesepakatan yang berbeda. Jika dalam kontrak diatur bahwa pembayaran
dilakukan setelah serah terima barang, maka penjual dan pembeli harus jelas titik serah terima barang.
Berdasarkan ketentuan CIP, resiko sudah beralih antara Penjual (DNT) dengan pembeli (Pho Loe, pte)
sejak barang diserahkan ke pengangkut China Airlines di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta. Pembelilah
yang beresiko atas terbakarnya barang di gudang cargo di Shanghai Pudong, China.
d. Tips-Tips
* Praktisi logistik dan Pengajar di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) dan INFA INSTITUTE.
CPT - INCOTERMS 2010
a. Definisi CPT
CPT adalah singkatan dari CARRIAGE PAID TO . CPT merupakan syarat penyerahan barang (term of delivery)
yang ketiga dari 11 Istilah dalam Incoterms 2010.
CPT didefinisikan : syarat penyerahan barang dimana penjual (seller) menyerahkan barang ke pembeli :
pada pengangkut atau orang lain yang ditunjuk oleh penjual ditempat yang disepakati (an agreed place) (jika ada
tempat yang disepakati antar pihak). Penjual wajib melakukan kontrak pengangkutan untuk membayar ongkos
pengangkutan yang diperlukan untuk membawa barang ke tempat tujuan yang disebutkan.
Penjual telah memenuhi kewajibannya untuk mengantar barang kepada pembeli pada saat telah diserahkannya
barang kepada pengangkut dan bukan ketika barang tersebut telah tiba ditempat tujuan. Resiko dan biaya beralih
pada titik yang berbeda. Resiko beralih di pengangkut atau orang lain yang ditunjuk (dipelabuhan muat), sedangkan
biaya hingga tempat tujuan yang disepakati
Berdasarkan definisi tersebut, ada 3 (tiga) hal kritis yang perlu diketahui :
1. Penjual wajib melakukan penyerahan barang adalah kepada pengangkut atau orang lain yang ditunjuk oleh penjual
(nominated by seller)
2. Tempat atau lokasi penyerahan barang harus disebutkan dengan jelas, yaitu kepada pengangkut atau orang lain di
tempat yang telah disepakati antara penjual dan pembeli. Sedangkan kontrak pengangkutan antara penjual dengan
pengangkut adalah sampai ke tempat tujuan (named place of destinantion)
3. Resiko dan biaya beralih pada titik yang berbeda. Resiko beralih di pengangkut atau orang lain yang ditunjuk
(dipelabuhan muat), sedangkan biaya beralih ditempat tujuan yang disepakati
Penjual wajib mengurus perizinan ekspor dan prosedur kepabeanan ekspor (export custom clearance), namun
penjual tidak ada kewajiban untuk penyelesaian perijinan impor barang, membayar setiap bea impor atau melakukan
prosedur kepabeanan impor.
b. Petunjuk Penulisan
Contoh:
Kasus
PT. Jonathan Paruhum Tebe (JPT) adalah eksportir tekstil berlokasi di Sukabumi, Jawa Barat. Dia
sepakat menjual baju seragam tentara ke Nagashima Pho Pte dengan term : CPT ( Narita
Airport,Tokyo) Incoterms 2010 sebanyak 10 ton. Biaya Airfreight JKT/Tokyo : USD.10/Kg. Pada
saat pintu pesawat Japan Airlines (JAL) yang membawa barang tersebut di buka, api keluar dan tiba-
tiba terdengar ledakan keras yang menyebabkan pesawar terbakar . Tidak ada penumpang yang
meninggal kecuali barang yang dibawa oleh pesawat tersebut.
a. Dimana titik penyerahan barang antara penjual (JPT) dengan pembeli (Nagashima) terjadi ?
b. Siapa yang membayar biaya airfreight? Berapa biaya freight yang harus dibayar ?
c. Pembeli mengajukan klaim kepada Penjual (JPT) agar barang yang terbakar tersebut diganti
pengiriman barang baru lagi. Alasan pembeli karena barang belum diterima akibat peristiwa
kebakaran pesawat? Apakah JPT mau menerima klaim tersebut ?
Jawab :
a. Titik penyerahan barang antara penjual (JPT) dengan pembeli (Nagashima) di pesawat JAL yang
posisi Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.
b. Sesuai ketentuan CPT, Penjuallah yang wajib membayar biaya angkutan utama (main carrier).
Total biaya airfreight yang harus dibayar oleh JPT adalah sebesar: USD.10/kg x 10.000 kg =
USD.100.000
c. Peristiwa kebakaran terjadi pada saat di Narita Airport, Tokyo. Sedangkan resiko sudah beralih
(passes) dari penjual kepada pembeli di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta (poin a), maka Penjual
berhak menolak klaim si pembeli tersebut.
d. TIPS - TIPS
* Praktisi logistik dan Pengajar di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) dan INFA INSTITUTE.
FCA - INCOTERMS 2010
a. Definisi FCA
FCA adalah singkatan dari FREE CARRIER . FCA merupakan syarat penyerahan barang (term of delivery) yang
kedua dari 11 Istilah dalam Incoterms 2010.
FCA didefinisikan : syarat penyerahan barang dimana penjual (seller) menyerahkan barang ke pembeli
(buyer): kepada pengangkut atau orang lain yang ditunjuk oleh pembeli ditempat penjual (seller premises) atau
tempat lain yang disebutkan. Penjual dan pembeli disarankan untuk menentukan titik tempat penyerahan barang
secara jelas (named place of delivery). Resiko beralih dari penjual kepada pembeli di titik tempat penyerahan barang
tersebut. Penjual wajib mengurus perizinan ekspor dan prosedur kepabeanan ekspor (export custom clearance)
Berdasarkan definisi tersebut, ada 3 (tiga) hal kritis yang perlu diketahui :
1. Penjual wajib melakukan penyerahan barang adalah kepada pengangkut atau orang lain yang ditunjuk oleh pembeli
2. Tempat atau lokasi penyerahan barang adalah di tempat penjual (seller premises) atau tempat lain yang disebutkan.
Jika tempat penyerahan barang adalah di tempat penjual (pabrik), maka penjual bertanggungjawab dalam memuat
barang ke atas kendaraan pengangkut, namun jika tempat penyerahan barang adalah ditempat lain, penjual hanya
menyerahkan barang ke tempat yang ditunjuk dengan kondisi siap untuk dibongkar.
3. Penjual wajib mengurus perizinan ekspor dan prosedur kepabeanan ekspor (export custom clearance)
b. Petunjuk Penulisan
Contoh:
Kasus 1
PT.XYZ adalah eksportir semen berlokasi di Cibinong, Jawa Barat. Dia sepakat menjual semen ke Xi
Hua , Ltd dengan term : FCA (PT.XYZ Cibinong, Jawa Barat) Incoterms 2010 sebanyak 100 ton.
Periode pengiriman barang dari Cibinong ditentukan pada tanggal : 12 Agustus 2013. Pengiriman
barang tersebut menggunakan 5 x 20’ dengan kapasitas 20 ton per peti kemas.
Jawab :
a. Oleh karena tempat penyerahan barang adalah ditempat penjual pada pengangkut yang ditunjuk
oleh pembeli, maka penjual bertanggungjawab dalam memuat barang di pabrik PT.XYZ
b. Peralihan resiko (transfer of risk) terjadi pada saat barang telah termuat diatas kendaraan
pengangkut (baca:truck peti kemas/trailer) ditempat penjual (PT.XYZ). Oleh karena itu, PT.XYZ
tidak membayar biaya trucking dari Cibinong ke Tanjung Priok. Pembelilah yang wajib membayar
biaya trucking tersebut.
c. Peristiwa terbakarnya 2 unit truck (2 x 20’) yang membawa 40 Ton Semen terjadi di pelabuhan
Tanjung Priok. Peralihan resiko (transfer of risk) terjadi pada saat barang telah termuat diatas
kendaraan pengangkut (baca:truck) ditempat penjual (PT.XYZ). Oleh karena itu, Pembeli (Xi
Hua ,Ltd) lah yang beresiko atas kehilangan 40 Ton semen tersebut.
Kasus 2 :
PT.XYZ adalah eksportir semen berlokasi di Cibinong, Jawa Barat. Dia sepakat menjual semen ke Xi
Hua ,Ltd dengan term : FCA ( UTC 1, Tanjung Priok Port , Jakarta) Incoterms 2010 sebanyak 100
ton. Periode pengiriman barang dari Cibinong ke UTC 1, Tanjung Priok Port adalah tanggal : 15
September 2013. Pengiriman barang tersebut menggunakan 5 x 20’ dengan kapasitas 20 Ton per peti
kemas. Kapal berangkat tanggal 17 September 2013 menuju ke Shanghai, China.
Jawab :
a. Titik penyerahan barang adalah di UTC 1 , Tanjung Priok Port, Jakarta. Penjual bertanggung
jawab dalam mengirimkan barang dari tempat penjual (Cibinong) hingga ke UTC 1, Tanjung
Priok Port. Penjual berkewajiban dalam menunjuk perusahaan trucking dari Cibinong ke UTC 1.
b. Peralihan resiko (transfer of risk) terjadi pada saat 5 x20’ yang diangkut dengan truck peti
kemas/trailer telah tiba di UTC 1, Tanjung Priok Port. Oleh karena itu, Pembeli (Hi Xua, LTd) lah
yang bertanggungjawab dalam membayar biaya lift off dan storage 5 x 20’ .
c. Peristiwa rob terjadi pada tanggal 16 September 2013. Peralihan resiko (transfer of risk) terjadi
pada saat 5 x 20’ yang diangkut dengan truck peti kemas/trailer telah tiba di UTC 1, Tanjung
Priok Port yaitu : tanggal 15 September 2013. Oleh karena itu, kerusakan 40 ton semen (2x20’)
adalah atas resiko pembeli (Hi Xua, Ltd).
d. TIPS-TIPS
- Pembeli harus memahami resiko-resiko yang akan terjadi pada saat dan ketika barang telah diserahkan oleh
penjual pada tempat yang telah ditentukan.
EXW - INCOTERMS 2010
SERI 1- INCOTERMS 2010
EXW - EX WORK
Oleh : Antoni Tampubolon*
a. Definisi EXW
EXW adalah singkatan dari EX WORKS. EXW merupakan syarat penyerahan barang (term of delivery) yang
pertama dari 11 Istilah dalam Incoterms 2010.
EXW didefinisikan : syarat penyerahan barang dimana penjual (seller) menyerahkan barang kepada pembeli
(buyer) atas pengaturan pembeli ( at the buyer disposal) di tempat penjual (seller premises) atau tempat lain yang
disebutkan (seperti: pabrik, gudang, bengkel , dan lain-lain). Penjual tidak perlu memuat barang ke kendaraan
pengangkut (contoh: truck) dan juga tidak perlu mengurus perizinan ekspor .
Berdasarkan definisi tersebut, ada 3 (tiga) hal kritis yang perlu diketahui :
1. Tempat atau lokasi penyerahan barang adalah atas pengaturan pembeli (buyer disposal). Pembelilah yang
menentukan titik dimana tempat atau lokasi barang akan diserahkan. Pembeli wajib menyebutkan tempat
penyerahan barang secara jelas (named place of delivery). Contoh : EXW ( PT. ABC, Kawasan MM 2100, Jakarta)
Incoterms 2010.
2. Tempat atau lokasi penyerahan barang adalah di tempat penjual (seller premises) atau tempat lain yang disebutkan.
Penyerahan barang tidak selalu dari tempat penjual tetapi bisa disuatu tempat yang ditentukan oleh pembeli. Contoh:
Penjual adalah berlokasi di Kawasan MM2100, Bekasi. Kesepakatan dengan pembeli adalah EXW Gudang X di
Tanjung Priok. Penjual wajib membawa barang tersebut ke tempat yang ditunjuk oleh pembeli yaitu : Gudang X di
Tanjung Priok.
3. Kewajiban minimum bagi penjual. Penjual hanya mempersiapkan barang agar siap untuk ekspor. Penjual tidak
bertanggungjawab memuat barang ke kendaraan pengangkut yang datang ke tempat penjual atau tempat lain yang
ditunjuk. Jika penjual melakukan pemuatan barang, ia melakukan atas biaya dan resiko pembeli. Perijinan ekspor
adalah menjadi tanggungjawab si pembeli. Si pembeli wajib memiliki perijinan ekspor atau menunjuk agen di
tempat penjual yang telah memiliki perijinan ekspor.
b. Petunjuk Penulisan
Petunjuk penulisan untuk EXW adalah :
1. Tulis EXW
2. Tentukan titik penyerahan barang (tempat pengantaran barang) , contoh : PT. ABC ,
KawasanMM2100, Bekasi)
3. Tulis Incoterms yang disepakati. (Incoterms 2010)
Contoh :
PT.ABC sepakat menjual barang jagung ke Cargil,Ltd dengan term : EXW Gudang X di Tanjung
Priok sebanyak 100 ton. Periode Pengiriman barang ke gudang paling lambat : 12 Agustus 2013.
Pengiriman jagung ke Gudang X oleh PT.ABC menggunakan 5 Truck Tronton kapasitas 20 Ton. Pada
tanggal 12 Agustus 2013, semua truck sudah tiba, 2 truck telah selesai dibongkar pada tanggal 12
Agustus 2013, tetapi 3 truck lagi dibongkar besok harinya, tanggal 13 Agustus 2013. Besok paginya,
ternyata 3 truck berisi 60 ton jagung tersebut dirampok dan dijarah oleh Bandit Tanjung Priok. Apakah
PT.ABC bertanggungjawab atas kehilangan 60 Ton Jagung Tersebut ?
Jawab:
Resiko kehilangan 60 ton jagung adalah di Cargil, LTd.
Sesuai dengan Kesepakatan antara PT.ABC dan Cargil, LTd, jagung diserahterimakan EXW Gudang
X di Tanjung Priok. Fakta: PT.ABC telah melaksanakan kewajiban mengirimkan barang sesuai dengan
tanggal yang disepakati, namun 60 ton jagung yang belum dibongkar menjadi tanggungjawab
Cargil ,Ltd.
d. TIPS - TIPS
Pembeli harus sudah memiliki perwakilan atau kantor cabang atau agent di tempat penjual yang akan ditunjuk
untuk mengurus segala sesuatu tentang pengiriman barang. Pembeli harus mempunyai modal yang kuat dan
pengetahuan yang kuat tentang situasi dan kondisi negara penjual. Keuntungannya: Pembeli memiliki kekuatan
negosiasi yang tinggi dengan penjual. Pembeli akan mendapatkan untung yang besar dalam berdagang ketika
transaksi dengan term EXW ini dapat terlaksana dengan baik
* Praktisi logistik dan Pengajar di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) dan INFA INSTITUTE.
INCOTERMS 2010
INCOTERMS adalah seperangkat peraturan perdagangan (trade term) tentang pengertian syarat penyerahan
barang (term of delivery) yang mencerminkan praktik bisnis ke bisnis dalam kontrak penjualan barang (sales
contract). Istilah-istilah Incoterms terdiri dari seperangkat tiga huruf (three letter code). Istilah-Istilah Incoterms
biasanya terdapat dalam kontrak jual beli (sales contracts), namun tidak ada keharusan dalam menggunakan istilah
Incoterms dalam transaksi jual beli. Penggunaan Istilah –Istilah Incoterms merupakan kesepakatan antara penjual
dan pembeli pada saat transaksi jual beli. Ketika penjual dan pembeli sepakat dalam menggunakan istilah Incoterms
dalam transaksi jual beli maka mereka akan tundak pada ketentuan Incoterms yang berlaku.
Incoterms disusun oleh ICC (International Chamber of Commerce) atau sering disebut dengan Kadin
Internasional. Incoterms diterbitkan pertama kali pada tahun 1936, kemudian mengalami revisi sebanyak tujuh kali,
yaitu : Tahun 1953, 1967, 1980, 1990, 2000 hingga Incoterms yang terbaru yaitu: INCOTERMS 2010. Incoterms
2010 diberlakukan sejak 1 Januari 2011. Revisi Incoterms dilakukan dalam rangka menyesuaikan perkembangan
praktek bisnis terkini, seperti: perubahan dalam moda transportasi, peningkatan teknologi informasi dan
permasalahan keamaanan (security).
Incoterms 2010 terdiri dari 11 (sebelas) istilah (terms) yang dibagi dalam 2 (dua) kelas, yaitu :
Kelas 1 : Ketentuan untuk setiap moda atau beberapa moda transportasi :
1. EXW (Ex Works)
2. FCA (Free Carrier)
3. CPT (Carriage Paid To)
4. CIP (Carriage and Insurance Paid To)
5. DAT (Delivered at Terminal)
6. DAP (Delivered at Place)
7. DDP (Delivered Duty Paid To)
Kelas 2 : Ketentuan untuk moda transportasi laut dan perairan sungai & danau
8. FAS (Free Alongside Ship)
9. FOB (Free on Board)
10. CFR (Cost and Freight)
11. CIF (Cost Insurance and Freight)
Dalam Incoterms 2010 terdapat 2 (dua) istilah baru, yaitu : DAT, DAP.
Istilah DEQ, DES, DAF dan DDU dalam Incoterms 2000 dihapus dan digantikan dengan dua istilah baru yaitu :
DAT (Delivered at Terminal) dan DAP (Delivered at Places).
Penggunaan Incoterms 2010 berlaku bukan hanya untuk perdagangan secara Internasional tetapi juga dapat
diterapkan dalam perdagangan domestik (lokal).
Contoh : Ekspotir UKM ―X‖ dari Bandung mendapat pesanan 1.000 pasang sepatu bola dari Klub Sepak
Bola Real Madrid, Spanyol dengan transaksi DAT Valencia, Spanyol. Ekspotir tersebut harus mengetahui tentang
istilah DAT Incoterms 2010 . Pemahaman istilah DAT tersebut maka Eksportir akan mampu menghitung biaya-
biaya apa saja yang menjadi tanggungjawabnya, apa saja yang harus diurus dan resiko sejak kapan dan dimana.
Eksportir tersebut akan dapat menghitung harga dengan tepat dan benar.
* Praktisi logistik dan Pengajar di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) dan INFA INSTITUTE.
Kementerian Perdagangan menargetkan mekanisme pencatatan ekspor dengan metode Cost, Insurance and Freight
(CIF) diterapkan mulai 1 Agustus 2013 (Kompas, 26 Juli 2013). Pencatatan ekspor saat ini adalah dengan
menggunakan metode Free on Board (FOB). Perubahan pencatatan ekspor dari FOB ke CIF dalam rangka
mendukung peningkatan penerimaan devisa negara. Tujuan ini tertuang dalam nota kesepahaman antara
pemerintah, yang diwakili Kementerian Perdagangan dengan 7 organisasi pelaku usaha, yang ditanda tangani pada
tanggal: 27 Februari 2013.
Selama Januari-Mei 2013, defisit perdagangan tercatat US$ 2.53 miliar akibat nilai ekspor hanya sebesar US$ 76.25
miliar, sedangkan nilai impor tercatat US$ 78.78 miliar. Defisit neraca transaksi berjalan yang ada pada kuratal
I/2013 tercatat US$ 5.3 miliar. Penerapan pencatatan ekspor dengan CIF ini diyakini oleh Menteri Perdagangan,
Bapak Gita, akan menambah nilai ekspor : US$ 5 Miliar- US$ 10 miliar hingga akhir tahun sehingga dapat menutup
defisit dagang yang terjadi selama 5 tahun terakhir. Penerapan sistem CIF, untuk tahap awal, dalam skala kecil atau
terbatas pada komoditas tertentu, seperti ekspor minyak sawit (CPO), kakao , karet dan batu bara (Kompas, 26 Juli
2013).
Kebijakan yang akan diterapkan ini patut diapresiasi dan didukung oleh semua pihak. Namun, Ada hal yang perlu
dikritisi terhadap kebijakan penerapan sistem CIF dalam kegiatan ekspor, yaitu : Efektifkah kebijakan ini dalam
meningkatkan penerimaan devisa negara ? Apakah kebijakan ini dapat mendorong peningkatan kinerja ekspor ?
Pengertian CIF (Cost, Insurance and Freight) adalah penjual mengantarkan barang diatas kapal atau mengadakan
yang sudah tersedia untuk diantarkan. Resiko kehilangan atau kerusakan barang beralih saat barang diatas kapal.
Penjual wajib melakukan kontrak dan membayar biaya dan freight yang diperlukan untuk membawa barang ke
pelabuhan tujuan yang disebutkan. Penjual juga melakukan kontrak penutupan asuransi terhadap resiko kehilangan
atau kerusakan dari pembeli pada barang selama pengangkutan.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Tanggungjawab dari pada penjual (eksportir) adalah mengantarkan barang sejak dari pabrik/gudang penjual hingga
ke atas kapal (on board) di pelabuhan muat yang disebutkan, namun penjual wajib mengurusi pengapalan barang
hingga ke pelabuhan tujuan yang disebutkan dan menutup asuransi.
Sesuai dengan tanggungjawab, resiko dan biaya dari penjual, beberapa permasalahan yang akan dihadapi
penjual (eksportir) adalah ketersediaan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi di bidang ekspor-
impor (SDM Ekspor Impor Problem) , memiliki sumber dana yang cukup dalam menutupi seluruh biaya
yang menjadi tanggungjawabnya (financial problem), standarisasi kemasan, , pengurusan perijinan ekspor dan
proses kepabeanan, ketersediaan alat dan tarif angkutan (kapal) , kesiapan pelaku usaha penunjang
transportasi (Freight Forwarder, Perusahaan bongkar muat, keagenan kapal, dan lain-lain), fasilitas
pelabuhan , dan kemampuan perusahaan asuransi dalam menutup nilai ekspor.
Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia Bob Kamandanu mengatakan sistem perdagangan
tergantung perjanjian antara penjual dan pembeli. Eksportir Indonesia tidak bisa memaksakan sistem CIF jika
pembeli menginginkan transaksi menggunakan sistem FOB (Kompas, 26 Juli 2013). Berdasarkan fakta saat ini,
sekitar 90% ekspor impor Indonesia diangkut dengan kapal berbendera asing (Faisal Basri, Kompasiana),
kemampuan jasa asuransi dalam menutup kerugian masih diragukan, kesiapan SDM Ekspor Impor belum
mencukupi, para penjual belum siap dalam pengurusan dan pengaturan kapal serta siap dalam menanggung resiko.
Perubahan pencatatan dari FOB ke sistem CIF adalah hanya berdampak positif pada statistik perdagangan,
kenaikan itu bukan kinerja ekspor riil. Di seluruh dunia, Ekspor dicatat dengan menggunakan sistem FOB, lantaran
uang dari pengiriman murni yang dianggap memberi pemasukan pada negeri (Sasmito,Merdeka Online). Kalau
pemerintah bersikukuh menerapkan metode CIF mulai Agustus 2013 untuk data ekspor (lihat http://t.co/BuxP18akb),
sudah barang tentu transaksi perdagangan luar negeri kita tahun 2012 dan 2013 serta merta akan surplus, yang
nilainya kira-kira sama dengan nilai surplus versi BI. Sebatas mengubah metode pencatatan dari FOB menjadi CIF
sama saja dengan membohongi diri sendiri (Faisal Basri, Kompasiana).
Berdasarkan kebiasaan umum yang berlaku dalam dunia bisnis, dan pendapat para ahli, Kebijakan ini diragukan
efektifitasnya. Kebijakan ini dapat efektif dilaksanakan jika ketersediaan alat angkut (kapal) mencukupi , tariff
/ongkos pengangkutan (kapal) dari penjual dapat bersaing dengan kapal yang disediakan oleh pembeli,
ketersediaan dan kesiapan fasilitas bongkar muat (pelabuhan), kesiapan penjual dalam menanggung resiko
(demurrage kapal) dan penyediaan kapal, pemahaman tentang perjanjian kapal, dan penyediaan kapal, Kesiapan
SDM Ekspor Impor yang kompeten,kemampuan jasa asuransi, kesiapan cash flow dalam membayar ongkos-ongkos
freight, jasa asuransi dan jasa lainnya, adanya dukungan perbankan, regulasi perijinan ekspor dan kepabeanan,
kesiapan pelaku usaha terkait transportasi (Freight Forwarder).
Kebijakan dalam meningkatkan daya saing , menekan biaya ekonomi tinggi, , dan membenahi sistem
transportasi adalah hal yang dapat meningkatkan ekspor (Faisal Basri, Kompasiana). Kebijakan pencatatan sistem
CIF hanya akan berdampak signifikan bagi para pengusaha kapal nasional, jasa asuransi, dan usaha jasa penunjang
transportasi . Kebijakan ini adalah upaya strategis dalam mendorong usaha-usaha terkait jasa pengurusan ekspor,
dan patut diapresiasi. Semoga kebijakan penerapan sistem CIF ini dapat mendorong peningkatan kinerja ekspor
secara nyata.
Kongesti (kemacetan) menuju dan ke Pelabuhan Tanjung Priok semakin parah dalam sejak minggu lalu (10-19Juli
2013) . Ketua APINDO , Bapak Sofyan Wanandi, mengklaim kerugian miliyaran rupiah dialami para pengusaha
akibat kemacetan tersebut . Para Pengusaha Truck Trailer , melalui pernyataan Ketua Asosiasi Angsuspel
(Angkutan Khusus Pelabuhan), Gemilang Tarigan, yang dikutip dari berita mengklaim kerugian akibat kemacetan
tersebut sebesar Rp. 9 Miliar per hari.
Pertanyaan utama adalah apa penyebab kemacetan tersebut ?
Berdasarkan data statistik arus container yang keluar masuk di pelabuhan Tanjung Priok, mengalami peningkatan
setiap tahun, yaitu : Tahun 2011: 5.9 juta teus, Tahun 2012: 6.4 Juta teus sedangkan Tahun 2013 diperkirakan akan
mengalami peningkatan sebesar 26%, menjadi : 8 juta teus. Sedangkan, kapasitas pelabuhan Tanjung Priok hanya
mampu menampung 7 juta teus per tahun. Jumlah arus container yang masuk dan keluar sudah melebihi
kapasitas pelabuhan Tanjung Priok saat ini. Fakta ini didukung oleh tingkat isian lapangan penumpukan (YOR)
sudah melebihi 100%. Dampak yang terjadi akibat kelebihan kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok adalah terjadi
kongesti (kemacetan) di Pelabuhan Tanjung Priok , sesuai dengan pernyataan dari Ketua Komite Tetap Pelaku dan
Penyedia Jasa Logistik Kadin Irwan Ardi Hasman dikutip dari salah satu berita online.
Permasalahan lain penyebab kemacetan adalah waktu bongkar muat kapal (dwelling time) . Standar dwelling time
yang ditetapkan oleh pemerintah adalah 3 (hari), tetapi fakta yang terjadi saat ini adalah : 8.7 hari. Menteri
Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa kecewa masalah waktu tunggu bongkar muat kapal (dwelling time)
belum terselesaikan, sehingga menyebabkan banyak kontainer yang tertahan di pelabuhan Tanjung Priok (dikutip
dari berita online dari Republika). Akibat dari dwelling time yang lama adalah jumlah arus container yang keluar
dari pelabuhan Tanjung Priok tidak sebanding dengan kapasitas lapangan penumpukan yang tersedia. Jumlah
container yang menumpuk (tertahan) di pelabuhan Tanjung Priok semakin banyak. Semakin lama dwelling time
maka semakin tinggi tingkat isian lapangan container (baca : Tingkat YOR), sehingga berdampak terhadap kongesti
di pelabuhan Tanjung Priok.
Apa penyebab arus keluar peti kemas dari Tanjung Priok lambat ?
1. Tingkat penyelesaian dokumen (clearance) surat perintah pengeluaran barang (SPBB) oleh instansi Bea dan Cukai
di Pelabuhan Tanjung Priok masih rendah. Tingkat penyelesaian terhadap peti kemas impor kategori jalur merah di
Jakarta Internasional Container Terminal dan Terminal Peti Kemas Koja yang sudah periksa fisik (bahandle) pada
hari yang sama masih rendah, hanya : 18—22% dari total peti kemas yang diperiksa setiap hari. Pemilik barang
harus menunggu 4 hari hingga mendapatkan SPPB. Kegiatan pemeriksa fisik dilokasi bahandle memakan waktu 4-
6 hari. Proses untuk mendapatkan petugas pemeriksa dan pencarian peti kemas yang di bahandle memakan waktu
rata-rata-3-5 hari ( Bisnis Indonesia: Laju Clearance Dokumen Masih Rendah). Total waktu yang dibutuhkan agar
barang kategori jalur merah sejak barang tiba hingga keluar rata-rata memakan waktu : 10-14 hari. Penyebab
lamanya pengeluaran barang oleh Kepala Kantor Pelayanan Umum Bea Cukai Tanjung Priok, B. Wijayanta,
disebabkan karena tiga hal : satu: lamanya pengurusan perijanan larangan dan pembatasan (lartas) dari instansi
terkait, kedua: pemeriksaan bea cukai yang masih lama untuk barang impor yang masuk jalur merah dan
ketiga : belum optimalnya pemanfaatan layanan 24 jam setiap hari dalam pengurusan ekspor dan impor
2. Terbatasnya fasilitas lapangan behandle dan minimnya jumlah petugas pemeriksa yang disiapkan oleh Bea dan
Cukai pelabuhan setempat, di tenggarai sebagai penyebab terlantarnya peti kemas impor tersebut. ―Saat ini
pelayanan behandle bisa memakan waktu lebih dari sepuluh hari, bahkan ada yang mengadukan hingga lebih 14 hari
peti kemasnya yang masuk jalur merah belum juga di lakukan pemeriksaan fisik,‖ ujar Widijanto, Wakil Ketua
bidang Kepabeanan dan Perdagangan Ekspor Impor Alfi DKI Jakarta, kepada Bisnis, hari ini, Senin (18/2/2013).
3. Kapasitas jalan dan pelabuhan sudah tidak memadai lagi untuk menampung arus barang. Sementara itu, menjelang
Lebaran terus terjadi peningkatan aktivitas bongkar muat kontainer, yakni dari rata-rata 4.500-5.000 truk menjadi
sekitar 6.000 truk.
4. Salah satu faktor yang membuat kemacetan semakin sering terjadi adalah pembangunan infrastruktur jalan raya
yang saat ini berlangsung di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok. Arus keluar masuk di Terminal JICT, yang
merupakan terminal peti kemas terbesar di Pelabuhan Tanjung Priok, sepanjang periode Januari hingga Maret rata-
rata sebanyak 320 truk per jam. Namun, ketika kemacetan terjadi di jalan-jalan sekitar pelabuhan, arus keluar masuk
truk menurun signifikan menjadi rata-rata 280 truk per jam.
5. Kesiapan alat bongkar muat . Waktu penarikan juga dipengaruhi oleh kesiapan sarana rubber tyred gantry
crane (RTGC)/reach stacker dan truk serta ketersediaan lahan di tempat pemeriksaan fisik (TPF), baik di TPS
maupun tempat pemeriksaan fisik terpadu (TPFT).
6. Pemberlakuan e-ticketing untuk setiap truck yang masuk kepelabuhan, jika sudah habis masa berlakunya tidak boleh
masuk pelabuhan (autogate system)
7. Biaya penyimpanan container di Tanjung Priok murah. Menteri Keuangan Chatib Basri menilai biaya
penyimpanan barang di pelabuhan Tanjung Priok saat ini terlalu murah. Akibatnya, banyak importir yang
menyimpan barang lebih lama dari kewajaran. Biaya penyimpanan container : Rp. 22.500/hari.
Penyebab-penyebab diatas diduga menjadi titik-titik sumber arus container dari pelabuhan Tanjung Priok tidak
bisa keluar dengan lancar dari pelabuhan. Dampak dari kapasitas pelabuhan yang tidak memadai, dan arus
container yang keluar dari pelabuhan Tanjung Priok terhambat, adalah sudah sampai menimbulkan kongesti
kapal untuk sandar di Pelabuhan Tanjung Priok. Puluhan kapal antri sandar di pelabuhan Tanjung Priok (Bisnis
Indonesia, 18 Juli 2013).
Pemerintah telah melakukan beberapa tindakan/solusi untuk mengatasi kemacetan tersebut yaitu: Memindahkan 4.000
peti kemas yang telah SPPB, keluar dari pelabuhan Tanjung Priok, Pemberdayaan areal penumpukan peti kemas di
pelabuhan Tanjung Priok (solusi jangka pendek), Pembangunan Kali baru (New Tanjung Priok Port) dengan
penambahan kapasitas 4.5juta Teus, diharapkan beroperasi tahun 2014 (solusi jangka panjang).
Berdasarkan uraian tentang penyebab kongesti di Pelabuhan Tanjung Priok (baca: kemacetan) tersebut, maka
disimpulkan sebagai berikut :
Penyebab kongesti dibagi tiga :
1. Arus keluar peti kemas dari pelabuhan Tanjung Priok (out port process )
2. Kapasitas pelabuhan Tanjung Priok (on port process )
3. Arus masuk dan keluar peti kemas ( kegiatan ekspor impor) tinggi (in port process)
Dalam mengurai kongesti tersebut, pemerintah dan para stakeholder di pelabuhan harus duduk bersama-sama dalam
memecahkan masalah tersebut dengan memberikan solusi jangka pendek, menengah dan jang jangka panjang, tanpa
saling menyalahkan atau menuding pihak lain sebagai penyebab masalah tersebut. Jika tidak, kongesti di pelabuhan
Tanjung Priok akan semakin parah .
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daearah pabean. Pada umumnya, masyarakat menilai bahwa
proses impor barang sangat rumit dan sulit. Oleh karena itu, penulis menguraikan tahapan impor, sehingga para
pembaca dapat mempunyai gambaran singkat tentang proses impor barang . Penulis berharap bahwa dengan
membaca tulisan ini, maka para pembaca dapat menyatakan bahwa kegiatan mengimpor barang tersebut adalah
mudah.
1. Menentukan jenis barang dan negara asal barang yang akan diimpor
Sebelum mengimpor barang, hal yang sangat perlu diperhatikan adalah HS Code . (Kodifikasi barang yang
tercantum dalam BTKI 2012 - (Buku Tarif Kepabeanan Indonesia).
Menentukan HS code dengan tepat akan dapat :
- menghitung biaya-bea masuk, PPN dan PPH
- menghindari permasalahan pengeluaran barang di Bea dan Cukai (Custom process)
- dapat mengurus aspek perijinan impor barang tersebut sebelum importasi barang
Bagaimana setelah membaca tulisan ini, saya yakin Anda dapat lancar dan mudah dalam mengimpor barang dari
negara manapun. Selamat mencoba.
Jakarta, 30 Mei 2013.
Antoni Tampubolon
Kepabeanan dalam bahasa Inggris adalah Customs, dan dalam Bahasa Perancis adalah Douane. Aparat pemerintah
pelaksana kepabeanan di Indoenesia disebut dengan pejabat/petugas bea dan cukai. Pemungutan bea masuk dan bea
keluar Indonesia mulai pada tahun 1 Oktober 1960, pada saat aparat bea dan cukai dikenal dengan nama Douane,
pada zaman kekuasan J.P . Coen mulai memungut bea masuk dan bea keluar.
Pada tahun 1818 dengan staatblad 1818 no.58, Pemerintah Hindia Belanda mulai memberlakukan tarif kolonial di
Jawa dan Madura atas semua barang yang dimasukkan dan dikeluarkan. Undang-undang Tarif Kolonial diganti
dengan undang-undang tarif tahun 1865 staatsblad 1865 no.99, kemudian diganti dengan undang-undang tarif tahun
1873.
Pada tanggal 26 Januari 1953 diselenggarakan pembukaan atau inaugural Session of CCC ( Custom Co-operation
Council) oleh 17 negara di Eropa. CCC adalah salah satu komite dalam kepabeanan Eropa (European Custom
Union) yang dibentuk dari hasil pertemuan Comitte for European Economic Co-operation tanggal 12 September
1947. Pada tanggal 26 Januari 1983 ditetapkan sebagai Hari Kepabeanan Internasional ( International Customs
Day). Hari HPI (Hari Kepabeanan Internasional) ke-61 jatuh pada tanggal 26 Januari 2013.
1 Januari 1874 Undang-undang Tarif Indonesia ( Indische Tarriefwet) tahun 1871 tanggal 17 November
1872 dengan Stbl 1873 No 351 tetapi baru berlaku
pada tanggal 1 Januari 1874. buku atau daftar Tarif bea masuk yang pertama berlaku di
Indonesia
Bill of lading adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengangkut (carrier) dan atau freight forwarder
kepada sipengirim barang (shipper) pada saat mengangkut barang.
Terdapat 10 (Sepuluh) permasalahan tentang Bill of Lading yang sering muncul, yaitu :
1. b/l yang sudah diambil shipper/customer hilang dan minta ganti ke
shipping line
2. data b/l tidak sama dengan l/c
3. backdate tanggal b/l
4. pemalsuan b/l oleh cnee (kasus inbound)
5. b/l rusak karena suatu hal
6. b/l sudah release, tapi dibalikin oleh shipper/customer ke shipping
line karena ada yang salah
7. b/l tidak diambil2 oleh shipper
8. alih tujuan container sedangkan b/l sudah release
9. data submit ke customs, beda dengan data b/l yang release
10. split b/l
BIAYA IMPOR DENGAN TERM CIF
ANALISA BIAYA PENGURUSAN IMPOR FCL DENGAN TERM CIF DI JAKARTA
Oleh : Antoni Tampubolon*
Biaya-biaya yang timbul dalam pengurusan impor FCL, dengan pembelian barang dengan terms
CIF adalah :
1. Doc Fee dan THC : Biaya yang dibayarkan kepada pelayaran , sering disebut dengan biaya tebus
DO. Komponen terdiri dari : Biaya THC, Doc Fee.
2. Local Charges : Biaya yang dibayarkan kepada pihak Pelindo (otoritas di pelabuhan), sering disebut
biaya penumpukan dan lift on. Komponen terdiri dari : penumpukan dan pergerakan container (lift
on)
3. Jasa pengurusan Custom Clearance (Sering disebut biaya custom clearance).
termasuk : fiat keluar dan EDI Fee , jasa pengurusan custom clearance.
4. Biaya Trucking (Jakarta Area). Gol III.
asumsi dalam kota Jakarta.
5. Biaya penuruan peti kemas di depo ( Lift off).
Kesimpulan :
Biaya pengurusan impor FCL dari pelabuhan (CY) Tg.Priok hingga door di wilayah Jakarta adalah
sebesar :
peti kemas 20’ : Rp. 3.522.500/cntr Kurang lebih : Rp. 3.500.000
peti kemas 40 : Rp. 5.097.500/cntr Kurang lebih : Rp. 5.000.000
Asumsi :
Scope service adalah CY to door.
FCL : status peti kemas dengan kiriman impor barang peti kemas ukuran 20’ dan 40’
Status barang : jalur hijau (Green Line), hanya pemeriksaan dokumen.
Tarif THC and Doc Fee adalah berdasarkan SK Menhub Nom.302/3/18 PHB 2008 tanggal : 21 Oktober
2008.
Tarif local charges berdasarkan : perhitungan nota penumpukan dan gerakan di JICT dan TPK Koja,
dengan masa penumpukan 7 hari.
Tarif Trucking Gol 3 berdasarkan tariff ORGANDA dgn nomor : SKEP 002/DPU-AKP/2008 tgl. 9 Juni
2008.
Kurs 1USD = Rp.9500
Biaya diatas tidak termasuk bea masuk,PPN dan PPH.
8 TIPS MENETAPKAN HARGA JUAL EKSPOR
TIPS 1 Hitung semua komponen biaya dalam pembuatan produk secara lengkap, termasuk jasa (gaji) Anda
TIPS 6 Pastikan harga produk Anda mempunyai daya saing tinggi ( unik, mutu, delivery time,dsb) dibandingkan
dengan produk pesaing
TIPS 7 Konsultasikan tentang penetapan harga produk Anda kepada para ahlinya
TIPS 8 Konsultasikan menentukan harga eceran untuk pengunjung umum, harga grosir untuk
pengunjung pedagang grosir dan harga ekspor untuk importir dari atau luar negeri