Approved by Plimbi
Short URL
Image
Perkembangan dunia teknologi fotografi sudah sangat berkembang pesat, mungkin berbeda ceritanya
apabila saat ini masih belum ada kamera digital. Saat ini semua orang dapat membeli kamera DSLR yang
dulunya khusus untuk kalangan professional, sayangnya perkembangan tersebut tidak dibarengi dengan
pengetahuan etika fotografer dalam memotret.
Banyak yang menganggap pentingkah pengetahuan etika fotografer dalam memotret? Tentu saja sangat
penting. Ada sebuah insiden beberapa saat lalu yang membuat tercorengnya dunia fotografi, yakni pada
saat perayaan hari raya Waisak pada tanggal 25 Mei 2013. Saat itu perayaan Waisak yang dipusatkan di
Candi Borobudur sangat ramai oleh pengunjung dan ratusan fotografer siap dengan kameranya. Belum
termasuk pengunjung lain yang juga membawa kamera meski hanya kamera saku. Mirisnya, saat para
biksu sedang memanjatkan doa di bagian atas Candi, banyak sekali fotografer yang merangsek masuk
dan ‘menjepretkan’ kamera mereka dengan beringas tanpa permisi dan membuat kegaduhan.
Meskipun cahaya sorotan dari lampu cukup terang, tetap saja para fotografer menyalakan flash mereka.
Tentunya hal ini sangat mengganggu peribadatan umat Budha yang sedang berkonsentrasi dalam
berdoa. Kegaduhan semakin menjadi ketika para fotografer berebut posisi untuk mendapatkan angle
terbaik, bahkan ada yang sampai naik ke stupa dan mendekat hingga 2 meter kepada biksu. Tentunya hal
ini sungguh terdengar miris, dan tidak akan terjadi bila rekan-rekan fotografer mengetahui tentang
aturan dan etika dalam memotret.
Ada beberapa aturan dan etika fotografer dalam memotret agar bisa menjadi fotografer yang sopan
santun, beretika dan tidak asal-asalan saat sedang berburu gambar. Berikut di antaranya:
Di beberapa tempat sering tertera keterangan “dilarang memotret”. Biasanya tulisan tersebut ada pada
area publik seperti SPBU, Mall, Museum, hotel dan lain-lain. Larangan memotret yang diberlakukan
biasanya berkaitan dengan kenyamanan orang lain, kemanan atau bahkan hak cipta. Jika Anda adalah
seorang fotografer yang baik, seharusnya mematuhi aturan tersebut.
Anda pastinya tahu bagaimana ‘sambaran’ lampu flash kamera yang sangat silau. Di antara beberapa
fotografer sering kali melanggar aturan penggunaan flash, terutama saat memotret di area publik. Orang
yang merasa tidak nyaman akan sambaran flash bisa saja menegur Anda jika hal itu cukup mengganggu.
Baca juga :
Tips Fotografi: Cara Memotret Bunga dan Tanaman Agar Terlihat Alami
Hal ini tentu sangat penting, jangan merasa seolah Anda datang dari kota pergi ke desa lalu dengan
sesuka hati memotret orang di perkampungan yang sedang melakukan aktivitasnya. Sebelum itu,
mintalah ijin terhadap orang yang akan Anda foto, karena mungkin saja orang tersebut tidak ingin
diambil gambar. Selain itu, memotret orang asing berarti kita juga sudah memasuki area privacy mereka.
Terangkan pada mereka untuk apa Anda memotret, apakah untuk dokumentasi pribadi, jurnalistik atau
untuk tujuan komersil. Hal ini juga berlaku apabila Anda sedang berburu foto dijalanan atau populer
disebut Street Photography .
Hal ini khususnya pada foto model wanita, Anda harus bersikap sopan terhadapnya dan jangan terkesan
memerintah apalagi membentaknya. Selain itu, menyentuh model wanita juga merupakan hal yang
sangat tidak sopan di Indonesia dan bisa membuat model tersebut menjadi tidak nyaman. Intinya, jalin
komunikasi dengan baik.
Entah masuk dalam kategori apa jika Anda memotret orang yang sedang terluka parah setelah
mengalami kecelakaan. Hal ini tidak akan mendapat pujian apapun dan mungkin Anda akan mendapat
hujatan. Dalam hal ini jurnalis mempunyai kode etik sendiri dan tidak sembarangan
mempublikasikannya. Jika memang harus dipublikasikan, biasanya bagian yang tidak lazim akan dibuat
‘blur’.
Hal ini berlaku setiap saat dan dimanapun Anda berada. Sebagai contoh kasus perayaan Waisak di atas,
jika Anda sudah mendapat teguran karena mengganggu seharusnya Anda lekas menghentikan aktivitas
memotret Anda. Atau akan lebih baik jika Anda sadar diri bahwa aktivitas memotret Anda menganggu.
Tidak semua orang biasa difoto, bahkan lebih banyak orang yang merasa canggung bila difoto.
Di beberapa negara maju ada larangan untuk memotret anak-anak yang sedang bermain di area publik,
hal ini dikhawatirkan akan menjadi eksploitasi. Mungkin di Indonesia masih tergolong bebas, namun
bukan berarti Anda sesuka hati memotret anak-anak, apalagi yang belum dikenal. Selain itu beberapa
orang juga menganggap bahwa memotret gelandangan di jalan merupakan sebuah eksploitasi.
Bernas.id - Fotografi saat ini menjadi satu kegiatan lazim yang dilakukan oleh banyak orang. Namun
jangan lupa ada etika dalam memotret. Etika ini menjadi penting terutama jika berkaitan dengan
manusia lain. Berikut beberapa etika dalam memotret.
Bagi para fotografer jurnalis dan mereka yang menyukai pemotretan orang, Anda harus berusaha agar
kehadiran Anda diterima baik oleh orang lain dan tidak menjadi ancaman. Ada baiknya Anda
menjelaskan identitas Anda, serta Anda berlaku ramah dan murah senyum dengan sesekali menyapa.
Namun Anda tetap menjaga jarak agar Anda bisa menemukan sisi yang berbeda dari obyek Anda.
Para fotografer jurnalistik sangat tahu bahwa sekali mereka memberikan tips kepada obyeknya setelah
pemotretan, itu akan menjadi tradisi yang membahayakan bagi keberlangsungan liputan foto di masa
datang. Kecuali Anda datang ke suatu lokasi lalu men- set up untuk kepentingan komersil dengan
melibatkan penduduk lokal, maka itu wajib bagi Anda memberikan fee, karena didasarkan untuk
kepentingan komersial.
3. Bisa membedakan antara area publik, area terbatas dan area terlarang
Untuk area publik seperti jalanan dan taman, Anda tak perlu meminta ijin kepada siapapun. Namun jika
Anda memotret di area terbatas seperti mal, stasiun, bandara dan semacamnya, wajib hukumnya bagi
Anda untuk meminta ijin, kecuali Anda mau secara sembunyi-sembunyi mengambil gambar di lokasi
tersebut. Jika Anda seorang foto jurnalis, meminta ijin akan lebih baik untuk menghindari tuntutan dari
pemilik tempat. Yang jelas-jelas Anda tak bisa memotret adalah area terlarang seperti istana presiden,
fasilitas militer dan fasilitas rahasia negara.
Bagi sebagian fotografer hobi, memotret perempuan terutama dengan pose nude merupakan kepuasan
dan kebanggaan pribadi. Namun, jika pemotretan nude tentu merugikan bagi perempuan apalagi jika
perempuan tersebut memang bukan berprofesi sebagai model panas. Jika terjadi perselisihan Anda
dapat terkena UU ITE dan pornografi dengan ancaman hukuman yang berat.
Adakah yang lebih manusiawi dibanding hanya menonton dan memotret korban musibah? Seandainya
adegan di balik, Anda yang menjadi korban akankah Anda masih berpikir untuk memotret musibah itu?
Kalau Anda bukan jurnalis atau pihak yang berkepentingan, ada baiknya ketika tidak menolong, lebih etis
jika Anda menyingkir dari lokasi musibah.
Ada banyak orang yang tidak mengerti lalu mengabadikan upacara keagamaan dan adat dengan
melanggar batas-batas wilayah pemotretan, sehingga mengganggu kekhusyukan mereka. Ada peristiwa
memalukan sebagai contoh buruk fotografi, yakni beberapa individu memotret upacara keagamaan di
candi Borobudur dengan melanggar wilayah pemotretan, yang mengundang reaksi negatif dari para
netizen.
8. Memasukkan form kontrak rilis model dan rilis properti sebagai bagian dari perjanjian
Jika Anda seorang fotografer jurnalis, Anda tidak memerlukan kontrak perjanjian dengan obyeknya
karena tujuan Anda memang bukan untuk komersil melainkan kepentingan berita. Namun lain hal jika
Anda seorang fotografer komersil, Anda wajib menyertakan perjanjian bersama agar tidak terjadi hal-hal
berupa tuntutan di muka hukum.
Setelah Anda memahami 7 tips ini, semoga Anda menjadi lebih waspada dan bisa menjaga diri selama
memotret. Semakin sering berpetualang di luar rumah, Anda akan semakin menjadi fotografer yang bisa
menempatkan diri.