NOMOR : 01 / SE / M /2011
TANGGAL : 23 Februari 2011
1. Lingkup
Lingkup Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pengaman Pantai ini mencakup:
a. Sosialisasi pengamanan pantai;
b. inventarisasi;
c. pemantauan kondisi bangunan;
d. evaluasi kondisi dari kinerja bangunan;
e. pengoperasian pompa air dan pintu air;
f. penentuan metode umum pemeliharaan;
g. pemilihan cara pelaksanaan pemiliharaan;
h. pemantauan pelaksanaan pemeliharaan; dan
i. evaluasi pelaksanaan pemeliharaan.
2. Acuan Normatif
1 dari 52
3. Istilah dan Definisi
Beberapa istilah dan definisinya dalam lingkup kepantaian dan bangunan pantai:
b. Armor
Lapis pelindung bagian luar bangunan pengaman pantai, dapat terdiri dari unit-unit batu
kosong atau batu buatan.
c. Bangunan Kaku
Bangunan yang memiliki struktur kaku (rigid), yang dibangun secara masif dan umumnya
menggunakan material beton atau pasangan batu.
e. Downdrift
Hilir dari bagian yang ditinjau dengan berpatokan pada arah transpor sedimen dominan
yang terjadi pada perairan pantai.
f. Garis pantai
Tempat atau garis yang merupakan garis batas daratan dengan pengaruh air laut yang
berupa ujung berm.
g. Groin
Bangunan yang dibuat tegak lurus atau kira-kira tegak lurus pantai, berfungsi
mengendalikan erosi yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan angkutan pasir
sejajar pantai (longshore sand drift).
h. Jeti (Jetty)
Bangunan menjorok ke laut yang berfungsi sebagai pengendalian penutupan muara sungai
atau saluran oleh sedimen.
j. Pantai (shore)
Daerah yang merupakan pertemuan antara laut dan daratan diukur pada saat pasang
tertinggi dan surut terendah.
2 dari 52
m. Pengisian pasir (sand nourishment)
Kegiatan untuk membentuk pantai menjadi stabil dengan menambahkan pasir ke pantai.
n. Piping
Salah satu bentuk erosi tanah yang terjadi di bawah permukaan. Biasanya berhubungan
dengan keruntuhan tanggul dimana aliran turbulen dari air dalam pori menghanyutkan
butiran tanah mulai dari mulut aliran rembesan dan erosi tanah yang berada di bagian atas.
o. Polder
Sebidang tanah yang rendah, dikelilingi oleh embankment/timbunan atau tanggul yang
membentuk semacam kesatuan hidrologis buatan, yang berarti tidak ada kontak dengan air
dari daerah luar selain yang dialirkan melalui perangkat manual.
p. Revetmen (revetment)
Struktur di pantai yang dibangun menempel pada garis pantai dengan tujuan untuk
melindungi pantai yang tererosi.
q. Rubble Mound
Tipe bangunan pantai yang dibuat dari tumpukan batu kosong, atau batu buatan, disusun
membentuk kemiringan.
t. Updrift
Hulu dari bagian yang ditinjau dengan berpatokan pada arah transpor sedimen dominan
yang terjadi pada perairan di pantai.
u. Runup
Elevasi maksimum dari dorongan gelombang di atas tinggi air tenang.
v. Wilayah Pesisir
Daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di
darat dan laut.
4. Penjelasan Umum
Operasi dan pemeliharaan bangunan pengaman pantai adalah rangkaian kegiatan yang
bertujuan agar bangunan pengaman pantai dapat berfungsi sesuai maksud pembangunannya.
Berdasarkan lingkup pelaksanannya, kegiatan operasi terbagi dalam 3 bidang, yaitu yang
mencakup: sosialisasi, operasi bangunan pengaman pantai, dan operasi bangunan pendukung.
Sosialisasi yang dimaksud berupa sosialisasi kebijakan pemerintah. Kebijakan yang
disosialisasikan menyangkut beberapa larangan atas kegiatan yang dapat merusak
3 dari 52
lingkungan. Disamping itu, dilakukan juga sosialisasi untuk tata cara pemanfaatan sumber daya
alam yang benar sesuai aturan pemerintah.
Pemeliharaan dilakukan terhadap bangunan pengaman pantai dan kelengkapannya sesuai
dengan hasil pemantauan yang dilakukan. Dalam pedoman ini diuraikan langkah-langkah
penilaian atas kondisi fisik dan fungsi bangunan yang menjadi dasar untuk pengambilan
keputusan. Saran tindakan berdasarkan hasil penilaian disampaikan untuk memberi arah bagi
tindakan yang akan dipilih untuk mengatasi masalah yang dialami bangunan. Diagram lingkup
kegiatan operasi dan pemeliharaan sebagaimana terlihat pada Gambar 1.
OPERASI PEMELIHARAAN
PEMELIHARAAN/
REHABILITASI
BANGUNAN PENDUKUNG
• Operasi bangunan
o Pompa air
o Pintu air } Sesuai manual operasi bangunan
Gambar 1. Diagram lingkup kegiatan operasi dan pemeliharaan bangunan pengaman pantai.
Jenis-jenis bangunan pengaman pantai yang dikelola oleh Kementerian Pekerjaan Umum
terdiri dari:
a. Revetmen
b. Tembok Laut
c. Pemecah Gelombang
d. Groin
e. Jeti
f. Tanggul Laut
g. Pengisian Pasir
4 dari 52
Revetmen, Tembok Laut, Pemecah Gelombang, dan Groin termasuk golongan struktur keras
(hard structure) yang mengamankan pantai dengan fisiknya keras dan tidak mudah rusak
menghadapi gaya-gaya alam, sementara pengisian pasir adalah cara termasuk golongan
struktur lunak (soft structure) yang bekerja dengan cara mengorbankan sebagian volumenya
terbawa oleh gaya gelombang dan arus. Adanya pasir di pantai menyebabkan gaya gelombang
tidak langsung menyentuh tanah asli di pantai, sehingga tanah pantai tidak tergerus.
Dalam konteks pengamanan pantai, Jeti juga memiliki fungsi pengamanan khususnya pada
bagian muara agar aliran air menuju ke laut tidak terganggu dan laju penumpukan sedimen di
muara dapat direduksi. Dengan demikian banjir di muara akibat berkurangnya penampang
sungai dapat dihindari. Dalam hal lain, pengamanan yang diberikan oleh tanggul laut lebih
mengarah pada terhindarnya daerah rendah di belakang pantai dari genangan akibat proses
pasang surut.
Bagian berikut secara singkat memberikan gambaran dari setiap jenis bangunan pantai yang
disebutkan. Subbab 5.1 hingga 5.7 menjelaskan bentuk dan cara kerja tiap jenis bangunan
pengaman pantai yang telah disebutkan sebelumnya, sementara subbab 5.8 menjelaskan
bangunan pendukung yang ada pada bangunan pantai. Pada subab 5.9 dijelaskan beberapa
jenis bangunan pelengkap yang dibuat pada bangunan pengaman pantai.
5.1. Revetmen
Revetmen adalah bangunan yang berfungsi untuk melindungi bagian darat pantai tepat di
belakang bangunan terhadap erosi dan abrasi akibat arus dan gelombang. Revetmen yang
ditempatkan pada permukaan pantai memperkuat profil pantai dengan material yang tahan
gaya gelombang dan gerusan air, dengan demikian profil pantai tidak akan mudah terganggu.
Revetmen merupakan konstruksi yang tidak masif dan karenanya dapat dibangun mengikuti
bentuk profil pantai seperti gambar berikut.
5 dari 52
Gambar 3. Pengaman pantai tipe revetmen, Bali.
Konstruksi yang lazim dipergunakan antara lain susunan batu kosong, blok-blok beton, plat
beton, yang disebut konstruksi tipe rubble mound dengan armor pada terluar yang disebut
lapisan pelindung. Antara tanah pantai yang dilindungi dan revetmen harus diselipkan lapisan
filter (dapat berupa geotekstil) yang berfungsi untuk mencegah hanyutnya butiran material
pantai yang halus.
Bila terdapat kemungkinan erosi pada bagian kaki bangunan, maka harus dirancang agar ujung
badan yang menghadap laut dilengkapi dengan tumit agar dapat melindungi bangunan saat
terjadi arus yang mengerosi.
Tembok Batu
TEMBOK LAUT
Pasir
HHWL
MWL
6 dari 52
Gambar 5. Aplikasi tembok laut di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan.
Tembok laut merupakan konstruksi yang masif, direncanakan agar dapat menahan gaya
gelombang yang relatif tinggi. Bahan konstruksi yang lazim dipergunakan antara lain pasangan
batu dan beton. Kerusakan tembok laut antara lain akibat pondasi yang kurang dalam, dan
terjadinya overtopping yang mengakibatkan aliran air di belakang tembok.
Gambar 6. Sketsa layout dan unjuk kerja pemecah gelombang lepas pantai.
7 dari 52
Gambar 7. Pengaman pantai tipe Pemecah Gelombang lepas pantai di Sanur, Bali.
Pemecah gelombang lepas pantai berfungsi pula sebagai penahan dan pereduksi besarnya
angkutan sedimen sejajar pantai maupun sedimen tegak lurus pantai. Karena energi
gelombang direduksi, maka perairan di belakangnya menjadi tenang dan mengakibatkan
terbentuknya endapan yang disebut Tombolo.
5.4. Groin
Groin adalah bangunan yang berfungsi sebagai pengaman pantai terhadap erosi karena
gangguan keseimbangan angkutan pasir sejajar pantai (longshore sanddrift). Groin bekerja
dengan menahan atau mengurangi besarnya angkutan pasir sejajar pantai. Karena tujuannya
mengurangi angkutan pasir sepanjang pantai, maka groin hanya cocok untuk pantai yang
berpasir.
8 dari 52
Tipe lurus Tipe T Tipe L
Groin dapat dibedakan tipenya menurut bentuk, yaitu: tipe lurus, tipe T, dan tipe L
sebagaimana ditunjukkan dalam gambar. Groin juga dapat dibuat melengkung, berbentuk mirip
ekor ikan, dan juga bentuk lain sesuai keperluannya dan kaitannya dengan estetika pantai.
Berdasarkan konstruksinya, groin dapat dibangun dari tumpukan batu, caison beton, turap,
tiang yang dipancang berjajar, atau tumpukan silinder beton yang bagian dalamnya diisi
dengan adukan beton. Namun demikian, konstruksi tumpukan batu lebih banyak dipilih untuk
aplikasi pada tempat-tempat terbuka karena mampu bertahan terhadap beban gelombang yang
besar dan berguna untuk mengurangi refleksi gelombang.
Dengan adanya groin, maka gerakan sedimen sejajar pantai akan tertahan dibagian hulu
(updrift) groin dan sebaliknya kemungkinan akan terjadi erosi di bagian hilir (downdrift) groin.
Makin panjang groin makin tinggi kapasitasnya menahan sedimen. Sebaliknya untuk groin
yang rendah dan pendek kapasitasnya untuk menahan sedimen akan lebih kecil.
5.5. Jeti
Jeti adalah bangunan yang berfungsi mengendalikan penutupan muara sungai atau saluran
oleh sedimen (Pedoman Umum Perbaikan Muara Sungai dengan Jeti, Pd T-07-2004-A). Dalam
lingkup yang lebih luas, jeti juga digunakan untuk menjaga kestabilan alur pelayaran dan inlet
pasang surut. Pada pantai dengan arus dan angkutan sedimen sejajar pantai, jeti juga
9 dari 52
berfungsi untuk menahan arus yang melintang alur dan mengalihkannya agar melintas melalui
bagian perairan yang lebih dalam sehingga resiko ganguan lebih kecil untuk pelayaran.
Jeti merupakan struktur yang tersambung dengan pantai dan umumnya dibangun pada salah
satu atau kedua sisi alur tegak lurus terhadap garis pantai dan memanjang ke dalam laut.
Cara kerja jeti adalah dengan membatasi aliran pasang surut, sehingga ada peluang untuk
mengurangi tingkat pendangkalan alur dan mengurangi volume pengerukan yang diperlukan.
Apabila bangunannya diperpanjang hingga melampaui daerah gelombang pecah, jeti
memberikan keleluasaan manuver yang lebih baik bagi kapal yang memasuki alur karena
dapat memberikan perlindungan terhadap gelombang. Jeti dibangun dengan cara yang serupa
dengan breakwater.
10 dari 52
Pada kondisi tertentu, tanggul dapat dibuat dari tembok beton dengan kaki yang melebar
(parapet). Dibelakang tembok diisi dengan tumpukan tanah yang ditimbun pada kaki tembok.
http://www.encora.eu DL20081516
Gambar 10. Tanggul laut sebagai penahan air dan gelombang, Netherland.
RUMPUT
ASPAL
1:3 1:3
MUKA AIR DESAIN
LEMPUNG /
HHWS Urugan batu 1:5 PASIR
11 dari 52
6
Penampang asli
4 Penampang setelah pengisian
Penampang rencana
0
Elevasi, m (msl)
-2
-4
-6
-8
0 100 200 300 400 500
Gambar 12. Ilustrasi kondisi sebelum pelaksanaan, setelah pengisian, dan penampang rencana.
INLET JETI
GELOMBANG
GELOMBANG
Garis pantai
Garis pantai sebelumnya
setelah pengisian
pasir Garis pantai Garis pantai
sebelumnya setelah pengisian
pasir
Garis pantai
setelah pengisian
pasir
BANGUNAN
UJUNG
Gambar 13. Pola penempatan pengisian pasir dan kombinasi dengan bangunan lain untuk
menstabilkan pasir isian.
12 dari 52
Gambar 14. Pengisian pasir di pantai Kuta Bali, dikombinasi dengan groin.
Pengisian pasir secara umum mencakup pembuatan profil pantai yang lebih lebar dan/atau
bukit pasir yang bersifat substansial untuk mengurangi kerusakan akibat badai (relatif terhadap
tingkat kerusakan yang terjadi bila tanpa pengisian pasir). Tingkat pengamanan yang diberikan
bukan ukuran utama, karena adanya ketidakpastian frekuensi badai (dengan intensitas tinggi)
yang akan terjadi. Ada resiko badai tertentu dapat menimbulkan kerusakan bangunan di pantai
meski ada tindak pengisian pasir. Taraf pengamanannya sendiri akan berkurang setelah terjadi
erosi oleh badai besar, dan tentu akan tetap kurang jika tidak dilakukan pemeliharaan
(pengembalian bentuk) kembali setelah badai berlalu. Taraf pengamanan akan dapat dijaga
jika pengisian kembali pasir terjadwal dengan baik, dan biasanya merupakan kunci dari desain.
Untuk memberikan tingkat pengamanan yang lebih, cara pengisian pasir seringkali
dikombinasikan dengan bangunan groin.
13 dari 52
Gambar 15. Pompa air pada sistem polder di Teluk Gong, Jakarta.
14 dari 52
Gambar 17. Shelter nelayan sebagai bangunan pelengkap.
Pilihan bentuk dan material konstruksi bangunan pengaman pantai dikonstruksi dengan pilihan
bentuk dan material yang disesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Badan Penelitian dan
Pengembangan di Kementerian Pekerjaan Umum juga membuat beberapa produk pendukung
yang dapat diaplikasikan untuk bangunan pengaman pantai. Terkait dengan keperluan
pemeliharaan, material bangunan pengaman pantai dapat dibagi dalam dua kategori besar,
yaitu material alam dan material buatan.
6.1.1. Batu
Batu digunakan untuk konstruksi kaku (tembok/beton) maupun lentur (tumpukan batu). Pada
konstruksi lentur, batu digunakan baik sebagai lapisan inti maupun lapisan pelindung di bagian
permukaan. Untuk lapis inti umumnya digunakan batu guling yang bisa diperoleh dari hasil
pemecahan batu gunung (stone crushing), sementara untuk lapis pelindung harus digunakan
batu dengan ukuran yang besar. Ukuran yang besar mutlak perlu karena stabilitas batu lapis
pelindung tergantung pada berat dan bentuk butiran serta kemiringan sisi bangunan.
Pengadaannya dilakukan langsung dari sumbernya dengan ukuran yang dibutuhkan. Batu
alam yang digunakan umumnya diperoleh dari batuan gunung yang dibentuk menyerupai
kubus sehingga dapat disusun dengan rapih membentuk talud yang diinginkan. Ukuran batu
alam yang digunakan dapat mencapai bobot 4 ton, namun kemungkinan pengadaannya sangat
tergantung pada cadangan di sumbernya, juga volume yang dibutuhkan. Untuk mendapatkan
tekstur dan warna tertentu demi tujuan estetika dapat dipilih jenis batu alam yang karakternya
sesuai untuk kondisi laut.
15 dari 52
Gambar 18. Batu alam untuk bagian inti dan lapis lindung di Nusa Dua, Bali.
Gambar 19. Aplikasi batu kali pada revetmen di Pekalongan, Jawa Tengah.
16 dari 52
6.1.2. Pasir
Penggunaan material pasir dibedakan menjadi dua kategori: sebagai bahan campuran (beton),
dan sebagai bahan utama (untuk pengisian pasir pantai). Sebagai bahan campuran beton,
pasir yang digunakan adalah pasir pasang yang bebas lumpur sesuai persyaratan untuk
pembetonan. Meskipun pekerjaan dilakukan di pantai, pasir laut tidak boleh digunakan untuk
campuran beton.
Khusus untuk pengisian pasir, material harus dipilih dari ukuran butiran dan karakter yang
mendekati kondisi material aslinya. Sumbernya dapat diperoleh dari beberapa tempat baik dari
bagian darat pantai lain yang memiliki jumlah kandungan yang besar maupun dari daerah lepas
pantai atau merupakan hasil pengerukan untuk pembuatan dan pemeliharaan alur pelayaran.
Hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan material pengisi adalah bahwa
sumber material tidak boleh dari tempat yang terlalu dekat dengan pantai yang diisi karena
keseimbangan profil pantai mungkin akan berubah. Bila sumber berada dekat dengan pantai
yang diisi, dapat terjadi transpor material yang mengembalikan pasir dari pantai yang diisi ke
pantai sumbernya untuk mengembalikan pasir yang diambil karena terjadi defisit pada profil
pantai di daerah sumber.
Jika lokasi pengerukan material pinjaman terlalu dekat dengan pantai yang diisi dan perairan
terlalu dangkal, terbentuk batimetri yang tidak beraturan akibat pengerukan yang secara
signifikan mempengaruhi penyebaran gelombang datang. Hal ini dapat berakibat pada erosi di
titik tertentu. Praktisnya, bila diambil dari dasar laut, daerah sumber harus dipilih pada perairan
dengan kedalaman kurang lebih dua kali dari kedalaman pengisiannya.
Gambar 21. Pasir hasil pengerukan diisi kepantai dengan disemprotkan oleh kapal keruk.
6.1.3. Bambu
Bambu pada bangunan pengaman pantai berfungsi sebagai kerangka bangunan yang menjadi
wadah material pengisinya. Tergantung pada materi pengisinya, bambu dipancang serapat
mungkin membentuk barisan yang memanjang sesuai panjang bangunan yang akan dibuat.
Pada jarak tertentu, dipasang pengaku sehingga wadah yang terbentuk dari struktur rangka
bambu kuat untuk menampung material pengisi dan tidak mudah digoyang gelombang.
Untuk material isi digunakan bahan-bahan berbutir halus atau kasar sesuai kondisi pantai yang
diamankan. Bahan pengisi dari tanah digunakan untuk pengaman pantai yang memiliki energi
gelombang yang rendah. Untuk pantai dengan gelombang yang sedang atau besar digunakan
pengisi berupa kantong-kantong pasir atau batu untuk meredam energi seperti contoh pada
Gambar 24.
17 dari 52
Gambar 22. Cerucuk bambu sebagai kerangka bangunan pengaman pantai.
6.1.4. Tanah
Tanah sebagai material bangunan pengaman pantai secara khusus digunakan untuk konstruksi
tanggul laut. Tanah harus memenuhi standar spesifikasi teknis yang berlaku untuk timbunan,
dan untuk bagian kedap tekstur tanah harus dapat menahan air. Untuk itu umumnya digunakan
tanah lempung atau lempung dengan campuran pasir yang tidak lebih dari 20%.
Apabila material tanah menjadi pilihan, jenis tanah liat yang kedap air diperlukan apabila
tanggul harus dibangun pada tanah berpasir. Dengan sifat tanah liat yang kedap air maka inti
yang dibangun masuk ke dalam tanah dasar akan dapat mencegah rembesan air melalui
tanah berpasir di bawah tanggul.
Gambar 23. Tanah lempung pasiran di kawasan tambak AWS (d/h Dipasena), pantai timur Lampung.
18 dari 52
6.2. Material Buatan
Pipa beton bulat dibuat dari beton bertulang yang dicetak dengan cetakan baja. Umumnya
yang digunakan adalah pipa beton dengan diameter 100 cm dan tinggi pipa 50 cm. Tebal
dinding pipa 10 cm dan didalamnya dilengkapi besi tulangan berdiameter 10 mm yang disusun
ke arah memanjang dan melintang dengan jarak antar tulangan 10 cm. Untuk campuran
betonnya, digunakan komposisi semen, pasir, dan kerikil dengan perbandingan 1:2:3 atau
minimal setara dengan mutu beton K-175.
19 dari 52
Tampak Atas Tampak Bawah Tampak Samping
20 dari 52
Tabel 1. Koefisien Stabilitas KD untuk Batu dan Berbagai Bentuk Blok Beton
21 dari 52
Gambar 30. Contoh pemecah gelombang kubus beton polos di Kalimantan Barat.
Gambar 31. Contoh groin menggunakan kubus beton di Pariaman, Sumatera Barat.
22 dari 52
Agar mampu menahan abrasi akibat hempasan gelombang, maka beton yang digunakan
adalah beton dengan mutu K-300 atau lebih. Blok beton dicetak dengan cetakan besi yang
dibuat khusus sehingga dapat dibongkar pasang. Setelah proses pengerasan beton selesai,
cetakan dapat dibuka dan hasil cetakan dirawat sampai mencapai usia yang cukup dan
mencapai kekuatan karakteristiknya. Pemasangan dilakukan setelah blok-blok beton cukup
umur.
Blok beton yang banyak digunakan di Indonesia untuk pekerjaan pengamanan pantai berskala
kecil dan menengah umumnya berbentuk kubus. Kubus beton dicetak dengan panjang sisi 40
cm, 50 cm, atau lebih besar.
Tiang beton bertulang umumnya dibuat dengan mutu beton K-300, K-450, K-500 hingga K-600
yang dibuat dari campuran semen khusus untuk penggunaan di perairan laut (marine). Pada
masa sekarang, tiang ini sudah diproduksi di pabrik (prefab) dengan sistem prategang,
sentrifugal atau gabungan keduanya sesuai dengan tujuan penggunaanya. Dengan cara
tersebut diperoleh tiang beton bertulang dengan kepadatan yang lebih tinggi dan daya dukung
serta momen lentur ijin yang lebih besar dibanding pencetakan konvensional.
23 dari 52
7. Operasi Bangunan Pengaman Pantai
7.2. Inventarisasi
Inventarisasi merupakan kegiatan yang mendahului semua kegiatan lain dalam operasi dan
pemeliharaan bangunan pengaman pantai. Inventarisasi ini dilakukan satu kali dan dalam
inventarisasi dilakukan pemasangan titik referensi yang dipergunakan untuk mengamati
perubahan elevasi bangunan. Data yang diperoleh dari inventarisasi akan menjadi dasar
rencana kegiatan operasi dan pemeliharaan yang akan dilaksanakan.
24 dari 52
7.2.2. Kegiatan dalam Inventarisasi
Kegiatan yang dilakukan dalam inventarisasi mencakup:
1. pembuatan Benchmark (BM); yang akan digunakan sebagai acuan dalam inventarisasi
dan pemantauan,
2. pembagian dan penomoran ruas bangunan (untuk bangunan yang memanjang) atau
penomoran bangunan (untuk bangunan yang berjajar),
3. penetapan nomenklatur bangunan,
4. penentuan obyek yang dilindungi oleh bangunan (sebagai fungsi bangunan), dan
5. pegumpulan data teknis bangunan (termasuk kondisi bangunan, sketsa dan foto).
Blangko inventarisasi digunakan untuk mencatat semua data bangunan yang diinventarisasi.
Untuk bangunan memanjang (Revetmen, Tembok Laut, Pemecah Gelombang, Tanggul Laut,
dan Pengisian Pasir) satu set blangko akan berisi informasi bangunan pada satu ruas.
Karenanya, jumlah blangko akan sesuai dengan jumlah ruas bangunan memanjang yang
ditentukan pada kegiatan nomor 3 diatas. Dengan pola yang serupa, untuk bangunan yang
berjajar (Groin dan Jeti), satu blangko digunakan untuk menginventariasi tiap unit bangunan.
25 dari 52
Revetmen
GroinD4
GroinB 2 GroinC 3 Groin 5
E
Groin 6
Groin
A 1 F
GroinG7
26 dari 52
apa saja yang dilindungi perlu diidentifikasi dan dicantumkan dalam blangko. Jenis obyek yang
dilindungi dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut:
a. Pulau Terluar
b. Jalan Raya Nasional / Provinsi / Kabupaten
c. Kawasan Pemukiman
d. Kawasan Wisata
e. Fasilitas Umum / Fasilitas Sosial
f. Lalu lintas navigasi (muara sungai)
Panjang Bangunan
Panjang bangunan diukur sesuai alinemen bangunan. Untuk bangunan yang memanjang dan
mengikuti garis pantai (Revetmen, Tembok Laut, Pemecah Gelombang, Tanggul Laut,
Pengisian Pasir), panjang bangunan merupakan panjang ruas yang diidentifikasi/diinventarisasi
dari Titik 1 (awal) ke Titik 2 (akhir).
Untuk bangunan yang berjajar (Groin, Jeti) panjang bangunan diukur menurut alinemen
bangunan dari pangkal (Titik 1) hingga ke ujungnya (Titik 2). Bila bangunan memiliki 2 sumbu
alinemen (Groin T, Groin L) maka panjang bangunan diukur dan diisikan secara berurutan,
dimulai dari bagian utamanya.
Pengukuran dilakukan penggunakan alat Theodolit yang juga mengukur bentuk dasar
bangunan untuk digambarkan pada sketsa. Jarak diukur secara optis dan dilengkapi
pengukuran langsung menggunakan pita ukur.
27 dari 52
Pengukuran lebar dilakukan secara optis dan dibantu dengan pengukuran langsung dengan
pita ukur.
1m 1m 1m
1m 1,5m 2m
Kemiringan (1:1) Kemiringan (1:1,5) Kemiringan (1:2)
Yang dimaksud “luar” (badan luar) adalah bagian badan yang menghadap ke laut,
sedangkan “dalam” (badan dalam) adalah bagian badan yang menghadap ke darat
sebagaimana diilustrasikan oleh sketsa berikut.
28 dari 52
Laut / Sumber Darat / Teduh
Gelombang Gelombang
Puncak
Badan Badan
Luar Dalam
Fundasi Fundasi
Luar Dalam
Material Material
Dasar Dasar
Pemecah Gelombang / Groin /
Jeti / Tanggul Laut
Material
Dasar Luar
Revetmen
Puncak Puncak
Badan
Material Dasar Badan Material Dasar
Luar
Dalam Luar Dalam
Fundasi
Luar Fundasi
Luar
Gambar 36. Profil pemecah gelombang, groin, jeti dan tanggul laut, profil revetmen serta profil
tembok laut dan pengertian arah luar dan dalam menurut posisi laut.
29 dari 52
Pantai di atas
Laut / Sumber Berm Puncak Darat / Teduh
Gelombang Gelombang
Bukit
Berm Pasir
Pantai di
bawah Berm
Pengisian Pasir
Gambar 37. Profil struktur lunak pengisian pasir serta pengertian arah luar dan dalam menurut
posisi laut.
Untuk bangunan Groin, dan Jeti yang alinemennya tegak lurus pantai, bagian luar yang
dimaksud adalah bagian yang terpapar gelombang dominan. Bagian ini ditandai sebagai sisi
yang kerap mengalami kerusakan lebih berat. Sisi ini umumnya dapat dikenali juga dengan
adanya endapan pada bagian pangkalnya sebagaimana ditunjukkan oleh sketsa berikut.
Gelombang
Dominan
Badan Badan
Luar Dalam
Gelombang
Dominan Badan Badan
Sisi Luar Dalam
Endapan
muara
Gambar 38. Pemahaman bagian luar dan dalam pada groin dan jeti.
Hasil pengukuran fisik bangunan digambarkan dalam bentuk sketsa bangunan. Sketsa dibuat
lengkap dengan ukuran dan keterangan yang diperlukan dengan selengkap mungkin. Selain
itu, sketsa juga memuat titik-titik pengambilan foto dan arah bidik foto sesuai dengan nomor
identifikasinya.
Foto bangunan yang diambil harus menunjukkan bentuk, kelengkapan, material bangunan, dan
kerusakan yang teridentifikasi. Foto disusun dan diberi nomor sesuai nomor pada sketsa dan
menjadi kelengkapan blangko inventarisasi. Perlu diperhatikan bahwa titik pengambilan foto
dan arah bidikannya perlu dipilih dengan baik karena pengambilan foto selanjutnya pada
pemantauan akan dilakukan dari titik yang sama.
30 dari 52
bangunan pada masing-masing musim (kemarau dan penghujan) setiap tahunnya. Dalam
pemantauan, kegiatan pengamatan dan pengukuran dilakukan menggunakan peralatan kerja
yang sama sebagaimana dibahas pada bagian inventarisasi.
Untuk bangunan pengaman pantai yang telah lama dibangun atau telah rusak, pemantauan
pertama dapat dilakukan segera setelah inventarisasi. Hal ini dilakukan agar penanganan
bangunan dapat terlaksana sesegera mungkin. Hasil evaluasi dari pemantauan pertama akan
dapat langsung menjadi dasar untuk menentukan tindak lanjut untuk bangunan bersangkutan.
Untuk pemantauan digunakan Blangko Pemantauan. Satu set blangko digunakan untuk
melakukan pemantauan satu ruas bangunan untuk bangunan memanjang (Revetmen,
Tembok Laut, Pemecah Gelombang, Tanggul Laut, Pengisian Pasir) atau satu unit bangunan
untuk bangunan yang berjajar (Groin, Pemecah Gelombang, Jeti) mengacu pada hasil
inventarisasi.
Petugas yang akan melakukan pemantauan wajib mempelajari dokumen inventarisasi beserta
dokumen pemantauan terakhir untuk bangunan bersangkutan. Pemantauan didahului dengan
mencatat data indikator lingkungan saat pantauan dilaksanakan. Selanjutnya dilakukan
pengamatan dan penilaian kondisi bangunan dan pengumpulan informasi terkait fungsi
bangunan yang merupakan bagian terpenting dari kinerja bangunan pengaman pantai.
31 dari 52
7.3.2.2. Kondisi Fisik Bangunan
Dalam pemantauan, fisik bangunan diukur kembali seperti pada saat inventarisasi. Data
elevasi, ukuran, dan bentuk bangunan diisikan dalam kotak-kotak data pada lembar blangko
yang telah disediakan. Perubahan yang terjadi akan dapat diketahui apabila data tersebut
diperbandingkan dengan data pengukuran sebelumnya. Untuk itu, titik-titik ukur sebaiknya
dilakukan pada tempat yang sama.
Selain pengukuran fisik bangunan, dilakukan juga penilaian terhadap kondisi bangunan.
Kondisi struktur bangunan dinilai berdasarkan beberapa indikator kerusaka. Indikator ini akan
berbeda untuk tiap jenis bangunan, untuk itu pengamatan perlu dilakukan sesuai jenis
bangunan sebagai berikut:
Bangunan Kaku
Pengamatan dilakukan terhadap indikator:
a. Puncak bangunan dan elevasinya.
b. Kondisi lantai.
c. Kerusakan pada bangunan penutup atas (cap/crown).
d. Kerusakan pada sambungan struktur.
e. Tulangan yang putus/berkarat.
f. Kondisi dinding / badan.
g. Kemungkinan gerusan pada fundasi struktur .
h. Fundasi struktur.
i. Kondisi materi penyusun.
Bangunan Timbunan
Pengamatan dilakukan terhadap indikator:
a. Puncak bangunan dan elevasinya.
b. Bentuk dan ukuran profil.
c. Kerusakan pada badan struktur.
d. Rekah atau patahan (memanjang/melintang)
e. Keruntuhan lereng.
f. Kemungkinan gerusan pada tumit struktur .
g. Fundasi struktur.
h. Kondisi lapis lindung (armor, vegetasi).
Indikator-indikator tersebut diamati untuk menentukan nilai kondisi komponen bangunan yaitu
bagian puncak, badan, dan fundasinya. Cara penilaian dan deskripsi kerusakan secara rinci
dimuat dalam Petunjuk Pengisian Blangko Pemantauan.
Hasil pengamatan kondisi bangunan dilengkapi dengan foto yang diberi catatan dan
komentar. Tiap kerusakan yang ditemukan juga didokumentasi dengan foto dan
keterangannya serta petunjuk lokasi kerusakan pada sketsa.
32 dari 52
7.3.2.3. Kondisi Fungsi
Bagian akhir dari kegiatan pemantauan adalah hal yang penting menyangkut fungsi bangunan.
Untuk itu petugas pemantauan perlu mengumpulkan informasi seluas mungkin yang dapat
menunjukkan bagaimana bangunan berfungsi. Informasi disajikan dalam bentuk foto dengan
uraian kondisi yang meliputi obyek-obyek yang diamankan dan fenomena yang terjadi pada
pantai dengan adanya bangunan. Informasi ini selanjutnya akan digunakan dalam tahap
evaluasi untuk menilai fungsi bangunan.
7.3.3. Pelaporan
Seluruh kegiatan pemantauan kondisi bangunan harus didokumentasi dalam laporan sebagai
informasi dan pedoman bagi penilaian dimasa yang akan datang. Dalam laporan yang dibuat
perlu dilakukan pertimbangan yang seksama sedemikian rupa sehingga data yang dilaporakan
dapat memberikan informasi yang baik dan memenuhi kebutuhan pemeliharaan.
33 dari 52
7.4.2. Kinerja Fungsi Bangunan
Disamping kondisi fisik bangunan, dalam evaluasi dinilai juga kinerja fungsi bangunan.
Hasilnya akan menunjukkan apakah bangunan bermanfaat atau tidak, dan sangat menentukan
keputusan akhir untuk pengelolaan bangunan bersangkutan.
Dalam pemantauan, obyek yang diamankan turut diamati untuk mengetahui efektifitas dari
kerja bangunan pengaman yang dibuat. Hasil pengamatan tersebut dituangkan dalam bentuk
informasi berupa sketsa, catatan, dan rekaman foto. Berdasarkan informasi tersebut dilakukan
evaluasi, dan ditentukan apakah bangunan telah memberikan kinerja fungsi yang baik atau
tidak. Nilai fungsi bisa bervariasi, namun disederhanakan sebagai “Baik” atau “Tidak Baik”
dengan pedoman yang ditunjukkan oleh Tabel 4 berikut.
34 dari 52
Kinerja fungsi bangunan memiliki peran pokok dalam menentukan tindak lanjut. Apabila kinerja
fungsi bangunan tidak baik padahal bangunan masih baik atau cukup baik, apapun keadaan
fisiknya di akhir evaluasi, bangunan tidak memberikan manfaat yang diharapkan. Untuk itu
perlu dilakukan kajian ulang terhadap perencanaan dan penempatan bangunan bersangkutan.
Namun perlu diketahui bahwa ada kemungkinan kinerja fungsi bangunan didapati sudah
menurun karena bangunan mengalami kerusakan. Dalam kasus ini, informasi yang lebih luas
mengenai kinerja fungsi bangunan ini pada masa sebelumnya perlu dicari agar karena hal ini
merupakan masukan yang penting untuk bahan pertimbangan dalam evaluasi. Keputusan perlu
didasarkan pada kinerja fungsi bangunan yang sesungguhnya.
Apabila kinerja bangunan dinilai baik, maka bila bangunan membutuhkan pemeliharaan,
pelaksanaannya dapat segera diputuskan. Dari hasil beberapa kali pemantauan dan evaluasi
yang dicatat dalam Tabel Rekaman Data Bangunan Pantai, akan tampak gambaran kondisi
bangunan dari waktu ke waktu. Apabila kecenderungannya terus menurun dan kondisi terakhir
sudah mensyaratkan pemeliharaan, maka bangunan harus segera ditangani dengan
pemeliharaan. Di sisi lain, bila bangunan didapati rusak berat akibat bencana alam (badai,
gempa bumi) diperlukan tindakan pemulihan yang lebih besar berupa rehabilitasi.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas digambarkan oleh tabel berikut. Dapat dilihat
bahwa saran tindakan sangat bergantung pada kinerja fungsi bangunan, kondisi fisik bangunan
akan dipertimbagkan apabila bangunan berfungsi baik.
Tabel 5. Saran Tindakan Berdasarkan Kinerja Fungsi dan Kondisi Fisik Bangunan
Catatan: untuk pemecah gelombang, direkomendasikan aksi perbaikan baru dilaksanakan bila
hasil penilaian memberikan nilai indeks 4.
35 dari 52
7.5.1. Pengoperasian Pompa Air
Daerah rendah di belakang pantai (depressed area), sering mengalami masalah genangan
karena berada dalam pengaruh pasang surut air laut. Elevasinya yang rendah dan pengaruh
pasang surut menyebabkan air drainase tidak dapat secara tuntas dialirkan dengan cara
gravitasi. Untuk hal ini diperlukan sistem drainase secara mekanis dengan menggunakan
pompa.
LAUT
DARAT Pipa pembuang
Pompa
Kolam Pengumpul
Apabila daerah ini dimanfaatkan dan menjadi daerah terbangun, bangunan tanggul dibangun di
sekeliling daerah ini untuk melindungi dari genangan air laut saat muka air laut naik di atas
elevasi lahan. Tanggul pelindung harus dibangun secara kedap dan menjamin tidak ada air laut
yang merembes ke dalam lahan. Dalam kondisi seperti ini pompa air akan berperan mutlak
untuk memompa air drainase dari kolam pengumpul pengumpul dan membuangnya ke laut
melalui pipa pembuang.
Pengoperasian pompa air ini membutuhkan tenaga terlatih yang memahami kerja pompa dan
sistem pembuangannya. Pompa harus dioperasikan sesuai dengan manual operasi dan
spesifikasi teknik yang menyertai pompa dan sistem drainase yang dibangun.
36 dari 52
Endapan atau sampah yang LAUT
DARAT terbawa saat air pasang
(digelontor saat pintu dibuka)
PINTU AIR
MUKA AIR SURUT
TEMBOK LAUT
(di kiri-kanan pintu air)
37 dari 52
dan terbuka untuk dikembangkan lebih jauh sesuai kondisi spesifik bangunan yang dipelihara.
Beberapa pertimbangan untuk pemeliharaan bangunan pantai dalam metode berikut adalah:
Bagian bangunan yang mengalami tekanan terberat adalah sisi yang menghadap laut dan
berada pada rentang pasang surut dan gelombang dimana kerusakan lebih sering terjadi
(tembok hancur atau bolong, batu alam atau blok beton terlepas dari tempatnya, batu alam
terkikis, blok beton patah/terbelah). Bagian ini perlu material dalam kondisi prima (bentuk,
ukuran, kekuatan), karenanya diutamakan penggantian material baru (armor) atau
perbaikan dengan kekuatan yang sama.
Tembok laut, groin, dan revetmen terletak di pantai. Pada waktu tertentu sebagian
bangunan tidak terendam. Pada bagian ini masih layak dilakukan pemeliharaan dengan
mengatur kembali susunan material eksisting untuk memperbaiki kinerja bangunan.
Pemecah gelombang umumnya terletak di tengah perairan (pemecah gelombang lepas
pantai). Pada posisi ini upaya pemeliharaan lebih sulit, karenanya tindakan lebih mengarah
pada penambahan material untuk mempertahankan ukuran bangunan sesuai rencana.
Jeti memanjang dari bagian muara hingga ke tengah perairan, hanya sebagian kecil berada
di pantai dan salah satu sisi harus diakses dari sungai. Upaya pemeliharaan lebih sulit
dibanding groin, dan karenanya metode tindakan lebih mengarah pada penambahan
material untuk mempertahankan ukuran bangunan sesuai rencana.
Tanggul laut terletak di pantai dan pada waktu tertentu sebagian bangunan tidak terendam
air. Pada bagian ini masih layak dilakukan pemeliharaan dengan melakukan pembongkaran
parsial. Bila dibutuhkan pembongkaran besar, cofferdam harus dipasang untuk mencegah
struktur hancur terendam air.
Struktur rigid (kaku) jarang mengalami penurunan puncak karena sifatnya masif, umumnya
kerusakan yang menyebabkan puncak runtuh karena struktur patah dan hancur.
Pemeliharaan bangunan pasir terutama dilakukan pada profil yang berada di atas air. Profil
pantai yang perlu dibentuk dan pola pemeliharaannya harus disesuaikan dengan
karakteristik pantai. Umumnya manual pemeliharaan untuk metoda ini dibuat tersendiri
karena cara ini membutuhkan pemeliharaan rutin dan berkala.
38 dari 52
Tabel 1. Metoda Umum Pemeliharaan Bangunan Pengaman Pantai - Revetmen
Geser, lepas, cabut. Kembalikan batu yang Geser, lepas. Atur kembali susunan
pindah ke posisinya. agar blok saling ikat.
Terkikis, membulat. Atur kembali susunan Terkikis, membulat. Gantikan blok beton,
batu agar saling pindah blok yang terkikis
Revetmen mengikat. dan membulat ke bagian - -
atas atau benamkan
sebagai pelindung tumit
Pecah. Ganti dengan batu Patah, pecah. Ganti blok beton dengan
ukuran semula yang baru.
(jarang/tidak pernah).
39 dari 52
Tabel 2. Metoda Umum Pemeliharaan Bangunan Pengaman Pantai – Tembok Laut
40 dari 52
Tabel 3. Metoda Umum Pemeliharaan Bangunan Pengaman Pantai – Pemecah Gelombang
Pecah. Ganti batu dengan ukuran Patah, pecah Ganti blok beton dengan yang
semula, rekonstruksi baru.
(jarang).
41 dari 52
Tabel 4. Metoda Umum Pemeliharaan Bangunan Pengaman Pantai – Pemecah Gelombang (lanjutan)
42 dari 52
Tabel 5. Metoda Umum Pemeliharaan Bangunan Pengaman Pantai - Groin
Geser, lepas, cabut. Kembalikan batu yang Geser, lepas. Atur kembali susunan
pindah ke posisinya. agar blok saling ikat.
Atur kembali agar batu-
batu saling mengunci.
Terkikis, membulat. Atur kembali susunan Terkikis, membulat. Gantikan blok beton,
batu agar saling pindah blok yang terkikis
Groin mengikat. dan membulat ke bagian Lihat tabel berikut Lihat tabel berikut
atas atau benamkan
sebagai pelindung tumit..
Tumit tergerus. Tambahkan batu pada Tumit tergerus. Tambahkan blok beton
bagian tumit. pada bagian tumit.
Pecah. Ganti batu dengan Patah, pecah. Ganti blok beton dengan
ukuran semula, yang baru.
rekonstruksi
(jarang/tidak pernah).
43 dari 52
Tabel 6. Metoda Umum Pemeliharaan Bangunan Pengaman Pantai – Groin (lanjutan)
Mengelupas, aus, Pemlesteran kembali, Patah, pecah. Bongkar bagian yang rusak.
agregat terlepas. penambalan, pelapisan Susun kembali batu dan isi
dengan synthetic resin. bagian yang patah / pecah
dengan adukan beton dan
ratakan.
Berlubang. Tambal dengan mortar semen, Batu tercabut. Ganti dengan batu yang lebih
Lihat tabel Lihat tabel mortar plastik atau beton. kecil, berikan mortar yang
Groin sebelumnya sebelumnya cukup agar batu duduk
dengan baik dalam mortar
baru.
Dinding tidak Tambal dengan struktur rubble Hancur, terberai. Ganti bagian yang hancur dan
teratur, patah, di kiri-kanan bangunan hilang dengan struktur rubble
hilang. menggunakan batu alam atau dari batu alam atau blok beton.
blok beton
44 dari 52
Tabel 7. Metoda Umum Pemeliharaan Bangunan Pengaman Pantai - Jeti
Geser, lepas, cabut. Tambahkan batu baru Geser, lepas. Tambahkan blok beton
pada posisi yang pada bagian yang
kosong. Atur kembali kosong, susun agar blok
agar batu-batu saling saling ikat.
mengunci.
Terkikis, membulat. Atur kembali susunan Terkikis, membulat. Gantikan blok beton,
batu agar saling pindah blok yang
mengikat. Tambah batu terkikis dan membulat
Jeti Lihat tabel berikut Lihat tabel berikut
bila tinggi atau volume ke bagian belakang
penampang berkurang yang terlindung atau
akibat penyusunan benamkan sebagai
ulang. pelindung tumit.
Tumit tergerus. Tambahkan batu pada Tumit tergerus. Tambahkan blok beton
bagian tumit. pada bagian tumit.
Pecah. Ganti batu dengan Patah, pecah. Ganti blok beton dengan
ukuran semula, yang baru.
rekonstruksi (jarang).
45 dari 52
Tabel 8. Metoda Umum Pemeliharaan Bangunan Pengaman Pantai - Jeti
Dinding tidak teratur, Tambal dengan struktur Hancur, terberai. Ganti bagian yang hancur
patah, hilang. rubble di kiri-kanan dan hilang dengan
bangunan menggunakan struktur rubble dari batu
batu alam atau blok alam atau blok beton.
beton.
Dinding, fundasi Bongkar dan hancurkan - -
Keropos. segmen yang rusak. Ganti
dengan struktur rubble
batu alam atau blok
beton. Tambahkan batu
pelindung tumit.
46 dari 52
Tabel 9. Metoda Umum Pemeliharaan Bangunan Pengaman Pantai - Tanggul Laut
47 dari 52
Tabel 10. Metoda Umum Pemeliharaan Bangunan Pengaman Pantai - Pengisian Pasir
JENIS BANGUNAN /
Rubble (Tumpukan) / Timbunan Rigid (Kaku)
MATERIAL Bahan Alam (Pasir)
Blok Beton Tembok Beton Pasangan Batu Kali
Kondisi Tindakan
Puncak bukit turun, Timbun kembali bukit dengan
bukit pasir runtuh. lereng yang lebih landai. Tanam
vegetasi untuk menjaga bentuk
bukit
48 dari 52
8.2 Pemantauan Kegiatan Pemeliharaan
Pelaksanaan pemeliharaan dapat dilakukan dengan cara swakelola atau dengan kontraktual
(menggunakan penyedia jasa) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Evaluasi ini dilakukan untuk setiap kegiatan pemeliharaan yang telah berlangsung. Evaluasi
dilakukan terhadap pekerjaan swakelola dan pekerjaan kontraktual dalam dua periode, yaitu:
a. Evaluasi langsung dilakukan terhadap hal-hal antara lain jenis pekerjaan, volume,
waktu, tenaga kerja, bahan, peralatan dan kualitas pekerjaan. Evaluasi langsung
dilakukan pada saat pekerjaan sedang berjalan.
b. Evaluasi tahunan dilakukan terhadap hal-hal antara lain jenis pekerjaan, volume,
waktu, tenaga kerja, bahan, peralatan dan kualitas pekerjaan. Evaluasi tahunan
dilakukan pada akhir tahun.
8.5 Koordinasi
Kegiatan pemeliharaan didahului dengan koordinasi antara satuan kerja, Kepala Desa
setempat dan pihak terkait untuk menyesuaikan jadwal pelaksanaan yang telah disusun
sebelumnya.
49 dari 52
9.2 Cara Perhitungan
9.2.1.1. Insentif
a. Pemantauan
Pengawas : Jumlah pengawas x frekuensi x Rp … / hari
Staff : Jumlah staff x frekuensi x Rp … / hari
Petugas : Jumlah petugas x frekuensi x Rp … / hari
a. Listrik : 12 x Rp … / bulan
b. Telepon : 12 x Rp … / bulan
c. Air : 12 x Rp … / bulan
d. ATK : 12 x Rp … / bulan
e. Bahan Survey : 12 x Rp … / bulan
9.2.1.5. Sosialisasi
Dilakukan sesuai kebutuhan. Program sosialisasi disusun sesuai lokasi dan permasalahan
yang terjadi, kebutuhan biaya diperkirakan menurut jumlah kegiatan.
50 dari 52
9.2.1.6. Biaya Total
Biaya total biaya operasional unit adalah jumlah dari lima komponen yang dijabarkan di atas.
Biaya Total Operasi = Insentif + Biaya Perjalanan Dinas + Biaya Operasional Kantor
+ Biaya Operasional Peralatan + Biaya Sosialisasi
dimana
O = Biaya Operasi
Pm = Biaya Pemeliharaan
51 dari 52
Daftar Pustaka
BPS RI (Badan Pusat Statistik Republik Indonesia), 2007. Daftar Nama Provinsi / Kabupaten /
Kota Menurut Dasar Hukum Pembentukan Wilayah. Online http://www.bps.go.id/
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Biro Prasarana dan Sarana Kota, Januari
2010. Buku Acuan Harga Satuan Bahan dan Upah Pekerjaan Bidang / Jasa
Pemborongan.
Puslitbang Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum, 2004. Bangunan Pengaman
Pantai dan Pengendalian Muara di Indonesia. Volume I.
Technical Advisory Committee for Flood Defence in The Netherlands, 1999. Guide on Sea and
Lake Dikes.
US Army Corps of Engineers, USA, 2002-2008. CEM (Coastal Engineering Manual). EM 1110-
2-1100.
US Army Corps of Engineers, USA, November 1998. REMR Management Systems - Coastal /
Shore Protection Structure, Condition and Performance Rating Procedures for Rubble
Breakwaters and Jetties.
UU RI 27-2007 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007) tentang Penge-
lolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 84 Tahun 2007.
52 dari 52
LAMPIRAN II SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR : / SE / M /2011
TANGGAL :
1 dari 8
2 dari 8
3 dari 8
4 dari 8
5 dari 8
6 dari 8
7 dari 8
8 dari 8
LAMPIRAN III SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR : / SE / M /2011
TANGGAL :
Kotak Penjelasan
Kotak Diisi tanggal pelaksanaan inventarisasi dan nama petugas yang melakukan
Tgl-Nama inventarisasi.
Kotak Identifikasi bangunan
Lokasi dan
Identitas a. ID Bangunan. Diisi dengan nomor identifikasi bangunan
(ID) b. Nama Pantai. Diisi dengan nama pantai tempat bangunan pantai berada. (bisa
Bangunan lebih dari satu)
c. Desa. Diisi dengan nama desa tempat bangunan pantai berada. (bisa lebih dari
satu)
d. Kabupaten. Diisi dengan nama kabupaten bersangkutan. Bila terdapat bangunan
yang lintas kabupaten, maka kedua kabupaten disebutkan. Kabupaten dengan
ruas bangunan terbesar disebutkan lebih dahulu.
e. Provinsi. Diisi dengan nama provinsi.
Nomenklatur bangunan
Cara pengisian sesuai dengan ketentuan dan standar seperti dalam tabel berikut.
1 dari 15
Kotak Penjelasan
2 dari 15
Kotak Penjelasan
1m 1m 1m
1m 1.5m 2m
Kemiringan (1:1) Kemiringan (1:1.5) Kemiringan (1:2)
Yang dimaksud “luar” (kemiringan badan luar) adalah bagian lereng yang
menghadap ke laut, sedangkan “dalam” (kemiringan badan dalam) adalah bagian
badan yang menghadap ke darat.
3 dari 15
Kotak Penjelasan
Badan
Puncak
Badan
Luar Dalam
Fundasi
Fundasi
Luar Dalam
Material Material
Dasar Dasar
Pemecah Gelombang / Groin
/ Jeti / Tanggul Laut
Material
Dasar Luar
Revetmen
Puncak Puncak
Badan
Luar Material Dasar Badan Material Dasar
Dalam Luar Dalam
Fundasi
Luar Fundasi
Luar
Untuk bagian bangunan Groin dan Jeti yang tegak lurus pantai, bagian luar yang
dimaksud adalah bagian yang terpapar gelombang dominan ditandai dengan sisi
yang kerap mengalami kerusakan lebih berat. Sisi ini umumnya ditandai juga
dengan endapan pada bagian pangkalnya sebagaimana ditunjukkan oleh sketsa
berikut.
4 dari 15
Kotak Penjelasan
Gelombang
Dominan
Badan Badan
Luar Dalam
Gelombang
Dominan Badan Badan
Sisi Luar
Endapan
muara
Berikut cara pengisian data fisik bangunan untuk Blangko Seri II:
a. Elevasi Puncak Bukit Pasir. Bagian ini diisi hasil pengukuran elevasi bagian
ujung belakang dari pengisian pasir terhadap BM acuan. Bagian bukit ini dapat
dikenali sebagai ujung belakang dari pasir isian yang merupakan batas pekerjaan,
umumnya dibatasi oleh bangunan lain (jalan setapak, revetmen).
b. Lebar Puncak Bukit. Diisi dengan hasil pengukuran lebar rata-rata dari puncak
bagian pasir yang datar untuk ruas bersangkutan.
c. Elevasi Berm. Bagian ini diisi hasil pengukuran elevasi berm terhadap BM acuan.
d. Lebar Berm. Diisi dengan hasil ukur lebar rata-rata berm (bagian yang datar)
untuk ruas bersangkutan.
e. Landai Pantai di Atas Berm. Bagian ini diisi besarnya angka landai untuk
potongan pantai yang di sebelah atas berm. Cara pengisiannya seperti cara
pengukuran
5 dari 15
Kotak Penjelasan
Pengisian Pasir
g. Warna Pasir. Bagian ini diisi hasil pengamatan terhadap warna pasir yang ada di
pantai bersangkutan. Pasir mungkin terdiri dari jumlah partikel yang berbeda
warna, oleh karenanya warna yang ditulis adalah warna rata-rata dari
keseluruhan. Foto harus disertakan untuk menunjang pengisian warna pasir.
h. Ukuran butir rata-rata. Diisi dengan besarnya ukuran butir pasir rata-rata.
Pengukuran dapat dilakukan di kantor dengan mengambil sampel pasir dari lokasi
pengisian.
i. Cara pengambilan. Diisi sesuai dengan informasi metode pengisian pasir di
lokasi.
j. Sketsa lokasi sumber. Gambarkan sketsa yang menunjukkan posisi lokasi
sumber pasir dan posisi lokasi yang diisi pasirnya. Lengkapi dengan nama lokasi
sumber dan jarak.
Kotak Sketsa
Sketsa Diisi dengan gambar sketsa yang menunjukkan bentuk bangunan dan profilnya. Pada
6 dari 15
Kotak Penjelasan
Bangunan
bangunan pengisian pasir, gambar profil dibuat pada beberapa potongan dengan
jarak interval 25 meter.
Sketsa dilengkapi dengan keterangan:
Panjang bangunan dan komponen bangunan.
Penomoran bangunan (untuk Groin, Pemecah Gelombang, dan Jeti) atau ruas
bangunan (untuk Tembok Laut, Revetmen, Tanggul Laut, dan Pengisian Pasir).
Masing-masing bangunan atau ruas bangunan dilengkapi ukuran.
Titik 1 dan Titik 2 yang dimaksud pada dokumen.
Titik BM acuan dan keterangannya. Penggambaran titik BM dilakukan sedemikian
rupa sehingga dapat diketahui posisinya relatif terhadap bangunan atau ruas
bangunan yang ada.
Titik pengambilan foto dan arah bidikan foto.
Keterangan lain terkait keistimewaan bangunan atau kerusakan yang
teridentifikasi pada saat inventarisasi.
Foto Foto bangunan merupakan pendukung hasil inventarisasi dan wajib disertakan
sebagai kelengkapan blangko pemantauan. Jumlah foto tidak dibatasi, penyajiannya
selengkap mungkin disesuaikan dengan bentuk bangunan dan jumlah permasalahan
yang ditemui.
Tiap titik pengambilan foto perlu diperhatikan dengan baik agar dapat meliput sisi
bangunan secara jelas karena dari titik yang sama akan dilakukan pengambilan foto
pada kesempatan pemantauan di masa-masa yang akan datang. Foto bangunan
yang diambil menunjukkan bentuk, kelengkapan, material bangunan, dan kerusakan
yang teridentifikasi. Foto disusun dan diberi nomor sesuai nomor pada sketsa dan
menjadi kelengkapan blangko inventarisasi.
7 dari 15
BLANGKO INVENTARISASI BANGUNAN PANTAI - SERI I
TEMBOK LAUT / REVETMEN / GROIN / PEMECAH GELOMBANG / JETI / TANGGUL LAUT*
*) Lingkari yang sesuai **) Beri tanda (9) pada pilihan yang sesuai
8 dari 15
III.C. Fisik Bangunan
9 dari 15
IV. Foto
Foto 1. ............................
Foto 2. ............................
10 dari 15
Foto 3. ............................
Foto 4. ............................
11 dari 15
BLANGKO INVENTARISASI BANGUNAN PANTAI - SERI II
PENGISIAN PASIR
*) Lingkari yang sesuai **) Beri tanda (9) pada pilihan yang sesuai
Tanggal : Nama Petugas:
12 dari 15
III.C. Fisik Bangunan
13 dari 15
IV. Foto
Foto 1. ............................
Foto 2. ............................
14 dari 15
Foto 3. ............................
Foto 4. ............................
15 dari 15
LAMPIRAN IV SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR : / SE / M /2011
TANGGAL :
Kotak Penjelasan
Kotak
Tgl-Nama Diisi dengan tanggal pelaksanaan pemantauan, jam mulai pada unit bangunan
bersangkutan, dan nama petugas yang melakukan pemantauan.
Kotak
Lokasi dan Bagian identifikasi bangunan
Identitas
(ID) a. ID Bangunan. Diisi dengan nomor identifikasi bangunan
Bangunan b. Nama Pantai. Diisi dengan nama pantai tempat bangunan pantai berada. (bisa lebih
dari satu)
c. Desa. Diisi dengan nama desa tempat bangunan pantai berada. (bisa lebih dari satu)
d. Kabupaten. Diisi dengan nama kabupaten bersangkutan. Bila terdapat bangunan
yang lintas kabupaten, maka kedua kabupaten disebutkan. Kabupaten dengan ruas
bangunan terbesar disebutkan lebih dahulu.
e. Provinsi. Diisi dengan nama provinsi.
Nama pantai disesuaikan dengan nama pantai dari proyek-proyek pembangunan yang
dilakukan oleh DPU.
Kode provinsi dan kabupaten/kota disesuaikan dengan kode wilayah terkini dari Biro
Pusat Statistik (BPS). Kode wilayah dari BPS untuk tahun 2007 terlampir bersama
dokumen ini.
1m 1m 1m
1m 1.5m 2m
Kemiringan (1:1) Kemiringan (1:1.5) Kemiringan (1:2)
Yang dimaksud “luar” (lereng luar) adalah bagian lereng yang menghadap ke laut,
sedangkan “dalam” (lereng dalam) adalah bagian lereng yang menghadap ke darat.
2 dari 17
Kotak Penjelasan
Badan
Puncak
Badan
Luar Dalam
Fundasi
Fundasi
Luar Dalam
Material Material
Dasar Dasar
Pemecah Gelombang / Groin
/ Jeti / Tanggul Laut
Material Revetmen
Dasar Luar
Puncak Puncak
Badan
Luar Material Dasar Badan Material Dasar
Dalam Luar Dalam
Fundasi
Luar Fundasi
Luar
Untuk bagian bangunan Groin dan Jeti yang tegak lurus pantai, bagian luar yang
dimaksud adalah bagian yang terpapar gelombang dominan ditandai dengan sisi yang
kerap mengalami kerusakan lebih berat. Sisi ini umumnya ditandai juga dengan
endapan pada bagian pangkalnya sebagaimana ditunjukkan oleh sketsa berikut.
3 dari 17
Kotak Penjelasan
Gelombang
Dominan
Badan Badan
Luar Dalam
Gelombang
Dominan Badan Badan
Sisi Luar Dalam
Endapan
muara
Berikut cara pengisian data fisik bangunan untuk Blangko Seri II:
a. Elevasi Puncak Bukit Pasir. Bagian ini diisi hasil pengukuran elevasi bagian ujung
belakang dari pengisian pasir terhadap BM acuan. Bagian bukit ini dapat dikenali
sebagai ujung belakang dari pasir isian yang merupakan batas pekerjaan, umumnya
dibatasi oleh bangunan lain (jalan setapak, revetmen).
b. Lebar Puncak Bukit. Diisi dengan hasil pengukuran lebar rata-rata dari puncak
bagian pasir yang datar untuk ruas bersangkutan.
c. Elevasi Berm. Bagian ini diisi hasil pengukuran elevasi berm terhadap BM acuan.
d. Lebar Berm. Diisi dengan hasil ukur lebar rata-rata berm (bagian yang datar) untuk
ruas bersangkutan.
e. Landai Pantai Atas. Bagian ini diisi besarnya angka landai untuk potongan pantai
yang di sebelah atas berm. Cara pengisiannya seperti cara pengukuran kemiringan
seperti pada Blangko Seri I, poin (f). (lihat sketsa)
f. Landai Pantai Bawah. Bagian ini diisi besarnya angka landai untuk potongan pantai
yang di sebelah bawah berm. Cara pengisiannya seperti cara pengukuran kemiri-
ngan seperti pada Blangko Seri I, poin (f). (lihat sketsa)
Catatan: apabila pada pantai yang diamati tidak terdapat berm, maka tidak ada data
elevasi berm, lebar berm dan landai pantai di bawah berm. Kotak isian untuk bagian ini
dicoret.
Pengisian Pasir
4 dari 17
Kotak Penjelasan
6 dari 17
Kotak Penjelasan
a. Armor. Penilaian terhadap kondisi armor pada struktur tumpukan armor (rubble)
Dinilai 1 : Armor dalam keadaan baik atau mengalami sedikit pembulatan pada
ujung-ujungnya yang runcing atau tajam.
Dinilai 2 : Armor mengalami pecah di ujung-ujung yang meninggalkan serpih kecil,
namun secara umum ukurannya masih masih mendekati ukuran desain.
Dinilai 3 : Sebagian armor mengalami retak yang terlihat langsung dan berpotensi
untuk pecah menjadi ukuran yang lebih kecil namun bangunan masih
berfungsi.
Dinilai 4 : Sebagian armor terbelah dan hancur sehingga tidak dapat berfungsi
untuk melindungi dan bangunan tidak berfungsi.
b. Beton/pasangan batu. Penilaian terhadap kondisi beton pada struktuir beton atau
tembok pasangan batu (kaku)
Dinilai 1 : Beton/pasangan batu dalam keadaan baik atau mengalami sedikit retak
rambut dan retak non struktural akibat proses pengeringan.
Dinilai 2 : Sebagian permukaan beton/pasangan batu tergerus dan sambungan
antar segmen mengalami kebocoran kecil atau bangunan melengkung
namun masih utuh. Selimut beton atau plesteran dan nat pada beberapa
tempat terlepas, tulangan pada beton mungkin tersingkap namun
kerusakan tidak berlanjut.
Dinilai 3 : Bangunan mengalami retak struktural dan patah. Bagian tulangan yang
tersingkap sudah mengalami perkaratan lanjut dan mengembang.
Dinilai 4 : Perkaratan pada tulangan beton sudah menjalar ke dalam struktur dan
beton mengalami pelapukan serta kehilangan kekuatan. Pasangan batu
tercerai berai dan agregat sudah tidak terikat lagi.
Dinilai 4 : Sebagian besar badan bukit hilang dan tidak lagi memberi perlindungan
bagi struktur di belakangnya. Gelombang besar yang melimpas akan
langsung mencapai struktur di belakang bukit.
c. Berm. Penilaian terhadap kondisi berm, bentuk, kerusakan yang terjadi atau
perubahan ukuran.
Dinilai 1 : Berm dalam keadaan baik, berada sedikit di atas muka air pasang yang
menjadi batas hempasan air dari ombak yang mencapai tepi pantai
(runup).
Dinilai 2 : Berm tampak lebar namun elevasinya berada segaris dengan air pasang
yang menunjukkan bahwa berm mengalami gerusan dan penurunan
elevasi.
Dinilai 3 : Berm menjadi sangat lebar, namun pada saat pasang tidak terlihat lagi.
Ombak yang pecah di pantai tidak mendapat halangan dan dengan
mudah hempasan airnya mencapai bagian belakang pantai.
Dinilai 4 : Bentuk berm hilang sama sekali. Pantai menjadi landai namun air
pasang masuk jauh ke belakang pantai dan garisnya berada dekat
struktur di pantai. Pada saat gelombang besar, hempasannya merusak
bukit pasir (bil ada) atau struktur yang terdekat dengan pantai.
d. Pantai di Atas Berm. Penilaian terhadap kondisi pantai di atas berm, elevasi dan
kelandaiannya. Tidak semua pantai memiliki bagian ini, apabila
ditemukan kondisi demikian, penilaian kondisinya dikosongkan.
Dinilai 1 : Pantai di atas berm memiliki kemiringan dengan landai yang normal. Bila
terdapat bukit pasir di belakangnya pantai merupakan bagian lereng
bukit.
Dinilai 2 : Pantai di atas berm bagian belakang mulai menjadi terjal. Saat puncak
air pasang, limpasan air akibat gelombang berukuran sedang akan
merendam bagian ini.
Dinilai 3 : Pantai di atas berm sulit dibedakan dengan berm karena kehilangan
sebagian besar materialnya dan kehilangan elevasinya. Pada saat
puncak air pasang selalu terendam oleh air. Sementara bagian ujung
atas semakin terjal karena bukit runtuh.
Dinilai 4 : Pantai dan berm tidak dapat dibedakan lagi. Garis pantai sudah mundur
dan yang sebelumnya merupakan pantai di atas berm selalu terendam
pada saat air pasang.
Kotak
Diisi dengan gambar sketsa yang menunjukkan bentuk bangunan dan profilnya. Pada
Sketsa bangunan pengisian pasir, gambar profil dibuat pada beberapa potongan dengan jarak
Bangunan interval 25 meter.
Sketsa dilengkapi dengan keterangan:
Panjang bangunan dan komponen bangunan.
Penomoran bangunan (untuk Groin, Pemecah Gelombang, dan Jeti) atau ruas
bangunan (untuk Tembok Laut, Revetmen, Tanggul Laut, dan Pengisian Pasir).
Masing-masing bangunan atau ruas bangunan dilengkapi ukuran.
Titik 1 dan Titik 2 yang dimaksud pada dokumen.
Titik BM acuan dan keterangannya. Penggambaran titik BM dilakukan sedemikian
rupa sehingga dapat diketahui posisinya relatif terhadap bangunan atau ruas
bangunan yang ada.
Titik pengambilan foto dan arah bidikan foto.
Keterangan lain terkait keistimewaan bangunan atau kerusakan yang teridentifikasi
pada saat inventarisasi.
Khusus bangunan pasir, sketsa profil dibuat di atas sketsa bangunan hasil
inventarisasi atau hasil pemeliharaan terakhir. Volume pasir yang diperlukan untuk
pemeliharaan dapat ditentukan dari selisih profil.
Foto Foto-foto hasil pemantauan wajib disertakan sebagai kelengkapan blangko pemantauan.
Jumlah foto tidak dibatasi, penyajiannya selengkap mungkin disesuaikan dengan bentuk
bangunan dan jumlah permasalahan yang ditemui. Hal yang perlu diperhatikan adalah
bahwa foto untuk bagian tertentu yang berulang sejak inventarisasi atau dari
pemantauan pertama, kedua, dan seterusnya harus diambil dari titik yang sama dengan
sudut pengambilan yang sama. Tujuannya agar perubahan yang terjadi pada bagian
tersebut dapat teramati dengan baik dari waktu ke waktu. Untuk itu petugas harus
mempelajari dokumen inventarisasi dan pemantauan sebelumnya.
Kondisi Bangunan
Bagian ini berisi foto-foto bangunan dan kondisinya. Secara umum informasi foto
mencakup kondisi puncak bangunan, badan, dan fundasi. Foto kerusakan pada bagian-
bagian bangunan juga dimasukkan dalam bagian ini.
Fungsi Bangunan
Bagian ini berisi foto-foto yang menunjukkan fungsi bangunan dalam mengamankan
pantai dan obyek lainnya yang diamankan. Foto yang diambil harus menampilkan
gambaran bangunan pengaman pantai dan obyek secara langsung. Foto-foto yang
menunjukkan detail dapat di tambahkan untuk memperkuat uraian yang menyertai foto
fungsi bangunan ini.
Jumlah foto tidak terbatas pada blangko dan dapat dimuat sebanyak mungkin sesuai
kebutuhan untuk menjelaskan dengan baik kondisi bangunan dan fungsinya di lapangan.
Untuk itu lembar blangko untuk foto dapat diperbanyak agar dapat menampung jumlah
foto yang diperlukan.
9 dari 17
BLANGKO PEMANTAUAN BANGUNAN PANTAI - SERI I
1| REVETMEN 2| TEMBOK LAUT 3| PEMECAH GELOMBANG 4| GROIN 5| JETI 6| TGL LAUT (KAKU) 7| TGL LAUT (TANAH)
Isi Nomor Jenis Bangunan: 1
*) Lingkari yang sesuai isi kotak sesuai keterangan
10 dari 17
IV. FOTO
KONDISI BANGUNAN
Foto 1 ……………………………..
Foto 2 ……………………………..
11 dari 17
KONDISI BANGUNAN
KONDISI BANGUNAN
Foto 3 ……………………………..
Foto 4 ……………………………..
12 dari 17
FUNGSI BANGUNAN
FUNGSI BANGUNAN
Foto 5 ……………………………..
Foto 6 ……………………………..
13 dari 17
BLANGKO PEMANTAUAN BANGUNAN PANTAI - SERI II
PENGISIAN PASIR
14 dari 17
Blangko Monitoring 2010 05 07
Foto 1 ……………………………..
Foto 2 ……………………………..
15 dari 17
Foto 3 ……………………………..
Foto 4 ……………………………..
16 dari 17
Foto 5 ……………………………..
17 dari 17
LAMPIRAN V SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR : / SE / M /2011
TANGGAL :
Kotak Penjelasan
Kotak
Identifikasi Angka-angka dalam kotak ini diisi sesuai dengan isian pada blangko pemantauan dari
bangunan yang akan dievaluasi.
Kotak
Kondisi Kotak ini diisi sesuai dengan nilai yang tertera pada blangko pemantauan. Bagian ini
Fisik merupakan proses perhitungan nilai indeks kondisi bangunan secara keseluruhan
dengan memperhitungkan kondisi fisik dan kondisi fungsi bangunan untuk keperluan
evaluasi bangunan secara keseluruhan dalam menentukan keputusan tindak
pemeliharaan.
Berikut proses yang terjadi dari baris paling atas ke bawah:
Kotak-kotak pada kolom komponen bangunan yang menunjukkan kondisi Puncak,
Badan, Fundasi dan Material Bangunan sesuai dengan hasil penilaian pada Kotak
Data Teknik dan Kondisi Bangunan sebelumnya akan terisi sesuai isian pada blangko
pemantauan.
Khusus bagian badan dan fundasi, akan dihitung nilai rata-rata dari kodisi bagian luar
dan bagian dalam sedemikian hingga hanya satu angka yang mewakili. Bila badan
atau fundasi hanya ada satu sisi, maka nilainya langsung digunakan sebagai nilai
rata-rata.
Untuk kondisi material, bila bangunan dibangun dari kombinasi armor dan
beton/tembok maka nilai rata-rata dari kondisi kedua material digunakan untuk
mewakili. Bila digunakan hanya salah satu jenis, maka nilai kondisi material yang ada
langsung mewakili nilai rata-ratanya.
Selanjutnya nilai komponen dihitung berdasarkan perkalian indeks komponen fisik
terhadap bobotnya. Bobot komponen berbeda untuk tiap jenis bangunan. Gunakan
bobot yang sesuai pada tabel Bobot Komponen Fisik yang dilampirkan di akhir
blangko. Total bobot komponen fisik = 100. Kombinasi bobot komponen ditunjukkan
oleh tabel di bagian bawah blangko, keterangan tabel di akhir dokumen ini.
Indeks Kondisi Bangunan secara keseluruhan dihitung dengan membagi jumlah nilai
komponen fisik dengan total bobot keseluruhan.
Rentang nilai Indeks Kondisi Bangunan dan Kondisi Bangunan yang akan muncul adalah
sebagai berikut
Kinerja Kinerja fungsi bangunan ditentukan oleh evaluator setelah mempelajari informasi berupa
Fungsi catatan, sketsa, dan foto kondisi lingkungan pantai dan obyek-obyek yang dilindungi.
1 dari 5
Kotak Penjelasan
Bangunan Tidak ada perhitungan dalam penentuan penentuan kinerja fungsi, dan hasil kinerja
ditulis berupa ”Baik”, atau ”Tidak Baik”.
Hasil penilaian Kinerja Fungsi dituliskan pada kotak yang disediakan.
Kotak
Kesim Kesimpulan diisikan setelah dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kondisi fisik
pulan maupun fungsi bangunan. Apabila kinerja fungsi bangunan buruk saat bangunan masih
dalam keadaan baik atau cukup baik, keputusan mengarah pada tinjauan ulang
bangunan pengaman pantai. Bila kinerja fungsi bangunan buruk karena bangunan sudah
rusak, perlu dicari informasi mengenai kinerja fungsi bangunan ini pada masa
sebelumnya. Keputusan didasarkan pada kinerja fungsi yang sesungguhnya.
Apabila kinerja fungsi baik, maka keputusan dapat langsung didasarkan pada kondisi
bangunan. Perhatikan hasil-hasil pemantauan dan evaluasi sebelumnya dari Tabel
Rekaman Data Bangunan Pantai. Apabila kinerja fungsi baik dan kecenderungan
kondisi bangunan terus menurun dan sudah perlu pemeliharaan, maka keputusan
mengarah pada pemeliharaan.
Isi bagian ini dengan keputusan yang diambil pada evaluasi dengan mengisi hasilnya
pada kotak saran tindakan yang disediakan.
Bobot Material Bangunan (40) untuk kebanyakan bangunan karena kondisi material
sangat menentukan stabilitas struktur dan kerusakan material berarti perubahan bentuk
bangunan yang mengakibatkan penurunan stabilitas dan kinerja bangunan, kecuali bila
tanggul dibangun dari tanah.
2 dari 5
Kotak Penjelasan
Untuk pengisian pasir indikator penilaian sedikit berbeda, yaitu kondisi bukit pasir,
berm, pantai di atas berm dan pantai di bawah berm (50, 20, 20, 10) –
kerusakan bukit pasir merupakan indikasi kuat akan rusaknya kondisi pengisian
pasir, karenanya kondisi bukit pasir sangat menentukan keberadaan (50), berm
tidak selalu hadir pada setiap pantai tergantung pada karakter pantai oleh
karenanya pengaruhnya tidak begitu besar namun sebagai bagian yang
memberi indikasi jelas adanya perubahan profil yang berlanjut (20), keberadaan
pantai di atas berm (20) memberikan banyak indikasi yang signifikan, kecuali
pantai di bawah berm (10) yang secara dinamis akan berubah-ubah sesuai
keseimbangan pantai setempat.
3 dari 5
BLANGKO EVALUASI BANGUNAN PANTAI - SERI I
1| REVETMEN 2| TEMBOK LAUT 3| PEMECAH GELOMBANG 4| GROIN 5| JETI 6| TGL LAUT (KAKU) 7| TGL LAUT (TANAH)
Isi Nomor Jenis Bangunan: 1 isi kotak sesuai hasil
KONDISI FISIK
Nilai Komponen 0 0 0 0
Nilai Komponen = Indeks komponen fisik x bobot komponen fisik
Indeks Kondisi 0
Bangunan Baik
Nilai Komponen = Σ (nilai komponen) / Σ (bobot komponen)
KINERJA FUNGSI
Berdasarkan pengamatan terhadap catatan, sketsa, dan foto-foto terkait kondisi pantai di sekitar
bangunan dan obyek-obyek yang dilindungi, maka disimpulkan bahwa hasil evaluasi bangunan
menunjukkan kinerja fungsi bangunan (Baik/Tidak Baik):
Kinerja Fungsi
Bangunan
KESIMPULAN
Bangunan Revetmen ID 0
Saran Tindakan:
Komponen Fisik
Jenis Bangunan A B C D
(Puncak) (Badan) (Fundasi) (Material)
Revetmen 30 20 10 40
Tembok Laut 20 10 30 40
Pemecah Gelombang 20 20 20 40
Groin 10 10 40 40
Jeti 10 10 40 40
Tanggul Laut (struktur kaku) 20 10 30 40
Tanggul Laut (timbunan tanah) 10 60 30 0
4 dari 5
BLANGKO EVALUASI BANGUNAN PANTAI - SERI II
Evaluasi Hasil Pemantauan Isian Pasir
ID Bangunan Kabupaten Provinsi Tanggal Pantauan Petugas Pantau
Pantai di Bawah
Bukit Berm Pantai di Atas Berm
Berm
Indeks
Komponen Fisik
(isi sesuai penilaian
Kondisi Fisik 0 0 0 0
Bangunan
Bobot A B C D
Komponen Fisik 50 20 20 10
**
Nilai Komponen 0 0 0 0
KINERJA FUNGSI
Berdasarkan pengamatan terhadap catatan, sketsa, dan foto-foto terkait kondisi pantai di sekitar
bangunan dan obyek-obyek yang dilindungi, maka disimpulkan bahwa hasil evaluasi bangunan
menunjukkan kinerja fungsi bangunan (Baik/Tidak Baik):
Kinerja Fungsi
Bangunan
KESIMPULAN
Bangunan 0 ID 0 - 0 - 0
Pantauan tgl. ###
Saran Tindakan:
5 dari 5
LAMPIRAN VI SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR : / SE / M /2011
TANGGAL :
Kotak Penjelasan
Kotak
Lokasi dan Isi kotak sesuai data pada Blangko Pemantauan dan Evaluasi
Identitas
(ID) Bagian identifikasi bangunan
Bangunan a. ID Bangunan. Diisi dengan nomor identifikasi bangunan
b. Nama Pantai. Diisi dengan nama pantai tempat bangunan pantai berada. (bisa lebih
dari satu)
c. Desa. Diisi dengan nama desa tempat bangunan pantai berada. (bisa lebih dari satu)
d. Kabupaten. Diisi dengan nama kabupaten bersangkutan. Bila terdapat bangunan
yang lintas kabupaten, maka kedua kabupaten disebutkan. Kabupaten dengan ruas
bangunan terbesar disebutkan lebih dahulu.
e. Provinsi. Diisi dengan nama provinsi.
f. Nomenklatur bangunan sesuaikan nomenklatur bangunan dalam tabel
pemantauan.
g. Bagian koordinat global bangunan
Derajat, Menit, Detik. Bagian ini diisi dengan mencantumkan bacaan pada alat
GPS (Global Positioning System) untuk angka derajat, menit, dan detik.
Titik 1. Merupakan titik awal dari ruas bangunan untuk bangunan pengaman
pantai yang panjang dan menerus (revetmen, tembok laut, pemecah gelombang,
Tanggul Laut, atau Pengisian Pasir). Untuk pengaman pantai dari unit yang
berjajar, ini merupakan titik pangkal bangunan.
Titik 2. Merupakan titik akhir dari ruas bangunan untuk bangunan pengaman
pantai yang panjang dan menerus (revetmen, tembok laut, pemecah gelombang,
Tanggul Laut, atau Pengisian Pasir). Untuk pengaman pantai dari unit yang
berjajar, ini merupakan titik ujung bangunan.
a. BM Acuan: sesuaikan dengan BM acuan dalam inventarisasi & pemantauan
Kotak
Rekaman Tahun
Data Isi dengan angka tahun rekaman.
Berikut pengisian data dan kondisi fisik bangunan untuk Rekaman Seri I:
Data Teknik Fisik Bangunan
a. Panjang Bangunan. Bagian ini diisi dengan panjang bangunan atau ruas bangunan
yang dipantau. Panjang diukur untuk setiap komponen bangunan.
b. Elevasi puncak. Bagian ini diisi hasil pengukuran elevasi bagian datar pada puncak
bangunan terhadap BM acuan.
c. Lebar puncak. Diisi dengan hasil pengukuran lebar rata-rata dari puncak bangunan.
d. Lebar dasar di Titik 1. Diisi dengan hasil ukur lebar dasar bangunan pada titik awal
atau pangkal bangunan.
e. Lebar dasar di Titik 2. Diisi dengan hasil ukur lebar dasar bangunan pada titik akhir
atau ujung bangunan.
f. Kemiringan Badan (Luar/Dalam). Bagian ini diisi besarnya angka kemiringan badan
secara perbandingan seperti dicontohkan oleh sketsa berikut.
Kondisi Fisik
a. Puncak. Hasil penilaian terhadap kondisi bagian puncak bangunan.
b. Badan (Luar/Dalam). Hasil penilaian terhadap kondisi badan.
c. Fundasi (Luar/Dalam). Hasil penilaian terhadap kondisi fundasi.
d. Kondisi Material. Hasil penilaian kondisi material
e. Armor. Hasil penilaian terhadap kondisi armor pada struktur tumpukan armor
(rubble). Coret kotak bila data tidak ada.
f. Beton/pasangan batu. Hasil penilaian terhadap kondisi beton pada struktuir beton
atau tembok pasangan batu (kaku). Coret kotak bila data tidak ada.
Data-data berikut disalin dari lembar evaluasi, berlaku untuk Seri I dan Seri II.
Berikut pengisian data dan kondisi fisik bangunan untuk Rekaman Seri II:
a. Elevasi Puncak Bukit Pasir. Bagian ini diisi hasil pengukuran elevasi bagian ujung
belakang dari pengisian pasir terhadap BM acuan. Bagian bukit ini dapat dikenali
sebagai ujung belakang dari pasir isian yang merupakan batas pekerjaan, umumnya
dibatasi oleh bangunan lain (jalan setapak, revetmen).
b. Lebar Puncak Bukit. Diisi dengan hasil pengukuran lebar rata-rata dari puncak
bagian pasir yang datar untuk ruas bersangkutan.
c. Elevasi Berm. Bagian ini diisi hasil pengukuran elevasi berm terhadap BM acuan.
d. Lebar Berm. Diisi dengan hasil ukur lebar rata-rata berm (bagian yang datar) untuk
2 dari 5
Kotak Penjelasan
ruas bersangkutan.
e. Landai Pantai Atas. Bagian ini diisi besarnya angka landai untuk potongan pantai
yang di sebelah atas berm. Cara pengisiannya seperti cara pengukuran kemiringan
seperti pada Blangko Seri I, poin (f). (lihat sketsa)
f. Landai Pantai Bawah. Bagian ini diisi besarnya angka landai untuk potongan pantai
yang di sebelah bawah berm. Cara pengisiannya seperti cara pengukuran kemiri-
ngan seperti pada Blangko Seri I, poin (f). (lihat sketsa)
Kondisi Fisik
a. Bukit Pasir. Hasil penilaian terhadap kondisi bukit pasir
b. Berm. Hasil penilaian terhadap kondisi berm
c. Pantai di Atas Berm. Hasil penilaian terhadap kondisi pantai di atas berm
d. Pantai di Bawah Berm. Hasil penilaian terhadap kondisi pantai di bawah berm
3 dari 5
REKAMAN DATA BANGUNAN PANTAI - SERI I
1| REVETMEN 2| TEMBOK LAUT 3| PEMECAH GELOMBANG 4| GROIN 5| JETI 6| TGL LAUT (KAKU) 7| TGL LAUT (TANAH)
Isi Nomor Jenis Bangunan: 1
Indeks Fungsi :
4 dari 5
REKAMAN DATA BANGUNAN PANTAI - SERI II
PENGISIAN PASIR
Indeks Fungsi :
5 dari 5
LAMPIRAN VII SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR : / SE / M /2011
TANGGAL :
3 DARAT
LAUT
c d 52m
2
28
40m
1 Kawasan
Arah Gelombang Jalan Perumahan
Dominan Pantai berpasir Raya
1 dari 18
Foto 1 Pandangan dari sisi selatan. Elevasi puncak tampak masih terjaga
dan badan tersusun rapih membentuk talud seperti rencana.
2 dari 18
Foto 3 Pandangan dari sisi utara. Sisi ini kondisinya tampak lebih terjaga
dibanding sisi lain, fondasi dan badan groin masih rapih.
3 dari 18
B. BLANGKO EVALUASI BANGUNAN PANTAI – SERI I
1| REVETMEN 2| TEMBOK LAUT 3| PEMECAH GELOMBANG 4| GROIN 5| JETI 6| TGL LAUT (KAKU) 7| TGL LAUT (TANAH)
Isi Nomor Jenis Bangunan: 4 isi kotak sesuai hasil
KONDISI FISIK
Nilai Komponen 10 10 60 40
Nilai Komponen = Indeks komponen fisik x bobot komponen fisik
KINERJA FUNGSI
Berdasarkan pengamatan terhadap catatan, sketsa, dan foto-foto terkait kondisi pantai di sekitar
bangunan dan obyek-obyek yang dilindungi, maka disimpulkan bahwa hasil evaluasi bangunan
menunjukkan kinerja fungsi bangunan (Baik/Tidak Baik):
Kinerja Fungsi
Bangunan Baik
KESIMPULAN
Bangunan Groin ID Gr PDG 28
Saran Tindakan:
Pemantauan
Komponen Fisik
Jenis Bangunan A B C D
(Puncak) (Badan) (Fundasi) (Material)
Revetmen 30 20 10 40
Tembok Laut 20 10 30 40
Pemecah Gelombang 20 20 20 40
Groin 10 10 40 40
Jeti 10 10 40 40
Tanggul Laut (struktur kaku) 20 10 30 40
Tanggul Laut (timbunan tanah) 10 60 30 0
4 dari 18
A. BLANGKO PEMANTAUAN BANGUNAN PANTAI – SERI I
1| REVETMEN 2| TEMBOK LAUT 3| PEMECAH GELOMBANG 4| GROIN 5| JETI 6| TGL LAUT (KAKU) 7| TGL LAUT (TANAH)
Isi Nomor Jenis Bangunan: 4
*) Lingkari yang sesuai isi kotak sesuai keterangan
5 dari 18
Foto 1 Tampak groin dari daratan.
6 dari 18
Foto 3 Kerusakan jalan setapak di ujung kiri T groin. Kondisi masih sama
seperti saat inventarisasi.
Foto 4 Tampak dari tengah groin. Armor pada fundasi mulai menyebar.
7 dari 18
B. BLANGKO EVALUASI BANGUNAN PANTAI – SERI I
1| REVETMEN 2| TEMBOK LAUT 3| PEMECAH GELOMBANG 4| GROIN 5| JETI 6| TGL LAUT (KAKU) 7| TGL LAUT (TANAH)
Isi Nomor Jenis Bangunan: 4 isi kotak sesuai hasil
KONDISI FISIK
Nilai Komponen 10 10 60 80
Nilai Komponen = Indeks komponen fisik x bobot komponen fisik
KINERJA FUNGSI
Berdasarkan pengamatan terhadap catatan, sketsa, dan foto-foto terkait kondisi pantai di sekitar
bangunan dan obyek-obyek yang dilindungi, maka disimpulkan bahwa hasil evaluasi bangunan
menunjukkan kinerja fungsi bangunan (Baik/Tidak Baik):
Kinerja Fungsi
Bangunan Baik
KESIMPULAN
Bangunan Groin ID Gr T CDS 02
Saran Tindakan:
Pemantauan
Komponen Fisik
Jenis Bangunan A B C D
(Puncak) (Badan) (Fundasi) (Material)
Revetmen 30 20 10 40
Tembok Laut 20 10 30 40
Pemecah Gelombang 20 20 20 40
Groin 10 10 40 40
Jeti 10 10 40 40
Tanggul Laut (struktur kaku) 20 10 30 40
Tanggul Laut (timbunan tanah) 10 60 30 0
8 dari 18
A. BLANGKO PEMANTAUAN BANGUNAN PANTAI – SERI I
1| REVETMEN 2| TEMBOK LAUT 3| PEMECAH GELOMBANG 4| GROIN 5| JETI 6| TGL LAUT (KAKU) 7| TGL LAUT (TANAH)
Isi Nomor Jenis Bangunan: 1
*) Lingkari yang sesuai isi kotak sesuai keterangan
150m
Tambak Udang
(tidak aktif lagi)
3
1
2
c 200 m
6 4
Garis DARAT
pantai
BM. JWI-01
9 dari 18
Foto 1 Unit 1 Daerah Tambak Pantai Jawai. Ini adalah satu dari dua ruas
perlindungan Pantai Jawai (masing-masing sepanjang 150 m).
10 dari 18
Foto 3 Pelapukan wajar untuk blok beton berusia lebih dari 10 tahun.
11 dari 18
Foto 5 Abrasi di sisi utara perlindungan Pantai Jawai.
12 dari 18
B. BLANGKO EVALUASI BANGUNAN PANTAI – SERI I
1| REVETMEN 2| TEMBOK LAUT 3| PEMECAH GELOMBANG 4| GROIN 5| JETI 6| TGL LAUT (KAKU) 7| TGL LAUT (TANAH)
Isi Nomor Jenis Bangunan: 1 isi kotak sesuai hasil
KONDISI FISIK
Nilai Komponen 90 80 20 80
Nilai Komponen = Indeks komponen fisik x bobot komponen fisik
KINERJA FUNGSI
Berdasarkan pengamatan terhadap catatan, sketsa, dan foto-foto terkait kondisi pantai di sekitar
bangunan dan obyek-obyek yang dilindungi, maka disimpulkan bahwa hasil evaluasi bangunan
menunjukkan kinerja fungsi bangunan (Baik/Tidak Baik):
Kinerja Fungsi
Bangunan Baik
KESIMPULAN
Bangunan Revetmen ID Rv JWI 01
Saran Tindakan:
Pemeliharaan
Komponen Fisik
Jenis Bangunan A B C D
(Puncak) (Badan) (Fundasi) (Material)
Revetmen 30 20 10 40
Tembok Laut 20 10 30 40
Pemecah Gelombang 20 20 20 40
Groin 10 10 40 40
Jeti 10 10 40 40
Tanggul Laut (struktur kaku) 20 10 30 40
Tanggul Laut (timbunan tanah) 10 60 30 0
13 dari 18
A. BLANGKO PEMANTAUAN BANGUNAN PANTAI – SERI I
1| REVETMEN 2| TEMBOK LAUT 3| PEMECAH GELOMBANG 4| GROIN 5| JETI 6| TGL LAUT (KAKU) 7| TGL LAUT (TANAH)
Isi Nomor Jenis Bangunan: 2
*) Lingkari yang sesuai isi kotak sesuai keterangan
c 5
Bagian tergerus 4 RUAS-01
50m Kawasan
3 Wisata
LAUT 2
RUAS-02
BM. PKT-01
50 m
Garis
Pantai berpasir
pantai
14 dari 18
Foto 1 Tembok laut ruas 01 di Pekutatan sepanjang 50 meter. Sudah
hancur dan tidak berbentuk sama sekali.
15 dari 18
Foto 3 Pandangan ke arah utara. Bagian ruas 01 tampak struktur yang
terputus dan hilang bentuknya sama sekali.
Foto 4 Di ujung 2 ruas 01, tembok penahan sudah terputus dan hancur
serta material tembok bercampur dengah tanah.
16 dari 18
Foto 5 Sisa tembok melintang pantai dan dan potongan tembok penahan
sejajar pantai yang sudah hancur.
17 dari 18
B. BLANGKO EVALUASI BANGUNAN PANTAI – SERI I
1| REVETMEN 2| TEMBOK LAUT 3| PEMECAH GELOMBANG 4| GROIN 5| JETI 6| TGL LAUT (KAKU) 7| TGL LAUT (TANAH)
Isi Nomor Jenis Bangunan: 1 isi kotak sesuai hasil
KONDISI FISIK
KINERJA FUNGSI
Berdasarkan pengamatan terhadap catatan, sketsa, dan foto-foto terkait kondisi pantai di sekitar
bangunan dan obyek-obyek yang dilindungi, maka disimpulkan bahwa hasil evaluasi bangunan
menunjukkan kinerja fungsi bangunan (Baik/Tidak Baik):
Kinerja Fungsi
Bangunan Baik
KESIMPULAN
Bangunan Revetmen ID TL PKT 01
Saran Tindakan:
Rehabilitasi
Komponen Fisik
Jenis Bangunan A B C D
(Puncak) (Badan) (Fundasi) (Material)
Revetmen 30 20 10 40
Tembok Laut 20 10 30 40
Pemecah Gelombang 20 20 20 40
Groin 10 10 40 40
Jeti 10 10 40 40
Tanggul Laut (struktur kaku) 20 10 30 40
Tanggul Laut (timbunan tanah) 10 60 30 0
18 dari 18
LAMPIRAN VIII SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR : 01 / SE / M /2011
TANGGAL : 23 Februari 2011
KERANGKA UMUM
MANUAL OPERASI DAN PEMELIHARAAN
BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
(NAMA KAWASAN PEMELIHARAAN)
Daftar Isi
Bagian I Pendahuluan
1.1 Maksud dan Tujuan
1.2 Ruang Lingkup
1.3 Jenis Bangunan
1.4 Pengertian
Bagian II Ketentuan
2.1 Umum
2.2 Teknik
2.2.1 Pelaksana
2.2.2 Peralatan
2.2.3 Material