Anda di halaman 1dari 6

SEKILAS TENTANG KATEKUMEN DAN KATEKUMENAT DEWASA

1. Katekumen adalah istilah yang berasal dari Gereja Perdana, diberikan kepada
seorang dewasa yang sedang belajar untuk mengenal, memasuki dan menghidupi
iman Katolik. Para Katekumen akan menjalankan serangkaian program persiapan
yang disebut Katekumenat. Setelah menyelesaikan Katekumenat, Para Katekumen
selanjutnya akan menerima Sakramen-sakramen Inisiasi (Baptis, Krisma dan Ekaristi)
dalam Gereja Katolik.

2. Istilah “Katekumen” (juga “Katekis”) berasal dari bahasa Yunani, dapat ditemukan
di Surat Paulus kepada umat di Galatia 6:6.

"Let him that is instructed in the word, [ho katechoumenos, is qui catechizatur]
communicate to him that instructeth him [to katechounti, ei qui catechizat] in all good
things."
Dan baiklah dia [ho katechoumenos], yang menerima pengajaran dalam Firman [is
qui catechizatur], membagi [to katechounti] segala sesuatu yang ada padanya dengan
orang yang memberikan pengajaran itu [ei quicatechizat].

3. "Katekumen" hendaknya dibedakan dari "Audientes". "Audientes" adalah


mereka yang baru mulai tertarik kepada iman Katolik, berbeda dari "Katekumen"
yang telah membuat komitmen awal untuk mendapatkan iman Katolik.

4. Penganiayaan terhadap umat Katolik serta munculnya ajaran-ajaran pagan yang


menyerang pada abad-abad pertama membuat Gereja Perdana mengadakan persiapan
(Katekumenat) yang lebih mendalam bagi mereka yang hendak menjadi Katolik, yaitu
dalam hal intelektual dan moral. Dalam hal intelektual untuk dapat memberikan
pembelaan iman terhadap kaum pagan; dalam hal moral untuk dapat meneguhkan
mereka yang mengalami penganiayaan oleh karena iman Katolik.

4. Setelah paganisme menghilang dan Kristianitas diberikan kebebasan oleh


Kekaisaran Romawi dalam Edict Milan 313, Katekumenat menjadi kurang mendesak.
Hal ini karena telah muncul banyak keluarga-keluarga Katolik yang melahirkan anak-
anak yang kemudian dibaptis bayi dan diajarkan iman Katolik. Penjelasan lebih
mendalam oleh Para Bapa Gereja mengenai pembaptisan bayi dan dosa asal sendiri
juga menjadi faktor mengapa lebih banyak orang-orang Katolik dibaptis saat masih
bayi ketimbang mengikuti masa katekumenat pada saat dewasa.

5. Karena saat ini banyak umat non-Katolik memilih untuk menjadi Katolik dan
Gereja menghadapi fakta bahwa Gereja hidup di tengah keberagaman agama,
katekumenat kembali menjadi hal yang penting dan mendesak. Tidak disangkal pula
bahwa banyak Para Katekumen mendapatkan tekanan dan penolakan dari keluarga
atau lingkungan sekitarnya karena keinginan untuk menjadi Katolik. Oleh karena itu,
Katekumenat diadakan untuk memberikan persiapan intelektual dan moral bagi para
katekumen. Konsili Vatikan 2 dalam Sacrosanctum Concillium 64
mengamanatkan: "Katekumenat bertahap untuk orang dewasa hendaklah
dihidupkan lagi dan dilaksanakan menurut kebijaksanaan Uskup setempat.
Dengan demikian masa katekumenat, yang dimaksudkan untuk pembinaan
memadai, dapat disucikan dengan merayakan upacara-upacara suci secara
berturut-turut."

6. Lamanya Katekumenat bervariasi dari waktu ke waktu. Pada umumnya, masa


katekumenat berlangsung dalam waktu yang lama untuk menguji dan melihat
disposisi hati para katekumen.Untuk masa sekarang, lamanya katekumenat ditentukan
oleh keuskupan setempat, umumnya satu tahun. Dulu, Konsili Elvira (306)
menyebutkan lamanya katekumenat adalah 2 tahun. Namun, sebagaimana kondisi
yang disebutkan pada poin 5, masa katekumenat dipersingkat. Konsili Agde (506 M)
menjelaskan bahwa katekumenat dapat dilakukan selama 8 bulan dan kemudian Paus
St. Gregorius Agung menguranginya menjadi 40 hari saja.

7. Meskipun begitu, beberapa orang kudus menjalankan masa katekumenat yang


sangat lama. St. Ambrosius dari Milan, St. Agustinus dari Hippo, St. Basilius Agung
dari Caesarea, St. Gregorius dari Nazianzus, dan St. Yohanes Krisostomos dari
Konstantinopel bahkan baru dibaptis pada saat usia mereka telah melebihi 30 tahun
meski telah didaftarkan untuk katekumenat sejak kecil. Sementara itu, Kaisar
Konstantinus Agung, meski telah lama mengikuti masa katekumenat, baru dibaptis
saat menjelang kematiannya. Konsili Neocaesarea dan Konsili Ekumenis Nicea juga
pernah menyatakan bahwa katekumen yang melakukan perbuatan kriminal berat akan
mendapatkan perpanjangan masa katekumenat dan mungkin pula statusnya diturunkan
dari katekumen menjadi audientes (tampaknya sekarang sudah tidak berlaku lagi dan
keputusan atas katekumen yang berbuat kriminal berat diserahkan kepada kebijakan
keuskupan setempat).

8. Muncul pertanyaan mengenai baptisan para katekumen yang meninggal sebelum


mendapatkan sakramen pembaptisan. Mengenai hal ini, Gereja telah menyatakan
bahwa para katekumen dengan disposisi hati yang baik yang meninggal sebelum
dibaptis karena penyakit atau kecelakaan dapat menerima Baptisan Rindu (Baptism of
desire). Sedangkan yang meninggal sebelum dibaptis karena menjadi menumpahkan
darah demi imannya (menjadi martir) menerima Baptisan Darah (Baptism of blood).
Kedua bentuk baptisan ini memberikan rahmat yang sama dengan sakramen
pembaptisan kepada para katekumen. Rahmat-rahmat tersebut adalah:
a. Pengampunan seluruh dosa termasuk dosa asal yang diterima dari Adam dan Hawa
(bdk.Katekismus Gereja Katolik 1263 dan 1279)
b. Pemberikan meterai tak terhapuskan yang menggabungkan diri yang dibaptis
dengan Kristus (bdk. KGK 1272-1274 dan 1279)
c. Persatuan dengan Gereja-Nya (bdk. KGK 1267 dan 1279)
d. Pengangkatan sebagai anak-anak Allah (bdk. KGK 1265 dan 1279)
e. Kesatuan Sakramental dari Kesatuan Kristen (bdk. KGK 1271)
9. Sebelum Katekumenat, diadakan periode pertama yaitu Pre-Katekumenat di mana
calon Katekumen menunjukkan ketertarikannya atas iman Katolik dan menyatakan
komitmen untuk siap menerima pewartaan dan pengajaran terlebih dahulu kepada
Pastor Paroki dan/atau Para Katekis. Periode ini diakhiri dengan Upacara Pelantikan
Katekumen. Di upacara ini, Calon Katekumen menyatakan secara publik niat mereka
untuk masuk ke dalam Gereja Katolik.
10. Upacara Pelantikan Katekumen menjadi awal dari Periode Katekumenat. Pada
masa ini, Para Katekumen menerima katekese ajaran iman, praktik dasar Kristiani dan
liturgi. "Katekese ini menghantar para katekumen bukan hanya kepada suatu
pengenalan yang pantas akan dogma-dogma dan ajaran-ajaran Gereja, melainkan juga
kepada kepekaan mendalam akan misteri keselamatan di mana mereka rindu untuk
ikut ambil bagian di dalamnya." (RCIA 75).
11. Upacara Pemilihan mengakhiri Periode Katekumenat. Ritus ini biasanya
dilaksanakan pada Hari Minggu Prapaskah Pertama. Dalam ritus ini, atas dasar
kesaksian para penjamin dan katekis, serta penegasan kembali dari Para Katekumen
akan niat mereka untuk masuk ke dalam Gereja Katolik. Gereja mengadakan
"pemilihan" atas Para Katekumen untuk dapat menerima Sakramen-sakramen Inisiasi.
Sekarang Para Katekumen disebut "Para Pilihan" atau "Illuminandi" (mereka yang
akan diterangi). Selanjutnya, mereka akan menjalankan persiapan akhir yang intensif
seperti pengenalan diri dan pertobatan, upacara penyerahan Credo dan Doa Bapa
Kami. Periode ini diakhiri dengan perayaan Sakramen-sakramen Inisiasi pada Malam
Paskah.
12. Setelah Malam Paskah, para baptisan baru (disebut Neofites) memasuki Periode
Pembekalan Sesudah Baptis atau Mistagogi. Di sini Para Neofites hendaknya semakin
masuk lebih dalam kepada kehidupan menggereja dan tumbuh dalam iman bersama
dengan umat Katolik lainnya. Periode ini biasanya berakhir sekitar Hari Raya
Pentakosta
Di sini kita melihat bahwa Gereja Katolik tidak terlalu mementingkan jumlah
melainkan kualitas, juga perlu ditekankan bahwa mereka yang hendak menjadi
Katolik haruslah berdasarkan atas keputusan mereka sendiri yang bebas dari
pemaksaan orang lain.
7 Sakramen Gereja Katolik
15:45
Katolisitas Indonesia

Seringkali kita bertanya, dan kadang dipertanyakan oleh saudara-saudari kita dari Gereja lain yg non-
Katolik, apakah 7 (tujuh) Sakramen dalam Gereja Katolik ditetapkan oleh Kristus dan mempunyai
dasar biblis yang kuat ttg itu. Kadang kita sendiri bingung dan tidak tahu mau menjawab apa. efeknya
adalah pnghayatan kita terhadap Sakramen pun kurang mendalam. Semoga bahan ini menjadi
pengetahuan iman yang membantu rekan-rekan untuk semakin memahami apa yang kita imani selama
ini.,

SAKRAMEN – SAKRAMEN GEREJA KATOLIK

Ketujuh sakramen (Pembaptisan, Penguatan, Ekaristi, Pengakuan Dosa, Tahbisan,


Perkawinan, dan Urapan orang sakit) merupakan tanda yang menyampaikan rahmat dan
kasih Tuhan secara nyata. Hal ini merupakan pemenuhan janji Kristus yang tidak akan pernah
meninggalkan kita sebagai yatim piatu (Yoh 14:18). Melalui sakramen tersebut, Allah
mengirimkan Roh Kudus-Nya untuk menyembuhkan, memberi makan dan menguatkan kita.

Keberadaan sakramen sebenarnya telah diperkenalkan sejak zaman Perjanjian Lama, tetapi pada saat
itu hanya merupakan simbol saja -seperti sunat dan perjamuan Paskah (pembebasan Israel dari
Mesir)- dan bukan sebagai tanda yang menyampaikan rahmat Tuhan. Kemudian Kristus datang,
bukan untuk menghapuskan Perjanjian Lama melainkan untuk menggenapinya. Maka Kristus tidak
menghapuskan simbol-simbol itu tetapi menyempurnakannya, dengan menjadikan simbol sebagai
tanda ilahi. Sunat disempurnakan menjadi Pembaptisan, dan perjamuan Paskah menjadi Ekaristi.
Dengan demikian, sakramen bukan hanya sekedar simbol semata, tapi menjadi tanda yang sungguh
menyampaikan rahmat Tuhan.

Di sini kita melihat bagaimana Allah tidak menganggap benda- benda lahiriah sebagai sesuatu yang
buruk, sebab di akhir penciptaan Allah melihat semuanya itu baik (Gen 1:31). Bukti lain adalah
Kristus sendiri mengambil rupa tubuh manusia (yang termasuk ‘benda’ hidup) sewaktu dilahirkan ke
dunia (lih. Ibr 10:5) Kita dapat melihat pula bahwa di dalam hidupNya, Yesus menyembuhkan,
memberi makan dan menguatkan orang-orang dengan menggunakan perantaraan benda-benda, seperti
tanah sewaktu menyembuhkan orang buta (Yoh 9:1-7); air sewaktu mengubahnya menjadi anggur di
Kana (Yoh 2:1-11), roti dan ikan dalam mukjizat pergandaan untuk memberi makan 5000 orang (Yoh
6:5-13), dan roti dan anggur yang diubah menjadi Tubuh dan DarahNya di dalam Ekaristi (Mat 26:26-
28). Jika Yesus mau, tentu Ia dapat melakukan mujizat secara langsung, tetapi Ia memilih untuk
menggunakan benda- benda tersebut sebagai perantara. Janganlah kita lupa bahwa Ia adalah Tuhan
dari segala sesuatu, dan karenanya Ia bebas menentukan seturut kehendak dan kebijaksanaan-Nya
untuk menyampaikan rahmatNya kepada kita.

Sakramen Pembaptisan (KGK 1213-1284)


Akibat dosa asal, kita lahir di dunia dengan kehilangan kemuliaan Allah (Rm 3:23), sehingga kita
tidak mungkin bersekutu dengan Allah. Yesus telah turun ke dunia untuk membawa manusia kembali
ke pangkuan Allah. Yesus mengatakan bahwa seseorang harus “dilahirkan kembali dalam air dan
Roh” (Yoh 3:5), yaitu di dalam Pembaptisan, di mana seseorang dilahirkan kembali secara spiritual.
Oleh kelahiran baru di dalam Pembaptisan ini kita diselamatkan (lih. 1Pet 3:21), karena di dalam
Pembaptisan kita dipersatukan dengan kematian Kristus untuk dibangkitkan bersama-sama dengan
Dia (Rom 6:5).
Jadi Sakramen Pembaptisan mendatangkan dua macam berkat, yaitu penghapusan dosa dan
pencurahan Roh Kudus beserta karuniaNya ke dalam jiwa kita, yang memampukan kita untuk hidup
baru (Acts 2:38). Oleh Pembaptisan, kita diangkat menjadi anak-anak Allah dan digabungkan ke
dalam Gereja yang menjadikan kita anggota Tubuh Kristus.

Sakramen Ekaristi (KGK 1322- 1419)


Kristus mengasihi Gereja-Nya tanpa batas dengan menganugerahkan Tubuh dan Darah-Nya sendiri
kepada setiap anggota keluargaNya di dalam perjamuan Ekaristi. Ekaristi merupakan penyempurnaan
dari perjamuan Paska Perjanjian Lama, yang ditandai dengan kurban anak domba yang membebaskan
orang-orang Israel dari maut. Dalam Ekaristi, Kristuslah, Anak Domba Allah yang menjadi kurban
untuk menghapus dosa-dosa kita, dan karena itu kita memasuki Perjanjian Baru yang membebaskan
kita dari kematian kekal.

Yesus sendiri berkata, “Jika kamu tidak makan daging-Ku dan minum darah-Ku, engkau tidak
mempunyai hidup di dalam dirimu” (Yoh 6:53). Maka, dengan menyambut Ekaristi, kita
melaksanakan ajaran Yesus untuk memperoleh hidup yang kekal. Sakramen ini ditetapkan oleh Yesus
sendiri pada Perjamuan Terakhir sebelum sengsara-Nya, ketika Ia berkata kepada para rasulNya,
“Ambillah, makanlah, inilah TubuhKu… Minumlah…inilah darahKu yang ditumpahkan bagiMu..
..perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (Luk 22:19-29, Mat 26: 28, Mrk 14:22-24).

Gereja Katolik mengajarkan bahwa kurban salib Kristus terjadi hanya sekali untuk selama-lamanya
(Ibr 9:28). Kristus tidak disalibkan kembali di dalam setiap Misa Kudus, tetapi kurban yang satu dan
sama itu dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus untuk mendatangkan buah-buahnya, yaitu
penebusan dan pengampunan dosa. Hal itu dimungkinkan karena Yesus yang mengurbankan Diri
adalah Tuhan yang tidak terbatas oleh waktu dan kematian, sehingga kurbanNya dapat dihadirkan
kembali, tanpa berarti diulangi.

Melalui perkataan imam yang dikenal sebagai konsekrasi, roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan
Darah Kristus oleh kuasa Roh Kudus. Karena itu, kita harus memeriksa diri sebelum menyambut
Ekaristi, sebab “barangsiapa dengan tidak layak makan roti dan minum cawan Tuhan, ia berdosa
terhadap tubuh dan darah Tuhan…dan barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan,
ia mendatangkan hukuman atas dirinya” (1Kor 11:27-29). Dari pengajaran Rasul Paulus ini, kita
mengetahui bahwa Kristus sungguh hadir di dalam Ekaristi. Yesus memakai segala cara untuk
menyatakan bahwa Ia mau tinggal bersama kita, untuk menyertai dan menguduskan kita, karena
sungguh besarlah kasihNya kepada kita sebagai anggota Gereja-Nya.

Sakramen Penguatan (KGK 1285-1321)


Tuhan memperkuat jiwa kita juga dengan Sakramen Penguatan. Hal ini kita lihat dari kisah para rasul
yang, walaupun telah menerima rahmat Tuhan, mereka dikuatkan secara istimewa pada hari
Pentakosta, ketika Roh Kudus turun atas mereka. Atas karunia Roh Kudus ini para rasul dapat dengan
berani mengabarkan Injil dan melaksanakan misi yang Yesus percayakan kepada mereka. Karunia
Roh Kudus ini diturunkan melalui penumpangan tangan para rasul (Kis 8:14-17) yang kemudian juga
dilanjutkan oleh para penerus mereka (para uskup) kepada Gereja-Nya. Melalui Sakramen Penguatan
inilah kita dikuatkan dalam iman untuk menghadapi tantangan hidup.

Sakramen Pengakuan/ Tobat (KGK 1422-1498)


Allah mengetahui bahwa di dalam perjalanan iman, kita dapat jatuh di dalam dosa. Maka Ia
menganugerahkan Sakramen Pengakuan/ Tobat pada kita, karena Allah selalu siap sedia untuk
mengangkat kita dan mengembalikan kita ke dalam persekutuan dengan Dia. Di dalam sakramen ini
kita mengakukan dosa kita di hadapan imam, karena Yesus telah memberi kuasa kepada para
imamNya untuk melepaskan umatNya dari dosa. Setelah kebangkitanNya, Yesus berkata kepada para
rasulNya, “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan
jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.” (Yoh 20:22-23). Melalui
Sakramen Tobat ini kita menerima pengampunan dosa dari Tuhan dan juga rahmatNya, yang
membantu kita untuk menolak godaan dosa di waktu yang akan datang.

Sakramen Perkawinan (KGK 1601-1666)


Sebagian besar orang dipanggil untuk kehidupan berumah tangga. Melalui Sakramen Perkawinan,
Tuhan memberikan rahmat yang khusus kepada pasangan yang menikah untuk menghadapi
bermacam tantangan yang mungkin timbul, terutama sehubungan dengan membesarkan anak-anak
dan mendidik mereka untuk menjadi para pengikut Kristus yang sejati.
Dalam sakramen Perkawinan terdapat tiga pihak yang dilibatkan, yaitu mempelai pria, mempelai
wanita dan Allah sendiri. Ketika kedua mempelai menerimakan sakramen Perkawinan, Tuhan berada
di tengah mereka, menjadi saksi dan memberkati mereka. Allah menjadi saksi melalui perantaraan
imam, atau diakon, yang berdiri sebagai saksi dari pihak Gereja.

Sakramen Perkawinan adalah kesatuan kudus antara suami dan istri yang menjadi tanda yang hidup
tentang hubungan Kristus dengan GerejaNya (Ef 2:21-33). Karenanya, perkawinan sakramental
Katolik adalah sesuatu yang tetap dan tak terceraikan, kecuali oleh maut (Mrk 10:1-2, Rom 7:2-3,
1Kor 7:10-11).

Sakramen Tahbisan (KGK 1536- 1600)


Pada zaman Perjanjian Lama, meskipun bangsa Israel telah dikatakan sebagai ‘kerajaan imam dan
bangsa yang kudus’ (Kel 19:6), Allah tetap memanggil para pria tertentu untuk menjalankan tugas
sebagai imam (Kel 19:22). Hal yang sama terjadi di dalam Perjanjian Baru, sebab walaupun semua
orang Kristen dikatakan sebagai ‘imamat yang rajani’ (1Pet2:9), namunYesus memanggil secara
khusus beberapa orang pria untuk menjalankan tugas pelayanan sebagai imam. Melalui Tahbisan ini,
para imam diangkat untuk menjadi pelayan Gereja untuk menjalankan tugas-tugas Kristus, yaitu
sebagai imam untuk menguduskan, nabi untuk mengajar dan raja untuk memimpin dan melayani
umat-Nya. Di atas semua ini tugas yang terpenting adalah mengabarkan Injil dan menyampaikan
sakramen-sakramen.

Sakramen Urapan Orang Sakit (KGK 1499- 1532)


Alkitab mengatakan agar jika kita sakit, maka baiklah kita memanggil penatua Gereja untuk
mendoakan dan mengurapi kita dengan minyak di dalam nama Tuhan. Dan doa yang didoakan dengan
iman ini akan menyelamatkan kita yang sakit dan mengampuni dosa kita (Yak 5:14-15). Oleh karena
itu, sakramen Urapan orang sakit ini tidak hanya dimaksudkan untuk menguatkan kita di waktu sakit,
tetapi juga untuk membersihkan jiwa kita dari dosa dan mempersiapkan kita untuk bertemu dengan
Tuhan.

Kesimpulan: Gereja adalah Tanda Kasih Tuhan


Gereja adalah tujuan akhir hidup manusia dan sarana untuk mencapai tujuan itu. ‘Gereja’ yang
merupakan keselamatan manusia dalam persekutuan dengan Allah dan sesama, juga menjadi
‘sakramen keselamatan’, atau sarana dan tanda yang nyata dari misteri kasih Allah yang ditunjukkan
oleh pengorbanan Yesus di kayu salib. Sebagai anggota Gereja, kita diikutsertakan di dalam misteri
itu, dengan mengambil bagian di dalam misteri Paska Kristus yang dinyatakan di dalam ketujuh
sakramen yang kita terima, lewat perantaraan penerus para rasul, yaitu para uskup dan pembantunya
(imam). Marilah kita mensyukuri anugerah Gereja Kudus ini, beserta dengan rahmat sakramen dan
keberadaan para pemimpin Gereja, sebab oleh semua itu kita beroleh karunia Allah yang tiada
batasnya, yaitu keselamatan di dalam persekutuan dengan Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai