Anda di halaman 1dari 63

HAKIKAT TAUHID

&
FENOMENA KEMUSYRIKAN

Pertama: Takhrij Hadits, artinya: menjelaskan perawi-perawi hadits, dan


menjelaskan kedudukannya -sebatas kemampuan saya- untuk hadits-hadits selain yang
diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim atau kedua-keduanya. Dalam hal ini saya merujuk
kepada kitab An-Nahjus-Sadid fi Takhrijil Ahaditsi Taisiril 'Azizil Hamid, yang ditulis oleh
Abu Sulaiman Jasim al-Fuhaid ad-Dautsari.
Kedua: Menambahkan beberapa catatan kaki yang saya anggap bisa menjelaskan
atau menambah jelas pengertian istilah-istilah yang ada.
Dan akhirnya, kepada Allah saja lah saya memohon agar supaya amal ini ikhlas
karena Nya dan semoga termasuk dalam perbuatan yang menambah berat amal baik saya
di akhirat nanti, serta menjadikan amal yang bermanfaat fi-dini wad dunya wal akhiroh,
amiiiiiiin.

Jakarta: Muharram 1418 H


19 September 1997 M

Abu Ismail
DAFTAR ISI

PENGANTAR PENERJEMAH
DAFTAR ISI

BAGIAN I
KEDUDUKAN TAUHID DALAM ISLAM
A. IMAN KEPADA ALLAH SWT DASAR SELURUH AQIDAH
Beriman Kepada Allah SWT Mencakup
B. TAUHID, ESENSI ISLAM
C. DALIL-DALIL TENTANG WAHDANIYATULLAH
1. Dalil Fitrah
2. Dalil Aqli
Bukti Kesatuan Alam
3. Dalil Naqli
D. TAUHID, INTI IMAN KEPADA ALLAH
BEBERAPA KONSEP TAUHID YANG SEHAT
A. 'Tauhid' Filosof
B. 'Tauhid' Wihdatul Wujud
C. 'Tauhid' Mu'tazilah
D. 'Tauhid' Jabriyyah
E. ‘Tauhid' Nasrani

BAGIAN II
TAUHID YANG DIPERINTAHKAN ISLAM
1. Tauhid Rububiyyah
2. Tauhid Uluhiyyah
BAGIAN III
IBADAH
MAKNA IBADAH
BENTUK DAN MACAM-MACAM IBADAH
1. Do'a
2. Menegakkan Syi'ar Islam
3. Tunduk Dan Patuh Terhadap Syariat Allah SWT

BAGIAN IV
URGENSI TAUHID ULUHIYYAH
A. LA ILAHAILLA-LLAH, 'UNWAM" (LAMBANG)
TAUHID ULUHIYYAH
B. TAUHID, TUGAS PERTAMA PARA RASUL
C. TAUHID, SYI'AR ISLAM
D. TAUHID, HAK ALLAH SWT ATAS HAMBA-NYA
E. TAUHID, RISALAH DALAM KEHIDUPAN MUSLIM
F. TAUHID, RISALAH UMAT ISLAM KEPADA UMAT LAIN

BAGIAN V
BAGAIMANA MEREALISASIKAN TAUHID?
1. MEMURNIKAN IBADAH KEPADA ALLAH SWT SEMATA
a. Tidak Mencari Tuhan lain
b. Tidak Menjadikan Selain Allah SWT Sebagai Wali
c. Tidak Mencari Hakam Selain Allah SWT
2. KUFUR DENGAN THAGHUT
Apa Arti Thaghut?
3. MENGHINDARI KEMUSYRIKAN DAN BERHATI-HATI DARINYA
BAGIAN VI
SYIRIK
MACAM-MACAM SYIRIK
1. SYlRIK AKBAR
A. Syirik Akbar Zhahirun Jaliyyun
B. Syirik Akbar Khafiyyun
2. BENTUK-BENTUK SYIRIK KECIL
1. Bersumpah dengan Selain Allah
2. Memakai Gelang atau Kalung dan Benang
3. Mengalimgkan Tamimah (Jimat)
Tamimah (Jimat) dari Ayat Al Qur'an
4. Ruqyah
5. Mantera, Yang Haram dan Yang Boleh -J
6. Sihir
7. Tanjim Termasuk Sihir
8. Tiwalah: Sihir dan Sihir
9. Perdukunan dan Ramalan
10. Bernadzar Untuk Selain Allah
11. Menyembelih Untuk Selain Allah
12. Thiyarah

BAGIAN VII
ISLAM MENUTUP PINTU-PINTU KEMUSYRIKAN
1. GHULUW DALAM MENGAGUNGKAN NABI SAW
2. GHULUW TERHADAP ORANG-ORANG SHALIH
3. MENGAGUNGKAN KUBURAN
a. Menjadikan Kuburan Sebagai Masjid
b. Shalat Menghadap Kuburan
c. Memberi Penerangan dan Lampu Di Kuburan
d. Membangun dan Mengecat Kuburan
e. Menulisi Kuburan
f. Meninggikan Kuburan
g. Menjadikan Kuburan Sebagai Perayaan
HIKMAH PERINGATAN INI
4. MEMINTA BERKAH KEPADA PEPOHONAN, BEBATUAN DAN SEMACAMNYA
5. KATA-KATA YANG MENGESANKAN SYIRK!
BAGIAN VIII
DAMPAK TAUHID DAN SYIRIK DALAM KEHIDUPAN
A. DAMPAK TAUHID DALAM KEHIDUPAN
1. Kemerdekaan Manusia
2. Pembentukan Pribadi Yang Harmonis
3. Tauhid, Sumber Rasa Aman
4. Tauhid, Sumber Kekuatan jiwa
5. Tauhid, Landasan Persaudaraan Dan Persamaan

B. DAMPAK DAN BAHAYA SYIRIK


1. Penghinaan Martabat Manusia
2. Sarang Khurafat
3. Kezhaliman Besar
4. Sumber Segala Ketakutan
5. Menelantarkan Sisi Positif Manusia
6. Dampak Syirik Di Akhirat
BAGIAN I
KEDUDUKAN TAUHID
DALAM ISLAM

A. IMAN KEPADA ALLAH SWT DASAR SELURUH AQIDAH


Beriman kepada Allah swt, dalam arti beriman kepada Dzat yang gaib, yang
Mahatinggi, bebas berkehendak, Mahakuasa, dan yang layak dipatuhi dan diibadati,
adalah ruh agama, agama apapun. Ia juga ruh Agama Islam dan dasar seluruh aqidahnya,
sebagaimana dijelaskan oleh al-Qur'an dan sunnah Rasulullah saw.
Pada saat berbicara tentang iman dan segala Impliikasinya, al-Qur'an al-Karim
menempatkan iman kepada Allah swt sebagai yang pertama dan dasarnya.
Allah swt berfirman:
"Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhan-Nya,
demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah swt,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitabnya dan rasul-rasul-Nya." (al-Baqarah: 285).

"Akan tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab dan nabi-nabi... " (al-Baqarah: 177)

"Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya (an-Nisa': 136)
Dalam sebuah hadits masyhur, saat ditanya malaikat jibril -'alaihis-salam- tentang
iman, Rasulullah bersabda:
"Iman adalah kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, hari kemudian, dan beriman kepada Qadar, baik dan buruknya” (HR.
Muslim)
Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa beriman kepada Allah swt adalah dasar atau
pangkal, dan setiap rukun aqidah yang lain bersandar kepadanya dan mengikutinya.
Setelah beriman kepada Allah swt kamu beriman kepada malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, pertemuan, penghitungan amal dan pengadilan-Nya,
serta Qadha' dan Qadar-Nya.
Beriman kepada semua ini merupakan cabang dari iman kepada Allah dan berdiri
di atasnya.
Tidak tergambar dalam pikiran sehat, adanya Iman kepada seorang utusan (rasul)
tanpa adanya iman kepada yang mengutus (Allah), tidak pula terbayang adanya iman
kepada suatu balasan, dan penghitungan amal, tanpa adanya iman kepada yang memberi
balasan dan yang menghitung (Allah).
Beriman kepada Allah swt mencakup:
1. Beriman kepada wujudullah.
2. Beriman kepada keesaan-Nya dalam Rububiyah dan Uluhiyyah-Nya.
Beriman kepada Asma-ul Husna yang dimiliki Allah, dan kepada sifat-sifat-Nya yang
tinggi yang menunjukkan secara jelas bahwa Dia memiliki segala sifat sempurna yang
sesuai dengan-Nya dan Dia disucikan dari segala sifat yang mengandung kekurangan.
Telah terbukti dengan jelas dalam kajian terdahulu (dalam buku Eksistensi Allah)
bahwa wujud Allah swt adalah hakikat yang tidak diragukan sedikitpun, bahkan ia adalah
hakikat yang paling jelas secara mutlak. Hal ini dibuktikan oleh:
1. Fitrah sehat
2. Akal jernih, dan diperkuat oleh
3. Cendekiawan yang dalam ilmunya, melalui apa saja yang mereka saksikan pada alam
semesta, dan pada diri mereka, berupa keajaiban ciptaan Allah, kesempurnaannya,
ketentuan-ketentuan yang kokoh, dan petimjuk-Nya.
Jika hakikat besar ini tidak jelas bagi sebagian orang, itu hanyalah seperti peribahasa
yang mengatakan: "karena sangat jelasnya, menjadi tidak jelas".
Jika sebagian yang lain menentang fitrah semua orang, melawan logika akal dan ilmu
pengetahuan dan mengingkari Allah swt, mereka itu hanyalah kelompok nyeleneh yang
justru memperkuat kaidah, bukan menafikannya.
B. TAUHID, ESENSI ISLAM
Sebenarnya, Islam tidak memfokuskan perhatiannya kepada keharusan beriman
kepada eksistensi Allah sebab ia adalah sesuatu yang dipastikan fitrah manusia. Akan
tetapi, yang sangat ditekankan Islam adalah aqidah yang banyak manusia tersesat jauh
dalam masalah ini. Aqidah itu adalah aqidah tauhid, yang merupakan inti seluruh aqidah
Islam dan ruh eksistensi keislaman. Yaitu: beriman kepada adanya satu Dzat yang berhak
disembah, Pemilik tunggal hak penciptaan dan perintah, kepada-Nya tempat kembali,
Dia-lah pencipta segala sesuatu, pengatur segala urusan, Dia-lah satu-satunya yang
berhak disembah; tidak boleh sama sekali ditentang, disyukuri; tidak boleh sama sekali
dikufuri dan ditaati; tidak boleh sama sekali didurhakai.
"Dia-lah Allah Tuhan kamu, tidak ada Tuhan selain Dia, Pencipta segala sesuatu, maka
sembahlah Dia, dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu, Di tidak dapat dicapai oleh
penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan Dia-lah yang
maha Halus lagi Maha Mengetahui". (al-An'am:102-103)
Pada saat Islam datang, kemusyrikan sedang menancapkan kuku-kukunya di
seluruh penjuru dunia, tidak ada yang meng-Esa-kan Allah dalam peribadatan kecuali:
1. Beberapa orang dari orang-orang hanif yang tinggal di semenanjung Arabia, yang
menyembah Allah sesuai sisa-sisa ajaran Nabi Ibrahim alaihis-salam yang masih
murni.
2. Atau sisa-sisa dari Ahlul Kitab, yang selamat dari pengaruh pemalsuan paganisme yang
menghancurkan agama-agama kitabi (Yahudi dan Nasrani).
Sebagai contoh kecil betapa kronisnya musyrikan yang ada, dan sekedar untuk kita
ketahui:
1. Bangsa Arab, pada masa jahiliyyah, telah tenggelam dalam paganisme sampai-sampai
Ka'bah yang dulu dibangun oleh Nabi penghancur berhala (Nabi Ibrahim 'alaihis-salam)
dengan tujuan agar hanya Allah semata yang disembah, saat itu, di dalam dan di
sekelilingnya terdapat tiga ratus enam puluh (360) berhala. Belum lagi, di setiap rumah
penduduk Makkah, terdapat berhala yang disembah oleh penghuninya.
Bahkan menurut riwayat Imam Bukhari rahimahullah, dari Abu Raja' al-'Utharidi,
disebutkan:
"Dari Abu Rajai al-Utharidi, ia berkata: kami dulu menyembah batu, jika kami dapati ada
bitu lain yang lebih baik, batu sembahan itu kami buang dan kami ambil batu yang lebih
baik itu, jika tidak kami temukan batu, kami kumpulkan segunduk pasir, lalu kami
datangkan kambing, kami perah kambing itudiatasnya lalu kami thowaf di sekelilingnya”
(HR. Bukhari)
Bahkan mereka membuat 'tuhan' dari korma, dan seringkali mereka
membawanya dalam bepergian. Jika bekalnya habis, dan rasa lapar tidak tertahankan,
tidak ada pilihan lain kecuali makan 'tuhan' itu.
Kepada 'tuhan' semacam inilah al-Quran mengisyaratkan dalam firman-Nya:
"Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya
kembali dari lalat itu, amat lemahlah yang menyembah, dan amat lemah (pulalah) yang
disembah " (al-Hajj: 73)
India, pada abad ke enam Masehi, paganisme telah sampai ke puncaknya, sehingga
diperkirakan jumlah 'tuhan' mereka mencapai 330.000.000 (tiga ratus tiga puluh juta!)
Agama samawi pun, pada saat itu, tidak luput dari pengaruh paganisme, sehingga
kejernihannya terkotori.
Allah berfirman:
"Orang-orang Yahudi berkata: 'Uzair itu putera Allah dan orang-orang Nasrani berkata:
'al-Masih itu putera Allah'". (at-Taubat: 30)
Menurut orang-orang Nasrani: Al-Masih adalah Tuhan kebenaran dari Tuhan
kebenaran!
Bentuk kemusyrikan seperti ini tersebar pada banyak bangsa, yaitu anggapan
bahwa Allah mempunyai putera atau puteri yang disembah selain Allah, atau bersama
Allah.
1. Seperti yang diklaim oleh bangsa India terhada Krisna atau Budha.
2. Atau yang diklaim bangsa Arab, bahwa para malaikat adalah puteri-puteri Allah. Allah
berfirman
"Dan mereka berkata: "Tuhan Yang maha pemurah telah mengambil (mempunyai)
anak” Maha suci Allah, sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba
yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan, dan mereka
mengerjakan perintah-perintah-Nya, Allah mengetahui segala sesuatu yang di
hadapan mereka (malaikat), dan yang di belakang mereka, dan mereka tidak
memberi syafa'at melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu
berhati-hati karena tajut kepada Nya". (al-Anbiya': 26 - 28)

Karena itulah, Islam menitik-beratkan perhatiannya untuk mengajak kepada tauhid,


baik secara ilmu pengetahuan ataupun amal perbuatan, dan memerangi kemusyrikan,
baik dalam tataran aqidah ataupun perilaku. Allah berfirman:
"Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan yang berhak disembah
selain Dia, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. (al-Baqarah: 163)

C. DALIL-DALIL TENTANG WAHDANTYATUL


Banyak sekali dalil yang membuktikan keesaan Allah, baik dalil fitriyah, aqliyah, ataupun
sam'iyyah (Wahyu).
1. Dalil Fitrah
Jika manusia dibiarkan mengikuti fitrah dan pembawaan penciptaannya, tanpa
adanya campur tangan asing, atau indoktrinasi, pastilah ia men kepada kekuatan
Mahatinggi diatas kekuatan manusia dan alam semesta, ia akan memohon kepada-Nya
saat suka dan duka, apalagi saat lehernya terbelenggu kesulitan, dirinya terhempas badai
kesusahan, dan sudah putus harapan dari pertolongan manusia lain di sekitarnya, saat
itulah dengan tulus ia akan menghadap Tuhannya, mencampakkan tuhan-tuhan palsu
yang pernah disembahnya, baik tuhan-tuhan berupa manusia, binatang, tumbuh-
tumbuhan, ataupun benda-benda lainnya. Allah berfirman:
"Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera dan meluncurlah bahtera itu membawa
orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik,dan mereka
bergembira karenanya, datanglah angin, badai, dan (apabila) gelombang dari segenap
penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka
mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata,
(mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan dari bahaya ini , pastilah
kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur (Yunus : 22)
Contoh ini telah kami sebutkan sebagai dalil (bukti) bagi eksistensi Allah.
Pada saat yang sama, ia juga dalil bagi tauhidullah (keesaaan Allah), sebab jika
manusia melepaskan diri dari factor-faktor eksternal, dan kembali kepada fitrahnya yang
murni, maka pada saat yang sangat kritis dan genting ini, ia tidak memanjatkan do'anya
kepada patung atau berhala, akan tetapi hanya kepada Allah semata, Pencipta segala
sesuatu. Sebagaimana sifat kejiwaan orang-orang musyrik yang digambarkan Allah dalam
firman-Nya:
"Maka mereka berdo'a kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya
semata-mata (Yunus: 22)
2. Dalil Aqli
Akal juga membuktikan bahwa di balik alam semesta ini ada satu pembuat. Alam
semesta yang sangat luas ini, dengan beraneka ragam makhluk yang ada di dalamnya,
yang kecil dan yang besar, yang hidup dan yang mati, yang berbicara dan yang diam, yang
berakal dan yang tidak berakal, yang di atas dan yang di bawah, semuanya diatur oleh
satu tatanan. Ia berlaku pada atom (partikel terkecil), dan berlaku juga pada galaksi
(benda makro yang sangat besar).
Bukti Kesatuan Alam:

 Seorang ulama' fisika menemukan bahwa struktur atom persis sama dengan struktur
tata surya-tata surya yang ada.
 Di dalam ilmu fisika, ada satu hokum umum yang disebut Qanun az-Zaujiyyah (hokum
berpasangan) maksudnya makhluk-makhluk itu ada secara berpasang-pasangan.
Hukum ini telah dikenal sejak dahulu sebagai hukum yang berlaku pada manusia
dan binatang dalam bentuk jantan dan betina, juga berlaku pada sebagian tumbuh-
tumbuhan, misalnya pada kurma. Lalu ilmu pengetahuan menemukan bahwa pada
semua tumbuh-tumbuhan ada jantan dan betina.
Bahkan pada benda-benda matipun hokum ini juga berlaku, yaitu dalam bentuk
ion positif dan ion negatif, pada Iistrik misalnya, dan yang sejenisnya. Bahkan, atom,
yang merupakan satuan terkecil dalam struktur alam, terdiri dari ion positif (proton)
dan ion negatif (elektron) disamping neutron. Penemuan ilmiah modern ini menjadi
bukti kebenaran kaidah yang ditetapkan dalam Al Quran sejak empat belas (14) abad
yang lalu, misalnya firman Allah:
“Mahasuci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari
apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui". (Yasin: 36)
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat
akan kebenari Allah". (Yasin: 40)
Kata Kulli Syaiin pada ayat tersebut adalah hakikat (menunjukkan arti
sebenaranya) bukan majaz (arti kiasan, tidak sebenarnya) juga bukan aghlabiyah
(hanya menunjukkan pada ghalibnya saja).

 Diantara dalil (bukti) kesatuan alam adalah adanya saling bantu membantu, saling
koordinasi dan satu irama diantara bagian-bagiannya, sebagaimana yang kita
saksikan, sehingga setiap bagian menjalankan fungsinya dengan rapi dan teratur
tanpa berbenturan dengan bagian-bagian lain, atau mengganggu perjalanannya, atau
berbuat aniaya terhadapnya. Bahkan sebaliknya, ia memberikan apa yang dimiliki
kepada bagian lain yang membutuhkan, dan mengambil dari yang lain sebagai
pengganti dari yang hilang dari dirinya, sebagaimana timbal balik antara alam
binatang dengan alam tumbuhan. Adakah kesepakatan bilateral untuk merealisasikan
timbal balik dhoruri ini bagi kehidupan keduanya? Ataukah disana ada Pengelola Yang
Maha Tinggi yang mengatur hubungan antara dua alam dengan pola hubungan yang
sangat menakjubkan ini?
Siapakah yang mengatur hubungan antara matahari-bumi, bumi-bulan, bulan-
matahari, dan planet-planet dalam tatasurya matahari? antara tatasurya satu dengan
jutaan tatasurya lain dalam galaksi kita, dan antara satu galaksi dengan jutaan galaksi
lainnya, dimana benda-benda itu saling bekerja sama dan tidak saling bertubrukan?
Dan semuanya berjalan dengan perhitungan dan neraca (keseimbangan)?

"Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan dan tumbuh-tumbuhan dan


pohon-pohonan keduanya tunduk kepada-Nya, dan Allah telah meninggikan langit
dan Dia meletakkan neraca (keseimbanga): (ar-Rahman: 5-7)

"Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat
mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya (Yasin: 40)
Kesatuan alam yang dapat disaksikan dengan mata kepala dan mata hati ini
sungguh merupakan bukti nyata atas kemahaesaan Penciptanya, disamping juga
merupakan bukti atas eksistensi-Nya.
Jika di balik alam semesta ini terdapat lebih dari satu Pencipta, pasti sistemnya
kacau balau, keseimbangannya rusak, dan kita bisa melihat bagaimana pengaruh
masing-masing pencipta pada ciptaan dan kekuasaannya. Dengan demikian, terjadi
simpang siur pada sistem alam semesta, dan kontradiksi pada sunnah penciptaanya,
sebagai konsekwensi logis dari perbedaan kehendak para Pencipta. Dan pada
gilirannya, alam semesta ini pasti akan hancur.
Inilah bukti yang diisyaratkan oleh al-Quran dalam firman-Nya:
"Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu
telah rusak bunasa. Maka Mahasuci Allah yang mempunyai Arsy daripada apa yang
mereka sifatkan ". (al-Anbiya:22)

Pada surat lain Allah berfirman:

"Allah tidak sekali-kali mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain)
beserta-Nya, kalua ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan
mengalahkan sebagian yang lain, Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu".
(al-Mukminun: 91)

Pendapat yang mengakui keesaan Allah yang Mahatinggi -apalagi telah dibuktikan
oleh kesatuan alam semesta- adalah pendapat yang sesuai dengan logika dan akal
sehat manusia. Akal manusia membimbing kepada kesimpulan adanya kesatuan
dibalik kemajemukan, dan menuntunnya berjalan dari berbagai sebab menuju kepada
satu sebab, yaitu sababul asbab atau causa prima (penyebab pertama yang tidak
disebabkan lagi). Inilaln yang menyebabkan sebagian filosof mengidentifikasikan
Pencipta alam dengan istilah al-'illat al-Ula (causa prima)

3. Dalil Naqli
Disamping dalil fitri dan aqli, terdapat pula dalil-dalil yang bersumber dari wahyu
(dalail sam'iyyah), yang disampaikan dari generasi ke generasi bersumber dari kitab-kitab
Allah dan Rasul-Nya kepada berbagai bangsa dengan segala perbedaan tempat dan
zaman mereka, yaitu berupa:
 Seruan untuk beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan
seruan untuk mengesakan peribadatan untuk Allah semata.
 Pengingkaran para rasul 'alaihimus-salam kepada kaumnya yang menyekutukan Allah
dengan sesuatu yang tidak memiliki kekuasaan apapun.
Al-Qur'an, dokumen ketuhanan yang terjaga dan cermin petunjuk langit untuk bumi,
telah menceritakan kepada kita tentang para rasul 'alaihimus-salam, bahwa semuanya
diutus dengan membawa aqidah.
Itulah hal yang dijadikan argumentasi Al-Quran kepada kaum musyrik, orang-orang
yang menyembah Allah dan menyekutukan-Nya dengan tuhan-tuhan lain. Al-Qur'an al-
Karim mengatakan bahwa mereka tidak memiliki satu dalilpun, baik aqli ataupun naqli.
Marilah kita simak petikan dari surat Al-Anbiya yang menceriterakan kaum musyrikin
dalam gaya bahasa mengecam dan mengingkari mereka:
"Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat mmghidupkan (orang-
orang mati)? Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah
keduanya itu telah rusak binasa”. (al-Anbiya': 21 - 22)

“Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya? Katakanlah: "Unjukkanlah


hujjahmu! (al-Qur'an) ini adalah peringatan bagi orang-orang yang bersamaku, dan
peringatan bagi orang-orang yang sebelumku. Sebenarnya kebanyakan mereka tiada
mengetahui yang hak, karena itu mereka berpaling. Dan Kami tidak mengutus seorang
rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada
Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (al-
Anbiya': 24-25)
Di dalam surat al-Ahqaf [46], al-Qur'an meminta agar mereka mengemukakan dalil naqli
atas klaim mereka:
“Bawalah kepadaku kitab yang sebelum (Al-Qur'an) ini, atau peninggalan dari
pengetahuan (orang-orang terdahulu), jika kamu adalah orang-orang yang benar”.(al-
Ahqaf: 4)
D. TAUHID, INTI IMAN KEPADA ALLAH
Jika Anda telah mengetahui bahwa dasar dari seluruh aqidah adalah iman kepada
Allah, maka kewajiban Anda sekarang adalah mengetahui bahwa tauhidullah
(mengesakan Allah) adalah initi dari iman kepada-Nya. Tidak adanya tauhid yang
benarakan mengakibatkan kepalsuan, kezhaliman yang besar, dan kesesatan yang nyata.
Karena itu, menjadi keharusan seorang mukmin mengetahui hakikat tauhid yang :

 Diperintahkan Allah
 Allah membangun agama Nyadiatas Nya
 Allah menurunkan kitab-Nya dengan menjadikannya sebagai muatan utama
 Allah mengutus rasulnya dengan membawanya
 Allah mengaitkan kebaikan dunia dan akhirnya dengan realisasi dan pemurniannya
 Allah menjadikan surge bagi yang memilikinya (tauhid) dan neraka bagi lawan dan
musuh-musuhnya.
Banyak golongan yang mengatakan bahwa dirinya ber-tauhid, dan mengklaim bahwa
apa yang mereka miliki sebagai tauhid murni, sedangkan yang dimiliki kelompok lainya
tidak sah (batil). Klaim mereka terhadap tauhid ini persis ungkapan seorang penyair :
Semua orang mengklaim ada hubungan dengan laila (wanita cantik menawan)
Padahal, Laila tidak mengakui ada hubungan dengan siapa- siapa.

BEBERAPA KONSEP 'TAUHID' YANG SESAT


A. ‘Tauhid' Filosof
Para pembela filsafat Aristoteles, dan para pengikutnya, yang menamakan diri 'Filosof
Muslim', mengatakan "Tauhid adalah “menetapkan adanya wujud mutlak (absolut) yang
terlepas dari dzat dan sifat".
Bahkan mereka mengatakan: 'Tauhid' adalah:
“Menetapkan wujud yang sama sekali terlepas dari dzat dan sifat, akan tetapi merupakan
wujud mutlak yang tidak berkaitan dengan dzat, tidak bisa diberi sifat dan tidak bisa
dikhususkan dengan suatu karakter, namun seluruh sifatnya adalah Sulub dan Idhafat”.
Dengan konsep seperti ini, tauhid mereka berujung pada:
1. Pengingkaran Dzat Tuhan yang diserukan oleh agama-agama samawi.
2. Pengingkaran Tuhan sebagai Pencipta dan Pengatur alam.
3. Pengingkaran terhadap ilmu dan pengetahuan Tuhan terhadap segala yang terjadi
pada alam
Mereka berpendapat bahwa:
1. Alam semesta bersifat qodim (tanpa Pencipta)
2. Allah tidak membangkitkan manusia dari alam kubur.
3. Kenabian dapat diperoleh dengan jerih payah manusiawi (bukan murni anugerah
Allah), dan merupakan sejenis profesi.
4. Allah tidak mengetahui sesuatupun dari alam semesta.
5. Allah tidak mampu mengubah benda-benda alam dan tidak mampu menembus atau
membelahnya
6. Tidak ada halal, haram, perintah, larangan, surge dan neraka!
Itulah 'tauhid' mereka!
B. ‘Tauhid' Wihdatul Wujud
Sudah sampaikah kepadamu berita tentang para penyeru wihdatul Wujud?
Mereka mengklaim hanya merekalah orang-orang yang ber-tauhid, selain mereka
adalah orang-orang politheis (musyrik)!
Tahukah Anda apa 'tauhid' yang mereka klaim?
'Tauhid' mereka adalah al-Haq (Allah) yang maha suci, tidak lain adalah ciptaan-Nya,
dan bahwasanya Allah swr tidak lain adalah wujud dari segala sesuatu yang ada, Ia juga
hakikat-Nya, jati diri-Nya, dan bahwasanya Dia adalah tanda segala sesuatu, dan pada
segala sesuatu itu terdapat tanda yang menunjukkan bahwa tanda itu tidak lain adalah
Dia.
Menurut muhaqqiq (peneliti) mereka, kalimat diatas adalah ungkapan yang salah
(maksudnya kurang pas), sebab menurutnya, Allah itu tidak lain adalah ayat (tanda), dalil
(bukti), pembukti, dan yang dibuktikan itu sendiri. Keanekaragaman sesuatu, -yang
disebabkan adanya istilah yang berbeda-beda- hanyalah ilusi belaka, bukan pada
kenyataan dan hakikatnya.
‘Tauhid' seperti ini, konsekwensinya amatlah lucu dan ghairu ma’qul (tidak masuk
akal), sebab menurut tauhid ini:
 Yang menikahi dan yang dinikahi, hakikat keduanya adalah satu, yaitu Tuhan.
 Yang menyembelih dan yang disembelih, hakikat keduanya adalah satu, yaitu Tuhan.
 Yang makan dan yang dimakan, hakikat keduanya adalah satu, yaitu Tuhan!
Konsep 'tauhid' seperti ini, menurut mereka adalah sir (rahasia) yang dirumuskan oleh
hembusan-hembusan masa-masa terdahulu, dan yang dimaksud oleh petunjuk kenabian!
sebagaimana dikatakan oleh muhaqqiq mereka, Ibnu Sab'in.

Diantara cabang dan buah 'tauhid' ini adalah:


1. Bahwa Fir'aun, Namrudz, dan yang semisal mereka adalah orang-orang beriman yang
sempurna imannya, sebab mereka telah ma'rifat (mengetahui Allah secara hakiki).
2. Para penyembah berhala tidak lain adalah menyembah Allah, bukan menyembah
selain-Nya, karena itu mereka berada di atas kebenaran, dan apa yang mereka
perbuat adalah benar.
3. Tidak ada perbedaan antara halal dan haram, tidak ada perbedaan antara ibu, saudara
perempuan, dan wanita lain yang bukan mahram, tidak ada perbedaan antara air dan
khomr (miras), tidak ada perbedaan antara nikah dan zina, semuanya berasal dari satu
dzat, bahkan dialah Dzat (Tuhan)
4. Para nabi telah mempersempit jalan bagi manusia, dan menjauhkan mereka dari yang
dituju, padahal permasalahannya ada dibalik apa yang mereka bawa dan yang mereka
da'wahkan.
C. Tauhid' Mu'tazilah
Ada lagi pengklaim lain yang tidak boleh kita Iupakan, yaitu Mu'tazilah, mereka
menamakan diri sebagai Ahlut-Tauhid Wal ‘Adl (pembela tauhid dan keadilan). Mereka
menempatkan 'tauhid' ini sebagai pokok pertama dari lima pokok ajaran mereka.
Apa pengertian 'tauhid' menurut mereka?
‘Tauhid' menurut mereka adalah:
1. Mengingkari qadar (ketentuan) Allah.
2. Mengingkari bahwa kehendak (masyi-ah) Allah bersifat umum dan mencakup seluruh
alam semesta.
3. Mengingkari bahwa kekuasaan (qudrah) Allah mencakup seluruh alam semesta.
Mu'tazilah Mutaakhkhirin (generasi belakangan) menambahkan 'tauhid' diatas
dengan 'tauhid jahmiyyah’, sehingga pengertian tauhidnya menjadi:
1. Pengingkaran kepada qadar.
2. Pengingkaran Asma-ul Husna (nama-nama Allah yang indah, dan Sifatul 'Ulya (sifat-
sifat Allah yang tinggi)

D. Tauhid' Jabriyyah
Kebalikan dari 'tauhid pincang' diatas, ada bentuk ‘tauhid’ lain, yaitu 'tauhid
jabriyyah'. Inti ajaranya adalah:
1. Hanya Allah sajalah yang menciptakan dan berbuat (melakukan pekerjaan).
2. Para hamba (makhluk), pada hakikatnya, bukanlah yang berbuat (melakukan
pekerjaan) bukan pula memunculkan perbuatan, bukan pula yang memiliki
kemampuan untuk berbuat.
3. Perbuatan para hamba yang bersifat ikhtiyari (atas kehendak mereka), tidak lebih
hanyalah seperti gerakan pohon saat ditiup angin.
4. Allah tidak melakukan perbuatan karena adanya hikmah dan ghayah (tujuan) yang
diinginkan.
5. Pada makhluk tidak terdapat kekuatan, watak, insting, dan sebab, akan tetapi
semuanya tidak berjalan kecuali karena adanya 'kehendak murni’ (kehendak Allah),
yang menjadikan sesuatu hal lebih kuat daripada hal lainnya, tanpa adanya sesuatu
(selain kehendak Allah) yarg menjadikan salah satunya lebih berat, juga tidak ada
hikmah dan sebab (selain kehendak Allah) sama sekali.

Apakah orang yang memiliki bashirah (ketajaman dan kedalaman pemahaman


beragama) tidak mengetahui 'tauhid' orang-orang yang menyesatkan kaum awam itu,
dan 'tauhid' orang-orang yang mengklaim sebagai syaikh (maha guru) yang berpakaian,
dan berpenampilan sebagai tokoh-tokoh yang saleh itu adalah penyesat-penyesat
mereka dalam ‘tauhid’.
Menurut pandangan Ahlul Bashirah (orang-orang yang memiliki ketajaman dan
kedalaman pemahaman agama), mereka sebenarnya menyeru kepada selain Allah,
berharap dan takut kepadanya. Sesungguhnya mereka menyeru, berharap dan takut
kepada orang-orang yang mengklaim sebagai wali, aqthab, ausath, abdal dan gelar-gelar
lainnya.
Mereka ber-thawaf di sekeliling kuburan para 'wali’ itu, meminta kepada mereka lebih
banyak daripada permohonannya kepada Allah, ber-istighatsah (meminta pertolongan)
kepada mereka lebih banyak daripada beristighatsah kepada Allah. Begitu ditimpa
musibah, buru-buru mereka mendatangi kuburan itu, memohon pemenuhan hajatnya,
dan pembebasan mereka dari kesempitan, dengan alasan mereka adalah penghubung
Allah. Menurut mereka: "jika tidak ada penghubung, hilanglah yang dihubungi!".

E. Tauhid' Nasrani
Jangan kita lupakan pula bentuk tauhid lain, yaitu tauhid Nasrani. Mereka mengklaim
bahwa agama mereka adalah agama tauhid, dan bahwasanya mereka tidak keluar dari
lingkaran 'tauhid', meskipnun meyakini dan berkata: "Allah swt adalah trinitas, terdiri dari
Bapak, anak, dan Ruh Qudus. Mereka satu keluarga, atau satu perseroan suci, terdiri dari
'tuhan bapak’, ‘tuhan anak', dan oknum ketiga adalah ruh qudts.
Jika ditanya, bagaimana kalian bertauhid padahal kalian mengatakan 'tuhan' ada tiga?
Mereka menjawab "Tiga dalam satu, dan satu adalah tiga. Tidak ada tempat bagi logika
dan akal dalam aqidah". Motto mereka adalah: "Yakinilah dan tutuplah matamu !!".
Melihat banyaknya konsep 'tauhid' ini perlu adanya penjelasan dan penjernihan
pengertian tauhid sebagaimana yang diserukan Islam, bahkan ia adalah kewajiban utama
dan paling urgen, sebab diatas dasar tauhid inilah Islam membangun ajaran-ajarannya
sehingga jelaslah kebenaran dari kebatilan.

BAGIAN II
TAUHID YANG DIPERINTAHKAN ISLAM
Tauhid yang diperintahkan Islam ada dua, yaitu:
1. I’tiqodi 'ilmi (keyakinan ilmiyyah).
2. 'Amali suluki (amal dan perilaku).
Dengan kata lain, dua tauhid yang tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu:
1. Tauhid fil ma'rifah wal itsbat wal i'tiqad (tauhid dalam pengetahuan, penetapan, dan
keyakinan).
2. Tauhid fit-thalab wal qashdi wal iradah (tauhid dalam mencari atau memohon, tujuan
dan kehendak).

Iman seseorang tidak diterima di sisi Allah, selama belum menegakkan tauhid dalam:
1. Ilmu dan keyakinan; dengan beriman bahwa Allah Maha Esa, dalam Dzat, sifat, dan
perbuatan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang menyerupai-Nya, tidak
beranak dan tidak diperanakkan.
2. Tujuan dan perbuatan; dengan mengesakan Allah melalui beribadah yang sempurna,
ketaatan yang mutlak, merendahkan diri kepada, kembali, pasrah dan tawakkal, takut,
berharap kepada-Nya dan seterusnya.
Tauhid dengan arti yang pertama, tersurat dan tersirat di dalam surat:
1. Al-Ikhlash [112].
2. Awal surat Ali Imran [3].
3. Awal surat Thaha [20],
4. Awal surat Alif Loam Miim Sajdah [32] -
5. Awal surat al-Hadid [57].
6. Akhir surat al-Hasyr [59]. Dan lain-lain
Tauhid dengan arti kedua, tersurat, tersirat dan diserukan oleh:
1. Surat al-Kafirun [109].
2. Beberapa ayat dari surat al-An'am [6].
3. Awal surat al-A'raf [7].
4. Akhir surat al-A'raf [7].
5. Awal surat Yunus [10].
6. Pertengahan surat Yunus [10].
7. Akhir surat Yunus [10].
8. Awal surat az-Zumar [39].
9. Akhir surat az-Zumar [39]. Dan Iain-lain.
Bahkan Ibnul Qayyim berkata: "Setiap surat Al-Quran memuat dua bentuk tauhid ini".
Banyak para penulis dahulu dan kini menamakan bentuk tauhid yang pertama dengan
tauhid rububiyah, dan yang kedua dengan tauhid ilahiyyah atau uluhiyyah.

1. Tauhid Rububiyyah
Artinya: Keyakinan bahwa Allah swt adalah Rabb seluruh langit dan bumi, Pencipta
siapa dan apa saja yang ada di dalamnya, Pemilik segala perintah dan urusan di alam
semesta, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan-Nya, tidak ada yang menolak
ketetapan-Nya, Dia-lah satu-satunya Pencipta segala sesuatu, Pemberi rizki semua yang
hidup, Pengatur segala urusan dan perintah, Dia-lah satu-satunya yang Merendahkan dan
Meninggikan, Pemberi dan Penghambat, Yang menimpakan bahaya dan yang memberi
Memberi Manfaat, Yang memuliakan dan Yang Menghinakan, Siapa saja dana pa saja
selain Dia tidak memiliki kemampuan memberi manfaat atau menimpakan bahaya, baik
untuk diri sendiri atau untuk orang lain, kecuali dengan izin dan kehendak-Nya.
Bentuk tauhid semacam ini tidak ada yang mengingkari selain penganut faham
materialis-Atheis yang mengingkari wujud Allah swt, seperti kaum Dahriyyun pada masa
lalu dan Komunisme pada masa sekarang.
Termasuk pengikut faham materialis adalah penganut ajaran Dualisme, yaitu orang-
orang yang meyakini bahwa alam memiliki dua tuhan, tuhan cahaya dan tuhan kegelapan.
Adapun umumnya orang-orang yang menyekutukan Allah (musyrikin), seperti bangsa
Arab, mereka mengakui tauhid ini dan tidak mengingkarinya, sebagaimana diceritakan al-
Qur'an:
"Dan sesunggahnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan
langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” tentu mereka akan menjawab:
"Allah", (al-Ankabut: 61)

"Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menurunkan
air dari langit, lalu menghidupkan dari air itu bumi sesudah matinya?". Tentu mereka akan
menjawab: "Allah”. (al-Ankabut: 63)

"Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu
mengetahui?” Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah SWT”. Katakanlah: "Maka
apakah kamu tidak ingat?”. Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan
Yang Empunya 'Arsy yang besar?". Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah".
Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertaqwa?". Katakanlah "Siapakah yang di
tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak
ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?". Mereka akan
menjawab: "Kepunyaan Allah". Katakanlah: “(kalua demikian), maka dari jalan manakah
kamu ditipu?” (al-Mukminun)
Itulah jawaban orang-orang yang menyekutukan Allah. Jawaban ini menunjukkan
bahwa mereka mengakui Rububiyyah Allah swt terhadap alam semesta, dan mengakui
pengaturan-Nya atas urusan alam semesta. Sebagai konsekwensi dan implikasi dari
pengakuan terhadap Rububiyyah Allah atas alam semesta, mestinya mereka hanya
menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya, akan tetapi
mereka mengingkari bentuk lain dari tauhid ini, yaitu tauhid ilahiyyah atau uluhiyyah.
2. Tauhid Uluhiyyah
Artinya: Mengesakan Allah dalam beribadah, tunduk, dan taat secara mutlak. Tidak
disembah (diibadati) kecuali Allah swt semata, tidak sesuatupun di bumi atau di langit
disekutukan dengan-Nya.
Tauhid tidak akan terealisir, kecuali dengan menggabungkan tauhid uluhiyyah kepada
tauhid rububiyyah. Tauhid rubibiyyah saja tidak cukup, sebab:
1. Bangsa Arab yang musyrik telah mengakui tauhid rububiyyah, meskipun demikian,
pengakuan merekan kepada tauhid rububiyyah ini tidak menjadikan mereka masuk
Islam, sebab mereka menyekutukan bersama Allah sesuatu yang tidak memiliki
kekuasaan apa-apa, mereka menjadikan bersama Allah tuhan-tuhan lain, mereka
mengira bahwa tuhan-tuhan itu mendekatkan mereka kepada Allah, atau memberi
syafa'at kepada mereka di sisi-Nya.
2. Orang Nasrani tidak mengingkari bahwa Allah adalah Pencipta langit dan bumi, akan
tetapi mereka menyekutukan Isa al-Masih dengan Allah swt, mereka menjadikan
tuhan lain selain Allah.

Al-Qur'an menilai semua itu sebagai kafir, yang diharamkan masuk surga, dan mereka
kekal di neraka.
Sejak zaman dahulu, manusia tersesat dari tauhid ini, sehingga mereka menyembah
berbagai macam tuhan selain Allah:
1. Kaum Nuh 'alaihis-salam menyembah: Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr.
2. Kaum Ibrahim 'alaihis-salam menyembah patung.
3. Mesir kuno menyembah anak sapi.
4. Bangsa India menyembah sapi.
5. Bangsa Saba' menyembah matahari.
6. Ash-Shsbi-un menyembah bintang dan planet.
7. Majusi menyembah api.
8. Bangsa Arab menyembah berhala dan batu.
9. Nasrani menyembah Isa al-Masih dan ibunya (Maryam), mereka juga menyembah
para pendeta dan rahib selain Allah.

Semuanya adalah musyrik, sebab mereka tidak mengesakan Allah swt dalam
beribadah. Tidak ada sesuatupun selain Allah yang berhak untuk diibadahi.
Bila tauhid uluhiyyah pengertiannya adalah tauhidullah dalam beribadah, maka
apakah ibadah itu?
BAGIAN III IBADAH
MAKNA IBADAH
Ibadah adalah kata yang mengandung dua arti yanga sudah bersenyawa menjadi satu,
yaitu: puncak ketundukan dibarengi dengan puncak cinta.
Ketundukan yang sempurna yang sudah bersenyawa dengan cinta yang sempurna
itulah ibadah.
Cinta tanpa tunduk, dan tunduk tanpa cinta tidak mewujudkan arti ibadah. Begitu juga
setengah-setengah tunduk dipadukan dengan setengah-setengah cinta belum
merealisasikan ibadah, akan tetapi ibadah memerlukan keutuhan tunduk berbarengan
dengan keutuhan cinta.

BENTUK DAN MACAM-MACAM IBADAH


Ibadah tidak terbatas pada satu bentuk, sebagaimana anggapan banyak orang, tetapi
ia memiliki beberapa macam dan bentuk:
1. Do' a
Ialah menghadapkan diri kepada Allah untuk memohon sesuatu yang bermanfaat,
atau terhindar dari bencana, atau agar Dia menghilangkan bala', atau agar diberi
kemenangan atas musuh dan semacamnya.
Menghadapkan diri kepada Allah disertai permohonan yang bangkit dari hati
inilah merupakan otak dan ruh ibadah.
Rasulullah saw bersabda:
"Do'a adalah ibadah". (HR. at-Tirmidzi; ia berkata Ini hadits hasan shahih)
2. Menegakkan Syi'ar Agama
Termasuk ibadah adalah menegakkan syi'ar-syi’ar agama, seperti shalat, puasa,
shadaqah, haji, nadzar, menyembelih dan semacamnya.
Syi'ar-syi'ar ini tidak boleh ditujukan keculi kepada Allah.
3. Tunduk dan Patuh kepada Syari'at Allah
Ketundukan dan kepatuhan kepada segala sesuatu yang telah disyari'atkan Allah
termasuk ibadah. Demikian pula menghalalkan yang halal, mengharamkan yang
haram, menerapkan hukum had (pidana; seperti rajam, jilid, potong tangan dan
sebagainya), dan menggunakan syari'at itu untuk mengatur kehidupan.

Bagi orang yang beriman kepada Allah sebagai Rabb, tidak boleh mengambil sistem,
hukum, nilai dan undang-undang buatan manusia untuk diterapkan dalam kehidupannya
tanpa adanya kekuasaan dari Allah, sebab ini semua adalah ibadah.
BAGIAN IV
URGENSI TAUHID ULUHIYYAH

Bentuk tauhid ini (tauhid uluhiyyaH) adalah yang paling agung dan paling penting,
sebab;
1. Kepada tauhid inilah para rasul 'alaihimus-salam mencurahkan sebagian besar
perhatiannya, sebagaimana akan dijelaskan lebih lanjut
2. Tauhid inilah yang pertama kali ditangkap oleh pemahaman manusia pada saat
kalimat tauhid diucapkan.
3. Untuk membawa tauhid inilah Allah:
a. Mengutus para rasul-Nya.
b. Menurunkan kitab-kitab-Nya.
4. Untuk menegakkan tauhid ini Allah menampakkan tanda-tanda kekuasaan-Nya
kepada manusia, tanda-tanda yang terbentang di seluruh penjuru alam dan pada diri
mereka.
5. Karena tauhid ini, maka ada:
 Hari kiamat.
 Pembagian catatan amal.
 Penimbangan amal.
 Surga dan neraka, dan manusia terbagi menjadi dua: sengsara dan bahagia,
bahagia di surga dan sengsara di neraka.

A. LA ILAHA ILLALLAH, LAMBANG TAUHID ULUHIYYAH


Tauhid yang dibawa para rasul 'alaihimus-salam memiliki lambang yang menjelaskan
hakikat tauhid dalam bentuk kalimat ringkas. Lambang ini ialah kalimat: “Tidak ada tuhan
selain Allah”.
Kalimat itu dinamakan:
1. Kalimat Tauhid.
2. Kalimat Ikhlash.
3. Kalimat Taqwa.
Kalimat agung ini mengandung:
1. Penafian (peniadaan) ketuhanan pada apa saja selain Allah.
2. Itsbat (penetapan) ketuhanan untuk Allah semata, sebab Dia-lah Tuhan yang Haq,
sedangkan selain-Nya -yang disembah oleh manusia dalam berbagai masa- adalah
tuhan palsu dan batil yang diciptakan oleh kebodohan dan khayalan.
Allah berfirman:
"(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dia-lah (Tuhan)
yang haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil,
dan sesungguhnya Allah’ Dia-Lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar" (al-Hajj: 62)
Al-Ilah adalah al-Ma'bud bihaqqin; artinya yang dicintai, ditaati dan berhak di-ibadati,
sebab Dia memiliki segala sifat kesempurnaan. Konsekwensinya, Dia berhak
mendapatkan kekhususan puncak cinta dan puncak ketundukan. Dua hal ini adalah arti
ibadah, sebab menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, ibadah adalah "Sesuatu yang
dikultuskan dan dipuja oleh hati dengan cinta, dipatuhi, direndahkan diri kepadanya,
ditakuti, diharap, dijadikan tempat kembali saat kesulitan, dimohon dalam segala urusan,
ditawakkali dalam berbagai kemaslahatan, dimintai perlindungan, dirasa tenang dengan
dengan mengingatnya, dan dirasa tenteram dengan mencintainya. Ini semua semata
hanya untuk Allah".
Oleh karena itu "la ilaha illallah" merupakan kalimat yang paling benar dan paling
utama. Ia adalah puncak segala urusan dan puncak segala kebaikan. Di dalam hadits
shahih disebutkan bahwa Nabi saw bersabda:
"Seutama-utama apa yang aku ucapkan dan diucapkan oleh para Nabi sebelumku adalah
"la ilaha illallah ".
B. TAUHID, TUGAS UTAMA PARA RASUL
Karena urgensi dan kedudukannya dalam seluruh agama samawi, tauhid merupakan
unsur pertama dalam seluruh da'wah para rasul 'alaihimus-salam, sejak nabi Nuh 'alaihis-
salam sampai nabi Muhammad saw.
Tugas pertama para rasul adalah sebagai pembawa petunjuk kepada hamba-hamba-
Nya, yang tercermin dalam dua hal mendasar yang saling melengkapi dan tidak dapat
dipisahkan, yaitu:
1. Pertama: Seruan untuk beribadah kepada Allah semata.
2. Kedua: Seruan untuk menjauhi Thaghut.
Dalam hal ini Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasa pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
“Sembahlah Allah (saja) danjauhilah Thaghut". (an-Nahl: 36)

"Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu (Muhammad saw) melainkan
Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku,
maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku".
Karena itu kita temukan bahwa seruan pertama kali para rasul 'alaihimus-salam kepada
kaumnya adalah:
"Wahai kaumku! Sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya". (al-
A'raf: 59)
Demikianlah seruan yang disebutkai al-Qur’an dari nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu'aib dan
lain-lain.
Demikianlah kita menemukan nabi Nuh 'alaihis-salam, rasul pertama kepada kaum
musyrikin, berkata kepada kaumnya:
“Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak
menyembah selain Allah". (Hud: 25 - 26)
Nabi Isa bin Maryam 'alaihis-salam, yang di kemudian hari dijadikan tuhan oleh
kaumnya, berkata:
“Hai bani Israil! Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya
surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang
penolongpun". (al-Maidah: 72)
Dan da'wah Khatamun-nabiyyin (penutup para nabi), nabi Muhammad saw, kepada
tauhid dan menjauhi Taghut adalah yang paling nyata, paling kuat, paling mendalam, dan
paling langgeng, sebagaimana yang tampak jelas pada:
 Al-Qur'an dan as-Sunnah.
 Syi'ar, syari'at, adab dan akhlaq Islam.

C. TAUHID, SYI'AR ISLAM


Diantara bentuk perhatiannya yang besar kepada tauhid, Islam menjadikannya
sebagai syiar yang membedakannya dari agama-agama lain, animis ataupun kitabi yang
telah diselewengkan, sehingga Islam dikenal sebagai Dinut-Tauhid (agama tauhid).
Syi'ar Islam mewujud dalam bentuk dua kalimat, barangsiapa bersaksi dengan
keduanya, berarti telah memasuki gerbang Islam. Dua kalimat itu ialah:
1. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang hak) selain Allah.
2. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.

Proklamasi (pernyataan) tauhid ini menjadi syiar harian, bahkan lebih dari itu, sebab
saat dalam shalat fardhu saja seorang muslim mengulanginya sembilan (9) kali, yaitu saat
duduk tahiyyat (tasyahud) dan lima kali (5) dalam iqamat. Islam tidak mencukupkan
sampai disitu, bahkan ia mensyari'atkan adzan setiap hari lima kali untuk mengumumkan
kepada dunia dari atas menara-menaranya dengan suara lantang: “Aku bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan (yang hak) selain Allah.
Termasuk keindahan Islam, bahwa ia men-sunnahkan kepada seorang bapak muslim
untuk menyambut anaknya yang baru Iahir dengan adzan di telinga kanannya, agar
supaya kalimat tauhid menjadi yang pertama kali memasuki telinganya sebelum suara-
suara yang lain.
Jika ia hidup di dunia sesuai dengan yang telah ditentukan, lalu tibalah maut
kepadanya, maka para wali dan kerabatnyn hendaknya men-talqin-nya dengan kalimat
tauhid “laa ila ha illallah”
Dengan demikian, seorang muslim pertama kali menghadapi cahaya kehidupan
dengan kalimat tauhid, dan terakhir kali ia meninggalkan dunia dengan kalimat tauhid
pula, dan antara masa bayi sampai kematiannya tidak memiliki tugas selain menegakkan
dan menyeru kepada tauhid.
D. TAUHID, HAK ALLAH ATAS HAMBA-NYA
Diantara hal yang menegaskan makna ini ialah bahwa Rasulullah saw menjelaskan,
tauhid adalah hak Allah atas hamba-Nya, mereka tidak boleh mengurangi atau
mengabaikannya.
Dalam hadits Bukhari dan Muslim disebutkan:

"Dari Mu'adz rodhiyallahu 'anhu, ia berkata: saya membonceng Rasulullah saw di atas
keledai bernama 'Ufair, lalu beliau bersabda: "Hai Muadz! Tahukah kamu hak Allah atas
hamba-Nya dan hak hamba atas Allah?" Aku menjawab: "Allah dan Rasulnya lebih tahu".
Nabi saw bersabda: "Hak Allah atas hamba adalah, hendaknya mereka menyembah Allah
dan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya, sedangkan hak hamba atas Allah adalah:
Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak menyekutukan sesuatu dengan Nya”. Lalu
aku berkata: "Wahai Rasulullah! Tidakkah aku berikan khabar gembira ini kepada orang
banyak?” Beliau bersabda: "Jangan berikan khabar gembira ini kepada mereka, nanti
mereka malah tidak mau berusaha". (Muttafaq 'alaih)
Rahasia tentang hak ini adalah, Allah telah menciptakan manusia dari tiada, lalu
membekalinya dengan kenikmatan yang tak terhingga. Dia menundukkan matahari,
bulan, malam dan siang untuk melayani manusia. Dia memberikan akal kepadanya dan
mengajarkan kepadanya kepandaian berbicara. Karena itu, sebagai hak Pencipta, Pemberi
rizki, Pemberi nikmat, Pengajar, Pengasih dan Penyayang adalah disyukuri; tidak diingkari,
diingat; tidak dilupakan, dan ditaati; tidak didurhakai.
Karena itu penjelasan dan penegasan hak ini merupakan:
1. Wasiat pertama al-Qur'an pada ayat yang disebut sebagai ayatil huquq al-asyrah
(ayat-ayat yang menjelaskan sepuluh hak), yaitu pada firman Allah:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.
Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, ... (an-Nisa': 36)
2. Wasiat pertama pada ayat-ayat yang disebut sebagai ayatil washaya al-asyr (ayat-ayat
yang memuat sepuluh wasiat) yaitu pada firman Allah:

Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu,
yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah
kepada kedua orang ibu-bapa...". (al-An'am: 151 dst)

3. Wasiat pertama dalam ayat-ayat yang disebut sebagai ayatil Hikam (ayat-ayat yang
berisi tentang beberapa hikmah) yaitu pada firman Allah:

“Janganlah kamu adakan tuhan yang lain disamping Allah, agar kamu tidak menjadi
tercala dan tidak ditinggalkan (Allah). Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya…(al-Isra': 22-23)

E. TAUHID, RISALAH DALAM KEHIDUPA1T IUSLIM


Jika seorang muslim menyambut kehidupan dengan tauhid, dan meninggalkannya
dengan tauhid, maka tugasnya dari masa gendongan (bayi) sampai kematian adalah
menegakkan dan menyeru untuk bertauhid.
Berkaitan dengan tugas diciptakannya jin dan manusia, Allah berfirman:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-
Ku, Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi Aku makan". (adz-Dzariat: 56 - 57)

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menciptakan mereka agar beribadah kepada-Nya
semata, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Inilah tujuan dan hikmah penciptaan mereka. Dia
tidak menciptakan agar mereka makan dan bersenang-senang sebagaimana binatang,
tanpa mengenal Allah. Akan tetapi agar mereka meng dnahormati Allah dengan
penghormatan yang semestinya, dan meng-khususkan ibadah kepada-Nya dengan penuh
harap dan khusyu'.
Barangsiapa sepanjang usianya tidak merealisasikan tujuan keberadaannya dan
menjalankan fungsi hidupnya, yaitu beribadah kepada Allah semata, maka ia telah
terjatuh dari peringkat mukallaf yang berakal dan menjadi seperti binatang atau bahkan
lebih sesat.

F. TAUHID, RISALAH UMAT ISLAM KEPADA UMAT LAIN


Disamping sebagai risalah kehidapan muslim, tauhid juga merupakan risalah umat
Islam kepada seluruh dunia dan seluruh bangsa. Karena itu Rasulullah saw menutup
ajakannya den kepada Kisra (Persia), Kaisar (Romawi) dan para raja serta pemimpin dunia
lainnya dengan ayat berikut ini:
"Katakanlah: "Hai ahli kitab! marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (keterangan)
yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, yaitu bahwa kita sembah kecuali
Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian
kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah", jika mereka
berpaling, maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-
orang yang bcrserah diri (kepada Allah) ". (Ali Imran: 64)
Para sahabat Rasulullah radhiyallahu 'anhum, dan juga orang-orang yang mengikuti
mereka dengan ihsan mengetahui risalah dan kewajiban ini. Saat menjelang perang
Qadisiyah, Rustum, panglima Persia, bertanya kepada Rib'iy bin Amir: "Siapa kalian? Apa
tugas kalian?" Rib'iy menjawab: "Kami adalah kaum yang diutus Allah untuk
mengeluarkan manusia dari penghambaan kepada sesame manusia kepada
penghambaan Allah semata, dari kesempitan dunia kepada keluasannya, dan dari
ketidak-adilan system dan idiologi buatan manusia kepada keadilan Islam''.
BAGIAN V
BAGAIMANA MEREALISASIKAN TAUHID
Tauhid yang dibawa para rasul 'alaihimus-salam dan diperhatikan Islam dengan cara
mengokohkan, menegaskan, dan menjaganya, tidak akan teralisir, tertancap akar-
akarnya, dan terbentang cabang-cabangnya, kecuali jika memenuhi unsur-unsur berikut
ini:
1. Memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata.
2. Kufur kepada segala Thaghut dan berlepas diri dari orang-orang yang menyembahnya
atau memberikan wala' mereka kepadanya.
3. Membentengi diri dari syirik dengan segala warna dan tingkatannya, serta menutup
celah-celah yang menuju kepadanya.

1. MEMURNIKAN IBADAH KEPADA ALLAH SEMATA


Maksudnya ialah: memberikan hak uluhiyyah secara sempurna, berupa
pengagungan, cinta dan ketundukan mutlak. Hal ini terjadi dengan tiga hal:
a. Tidak mencari tuhan lain untuk diagungkan sebagaimana ia mengagungkan Allah.
Allah berfirman:
Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan
bagi segala sesuatu?!". (al-An'am: 164)
Oleh karena itu, segala sesuatu yang oleh manusia dijadikan sebagai tuhan, yang
mereka sembah atau agungkan, selain atau bersama Allah, harus gugur dan hilang,
baik tuhan-tuhan itu berupa batu atau manusia. Karena itu, da'wah yang disampaikan
Rasulullah saw kepada para raja dan penguasa berisi:
"Bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan
sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai
tuhan selain Allah". (Ali Imran: 64)
b. Hendaknya tidak menjadikan selain Allah sebagai wali (kekasih), yang dicintainya
sebagaimana Allah. Allah berfirman:
"Katakanlah: "Apakah akan aku jadikan wali selain dari Allah yang menjadikan langit
dan bumi?!...” (al-An'am: 14)

"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan


selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah, adapun orang-
orang yang beriman sangat cinta kepada Allah...". (al-Baqarah: 165)

Hingga Allah berfirman tentang mereka:

“Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi


sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka (al-
Baqarah: 167)
Yakni mereka mencintai sekutu-sekutu dan wali-wali mereka dengan cinta yang
bercampur dengan ketundukan, rasa takut dan pengagungan yang tidak boleh ada selain
hanya untuk Allah.
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata: "Firman Allah itu
menyebutkan bahwa mereka mencintai sekutu-sekutu mereka seperti cinta mereka
kepada Allah. Ini menunjukkan bahwa mereka mencintai Allah dengan cinta yang agung,
namun cinta ini tidak menjadikan mereka masuk Islam. Jika demikian halnya, bagaimana
dengan orang yang cintanya kepada sekutu Allah lebih besar dari pada cintanya kepada
Allah?".
Konsekwensi tauhid menuntut seseorang memurnikan cintanya kepada Allah, dan
tidak menjadikan wali atau pesaing yang ia cintai sebagaimana cintanya kepada Allah,
sebab wilayah (cinta kasih, pelindung, dan loyalitas) hanyalah untuk Allah. Allah
berfirman:
"Atau patutkah mereka mengambil wali-wali selain Allah? Maka Allah, Dia-lah wali
(yang sebenarnya), dan Dia menghidupkan orang-orang yang mati, dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu ". (asy-Syura: 9)
c. Tidak mencari hakim selain Allah, yang ditaatinya sebagaimana ia taat kepada Allah.
Allah berfirman:
"Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dia-lah yang telah
menurunkan Kitab (al-Qur'an) kepadamu dengan terperinci (al-An'am: 114).
Sebab, yang memiliki hak menghukumi dn membuat perundang-undangan untuk
hamba-hanba-Nya dalam urusan agama dan dunia mereka hanyalah Allah semata, Yang
Maha Mengetahui ciptaan-Nya, Maha Penyayang kepada mereka, dan Maha Mengetahui
apa saja yang menjadikan baik atau hancurnya mereka. Allah berfirman:
"Apakah Allah yang menciptakan tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan
rahasiakan), dan Dia Maha Mengetahui (betapapun lembutnya sesuatu) dan Maha
Mengetahui (apa saja yang menjadikan baik atau hancurnya ciptaan-Nya)". (al-Mulk:
14)
Karena itu, al-Qur'an menetapkan bahwa hukum dalam arti perundang-undangan
hanyalah hak Allah semata, sebagaimana firman Allah:
"Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah SWT. Dia telah memerintahkan agar kamu
tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui". (QS Yusuf: 40)
Al-Qur'an juga menilai bahwa berhukum kepada selain Allah dan Rasul-Nya berarti
telah keluar dari hakikat iman dan masuk dalam mentaati setan. Allah berfirman:
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah
beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan
sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada Thaghut, padahal mereka telah
diperintah mengingkari Thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka
(dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka:
“Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum
Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan
sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu” (An-Nisa': 60 - 61)
2. KUFUR DENGAN THAGHUT
Unsur kedua dalam merealisasikan tauhid adalah kufur dengan segala macam thaghut
dan berlepas diri dari orang-orang yang menyembah atau memberikan loyalitasnya
kepada thaghut itu.
Unsur kedua ini begitu penting, sampai-sampai al-Qur'an terkadang mendahulukan
kufur kepada thaghut ini dan mengakhirkan iman kepada Allah. Allah berfirman:
“Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus". (al-Baqarah: 256)
Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa berkata: Laa ilaha illaallah dan ingkar terhadap sesuatu yang disembah
selain Allah, maka telah haram harta dan darahnya, dan hisabnya terserah kepada
Allah". (HR. Muslim, juga Ahmad)
Dalam hadits ini Rasulullah saw tidak menjadikan pengakuan lisan dengan kalimat
tauhid sebagai penjamin terjaganya harta dan darah, sehingga ditambahkan dengan
penolakan terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah.
Yang demikian ini karena ada kaidah yang mengatakan: segala sesuatu menjadi
berbeda dengan lawannya. Kaidah ini memberikan pengertian bahwa beriman kepada
kebenaran tidak menjadi berbeda dan terealisasi kecuali dengan mengingkari kebatilan
dan berlepas diri dari penganutnya.
Karena inilah, Imamul Muwahhidin (panutan orang-orang yang bertauhid), nabi
Ibrahim ‘alaihis-salam, mengumumkan bara'ah-nya (berlepas dirinya) dari sembahan-
sembahan dan patung-patung kaumnya serta permusuhannya kepada mereka,
sebagaimana dalam firman Allah:
"Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya:
"Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah. Tetapi (aku
menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi
hidayah kepadaku”. (az-Zukhruf: 26-27)

"Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-
orang yang Bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka:
Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain
Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu kebencian
buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja". (al-Mumtahanah: 4)
Dengan demikian kita mengetahui bahwa tauhid yang benar tidak sempurna kecuali
jika menggabungkan antara beriman kepada Allah dan beribadah kepada-Nya dengan
pengingkaran terhadap thaghut dan berlepas diri dari wali-walinya. Karena itu,
sebagaimana telah kita ketahui, seruan para rasul kepada kaumnya adalah:
"Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Thaghut” (an-Nahl: 36)
Apa arti Thaghut?
Secara bahasa, ia berasal dari kata thugh-yan, artinya melampaui batas.
Salaf berbeda dalam mengungkapkan definisi dan pengertian thaghut:
1. Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata: "Thaghut adalah setan".
2. Jabir radhiyallahu 'anhu berkata: "Thaghut adalah dukun-dukun tempat turunnya
setan".
3. Imam Malik rahimahullah berkata: "Segala sesuatu yang disembah selain Allah".
Pendapat-pendapat ini hanyalah menyebutkan contoh-contoh thaghut bukan
menghitung keseleluruhan cakupannya.
Definisi yang paling pas adalah yang dikemukakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah, ia
berkata: "Thaghut adalah segala sesuatu yang oleh seorang hamba dilampaui batasnya,
baik berupa sembahan, sesuatu yang diikuti, atau sesuatu yang ditaaati”
Jadi thaghut setiap kaum adalah orang yang menjadi tempat berhukum selain Allah
dan Rasul-Nya, atau yang disembah selain Allah, atau yang diikuti tanpa bashirah dari
Allah, atau yang ditaati dalam hal-hal yang diketahui bertentangan dengan ketaatan
kepada Allah.
Itu semua adalah thaghut dunia. Jika Anda amati mereka, juga sikap manusia terhadap
mereka, pasti Anda mengetahui bahwasanya kebanyakan dari mereka berpaling dari
penyembahan terhadap Allah kepada penyembahan thaghut dan dari taat kepada Rasul-
Nya kepada mentaati thaghut dan mengikutinya.

3. MENGHINDARI KEMUSYRIKAN DAN BERHATI-HATI DARINYA


Ini adalah unsur ketiga dalam realisasi tauhid. Unsur ini menuntut pengetahuan
terhadap berbagai macam kemusyrikan, yang besar, yang kecil, yang jelas, dan yang
terselubung, membebaskan diri dari segala yang berbau syirik dan mewaspadai jendela
dan pintu-pintunya.
Segala sesuatu tidak menjadi jelas kecuali dengan lawannya, karenanya kemurnian
tauhid tidak dapat diketahui dengan jelas kecuali dengan mengenali lawannya, yaitu
syirik.
Lalu apa hakikat syirik?
BAGIAN VI
SYIRIK
Syirik adalah menjadikan sesuatu sebagai sekutu Allah dalam hal-hal yang merupakan
hak murni Allah. Seperti menjadikan tuhan atau beberapa tuhan selain Allah yang
disembah, ditaati, dimintai pertolongan, dicintai atau lainnya. Semua ini tidak ada yang
berhak mendapatkannya selain Allah.
 Itulah syirik akbar (besar) yang mengakibatkan tertolaknya amal shalih bahkan aamal
apa saja, karena syarat pertama diterimanya amal dan dinyatakan shalih adalah harus
ikhlas karena Allah semata sebagaimana firman Allah:
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Tuhannya". (al-Kahfi: 110)
 Syirik adalah dosa yang tidak terampuni. Allah I berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa
yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya" (an-Nisa': 48 dan 116)
 Surga diharamkan bagi orang yang menyekutukan Allah (musyrik), sedangkan neraka
adalah tempat kembali dan tempat menetapnya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti
Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun". (al-Maidah: 72)
MACAM-MACAM SYIRIK
Syirik ada dua macam; yaitu:
1. Syirik Akbar (besar).
2. Syirik Ashghar (kecil).
Syirik Akbar yaitu syirik yang tidak diampuni Allah dan tidak menyebabkan pelakunya
masuk kedalam surga selamanya.
Syirik Ashghar termasuk dosa besar, pelaku dan yang terus menerus melakukannya
dikhawatirkan mati dalam kondisi kafir, jika tidak segera mendapatkan rahmat Allah
untuk bertaubat sebelum meninggal.
SYIRIK AKBAR
Syirik Akbar ada dua macam:
1. Jelas dan Terang (zhahirun jaliyyun).
2. Tersembunyi dan Tersamar (bathinun kahfiyyun)
A. Syirik Akbar yang Jelas dan Terang

 Menyembah Tuhan selain Allah.


Termasuk syirik akbar dan zhahir adalah menyembah satu atau beberapa tuhan
disamping menyembah Allah, baik tuhan itu berupa:
1. Benda angkasa; seperti: matahari dan bulan, atau
2. Benda mati; seperti: patung dan batu, atau
3. Binatang; seperti: sapi dan anak sapi, atau
4. Manusia; seperti: orang-orang yang menyembah Fir'aun dan semacamnya, yaitu:
penguasa-penguasa yang mengaku atau diaku sebagai tuhan dan mendapatkan
orang-orang yang membenarkannya. Demikian juga orang-orang yang menyembah
Budha atau Isa bin Maryam 'alaihis-salam, atau juga tuhan itu berupa
5. Makhluk gaib; seperti: jin, setan dan malaikat.
Tuhan-tuhan ini memiliki para penyembah dari berbagai bangsa.
B. Syirik Akbar yang Tersamar
1. Berdo'a dan Memohon Pertolongan kepada Orang Mati,
Syirik akbar ada juga yang tersamar, tidak jelas bagi kebanyakan manusia.
Termasuk dalam syirik ini adalah: berdo'a kepada orang mati, dan orang-orang yang
telah terkubur dari kalangan orang-orang yang memiliki cungkup dan orang-orang yang
memiliki maqam, juga meminta pertolongan dan pemenuhan hajat kepada mereka
seperti: penyembuhan orang sakit, kelapangan dari kesulitan, bantuan kepada yang
sangat membutuhkan kemenangan atas musuh, dan hal-hal lain yang tidak memiliki
kemampuan atasnya selain Allah. Termasuk juga keyakinan bahwa mereka mampu
memberikan manfaat atau menimpakan madharat (bahaya). Syirik seperti ini adalah
pangkal dan dasar syirik alam, sebagaimana dikatakan Ibnul Qayyir rahimahullah.
Penyebab tidak jelasnya syirik ini adalah:
1. Manusia tidak menganggap do'a, meminta pertolongan, dan meminta bantuar
kepada orang-orang yang telah dikubur sebagai ibadah. Mereka mengira bahwa
ibadah hanya terbatas pada ruku’, sujud, shalat, puasa dan semacamnya. Padahal, ruh
ibadah -sebagaimana telah kami sebutkan- adalah do'a, sebagaimana tersebut dalam
hadits:
"Do'a adalah ibadah". (HR. at-Tirmidz ini hadits hasan shahih)
2. Mereka berkata: "Kami tidak meyakini bahwa mayit tempat kami memohon dan
meminta bantuan sebagai sembahan atau tuhan, justru kami meyakini bahwa mereka
adalah makhluk seperti kita, akan tetapi mereka adalah perantara antara kami dengan
Allah dan pemberi syafa'at di sisi-Nya.

Alasan ini muncul karena ketidaktahuan mereka tentang Allah. Mereka mengira Allah
seperti raja tiran dan penguasa kejam, tidak mungkin dicapai kecuali lewat perantara dan
pemberi syafa'at. Ini persis seperti asumsi yang menjerumuskan orang-orang yang
meyekutukan Allah pada zaman dahulu, saat mengatakan:
"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami
kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". (az-Zumar:3)

"Mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan
kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfa'atan, dan mereka berkata:
"Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". (Yunus: 18)

Sekalipun mereka tidak pernah berkeyakinan bahwa sembahan dan berhala mereka
bisa mencipta atau memberi rizki, atau menghidupkan atau mematikan, sebagaimana
firman Allah:
"Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan
langit dan bumi?”, niscaya mereka akan menjawab: "Semuanya diciptakan oleh Yang
Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui (az Zukhruf: 9)
"Katakanlah: "Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau
siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah
yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang
hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?”. Maka mereka akan menjawab:
"Allah". Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?”. (Yunus:
31)
Bersamaan dengan keyakinan ini -keyakinan bahwasanya Allah-lah Pencipta langit
dan bumi, Dial ah Pemberi rizki, Pengatur, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan-
mereka juga meyakini berhala -sebagai perantara dan pemberi syafa'at di sisi Allah-
bersamaan dengan keyakinan seperti ini, al-Qur’an memvonis mereka dengan sebutan
Syirik dan menamakan mereka sebagai Musyrikin. Bahkan al-Qur’an merintahkan untuk
memerangi mereka, sehingga mereka bertaubat dan berkata La Ilaha Illallah, dan
barangsiapa telah mengucapkannya, maka darah dan hartanya terpelihara kecuali
dengan hak Islam.
Allah Maha Kaya (tidak membutuhkan) perantara dan pemberi syafa'at, Dia lebih
dekat kepada hamba-Nya dari pada urat nadi, sebagaimana dalam firman-Nya:
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya aku adalah dekat". (al-Baqarah: 186)

"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku niscaya akan Ku-perkenankan


bagimu". (Ghafir: 60)

Pintu Allah terbuka bagi siapa saja yang hendak masuk, tidak ada pengawal dan
penjaga.
2. Menjadikan selain Allah sebagai Pemilik Hak Membuat Syari'at (Hak Legislatif)
Termasuk syirik akbar yang tersamar bagi sebagian besar manusia adalah menjadikan
selain Allah sebagai pemilik hak membuat syari'at (hak legislatif) atau menjadikan selain
Allah sebagai pembuat hukum.
Dengan bahasa lain, pemberian wewenang membuat perundang-undangan secara
absolut oleh sebagian manusia kepada individu atau kelompok, baik untuk kepentingan
mereka atau orang lain.
Dengan hak itu mereka:
1. Menghalalkan dan mengharamkan sesuai dengan yang mereka kehendaki.
2. Mereka menetapkan berbagai sistem dan aturan sebagai undang-undang, atau
3. Menetapkan metodologi dan pola piker yang:
a. Tidak diizinkan Allah.
b. Bertolak belakang dengan syari'at-Nya
Lalu, orang lain mengikuti dan mentaati apa yang telah mereka tetapkan sebagai
undang-undang, seakan-akan syari'at Tuhan, atau hukum langit yang harus ditaati dan
tidak boleh dilanggar.
Yang memiliki hak pensyari'atan (legislative) terhadap makhluk-Nya hanyalah Allah,
sebab Dia-lah Yang menciptakan, Memberi rizki, dan Memenuhi mereka dengan berbagai
kenikmatan, baik lahir ataupun batin. Sebagai konsekwensinya, Dia-lah yang memiliki hak
untuk membebani, memerintah, malarang, menghalalkan dan mengharamkan atas
mereka, karena Dia adalah rabb (Pencipta), Malik (Raja), dan Ilah (Tuhan sembahan)
manusia. Tidak seorangpun selain Dia yang memiliki rububiyyah (sifat
Mahamenciptakan), Mulkiyyah (sifat mahamenguasai) dan Uluhiyyah (sifat ketuhanan
untuk disembah) sebagaimana yang Dia miliki. Jika demikian halnya, Ialu dari mana hak
pembuatan syari'at dan hukum itu mereka miliki?
Dunia adalah kerajaan Allah, dan seluruh manusia di alam semesta ini adalah hamba
dan rakyat-Nya, Dia-lah Pemimpin dan Pemerintah (Penguasa) kerajaan ini. Karena itu,
adalah menjadi milik-Nya hak membuat hukum, undang-undang, mengharamkan dan
menghalalkan, dan adalah keharusan bagi rakyat untuk mendengar dan mentaati-Nya.
Jika ada sebagian rakyat mengklaim (mengaku) bahwa ada seseorang dalam kerajaan
Allah ini yang memiliki hak memerintah, melarang, menghalalkan, mengharamkan,
membuat hukum dan perundang-undangan tanpa izin dari Pemimpin atau Penguasa
kerajaan, berarti ia telah menjadikan seseorang itu sebagai sekutu Allah dalam kerajaan,
melawan-Nya dalam kekuasaan kepemimpinan-Nya dan kekhususan-Nya dalam
pemerintahan.
Karena itu al-Qur'an memvonis Ahli Kitab dengan syirik dan menamakan mereka
sebagai musyrikin, sebab mereka memberikan hak pembuatan syariat kepada pendeta
dan rahib, lalu mereka mentaati apa yang mereka halalkan atau haramkan. Al-Qur’an
mensejajarkan hal ini dengan penyembahan mereka terhadap al-Masih bin Maryam. Allah
berfirman:
"Mereka menjadikan orang-orang 'alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan
selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putra Maryam; padahal
mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Dia, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan".
(at-Taubah :31)
Rasulullah saw telah menjelaskan pengertian ayat ini kepada 'Adiy bin Hatim ath-
Tha'i, seorang Nasrani pada zaman jahiliyyah. Setelah memeluk Islam Ia memasuki rumah
Rasulullah saw ketika beliau sedang membaca ayat diatas. Mendengar bacaan itu ‘Adiy
berkata: "Mereka tidak menyembah para pendeta dan rahib?" Rasulullah saw bersabda:
"Betul… Sesungguhnya mereka mengharamkan yang halal, dan menghalalkan yang
haram, lalu mereka mengikutinya, itulah penyembahan kepada mereka (HR. at-
Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Jarir).
Ayat dan tafsirnya dari hadits Rasulullah saw ini menunjukkan bahwa siapa saja yang
taat kepada selain Allah dalam bermaksiat atau mengikutinya dalam hal yang tidak
diijinkan Allah, berarti telah menjadikannya sebagai Rabb dan Ma'bud (sembahan), serta
menjadikannya sebagai sekutu Allah. Hal demikian ini bertolak belakang dengan tauhid
yang tidak lain adalah agama Allah dan inti kalimat ikhlas: La Ilaha Illallah. Sebab al-Ilah
adalah al-Ma'bud (Tuhan yang berhak disembah), dan Allah telah menamakan ketaatan
mereka kepada para pemimpin dan pendeta mereka sebagai penyembahan kepada
mereka. Sedangkan para pemimpin dan pendeta itu disebut sebagai Arbab; yakni sekutu-
sekutu Allah dalam penyembahan. Ini merupakan syirik akbar, sebab siapa saja yang
mentaati makhluk dan mengikutinya di luar yang disyari'atkan Allah dan Rasul-Nya,
berarti ia telah menjadikannya sebagai Rabb dan Ma'bud, meskipun tidak dinamai
demikian, sebagaimana difirmankan Allah dalam ayat lain:
"Dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang
yang musyrik (al-An'am: 121)
Ayat lain yang maknanya sama dengan ayat di atas adalah:
"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari'atkan
untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?" (Syura: 21)
Jika yang demikian ini adalah hukum al-Qur'an dan as-Sunnah terhadap orang yang
menjadikan selai. Allah sebagai pembuat syari'at dan mengikutinya dalam hal-hal yang
tidak diizinkan Allah, maka bagaimana pula dengan orang yang menjadikan dirinya
sebagai sekutu Allah, mengangkat dirinya sebagai pemegang hak membuat hukum (hak
legislatif), perundangan (pensyari'atan), penghalalan dan pengharaman yang merupakan
hak khusus ketuhanan?
BENTUK-BENTUK SYIRIK KECIL
Di bawah syirik besar terdapat berbagai bentuk dan macam syirik lain yang disebut
syirik ashghar (syirik kecil). Ia termasuk dosa besar, bahkan di sisi Allah lebih besar dari
pada dosa besar lainnya... diantaranya adalah:
1. Bersumpah Dengan Selain Allah
Termasuk syirik kecil adalah bersumpah dengan selain Allah, seperti bersumpah
dengan Nabi, Ka'bah yang mulia, wali, pembesar, tanah air, nenek moyang atau makhluk-
makhluk lainnya, semua itu adalah syirik.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda:
“Dan barangsiapa bersumpah dengan selain Allah sungguh ia telah kafir atau syirik".
(Teks seperti ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dan dinilainya sebagai hadits hasan)
Ini karena pada sumpah terdapat pengagungan terhadap yang dipergunakan untuk
bersumpah, padahal yang seharusnya dikhususkan dengan pengagungan dan
pengkultusan hanyalah Allah semata. Karena itu ada larangan bersumpah dengan selain
Allah, Rasulullah saw bersabda:
"Janganlah bersumpah dengan nenek moyang kalian (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud,
at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Malik dan ad-Darimi)

Sabda beliau yang lain:


"Barangsiapa bersumpah hendaklah bersumpah dengan Allah atau diam". (HR.
Bukhari, Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi, Ahmad, Malik darimi)

Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata:


"Sungguh, bersumpah dusta dengan nama Allah lebih aku sukai dari pada bersumpah
benar dengan selain Allah”

Termasuk sebuah aksioma agama adalah bahwa bersumpah palsu dengan nama Allah
termasuk dosa besar, akan tetapi syirik, meskipun kecil, lebih besar dari pada dosa besar
dalam pandangan fuqaha' sahabat radhiyallahu 'anhum.

2. Memakai Gelang dan Benang Penangkal


Tauhid tidak bertolak belakang dengan pemakaian hukum kausalitas yang telah
ditetapkan Allah pada alam, seperti makan agar kenyang, minum agar segar, obat untuk
terapi, senjata untuk pembelaan dan kausalitas semacamnya yang bisa mengantarkan
kepada akibat tertentu.
Jika seseorang sakit, lalu membawa dirinya kepada dokter, kemudian sang dokter
memutuskan untuk menggunakan obat tertentu atau operasi, atau tindakan lainnya, lalu
ia melaksanakan ketentuan dokter itu, maka hal ini tidak bertentangan dengan tauhid.
Hal yang bertentangan dengan tauhid adalah bertumpu pada sebab-sebab tidak jelas
yang tidak disyari'atkan Allah, dengan tujuan untuk menolak bala atau membentengi diri
darinya.
Diantaranya adalah memakai 'gelang atau kalung dan benang (penangkal) yang
diikatkan pada lengan, misalnya.
Imam Ahmad telah meriwayatkan:
"Dari Imran bin Hushain, bahwasanya Rasulullah saw melihat pada tangan seseorang
sebuah gelang, -saya kira ia berkata: dari tembaga, lalu beliau bersabda: "Celaka
kamu, apa ini?" la menjawab: "Untuk menjaga diri dari penyakit wahinah. Beliau
bersabda: "Ingatlah, ia tidak menambahmu selain kelemahan, buang jauh ia darimu,
sesungguhnya jika kamu mati dan ia masih ada padamu, kamu tidak akan beruntung
selamanya". (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Rasulullah saw bersikap keras dalam mengingkari hal ini demi memberikan peringatan
dari berbagai bentuk kemusyrikan, dan mengajarkan kepada para sahabat agar menutup
pintu ini secara global ataupun rinci.
Karena itu, saat Hudzaifah bin al-Yaman menjenguk seorang yang sakit lalu melihat di
tangannya ada gelang atau benang untuk mengusir demam, beliau langsung
memutusnya, lalu membaca firman Allah:
"Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam
keadaan mempersekutukan Allah". (Yusuf: 106)
3. Mengalungkan Jimat
Termasuk dalam bab ini adalah mengalungkan tamimah (azimat), yaitu untaian batu
atau semacamnya yang oleh orang Arab terdahulu dikalungkan pada leher, khususnya
pada anak-anak, dengan dugaan ia bisa mengusir jin, atau menjadi benteng dari
semacamnya. Setelah Islam datang tradisi ini dibatalkan. Dan Islam mengajarkan kepada
mereka bahwa tidak ada yang bisa menolak dan menghalangi selain Allah.
Rasulullah saw bersabda:
"Dari 'Uqbah bin 'Amir, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa
menggantungkan tamimah (jimat), semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya,
dan barangsiapa menggantungkan wada'ah, semoga Allah tidak memberi
ketenangan pada dirinya". (HR. Ahmad)

"Dalam riwayat lain disebutkan: "Barangsiapa menggantungkan tamimah, ia telah


syirik". (HR. Ahmad)

Maksud "menggantungkan tamimah" adalah mengalungkannya, dan hatinya


bergantung kepadanya dalam menggapai kebaikan atau menolak keburukan.
la termasuk syirik, karena berisi permohonan penolakan bahaya dari selain Allah. Allah
berfirman:
"Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang
menghilangkan melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan
kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu". (al-'An'am: 17)

Termasuk pengertian tamimah adalah: jami’ah (aji-ajian terbuat dari tulisan), khorz
(jimat penangkal terbuat dari benda-benda kecil dari laut atau semacamnya), hijab (jarum
tusuk atau semacamnya yang diyakini bisa membentengi diri) dan semacamnya, semua
itu adalah kemunkaran besar, dan menjadi kewajiban bagi setiap yang mampu untuk
melenyapkannya.
Sa'id bin Jubair berkata: "Siapa yang memutus tamimah, ia seperti memerdekakan
seorang budak”
Jimat dari Ayat Al-Qur-an
Jika tamimah (jimat) terdiri dari ayat-ayat Al-Qur’an atau memuat nama-nama dan
sifat-sifat Allah, apakah termasuk dalam kategori yang terlarang, atau termasuk yang
dikecualikan dan boleh dikalungkan?
Salaf berbeda pendapat dalam hal ini, sebagian dari mereka memperbolehkan, dan
sebagian yang lain melarang. Pendapat yang kami pilih adalah melarang segala bentuk
tamimah, meskipun terdiri dari ayat-ayat al-Qur'an, karena adanya beberapa dalil:
1. Dalil yang melarang bersifat umum, dan hadits-hadits yang membicarakannya tidak
memberikan pengecualian.
2. Saddudz-Dzari'ah, sebab dibolehkannya tamimah dari ayat al-Qur'an akan membuka
jalan bagi pengalungan tamimah dari selainnya, dan pintu keburukan jika dibuka, sulit
untuk ditutup lagi.
3. Dibolehkannya tamimah dari ayat al-Qur'an akan berdampak kepada pelecehan atau
penghinaan al-Qur'an, sebab pemakainya bisa membawanya ke tempat-tempat najis
atau semacamnya, seperti waktu buang hajat, haidh, junub dan sebagainya.
4. Dibolehkannya tamimah dari ayat-ayat al-Qur'an akan berdampak kepada pengecilan
dan penurunan nilai al-Qur'an dari tujuan diturunkannya, sebab Allah
menurunkannya agar menjadi petunjuk manusia kepada sesuatu yang lebih lurus dan
untul mengeluarkan mereka dari berbagai macam kegelapan kepada cahaya (Islam),
bukan untuk dijadikan sebagai tamimah dan kalung wanita dan anak-anak.

4. Ruqyah (Mantera atau Jampi)


Termasuk sesuatu yang bertentangan dengan tauhid adalah ruqyah (mantera atau
jampi), yaitu: kalimal-kalimat atau gumaman-gumaman tertentu yang biasa dilakukan
oleh masyarakat jahiliyyah dengan keyakinan bisa menangkal bahaya, dengan meminta
bantuan jin. Atau dengan cara menyebut-nyebut nama-nama asing dan kata-kata yang
tidak dapat difahami.
Sewaktu Islam datang, tradisi seperti itu dibatalkan, sebagaimana dalam hadits:
"Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Saya mendengar Rasulullah
saw bersabda: "Sesungguhnya Ruqyah, Tamimah, dan Tiwalah adalah syirik". (HR.
Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah).

Dalam sebuah atsar diceritakan demikian:


"Bahwasanya pada suatu hari, Abdulah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, melihat pada
leher istrinya ada kalung (bermantera), lalu ia bertanya: "Apa ini? Istrinya menjawab:
"Kalung yang terpakai untuk memanterai saya dari demam...". Lalu Ibnu Mas'ud
mencabut, memutus dan membuangnya seraya berkata "Pagi ini keluarga Abdullah
terbebas dan syirik, Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya,
Ruqyah, Tamimah, dan Tiwalah adalah syirik”. Istrinya nya berkata: "Tadinya mataku
mengalirkan air, dan aku mendatangi sifulan yang beragama yahudi untuk
mengobatinya dengan mantera, jika ia mengobatinya dengan mantra, mataku tidak
mengalirkan air”. Abdullah berkata: "Itu tidak lain adalah perbuatan setan, ia
menusuk matamu dengan tangannya, jika engkau mengobatinya dengan mantera, ia
tidak menusuknya, cukuplah bagimu mengucapkan seperti yang diucapkan Rasulullah
saw: "Hilangkan penyakit ini wahai Tuhan manusia, sembuhkan ia, Engkau adalah
Penyembuh, tidak ada kesembuhan kecuali dari-Mu, kesembuhan yang tidak
meninggalkan penyakit (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah)
Mantera atau Jampi yang Haram dan yang Boleh
1. Haram
Mantera atau jampi yang haram adalah yang di dalamnya terdapat permohonan
bantuan kepada selain Allah, atau dengan selain Bahasa Arab. Mantera yang demikian
bisa menyebabkan kafir atau ucapan yang mengandung syirik.
2. Boleh
Mantera atau jampi selain dari yang disebutkan diatas, boleh dipergunakan.
Sebagaimana dalam hadits:
"Dari 'Auf bin Malik al-Asyja'i, ia berkata: Pada masa jahiliyyah, kami menjampi, lalu
kami berkata: "Wahai Rasulullah saw, bagaimana pandangan engkau tentang hal
itu?". Lalu beliau bersabda: "Tunjukkan kepadaku jampi-jampi kalian, tidak apa-apa
selama tidak mengandung syirik". (HR. Muslim dan Abu Daud)

Imam Suyuthi berkata: "Para ulama' telah bersepakat bahwa ruqyah diperbolehkan,
jika memenuhi tiga syarat, yaitu:
1. Menggunakan al-Qur'an, atau nama-nama dan sifat-sifat Allah.
2. Dengan bahasa Arab dan dapat difahami maknanya.
3. Berkeyakinan bahwa ruqyah tidak mempunyai pengaruh dengan sendirinya, akan
tetapi karena takdir Allah.

Tiwalah (guna-guna) yang tersebut dalam hadits Ahmad dan lainnya adalah semacam
sihir, agar suami mencintai istrinya atau sebaliknya. (Istilah popular di Indonesia pelet).

5. SIHIR
Termasuk syirik adalah sihir, yaitu semacam cara pengelabuhan dan penipuan,
diantaranya ada yang menggunakan azimat, mantera, simpul-simpul tali dan tiupan-
tiupan mulut.
Ia dikategorikan syirik karena di dalamnya terdapat permohonan bantuan kepada
selain Allah, baik dari jin, setan, planet dan Iain-lain.
Tersebut dalam hadits:
"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa membuat
suatu buhulan (simpulan tali), lalu meniup padanya sebagaimana yang dilakukan tukang
sihir), maka dia telah melakukan sihir, dan barangsiapa yang melakukan sihir, ia telah
syirik, dan barangsiapa menggantungkan suatu benda (jimat), niscaya Allah menjadikan
dia selalu bergantung pada benda itu". (HR. an-Nasa’i)
 Dalam Islam, sihir termasuk dosa besar, begitu juga dalam agama-agama samawi
lainnya. Tersebut dalam al-Qur'an kalimat Nabi Musa 'alaihis-salam berikut:
"Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang". (Thaha: 69)

“Musa berkata: "Apa yang kamu lakukan itu, itulah yang sihir, sesungguhnya Allah
akan menampakkan ketidakbenarannya". Sesungguhnya Allah tidak akan
membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang-orang yang membuat
kerusakan". (Yunus: 81)
 Rasulullah saw memasukkan sihir dalam kelompok tujuh dosa besar yang
menghancurkan, dan menempatkannya pada urutan kedua setelah syirik.
 Al-Qur'an mengajarkan kepada kita agar meminta perlindungan kepada Allah dari
kejahatan sihir dan orang-orangnya.
"Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-
buhul". (al Falaq: 4)

Banyak dari para imam salaf berpendapangan bahwa tukang sihir adalah kafir, dan
perbuatannya (menyihir) adalah kufur. Pendapat ini diikuti diantaranya oleh Imam Malik,
Aby Hanifah dan Ahmad bin hambal rahimahumullah.
Menurut informasi yang datang dari beberapa sahabat, hukuman bagi tukang sihir
adalah dipancung dengan pedang. Tersebut dalam hadits sebagai berikut:
"Dari Bajalah bin Abdah, ia berkata: "Umar bin al- Khaththab menginstruksikan secara
tertulis kepadi kami: "Bunuhlah setiap tukang sihir". Lalu dalam sehari, kami
membunuh tiga tukang sihir". (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Pendapat yang membolehkan membunuh tukang sihir, secara shahih datang dari
Hafshah Ummul Mukminin dari Jundub bin Abdillah dari kalangan para sahabat
radhiyallahu 'anhum.
Sebagian dari mereka membedakan: jika dalam sihirnya meminta pertolongan dengan
cara kufur, maka kafir, jika tidak, maka fasiq.
Sebagaimana sihir diharamkan, maka orang yang membenarkannya dan mendatangi
mereka untuk melakukan sihir, adalah menjadi sekutu mereka dalam dosa.
Rasulullah saw bersabda:
"Tiga orang tidak akan masuk surga: pecandu khomr, yang membenarkan sihir, dan
pemutus silaturrahim, (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya)
6. Tanjim (Ramalan Perbintangan) Termasuk Sihir
Termasuk dalam kategori sihir apa yang dikenal dengan nama tanjim; yaitu:
pengakuan (klaim) mengetahui masa depan, baik secara umum atau khusus dengan
perantaraan bintang (astrologi). Perbuatan ini termasuk sihir dan dajl (kebohongan
besar).
Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa mengutip ilmu (pengetahuan) dari bintang, ia telah mengutip satu
cabang dari sihir, ia bertambah sesuai dengan tambahan yang dikutip”. (HR. Abu
Daud, Ibnu Majah dan Ahmad)
Hadits ini tidak ditujukan kepada orang yang mempelajari jarak bintang, posisi, ukuran
besar, daerah edarnya dan semacamnya, yang bisa diketahui dengan pengamatan,
teleskop dan semacamnya, yang dikenal dengan ilmu falak (astronomi). Sebab, ilmu ini
memiliki dasar, kaidah dan sarananya.
Akan tetapi hadits ini ditujukan kepada orang yang, mempelajari aspek perbintangan
yang bisa menghantarkan kepada kekufuran, seperti mengklaim mengetahui alam gaib.
Ini termasuk sihir dan syirik, sebab tidak ada yang mengetahui alam gaib selain Allah.

7. Tiwalah: Sihir dan Syirik


Termasuk sihir juga apa yang sudah dikenal oleh tukang sihir sejak lama, yaitu:
menuliskan huruf dan kalimat tertentu, atau mengalungkan sesuatu dan semacamnya,
dengan klaim menjadikan wanita (istri), mencintai laki-laki (suami), atau lelaki (suami)
mencintai istri. (Di Indonesia dikenal dengan istilah pelet).
Telah disebutkan di muka, bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: saya mendengar Rasulullah
saw bersabda: "Sesungguhnya Ruqyah, Tamimah, dan Tiwalah adalah syirik". (HR.
Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah)
8. Perdukunan dan Ramalan
Perbuatan yang sama dengan tanjim adalah kahanah dan 'arrafah, pelakunya disebut
Kahin dan ‘Arraf.
Kahin adalah orang yang menginformaskan tentang hal-hal gaib di masa mendatang,
atau yang menginformasikan tentang sesuatu yang ada pada hati manusia.
'Arraf adalah nama yang mencakup Kahin, munajjim (pelaku tanjim), Rammal
(peramal) dan yang semacam mereka dari setiap orang yang mengklaim mengetahui hal-
hal gaib, baik tentang masa mendatang atau yang ada pada hati manusia, baik dengan
cara berhubungan dengan jin, atau melihat (mengamati), atau dengan menggaris-garis di
pasir atau membaca lepek (benda yang biasa dipakai untuk alas gelas minum) atau
dengan cara Iainnya.
Rasulullah saw bersabda:
"Siapa yang mendatangi 'Arraf lalu ia menanyakan sesuatu dan membenarkannya,
maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari". (HR. Muslim dan Ahmad)

"Barangsiapa mendatangi Kahin (dukun), lalu ia membenarkan apa yang


diucapkannya, niscaya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada nabi
Muhammad saw". (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan ad-Darimi)
Sebab, diantara (ajaran) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw adalah bahwa
Hal-hal yang gaib tidak ada yang mengetahuinya selain Alah.
Allah berfirman:
"Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara
yang gaib, kecuali Allah". (an-Naml: 65)

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya
selain Dia sendiri (al-An'am: 59)

"(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan
kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul diridhai-Nya". (Jin: 26
- 27)
Bahkan Nabi Muhammad saw sendiri tidak mengetahui hal-hal gaib kecuali yang
diberitahukan Allah kepadanya melalui wahyu, karenanya Allah berfirman kepadanya:
"Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula)
menolak kemudhorotan kecuali yang dikehendaki Allah, sekiranya aku mengetahui
yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan
ditimpa kemudhorotan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa
berita gembira orang-orang yang beriman". (al-A'raf: 188)
Begitu juga jin, yang oleh para tukang sihir dan dukun dimintai pertolongan, mereka
juga tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui hal-hal gaib. Al-Qur’an menceritakan
bahwa jin-jin Nabi Sulaiman 'alaihis-salam tidak mengetahui kematian beliau.
"Maka tatkala ia (Sulaiman 'alaihis-salam) tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau
sekiranya mereka mengetahui yang gaib, tentulah mereka tidak tetap dalam siksa
yang menghinakan". (Saba': 14).
Karena itu, membenarkan para dukun dan peramal -yang mengaku mengetahui hal
yang gaib- adalah pengingkaran (kufur) terhadap ayat-ayat yang telah diturunkan Allah.
Jika mendatangi dan membenarkan mereka demikian buruk kedudukannya dalam
agama, maka bagaimana dengan para dukun dan peramalnya sendiri? Mereka telah
melepaskan diri dari agama dan agama berlepas diri dari mereka, sebagaimana dalam
hadits:
"Tidak termasuk golongan kami orang yang melakukan tathayyur atau minta di-
tathayyur, atau menjadi dukun atau minta dibuatkan perdukunan untuknya, atau
menyihir atau minta disihirkan untuknya (HR. Al Bazzar dengan isnad jayyid)
9. Bernadzar Untuk Selain Allah
Termasuk syirik adalah bernadzar untuk selain Allah, seperti untuk kuburan atau
penghuninya, sebab nadzar adalah ibadah dan qurbah (upaya pendekatan diri kepada
Allah), sedangkan ibadah tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah.
Allah berfirman:
"Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nadzarkan, maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zhalim tidak ada
seorang penolongpun baginya". (al-Baqarah: 270)
Yang dimaksud dengan azh-Zhalimin pada ayat diatas adalah al-Musyrikun (orang-
orang yang menyekutukan Allah), sebab syirik adalah kezhaliman besar (Luqman : 13),
dan barangsiapa memaksudkan ibadahnya untuk selain Allah berarti ia telah berbuat
syirik.
Sebagian ulama' berkata:
"Nadzar yang biasa dilakukan oleh sebagian masyarakat awam -sebagaimana yang
kita saksikan- seperti saat ada orang yang hilang, atau sakit atau ada keperluan, lalu ia
mendatangi kuburan orang salih dan berkata: "wahai tuanku, fulan ... jika Allah
mengembalikan orang yang hilang, atau si sakit sembuh, atau hajatku terpenuhi, maka
untukmu emas sejumlah sekian, atau makanan sedemikian rupa, atau lilin dan minyak
sekian", nadzar seperti ini hukumnya bathil berdasarkan ijma', berdasarkan pada
beberapa alasan berikut:
1. Ini adalah nadzar untuk makhluk, sedangkan nadzar untuk makhluk tidak boleh, sebab
ai adalah ibadah, dan ibadah tidak boleh untuk makhluk.
2. Yang dituju dengan nadzar adalah mayit, sedangkan tidak memiliki kemampuan apa-
apa.
3. Orang yang bemadzar mengira bahwa mayit bisa berbuat sesuatu tanpa Allah, dan
meyakini yang demikian adalah kufur.
Selanjutnya ulama' itu berkata:
"Jika engkau telah mengetahui hal ini, maka apa saja yang diambil berupa uang,
minyak dan lain-lain dan dipindahkan ke cungkup para wali, dengan maksud ber-taqarrub
kepadanya adalah haram menurut kesepakatan kaum muslimin.
Jika nadzar seperti ini haram, maka tidak harus dipenuhi, bahkan tidak boleh dipenuhi
karena tiga alasan:
1. Tidak sesuai dengan perintah Nabi saw, sedangkan beliau telah bersabda:
"Barangsiapa melakukan suatu perbuatan yang tidak ada perintahku, maka
amalan itu tidak diterima (ditolak)". (HR. Muslim)
2. Ia adalah nadzar untuk selain Allah, berarti ia adalah syirik, dan syirik tidak
memiliki kehormatan (penghargaan), ia seperti bersumpah dengan selain Allah,
sehingga tidak harus dipenuhi, tidak ada kaffarat, dan tidak ada istighfar,
sebagaimana yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
3. Ia adalah nadzar ma'siat. Sunnah Rasulullah saw telah menjelaskan bahwa semua
nadzar yang mengandung ma'siat atau syirik tidak harus dipenuhi, bahkan tidak
boleh dilakukan. Sebagaimana tersebut dalam hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha:
"Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa bernadzar untuk taat kepada Allah maka
laksanakanlah ketaatannya itu dan barangsiapa bernadzar hendak berma'siat
kepada-Nya maka jangan lakukan kema'siatan itu". (HR. Bukhari, Abu Daud, at-
Tirmidzi, an-Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad dan ad-Darimi)

"Dari Tsabit bin ad-Dhahhak, ia berkata: “Ada seseorang bernadzar pada zaman
Rasulullah saw untuk menyembelih unta di Buwanah (nama tempat), lalu ia
mendatangi Rasulullah saw, ia berkata: "Saya telah bernadzar untuk menyembelih
unta di Buwanah, Rasulullah saw bersabda: "Apakah di sana pernah ada berhala
jahiliyyah yang disembah?" Para sahabat menjawab: "Tidak". Rasulullah saw
bersabda: "Apakah disana ada hari raya mereka?" Para sahabat menjawab
"Tidak". Rasulullah saw bersabda: "Penuhilah nadzarmu, karena tidak ada
pemenuhan nadzar dalam ma'siat kepada Allah dan dalam hal-hal yang manusia
tidak mampu". (HR. Abu Daud)

10. Menyembelih Untuk Selain Allah


Termasuk syirik adalah menyajikan qurban dan menyembelih untuk selain Allah.
Telah menjadi kebiasaan dan tradisi kaum musyrikin pada semua bangsa untuk
menyajikan sembelihan kepada 'tuhan' dan berhala mereka, lalu Islam membatalkan dan
mengharamkan tradisi ini. Allah berfirman:
"Dan (daging) yang disembelih atas nama selain Allah Allah". (al-Maidah: 3)
Maksudnya, binatang yang disembelih dengan nama selain Allah, seperti berhala dan
semacamnya.
Termasuk dalam hal ini juga adalah:
"Dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala". (al-Maidah: 3)

Maksud nushub adalah apa saja yang ditegakkan, seperti batu, pohon, atau berhala,
untuk disembah, atau diagungkan, atau dimintai berkah.
Ayat tiga (3) dari surat al-Maidah ini memeintahkan agar menyembelih untuk Allah
semata.
Karena itu, Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menjadikan shalat dan
sembelihannya untuk Allah:
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah". (al-Kautsar: 2)
Dan agar supaya mengumumkan kepada kaum musyrikin bahwa petunjuk-Nya dalam
shalat dan berkurban berbeda dengan yang mereka miliki:
“Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, kurbanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku". (al-An'am 162-163)
Yang dimaksud Nusuk pada ayat di atas adalah menyembelih dengan tujuan taqarrub
(mendekatkan diri).
Tersebut dalam hadits:
"Dari 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Rasulullah saw
menyampaikan empat kalimat (ajaran) kepadaku: "Allah melaknat orang yang
melaknat orang tuanya, Allah melaknat orang yang menyembelih bukan untuk Allah,
Allah melaknat orang yang melindungi penjahat (kriminal) dan Allah melaknat orang
yang mengubah batas-batas (tanda-tanda) tanah". (HR. Muslim, juga an-Nasa'i d
Ahmad)

"Dan Thariq bin Syihab: Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: "Seseorang masuk
surga karena lalat, dan seseorang masuk neraka karena lalat", -maksudnya
disebabkan oleh lalat-. Para sahabat berkata: "Bagaimana itu terjadi wahai
Rasulullah saw?” Beliau menjawab: "Ada dua orang melewati satu kaum yang
memiliki berhala, tidak seorangpun boleh melewati mereka sehingga menyajikan
sesuatu sebagai kurban. Mereka berkata kepada salah seorang dari keduanya:
"Sajikan kurban". Ia menjawab: "Saya tidak mempunyai sesuatu". Mereka berkata:
"Sajikan kurban meskipun seekor lalat" ...Setelah ia menyajikan lalat, mereka
mengijinkannya berlalu, kemudian iapun masuk neraka. Mereka berkata kepada yang
lain: "Sajikan kurban". Ia menjawab: "Aku tidak akan menyajikan sesuatupun kepada
selain Allah". Lalu mereka memenggal lehernya (membunuhnya), kemudian, ia pun
masuk surga". (HR. Ahmad)
Hadits diatas menjelaskan bahwa Nabi saw menyanjung orang mukmin tersebut dan
mengabarkan bahwa ia masuk surga, sebab ia bersabar menghadapi pembunuhan dan
tidak mau menyajikan apapun untuk selain Allah, sebab ia mengutamakan prinsip
sebelum yang lainnya. Barangsiapa menyajikan lalat untuk selain Allah, bisa saja setelah
itu, ia akan menyajikan unta.
Sebagai bagian dari keseriusan Islam untuk menjaga tauhid dan menjauhi syirik, ia
melarang agar tidak dilakukan penyembelihan untuk Allah di tempat penyembelihan
untuk selain Allah, sebagaimana dalam hadits Tsabit bin ad-Dhahhak yang telah
disebutkan dimuka tentang seseorang yang bernadzar hendak menyembeIih unta di
Buwanah.

11. Thiyarah (Berperasaan Sial Karena Melihat, Mendengar atau Bertemu Sesuatu)
Thiyarah termasuk syirik; yaitu: Adanya rasa pesimis (sial atau tidak beruntung) yang
disebabkan oleh suara yang didengar, atau sesuatu yang dilihat atau semacamnya. Jika
hal itu menjadikan seseorang menarik diri dari hajat yang telah ia kukuhkan, seperti
bepergian, menikah, berbisnis, dan semacamnya, make masuk ke dalam syirik, sebab:
 Ia tidak ikhlas (murni) dalam ber-tawakkal kepada Allah.
 Berpaling kepada selain Allah dan memberikan tempat untuk tathayyur pada dirinya.
Rasulullah bersabda:
"Dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa mengurungkan hajatnya karena thiyarah (merasa sial dengan sesuatu),
berarti telah syirik". Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah saw, apa kaffarat
(pelebur dan penebusnya)?" Beliau bersabda: "Hendaklah salah seorang dari mereka
berkata: "Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu, dan tidak ada kesialan
kecuali dari-Mu, tidak ada Tuhan selain diri-Mu (HR. Ahmad)

Adapun sesuatu yang membuat seseorang was-was atau takut mendapatkan


keburukan dari sesuatu, hal ini tidak mempengaruhi dan tidak membahayakan
(keimanan), jika ia tetap melakukannya dengan bertawakkal kepada Allah, dan tidak
mengurungkan tujuannya karena tathayyur (merasa sial dengan sesuatu)
Rasulullah saw bersabda:
"Thiyarah adalah syirik, Thiyarah adalah syirik, dan tiada seorangpun dari kita kecuali
(merasakannya)…., hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-
Nya". (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

Maksud "Tiada seorangpun dari kita kecuali … “adalah: Tidak seorangpun dari kita
kecuali di dalam hatinya ada sesuatu darinya, karena kelemahan manusiawi. Hanya saja,
seorang mukmin mempunyai kelebihan, yaitu bahwa Allah menghilangkan lintasan-
lintasan itu dari hatinya disebabkan oleh tawakkal-Nya kepada Allah.
"Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan) nya”. (Thalaq: 3)
Lawan dari thiyarah adalah Al Fa’l (tafaul yakni optimis, harapan baik); yaitu:
memprediksi kebaikan berdasarkan apa yang ia dengar atau sesuatu yang ia lihat atau
semacamnya.
Rasulullah mencintai tafa'ul yang baik. Tersebut dalam hadits:
Dan aku menyukai al-fa'l" Para sahabat bertanya: "Apa itu al-fa'l?" Beliau menjawab:
"Kata-kata yang baik (Muttafaqun 'alaih)
Contoh tafa-ul: Ada seseorang sakit, lalu mendengar orang lain berkata: "Wahai orang
yang sehat", lalu ia ber tafa-ul (berharap) sehat... Ini adalah sesuatu yang baik, sebab,
mengajak kepada terbentangnya harapan dan husnudz-dzan kepada Allah. Berbeda
dengan thiyarah (merasa sial dengan sesuatu), sebab didalamnya mengandung su-udz-
dzan kepada Allah, dan memprediksikan bencana tanpa adanya sebab yang mengarah
padanya.
BAGIAN VII
ISLAM MENUTUP PINTU-PINTU KEMUSYRIKAN

Islam datang dengan membawa ajaran tauhid murni, memerangi berbagai bentuk
syirik, besar ataupun kecil, memberikan peringatan darinya dengan sangat keras, dan
mempergunakan berbagai cara. Yang paling menonjol adalah menutup pintu-pintu
behembusnya angina kemusyrikan.
Diantara pintu-pintu itu adalah:
1. Ghuluw (Berlebihan) Dalam Mengagungkan Nani saw
 Nabi Muhammad saw melarang kita untuk ghuluw (berlebihan) dalam mengagungkan
dan menyanjungnya, beliau bersabda:
"Janganlah kalian melebih-lebihkan aku, sebagaimana umat Nasrani melebih-
lebihkan Isa bin Maryam, aku tidak lebih adalah hamba-Nya, maka katakanlah:
Hamba Allah dan Rosul-Nya". (Muttafaqun ‘alaih)
 Al-Qur'anul karim, saat menyanjungnya dalam maqom (kedudukan) yang paling
mulia, mensifatinya dengan Abdullah (hamba Allah), sebagai pengukuhan terhadap
makna ini, mana firman-Nya:
"Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan hamba-Nya al-Kitab (al-Qur'an) dan
Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya". (al-Kahfi: 1)
"Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam". (al-
Isra': 1)
“Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya apa yang telah Allah wahyukan". (an-
Najm: 10)
 Rasulullah saw jika melihat atau mendengar sesuatu yang mengarah kepada ghuluw
(berlebihan) pada diri beliau, tidak segan-segan melarang orang yang mengucapkan
atau melakukannya, serta meningatkannya kepada sikap yang benar. Sebagaimana
dalam hadits:
"Dari Abdillah bin asy-Syikhkhir radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Saya datang bersama
rombongan bani ‘Amir kepada Rasulullah saw, lalu kami berkata: “Engkau adalah
sayyid (tuan) kami". lalu beliau bersabda: As-Sayyid adalah Allah tabaraka wata'ala".
(HR. Abu Daud)

"Dari Anas bin Malik, bahwasanya ada seseorang berkata kepada nabi Muhammad
saw: “Wahai sayyid kami, anak sayyid kami, yang terbaik diantara kami, dan anak
orang yang terbaik diantara kami". Lalu Rasulullah saw bersabda: "Wahai manusia,
katakanlah dengan perkataan kalian (sewajarnya), dan janganlah syetan
memperdayakanmu, saya adalaa Muhammad bin Abdullah, dan Rasul Allah, demi
Allah, aku tidak suka kalian meninggikanku melebihi kedudukan yang Allah berikan
kepadaku". (HR. Ahmad dan an-Nasa'i di kitab Amalil Yaumi Wal-Lailah)
 Pada waktu Rasulullah saw mendergar seseorang berkata: Masya-Allah wa syi'ta (Atas
kehendak Allah dan kehendakmu), beliau bersabda:
"Apakah kamu menjadikanku dan Allah sebanding? Akan tetapi katakanlah: Masya-
Allah wahdahu (kehendak Allah semata)". (HR. Ahmad)

2. Ghuluw Terhadap Orang-orang Shalih


Termasuk yang dilarang dan diperingatkan Islam adalah ghuluw kepada orang-orang
shalih.
 Ada satu kaum ghuluw terhadap nabi lsa ‘alaihis salam, sampai-sampai
menjadikannya sebagai anak Allah! atau salah satu oknum dalam trinitas, bahkan
sebagian lagi mengatakan: "Allah adalah Isa bin Maryam!
 Kaum yang Iain ghuluw terhadap pendeta dan rahib, lalu menjadikannya sebagai
'tuhan-tuhan’ selain Allah.
Karena itu, Allah memperingatkan ghuluw ahli kitab ini dan mengecam perbuatan
mereka. Allah berfirman:
"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas (ghuluw) dalam agamamu, dan
janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar (an-Nisa': 171)

"Katakanlah: "Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (ghuluw) dengan


cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-
orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad saw) dan
mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan
yang lurus". (al- Maidah: 77)
 Syirik yang pertama kali terjadi di bumi adalah syirik kaum nabi Nuh 'alaihis-salam,
penyebabnya adalah ghuluw terhadap orang-orang shalih.
Tersebut dalam Shahih Bukhari, dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, dalam
menceriterakan tentang 'tuhan-tuhan' musyrikin Makkah, 'tuhan-tuhan’ yang
bernama: Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq' dan Nasr kata Ibnu Abbas radhiyallahu
'anhuma:
“Ini semua adalah nama orang-orang shalih dari kaum nabi Nuh 'alaihis-salam.
Setelah mereka meninggal, setan menyuruh kepada mereka: "Dirikanlah pada majlis-
majlis mereka patung-patung, dan beri nama patung-patung itu dengan nama
mereka”. Maka mereka melakukan saran setan itu, dan patung-patung itu tidak
disembah. Tetapi setelah generasi mereka meninggal, dan ilmu terlupakan, patung-
patung itupun disembah". (HR. Bukhari)
Sebagian salaf berkata: "Setelah orang-orang saleh itu mati, mereka menggantungkan
sesuatu pada kuburannya, lalu membuat patungnya. Beberapa waktu kemudian,
merekapun menyembahnya”
Dari sini kita mengetahui bahwa ghuluw sebagian kaum muslimin kepada orang yang
mereka yakini sebagai saleh dan wali -khususnya mereka yang memiliki cungkup dan
menjadi tujuan ziarah- mengarah kepada berbagai macam syirik, seperti bernadzar,
menyembelih, meminta pertolongan (istighatsah), dan bersumpah dengan nama mereka.
Bahkan ghuluw mereka bisa menyebabkan syirik akbar, yaitu meyakini bahwa mereka
memiliki kekuasaan dan pengaruh di alam wujud ini, memiliki kemampuan dibalik hukum
kausalitas dan sunnah kauniyyah, sehingga mereka diseru (disembah) selain Allah atau
Bersama Allah. Ini adalah dosa besar dan kesesatan yang jauh.
3. MENGAGUNGKAN KUBURAN
Termasuk yang diperingatkan Islam dengan sangat keras adalah mengagungkan
kuburan, khususnya kuburan para nabi dan orang-orang saleh. Karena itu Islam melarang
beberapa hal yang mengarah kepada pengagungan kuburan, yaitu:
a. Menjadikan Kuburan Sebagai Masjid
Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw, lima hari sebelum meninggal,
bersabda:
"Ingatlah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan nabi dan
orang-orang saleh sebagai masjid. Ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan
sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang yang demikian". (HR. Muslim)

"Dan dari 'Aisyah dan Ibnu Abbas radhiyallahu-'anhum, keduanya berkata: "Saat
Rasulullah saw dalam sakaratul maut, terus menerus beliau menutupkan selimut ke
mukanya, jika gerah, dibuka, lalu bersabda -dalam kondisi seperti itu- : "Semoga
laknat Allah tetap untuk Yahudi dan Nasrani, mereka telah menjadikan kuburan nabi
mereka sebagai masjid”. (Muttafaqun 'alaih)
b. Shalat Menghadap Kuburan Rasulullah saw bersabda:
Rasulullah saw bersabda:
"Dari Abi Mirtsid al-ghunawi, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: "Janganlah kalian
duduk diatas kuburan, dan jangan shalat menghadap kepadan (HR. Muslim)

Maksudnya, jangan menjadikan kuburan berada pada posisi kiblat.


c. Memberi Penerangan dan Lampu di Kuburan Rasulullah saw bersabda:
Rasulullah saw bersabda:
"Allah melaknat para wanita menziarahi kuburan, dan orang-orang yang menjadikan
diatas kuburan masjid dan penerangan (lampu)". (HR. Ahmad, at-Tarmidzi dan
Iainnya)
d. Membangun dan Mengecat Kuburan
Imam Muslim meriwayatkan dari JAbir radhiyallahu 'anhu, bahwa ia berkata:
"Rasulullah saw melarang mengapur (mengecat) kuburan, duduk di atasnya dan
membangun di atasnya". (HR. Muslim)
e. Menulisi Kuburan
Jabir radhiyallahu 'anhu berkata:
"Rasulullah saw melarang mengapur (mengecat) kuburan, menulisinya, membangun
diatasnya dan menginjaknya". (HR. At-Tirmidzi, Abu Daud, an Nasa'i, dan Ibnu Majah)
f. Meninggikan Kuburan
“Dari Ali bin Abi Thalib rodhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah saw mengutus dan
merintahkannya untuk tidak membiarkan patung kecuali menghancurkannya, dan
kuburan tinggi kecuali meratakannya". (HR. Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i
dan Ahmad)
Di dalam Sunan Abi Daud dijelaskan bahwa Rasulullah saw melarang menambah
kuburan dengan bebatuan, batu bata dan semacamnya selain tanah aslinya. Karena itu
Salaf yang shalih tidak menyukai penambahan batu bata pada kuburannya.
g. Menjadikan Kuburan Sebagai Perayaan
Abu Daud meriwayatkan secara marfu' dari Abu Hurairah:
"Rasulullah saw bersabda: Janganlah engkadika rumah kalian sebagai kuburan,
dan janganlqgfa menjadikan kuburanku sebagai Ted (perayt/ da ucapkanlah
shalawat untukku, sebab shalavzalict akan sampai kepadaku dari tempat kalian-
ada' (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Abu Ya'la meriwayatkan dari 'Ali bin Husain, bahwasanya ia melihat seorang lelaki
mendatangi sebuah celah di dekat kuburan Nabi saw, ia memasukinya dan berdo'a, maka
Ali bin Husain melarangnya seraya berkata, tidakkah aku ceritakan kepadamu apa yang
diceritakan bapakku dari kakekku, dari Rasulullah saw, beliau bersabda:
"Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai 'ied (perayaan), dan rumah kalian
sebagai kuburan, sebab ucapan salam kalian sampai kepadaku dari tempat kalian
berada".
Maksud "menjadikan kuburan sebagai ‘ied” adalah: menjadikannya sebagai tempat
berkumpul, duduk-duduk di sekelilingnya dan semacamnya.
Kuburan Rasulullah saw adalah kuburan yang paling utama di atas muka bumi. Jika
beliau melarang kuburannya sebagai 'led, maka kubur lainnya lebih dilarang lagi, siapapun
dia. Mengucapkan shalawat dan salam kepada Rasulullah saw sudah mencukupi sebab
shalawat dan salam itu akan sampai kepada beliau, dari manapun datangnya.
Hikmah peringatan ini
Hikmah dari Iarangan Islam untuk mengagungkan kuburan adalah karena ia
merupakan jalan (dzari'ah) menuju syirik kecil dan besar, sebagaimana yang kita lihat
pada kaum nabi Nuh 'alaihis-salam, dan terlihat sampai kini. Sebab, ghuluw terhadap
kuburan orang-orang saleh menjadikannya sebagai berhala yang disembah. Karena itu
Rasulullah saw bersabda:
"Dari 'Atha' bin Yasar, bahwasanya Rasulullah saw berdo'a: "Ya Allah, janganlah
Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah, sangat keras kemurkaan
Allah kepada suatu kaum yang menjadkan kuburan nabi mereka sebagai masjid". (HR.
Malik)
Namun sangat disayangkan, banyak kaum muslimin yang terjerumus pada hal-hal
yang diperingatkan Rasulullah saw, mereka menjadikan kuburan orang-orang saleh
sebagai ‘ied (perayaan), membangunnya dengan megah, menghiasinya, mendirikan
masjid dan kubah diatasnya, memberi penerangan dengan lampu-lampu,
mengkhususkannya dengan harta wakaf, bernadzar untuknya, berthawaf di sekelilingnya
sebagaimana di sekitar Ka'bah, menciuminya sebagaimana Hajar Aswad, dan
bangunannya diperluas dengan ruang kecupan dan ciuman. Bahkan sebagian mereka
bersujud kepadanya, melumuri pipinya dengan debu dan tanah kuburannya, duduk
termenung dengan penuh khusyu' dan ketundukan, istighatsah (meminta pertolongan)
kepada para penghuninya, secara lisan mereka memohon pelunasan hutang, keleluasaan
dari kesempitan, dipenuhi hajatnya, disembuhkannya si sakit, dan mendapatkan
kemenangan atas musuh. Bahkan ada sebagian lagi mengajukan permohonannya secara
tertulis di secarik kertas yang diajukan kepada juru kunci kuburan! Ini adalah syirik sharih
(nyata). La Haula Wala Quwwata Ilia Billah.
4. MEMINTA BERKAH KEPADA PEPOHONAN, BEBATUAN DAN SEMACAMNYA
Termasuk syirik yang diperangi Nabi Muhammad saw adalah meminta berkah
(tabarruk) kepada pepohonan, bebatuan, kuburan dan semacamnya, dengan keyakinan
bahwa ia mempunyai suatu rahasia atau keberkahan khusus, yang akan diraih oleh orang
yang mengusap dan mengelusnya, atau ber-thawaf di sekelilingnya, atau menziarahinya,
atau duduk disekitarnya.
Jika terus dilakukan, perbuatan ini akan menggiring (kepada syirik besar, sebab
berhala-berhala besar bangsa Arab ada yang berupa batu besar; seperti al-Lata, atau
pohon; seperti Uzza, atau batu; seperti: Manah. Karena Itu Rasulullah saw
memperingatkannya.
"Dari Abi Waqid al-Laitsi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: "Kami keluar bersama
Rasulullah saw menuju Hunain, sedang kami baru saja lepas dari kekafiran (baru
masuk Islam). Ketika itu orang-orang musyrik mempunyai sebatang pohon bidara
yang disebut Dzatu Anwath, mereka selalu mendatanginya dan menggantungkan
senjata-senjata perang mereka pada pohon itu. Tatkala kami melewati sebatang
pohon bidara, kamipun berkata: "Wahai Rasulullah saw! Buatkanlah untuk kami
Dzatu Anwath sebagaimana mereka itu mempunyai Dzatu Anwath”. Maka Rasulullah
saw bersabda: "Subhanallah! Itulah sunnah (tradisi orang-orang sebelum kamu). Dan
demi Allah yang diriku ada di Tangan-Nya, kamu benar-benar telah mengatakan
suatu perkataan seperti yang dikatakan bani Israil kepada Musa -'alaihis-salam-
(Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai
sesembahan-sesembahan. Musa -'alaihis-salam- menjawab: "Sungguh kamu adalah
kaum yang tidak mengerti") [al-A'raf: 138]. Pasti, kamu akan mengikuti tradisi orang-
orang sebelun kamu". (HR. at-Tirmidzi, ia berkata: "Hadits in hasan shahih")

Zhahir (makna tersurat) hadits ini menjelaskan bahwa para sahabat Rasulullah saw
menginginkan sekedar mengambil berkah dan menggantungkan senjata pada pohon itu,
lalu Rasulullah saw melarang mereka dengan keras dalam rangka saddud-dzari'ah
(menutup jalan) yang menuju kepada syirik.
Namun sayang, banyak kaum muslimin telah menyimpang dari petunjuk Rasulullah
saw, mereka mengikuti jejak-jejak umat sebelumnya, sehingga mereka membuat Anshab
untuk meminta berkah, mengusap dan mengelus-elusnya, berdo'a di sisinya, bertawassul
dengannya, bergantung kepadanya sebagaimana bergantungnya orang-orang musyrik
dengan patung-patung mereka. Alangkah banyaknya Dzatu Anwath-Dzatu Anwath di
negeri Islam, padahal Rasulullah saw telah melarangnya.
Merupakan kewajiban kaum muslimin secara umum, umara' dan ulama' secara
khusus untuk menghilangkan kemunkaran ini, menghancurkan Anshab dan
menghilangkannya, baik yang berupa pohon, batang, kuburan, kayu, mata air, batu
ataupun lainnya, sebagai upaya ber-qudwah kepada Rasulullah saw saat mengutus Ali bin
Abi Thalib radhiyallahu 'anhu agar menghancurkan kuburan yang ditinggikan dan
meratakan dengan permukaan bumi, sebagaimana tersebut dalam Shahih Muslim, dari
Abul Hayyaj al-Asadi, ia berkata Abi bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata kepadaku:
"Tidakkah aku mengutusmu seperti Rasulullah saw mengutusku: "Janganlah kamu
meninggalkan patung kecuali menghancurkannya dan kuburan yang ditinggikan
kecuali kamu ratakan". (HR. Muslim)
Imam Abu Bakar at-Tharthusi al-Maliki berkata "Ketika Umar bin al-Khaththab
radhiyallahu 'anhu mendengar bahwa orang-orang mendatangi pohon tempat para
sahabat berbai'at kepada Rasulullah saw (bai'atur-ridhwan), dan mereka shalat di situ,
maka Umar mengirimkan orang untuk menebangnya, agar kaum muslimin terhindar dari
fitnah".
jika Umar melakukan perbuatan seperti itu terhadap pohon yang namanya disebut di
dalam al-Qur'an, dan para sahabat membai'at Rasulullah saw di bawahnya, lalu apa yang
akan ia lakukan terhadap pohon-pohon lain yang dijadikan sebagai Anshab dan berhala
yang menjadi fitnah dan bencana besar dewasa ini?
Imam at-Tharthusi berkata: "Lihatlah -semoga Allah merahmati kamu- jika kamu
menemukan pohon bidara atau lainnya menjadi tujuan manusia, mereka
mengagungkannya, mengharapkan keselamatan dan kesembuhan darinya, mereka
menancapkan padanya paku-paku dan membuat lubang-Iubang, maka ia adalah Dzatu
Anwath. Karenanya, hendaklah kamu menebangnya".
Dari Mubarrir bin Suwaid, ia berkata:
"Saya shalat subuh bersama Umar -radhiyallahu 'anhu- dalam perjalanan menuju
Makkah, dia membaca surat al-Fiil dan Quroisy. Seusai shalat, dia melihat orang-
orang pergi ke beberapa arah. Umar bertanya: "Mereka pergi kemana?". Ada yang
menjawab: "Wahai Amirul mukminin! Ke masjid tempat Rasulullah saw pernah shalat
disitu, dan mereka hendak shalat disitu". Umar berkata: "Umat sebelum kamu hancur
karena seperti ini, mereka menapaktilasi bekas-bekas nabi mereka, dan menjadikanya
sebagai gereja dan kuil, barangsiapa tiba waktu shalat di masjid itu hendaklah ia
shalat, barangsiapa tidak (harus melakukannya) maka hendaklah ia berlalu dan
jangan sengaja shalat disitu ".

Inilah sebagian dari fiqih dan semangat Umar -radhiyallahu 'anhu- dalam menjaga
aqidah masyarkat awam, juga kekhawatirannya dari ghuluw dan penyimpangan.

5. KATA-KATA YANG MENGESANKAN SYIRIK


Termasuk hal-hal yang diperingatkan Nabi Muhammad saw adalah kata-kata yang
mengesankan syirik dan su'ul adab ("kurang ajar") terhadap Allah. Peringatan ini dalam
rangka menjaga tauhid.
Hal yang termasuk dalam kategori ini antara lain:
A. Perkataan Masya Allah wasyaa fulaan (apa yang dikendaki Allah dan yang dikehendaki
fulan), atau Bismillah wabismillahil amiir ausmi Sya’b (dengan nama Allah dan nama
amir/penguasa, atau dengan nama rakyat).
Telah disebutkan dimuka bahwa Rasulullah mengingkari perkataan seperti itu.
Hudzaifah -radhiyallahu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Janganlah kamu berkata: "Apa yang dikehendaki Allah dan apa yang dikehendaki
fulan", akan tetapi katakanlah: "Apa yang dikehendaki Allah, lalu yang
dikehendaki fulan ". (HR. Abu Daud dengan sanad shahih, juga diriwayatkan
Ahmad)
B. Perkataan: Laulaallahu wa fulaan (kalau saja bukan karena kehendak Allah dan fulan),
atau I’tamadtu alallai walaika (saya berpegangan kepada Allah dan kepadamu), atau
perkataan-perkataan yang serupa. Saat menafsirkan firman Allah:
"Karena itu, janganlah kamu mengadaka sekutu-sekutu bagi Allah". (al-Baqarah: 22)
Saat menafsirkan ayat di atas Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu-berkata: "Andad adalah
syirik, ia lebih lembut daripada gerak kaki semut di atas batu licin pada kegelapan malam,
yaitu: seperti perkata Allah dan kehidupanmu -wahai si fulan- dan demi kehidupanku",
"jika bukan karena anjing dia, pastilah kita disatroni maling", "atas kehendak Allah dan
kehendakmu", “kalau bukan karena si dia dan si fulan ...", ini semua adalah syirik. (Riwayat
Ibnu Abi Hatim).

C. Memberi nama dengan nama Allah atau dengan nama yang tidak layak kecuali hanya
untuk-Nya
Abu Daud meriwayatkan dari Abu Syuraih, bahwasanya dia dahulu digelari Abul
hakam, lalu Nabi Muhammad saw bersabda kepadanya:
“Sesungguhnya Allah-lah al-Hakam (Pemberi Keputusan) dan kepada-Nya-lah
segala keputusan” (HR. Abu Daud, juga an-Nasa'i)
Setelah itu ia dipanggil dengan nama anaknya Syuraih, sehingga panggilannya
menjadi Abu Syuraih.
Sabda Rasulullah saw yang lain:
"Dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasululllah saw bersabda: "Nama yang
paling rendah dan hina di sisi Allah adalah seseorang yang bernama (bergelar) raja
diraja ... tidak ada Raja selain Allah". Sufyan bin 'Uyainah berkata: "Seperti juga
Syahin Syah, menurut bangsa 'Ajam, sebab artinya adalah: raja diraja". (HR.
Bukhari, Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ahmad)
Dalam riwayat lain disebutkan:
"Orang yang paling membuat murka Allah pada hari kiamat, dan orang yang
paling buruk...".
D. Menamai manusia dengan nama Abd (hamba) selain Allah; seperti Abdul Ka'bah,
Abdun-Nabi, Abdul Husain, Abdul Masih dan semacamnya. Ibnu Hazm telah menukil
bahwa telah terjadi ijma atas haramnya nama-nama ini, kecuali Abdul Muththalib.
E. Mencela masa (zaman) saat ada kesulitan hidup atau, musibah, sebab mencelanya
termasuk mengadukan Allah atau membenci-Nya, karena Dia-lah yang Mengatur
segala urusan, Mempergilirkan siang dan malam, Dia-lah Yang Berbuat segala sesuatu
di alam semesta.
Karena itu dalam sebuah hadits shahih. Rasulullah saw bersabda:
"Allah berfirman: "Anak Adam menyakiti-Ku, Ia mencela masa, padahal Aku-lah masa,
di Tangan-Ku segala urusan, Aku pergilirkan siang dan malam (HR. Bukhari, Muslim,
Abu Daud, Ahmad, Malik dan ad-Darimi)

BAGIAN VIII
DAMPAK TAUHID DAN SYIRIK DALAM KEHIDUPAN

A. DAMPAK TAUHID DALAM KEHIDUPAN


Tauhid yang murni dan terbebas dari campuran-campuran syirik jika terealisir dalam
kehidupan pribadi seseorang, atau terwujud dalam kehidupan bangsa, ia akan
memberikan buah yang sangat manis, dan pengaruh yang sangat bermanfaat pada
kehidupan.
Diantara buah dan pengaruh tauhid itu adalah:
1. Kemerdekaan Manusia
Syirik dengan segala bentuk dan penampilannya tidak lain hanyalah merupakan
penghinaan dan penurunan martabat manusia, sebab ia mengharuskan ketundukan
kepada makhluk dan penghambaan kepada sesuatu atau manusia yang tidak
menciptakan sesuatupun, bahkan mereka diciptakan, mereka tidak memiliki
kemampuan apapun untuk menghindarkan bahaya dari dirinya atau meraih manfaat,
dan tidak memiliki pula kemampuan menghidupkan, mematikan dan membangkitkan
(setelah kematian).
Akan tetapi tauhid, pada kenyataannya merupakan pembebasan dan
kemerdekaan manusia dari segala bentuk penghambaan selain kepada Rabb Yang
Menciptakan dan Menyempurnakan ciptaan-Nya;
 Pembebasan akalnya dari khurafat dan waham (ilusi kosong).
 Pembebasan jiwanya dari kehinaan, kerendahan dan ketidakberdayaan.
 Pembebasan kehidupannya dari kekuasaan dan eksploitasi para Fir'aun, 'tuhan-tuhan'
dan orang-orang yang mengaku sebagai tuhan yang memperbudak sesama hamba
Allah.
Karena itu para pemimpin kemusyrikan dan thaghut jahiliyyah menentang seruan dan
da’wah para nabi secara umum, dan da'wah para Rasul secara khusus, sebab mereka
mengetahui bahwa arti La Ilaha Illallah adalah proklamasi menyeluruh bagi pembebasan
manusia dan penghancuran pada tiran dari singgasana ketuhanannya yang palsu serta
pengangkatan wajah orang-orang yang beriman agar tidak bersujud selain kepada Allah,
Tuhan semesta alam.
2. Pembentukan Pribadi yang Harmonis
Tauhid membantu pembentukan kepribadian yang harmonis, sehingga arah hidupnya
jelas, satu tujuan, dan kongkrit jalannya. Ia tidak mempunyai kecuali satu Tuhan yang ia
hadapkan dirinya kepada-Nya, baik dalam suasana sendirian atau di depan khalayak. Ia
memohon kepada-Nya dalam kesenangan dan kesulitan, dan beramal dalam hal-hal yang
menjadikan-Nya ridha, kecil atau besar.
Berbeda dengan orang yang menyekutukan Allah. Hatinya terbagi-bagi untuk
beberapa Tuhan, kehidupannya tercabik-cabik oleh berbagai sesembahan, sesekali
menghadap Allah, dikali yang lain menghadap kepada patung-patung, atau sesekali
menghadap patung ini dan kali yang lain menghadap patung yang lain.
Dari itu Nabi Yusuf alaihis-salam- berkata, sebagaimana diceritakan al-Qur'an:
"Hai kedua penghuni penjara! manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-
macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?". (Yusuf: 39)

"Allah membuat perumpamaan (yaitu): seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh
beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang
menjadi milik penuh bagi seorang laki-lak (saja); Adakah kedua budak itu sama
halnya?" (az-Zumar: 29)

Allah mengumpamakan seorang mukmin sebagai seorang budak yang dimiliki seorang
tuan, ia mengetahui apa saja yang membuatnya ridha dan apa saja yang membuatnya
murka, sehingga ia komitmen pada hal-hal yang diridhai tuannya dan puas terhadapnya.
Allah mengumpamakan seorang musyrik dengan seorang budak yang dimiliki banyak
tuan, tuan yang satu mengarahkan ke timur, yang lainnya ke barat, satu Iagi menyeretnya
ke kanan, lainnya lagi menariknya ke kiri. Tuan-tuan itu berserikat namun selalu berselisih,
sehingga budak itu tercerai berai, dan terbagi-bagi kepribadiannya, tidak ada ketetapan
dan tidak ada ketenangan.

3. Tauhid, Sumber Rasa Aman


Tauhidullah bisa memenuhi jiwa manusia dengan rasa aman dan ketenangan, ia
tidak lagi terintimidasi oleh berbagai ketakutan yang menguasai orang-orang musyrik,
sebab ia telah menutup celah-celah ketakutan yang oleh orang musyrik dibuka untuk
dirinya; ketakutan pada rizki, ajal (kematian), jiwa, keluarga dan anak-anak, ketakutan
pada manusia dan jin, ketakutan kepada kematian dan kehidupan setelah mati.
Adapun seorang mukmin yang ber tidak takut pada apa dan siapapun selain Allah
SWT, sehingga, ia tetap terlihat aman pada saat orang lain ketakutan, tenteram pada
saat orang lain gelisah, dan tenang pada saat orang Iain gelisah.
Dalam hal ini al-Qur'an menceritan dialog antara Nabi Ibrahim -'alaihis-salam
dengan kaumnya saat mereka mengancam dan menakut-nakutinya akan kemurkaan
berhala dan tuhan-tuhan palsu mereka, saat itu Nabi Ibrahim -'alaihis-salam-
memberikan jawaban yang yang mengagumkan dan membuat mereka heran:
"Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembah, yang kamu persekutukan
(dengan Allah), padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan
sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu
untuk mempersekutukan-Nya. Maka, manakah di antara dua golongan itu yang
lebih berhak mendapat keamanan (dari mala petaka), jika kamu mengetahui?”
(al-An'am: 81)

Lalu Allah menjelaskan siapakah dari dua golongan itu yang berhak mendapatkan
keamanan, firman-Nya:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan
kezhaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk". (al-An'am: 82)
Rasa aman ini muncul dari dalam jiwa, bukan karena penjagaan polisi. Ini adalah rasa
di dunia, adapun rasa aman di akhirat, ia lebih agung dan kekal, sebab mereka ikhlas
kepada Allah dan tidak mencampur tauhidnya dengan syirik:
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud -radhiyallahu 'anhu- ia berkata: saat di
turunkan firman Allah:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan
kezhaliman". (al-An’am: 82)
Saat ayat ini turun, kami berkata: Wahai Rasulullah SAW! siapakah diantara kami tidak
menzhalimi diri sendiri?" Beliau SAW menjawab: "Bukan seperti yang kamu fahami,
tidakkah kamu mendengar perkataan Luqman kepada anaknya:
"Hai anakku! janganlah kamu mempersekutukan Allah sesungguhnya
mempersekutukan Allah adalah, benar-benar kezhaliman yang besar". (Luqman: 13)
Jadi, arti: "tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezhaliman" adalah:
"Mereka memurnikan agamanya untuk Allah, dan tidak mencampuri tauhid mereka
dengan syirik".
4. Tauhid, Sumber Kekuatan Jiwa
Tauhid memberikan kekuatan jiwa kepada orang yang memilikinya, sebab jiwanya
dipenuhi rasa optimisme, percaya, tawakkal, ridha terhadap qadha' Allah, sabar atas
ujian-Nya, dan tidak membutuhkan makhluk. Ia kokoh bagaikan gunung, tidak
tergoyahkan oleh bencana.
Pada saat tertimpa musibah, atau dikungkung oleh kesulitan, ia tidak mau kembali
kepada makhluk, ia hadapkan hatinya kepada Allah, hanya kepada-Nya ia memohon,
hanya dari-Nya ia meminta, kepada-Nya ia berpegangan, tidak mengharap selain Dia,
dalam menolak bahaya dan menggapai kebaikan, tidak menengadahkan tangannya
kepada siapapun kecuali kepada Allah, dengan penuh pendekatan, permohonan dan
inabah (kembali). Syi'arnya adalah sabda Nabi Nabi Muhammad saw kepada Ibnu Abbas
-radhiyallahu anhu-.
"Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, dan jika kamu minta tolong, mintalah
pertolongan kepada Allah". (HR. at-Tirmidzi dan Ahmad)

Juga firman Allah:


“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang
dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi
kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu
kepada siapa yang dikehendaki-NYA diantara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Yunus: 107)

Perhatikanlah Nabi Hud -'alaihis-salam- pada saat diancam kaumnya akan tipu daya
berhala-berhala mereka kepadanya, ia menjawab:
"Sesungguhnya aku jadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu sekalian
bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan, dari-Nya,
sebab itu, jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu
memberi tangguh (penundaan) kepadaku, sesungguhnya aku bertawwakal kepada
Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-
lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku diatas jalan yang lurus".
(Hud: 54 - 56)

Sebuah Iogika kuat yang mengungkapkan kejiwaan yang penuh rasa percaya, tekad
yang membaja, keimanan yang tidak lemah dan tidak loyo, dan spiritual yang tidak kenal
lemah dan takut, sebab ia mengambil kekuatannya dari tawwakal kepada Allah.

"Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha


Perkasa lagi maha Bijaksana". (al-Anfal: 49)

5. Tauhid, Landasan Persaudaraan dan Persamaan


Telah disebutkan di muka bahwa tauhid adalah dasar bagi kebebasan dan
kemerdekaan manusia, ia juga pencetus syi'ar kemuliaan dan kehormatan manusia.
Disamping itu, ia juga merupakan dasar bagi kokohnya ukhuwwah insaniyyah dan
musawah basyariyah, sebab ukhuwwah dan persamaan tidak bisa terealisasi pada
kehidupan manusia jika sebagian mereka menjadi tuhan bagi sebagian yang lain. Tetapi
jika semuanya adalah hamba Allah, maka ini merupakan dasar musawah (persamaan) dan
persaudaraan antar sesama manusia.
 Karena itu da'wah Rasulullah saw kepada para raja dan kepala negara ditutup dengan
ayat mulia ini:
"Marilah (berpegang) pada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan
antara kami dan kamu; bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita
persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". (Ali Imran: 64)
 Diantara do'a Nabi saw seusai shalat adalah do'a indah ini:
"Dari Zaid bin Arqam, ia berkata: "Nabi Muhammad saw seusai shalat membaca do'a:
"Ya Allah, Tuhan kami, Tuhan segala sesuatu dan Rajanya, aku bersaksi bahwa Engkau
adalah Tuhan Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Mu, Ya Allah, Tuhan kami, Tuhan
segala sesuatu dan Rajanya, aku bersaksi bahwa Muhammad saw adalah hamba dan
Rasul-Mu, Ya Allah, Tuhan kami, Tuhan segala sesuatu dan Rajanya, aku bersaksi
bahwa semua hamba-Mu adalah bersaudara:. (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Tiga kali kesaksian dari Nabi Muhammad saw ini antara satu dengan lainnya saling
berkait.
Proklamasi ukhuwwah insaniyyah yang bersifat umum -yaitu bahwa semua hamba
Allah adalah bersaudara- berdiri di atas dua syahadat sebelumnya yaitu:
 Ke-Esa-an Allah dalam uluhiyyah, sehingga tidak ada sekutu dan tuhan lain Bersama-
Nya, dan tidak ada yang berhak atas ketundukan dan peribadatan selain-Nya
 'Ubudiyah Nabi Muhammad saw kepada Allah dan perannya sebagai penyampai
(mubaligh) dari-Nya menafikan segala syubhat dan sifat ketuhanan dari dirinya. Nabi
saw bukan Tuhan, bukan anak Tuhan, juga bukan sepertiga Tuhan, sebagaimana yang
diklaim oleh kaum Nasrani terhadap Nabi Isa -'alahis-salam-.
Jika dua hal di atas; yaitu uluhiyah Allah semata dan penghambaan seluruh manusia
kepada-Nya, terutama Nabi Muhammad saw, Rasul dan pilihan-Nya, telah terealisir maka
barulah setelah itu kita tetapkan hakikat ketiga, yaitu bahwa semua manusia dan hamba
Allah adalah bersaudara dan sama, tidak ada perbedaan rasial dan warna kulit, tidak ada
kelebihan berdasarkan nasab. Allah berfirman:
"Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu sekalian di sisi Allah adalah yang
paling bertaqwa diantara kamu sekalian". (al-Hujurat: 13)

B. DAMPAK DAN BAHAYA SYIRIK


Syirik memiliki banyak dampak buruk dan berbahaya, baik dalam kehidupan pribadi
ataupun masyarakat, antara lain:
1. Penghinaan Martabat Manusia
Syirik merupakan penghinaan martabat manusia dan penurunan nilai dan
kedudukannya, sebab Allah telah mengangkatnya sebagai khalifah di muka bumi,
telah memuliakannya, mengajarkan kepadanya semua nama-nama, menundukkan
untuknya segala yang ada di langit dan di bumi, telah menjadikannya sebagai
pemimpin atas semua yang ada di alam semesta. Akan tetapi manusia tidak
mengetahui nilai dirinya, sehingga dia menjadikan sebagian unsur alam semesta ini
sebagai tuhan yang disembah dan dipatuhi. Ia merendahkan diri dan bersujud
kepadanya, padahal dialah "tuan mulia" bagi makhluk-makhluk itu. Allah berfirman:
"Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasan-Nya ialah malam, siang, matahari, dan
bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan,
tetapi bersujudlah kepada Allah Yang Menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya
saja menyembah (Fush-shilat: 37)
Penghinaan kemanusiaan manakah yang lebih besar dari apa yang kita saksikan -
sampai hari ini- berupa ratusan juta manusia menyembah sapi, padahal Allah telah
menundukkannya untuk melayani manusia saat dia sehat, dan untuk dimakan setelah
disembelih, tetapi tiba-tiba ia menjadi sembahan yang disucikan?!
Karena itu al-Qur'an menggambarkan bagaimana syirik itu merendahkan pelakunya
sebagai berikut:
"Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah dia seolah-olah
jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angina ke tempat yang
jauh". (al- Hajj: 31)
2. Sarang Khurafat
Syirik merupakan sarang khurafat dan kebatilan. sebab orang yang mempercayai
adanya sumber pengaruh lain pada alam semesta, selain Allah, berupa benda-benda
angkasa, jin, memedi, ruh (gentayangan) dan sebagainya, akalnya menjadi siap untuk
menerima segala khurafat dan membenarkan segala bentuk kebohongan.
Karena itu, di tengah-tengah masyarakat musyrik, laku keras "dagangan" para
dukun, peramal, tukang sihir, ahli nujum dan semacamnya dari kalangan orang-orang
yang mengklaim mengetahui hal gaib dan mempunyai hubungan dengan kekuatan
tersembunyi yang ada di alam semesta.
Di tengah masyarakat seperti itu, tersebar pula pengabaian penggunaan hukum
kausalitas dan sunnatullah. Sebaliknya jimat, mantera syirik, sihir, pelet dan
semacamnya menjadi tumpuan utama mereka.
3. Kezhaliman Besar
Syirik adalah kezhaliman besar terhadap hakikat kebenaran, jiwa, dan pihak lain.
 Ia adalah kezhaliman kepada hakikat kebenaran; sebab hakikat kebenaran terbesar
adalah laa ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak diibadati selain Allah), tidak ada
Rabb selain Dia, dan tidak ada sumber hukum selain-Nya. Akan tetapi orang musyrik
menjadikan selain Allah sebagai Ilah, mencari Rabb dan Sumber hukum lain selain Dia.
 Ia adalah kezhaliman kepada jiwa; sebab orang musyrik menjadikan jiwanya sebagai
budak makhluk yang setingkat dengannya, atau bahkan makhluk di bawahnya,
padahal Allah telah menciptakannya bebas dan merdeka.
 Ia adalah kezhaliman kepada pihak Iain; sebab orang yang menyekutukan selain Allah
dengan-Nya, berarti telah menzhaliminya, sebab ia telah memberikan hak kepada
yang tidak memilikinya.

4. Sumber Segala Kecemasan


Syirik adalah sumber segala kecemasan dan ilusi, sedangkan tauhid adalah sumber
rasa aman dan ketenangan.
Orang yang akalnya menerima segala khurafat atau membenarkan segala kebatilan
dan kebohongan, akan mengalami rasa takut dari berbagai penjuru; dari 'tuhan-tuhan'
palsu, dari juru kunci 'tuhan-tuhan' palsu, dari ilusi yang disebarluaskan oleh para dukun
dan para pengikutnya.
Karena itu, di tengah-tengah cuaca syirik, banyak tersebar tathayyur (merasa sial
dengan sesuatu), pesimisme dan ketakutan tanpa sebab yang jelas, sebagaimana firman
Allah:
"Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan
keterangan tentang itu". (Ali Imran: 151)

5. Menelantarkan Sisi Positif Manusia


Syirik menghambat amal perbuatan yang bermanfaat, menelantarkan sisi positif
manusia dari mengurangi kemandiriannya -setelah ketergantungannya kepada Allah-,
sebab ia mengajarkari kepada para penganutnya untuk berpasrah diri kepada para
perantara dan pemberi syafa’at (koneksi), sehingga terjerumus kepada dosa-dosa besar
yang menghancurkan dan dosa-dosa kecil yang mengotori, dengan berkeyakinan bahwa
'tuhan-tuhan' palsu itu akan memberi syafaat kepada mereka di sisi Allah.
Itulah yang dahulu diyakini musyrikin Arab terhadap 'tuhan-tuhan' dan berhala-
berhala mereka. Allah berfirman:
"Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan
kemudharatar kepada mereka dan tidak (pula) kemanfa'atan, dan mereka berkata:
"Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". (Yunus: 18)

Hal yang sama dilakukan oleh orang-orang Nasrani. Mereka melakukan berbagai
kemunkaran yang diinginkan oleh hawa nafsu, dengan keyakinan bahwa 'tuhan' mereka,
al-Masih, telah menebus dosa mereka pada saat disalib -menurut khayalan mereka- dan
telah menjadi tumbal manusia?!

6. Dampak Kemusyrikan di Akhirat


Itu semua adalah dampak syirik di dunia, adapun di akhirat cukuplah ia sebagai dosa
yang tidak terampuni sama sekali. Allah berfiman:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa
yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar". (an-
Nisa': 48)
Tidak ada tempat kembali bagi orang musyrik selain neraka. Ia diharamkan memasuki
surga. Allah berfirman:
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti
Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun". (al-Maidah: 72)
Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa bertemu Allah dengan menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia
masuk neraka" (HR. Muslim dan Ahmad)
Sebagai penutup, kami memohon perlindungan kepada-Mu ya Allah dari apa saja yang
hamba dan Rasul-Mu Muhammad saw meminta perlindungan darinya kepada-Mu:
“Ya Allah, kami memohon perlindungan kepada-Mu agar kami tidak menyekutukan-
Mu dengan sesuatupun yang kami mengetahuinya, dan mohon ampunan kepada-Mu
dari yang tidak kami ketahui"(HR. Ahmad)

Anda mungkin juga menyukai