Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar atau luka akibat panas adalah kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Luka bakar karena api atau akibat tak langsung dari api
misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga
Pada sebuah penelitian tentang prognosis luka bakar dengan subyek penderita
luka bakar rawat inap di RSCM Januari 1998 – Mei 2001, ditemukan luka bakar
terbanyak derajat II (76,9%).
Berdasarkan kedalamannya, luka bakar dibagi tiga tingkat atau derajat, yaitu
sebagai berikut, derajat I, kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superficial),
derajat II, kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis. Luka bakar derajat
II dibedakan atas 2 sub bagian yaitu; derajat II dangkal (superficial partial
thickness) (IIA) dimana kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas
dari korium atau dermis, dan derajat II dalam (deep partial thickness) (IIB)
dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan
epitel tinggal sedikit. Pada derajat III, kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan
lapisan yang lebih dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot, dan tulang.
Penyembuhan luka bakar memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pengobatan
jangka pendek penderita derajat II, 50% dirawat 1 bulan menelan biaya 50 juta
rupiah.
Penyembuhan luka bergantung dari derajat dan luas luka bakar yang
menentukan waktu penyembuhan luka dan akhirnya kecepatan penyembuhan luka
bakar mempengaruhi besarnya biaya pengobatan. Semakin cepat waktu
penyembuhan luka bakar tentunya akan semakin meringankan biaya pengobatan
Pergerakan lapisan epitel merupakan hal yang penting dalam proses penyembuhan
luka, termasuk luka bakar derajat IIA. Secara klinis proses epitelialisasi ini
ditingkatkan dengan menjaga permukaan luka tetap lembab.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Trauma Termis


Trauma termis adalah luka akibat persentuhan bagian tubuh dengan bahan yang
bersuhu sangat panas atau dingin.1, 2
Adapun klasifikasi dari trauma termis adalah 3,4.

1. Heat Burn(Luka Bakar)


2. Cold Trauma(Trauma Dingin)

2.2.1 HEAT BURN (LUKA BAKAR)


a. Definisi
Luka bakar didefinisikan sebagai jaringan rusak yang disebabkan
oleh panas. Luka bakar biasanya terjadi karena sumber panas yang kering
”dry heat” dan sumber panas yang basah “wet heat”1,2
b. Patofisiologi Luka Bakar
Saat terjadi luka bakar berbagai respon patologi terjadi. Suhu tinggi
akan merusak lapisan kulit. Terjadi dilatasi kapiler dan permeabilitas
kapiler meningkat, protein terlepas dari plasma masuk kedalam ruang
ekstraseluler menyebabkan udem, penurunan volume darah dan gangguan
sirkulasi darah. Pada saat yang sama,timbul bula di kulit dengan membawa
serta elektrolit, sehingga terjadi penurunan cairan intravaskuler. Eritrosit
dan leukosit tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan
hematokrit dan leukosit. 3,4
Faktor patofisiologis yang berpengaruh pada gangguan sirkulasi
dan metabolik akibat luka bakar sudah dapat diidentifikasi. Peningkatan
permeabilitas kapiler berhubungan dengan aktivasi komplemen dan
pelepasan histamin. Histamin berinteraksi dengan xantin oksidase
sehingga terjadi peningkatan aktivitas katalitik. Oksigen yang bersifat
toksik, sebagai hasil dari xantin oksidase, termasuk H2O2 dan hydroxyl
radical merusak endotel pembuluh darah.3
Kompensasi tubuh terhadap syok yaitu terjadi penurunan sirkulasi
sistem gastrointestinal yang dapat menyebabkan ileus paralitik. Selain itu,
terjadi kompensasi terhadap penurunan volume intravaskular, yaitu
takikardi dan takipnea. Kemudian terjadi penurunan perfusi pada ginjal
dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi
glomerulus dan oliguri.4

c. Penyebab Kematian pada Luka Bakar


Adapun penyebab kematian pada luka bakar, yaitu:4
1. Syok
Keadaan ini biasanya terjadi dalam 48 jam pertama, bisa berupa syok
hipovolemia akibat penurunan volume intravaskular atau berupa syok
neurogenik akibat rasa nyeri atau ketakutan
2. Asfiksia.
Hal ini akibat inhalasi gas panas, asap, atau gas sisa pembakaran. Jika
pada suatu kasus, korban ditemukan di rumahyang sudah terbakar,
maka luka bakaryang terjadi bisa merupakan postmortem
3. Cedera dan kecelakaan.
Hal ini bisa dialami sewaktu berusaha menghindari kebakaran dan
mengakibatkan cedera fatal.
4. Inflamasi beberapa bagian tubuh, misalnya meningitis, peritonitis, dll.
5. Septikemia, gangren, dan tetanus.

d. Penilaian secara Klinis pada Luka Bakar


Secara klinis, luka bakar dinilai menurut persentasi dari luas
pemukaan tubuh yang terpajan dan kedalaman luka. Cara untuk menilai
derajat luka bakar menurut persentasi luas permukaan tubuh yang terpajan
pada orang dewasa dan anak-anak adalah dengan ‘rules of nines’ dan
‘rules of one’.2
Gambar 1 : gambaran presentasi luas permukaan tubuh yang terkena
luka bakar dengan metode“rule of nines” dan “rule of one”.2

Gambar 2 : gambaran presentasi luas permukaan tubuh yang


terkena luka bakar pada anak-anak (usia 1 tahun)
e. Derajat luka bakar
Berat ringannya luka bakar menurut Australian and New Zealand Burn
Assoiation (2013)adalah sebagai berikut:
1. Luka Bakar Ringan: luka bakar derajat I, luka bakar derajat II seluas
<15%,danluka bakar derajat III seluas < 2%
2. Luka Bakar Sedang: luka bakar derajat II seluas 15-20%dan luka bakar
derajat III seluas 2-10%
3. Luka Bakar Berat: luka bakar derajat II seluas >20%, luka bakar
derajat II yang mengenai wajah, tangan, kaki, alat kelamin, atau
persendian sekitar ketiak, luka bakar derajat III seluas >10%, luka
bakar akibat listrik dengan tegangan >1000 volt, dan luka bakar
dengan komplikasi patah tulang, kerusakan luas jaringan lunak atau
gangguan jalan napas.

Berdasarkan kedalaman luka, luka bakar terbagi atas 3 derajat yaitu 5,6:
1. Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat 1, juga
disebut luka bakar
superfisial. Pada luka bakar
derajat ini, hanya lapisan
terluar kulit, yaitu epidermis
yang mengalami kerusakan
akibat paparan panas/api.
Karakteristik luka berupa
kemerahan (eritema), terasa
nyeri, dan tidak terbentuk
blister.

Gambar 3. Luka bakar superfisial


(derajat 1)
2. Luka bakar derajat II
Luka bakar derajat II disebut
juga luka bakar dengan
ketebalan parsial (partial
thickness burn). Luka bakar
tipe ini melibatkan lapisan
dermis kulit. Kulit yang
terbakar akan berwarna
merah, jika luka bakar hanya
sampai lapisan pars papillare
dermis, atau berwarna putih
Gambar 4. Luka bakar ketebalan parsial jika hingga lapisan pars
(derajat 2) retikulare dermis. Luka bakar
ini bisa disertai blister dan
rasa nyeri.
3. Luka bakar derajat III
Luka bakar derajat III disebut
juga luka bakar dengan
ketebalan penuh (full
thickness burn). Luka bakar
ini merusak lapisan
epidermis, seluruh dermis,
hingga lapisan jaringan
adiposa/lemak di bawah kulit.
Selain itu, luka bakar derajat
III juga merusak saraf,
sehingga area yang terkena
Gambar 5. Luka bakar pada seluruh ketebalan
bisa terasa keram hingga
kulit (derajat 3)
anestesi. Tampilan dan
sensasi kulit berubah, kulit
bisa berwarna putih atau
perak.
4. Luka bakar derajat IV
Luka bakar derajat IV
merupakan jenis luka bakar
yang paling berat. Jenis ini
meliputi luka bakar seluruh
jaringan kulit hingga jaringan
otot dan tulang. Kulit yang
terkena berwana hitam (peng-
arangan). Terdapat keru-
sakan jaringan saraf sehingga

Gambar 6. Luka bakar derajat 4, tampak pasien tidak merasa nyeri.

pengarangan (warna hitam) pada kulit yang


terbakar

f. Penilaian Medikolegal Luka Bakar


Secara prinsip medikolegal, yang dinilai adalah bagaimana luka
bakar itu terjadi, apakah terjadi secara sengaja atau karena kecelakaan.
Kejelasan yang diperoleh baik dokter maupun penyidik adalah apakah
korban yang ditemukan terbakar itu memang mati karena terbakar atau
sebelumnya telah mendapat penganiayaan, peracunan atau pembunuhan
terlebih dahulu, baru kemudian mayatnya dibakar. Adanya tanda-tanda
intravital, baik pada luka bakar atau gelembung-gelembung, adanya
jelaga-jelaga di saluran pernapasan/ trakea dan cabang-cabangnya serta
adanya karbon monoksida dalam darah korban merupakan tanda bahwa
yang terbakar itu adalah orang yang masih hidup.7,8
Saturasi karbon monoksida lebih dari 10% menunjukkan bahwa
korban masih hidup sewaktu terbakar dan kematian korban karena
terbakar, bukan karena keracunan karbon monoksida. Tidak terlepas
kemungkinan bahwanya pada kasus kebakaran, sebab kematian justru
karena keracunan gas karbon monoksida, ini dimungkinkan karena setiap
proses pembakaran tidak akan sempurna. Saturasi karbon monoksida di
dalam darah dapat mencapai 75 persen hanya dalam waktu 2-15 menit;
dengan demikian dalam kasus ini kematian korban adalah karena
keracunan gas karbonmonoksida dan bukan karena terbakar. Lebam mayat
yang berwarna cherry red menunjukkan bahwa kematian korban karena
keracunan gas karbon monoksida, tentunya jika tubuh korban tidak
seluruhnya hangus, sehingga penilaian lebam mayat tidak mungkin.
Kematian korban dengan demikian dapat disebabkan oleh karena terbakar,
keracunan gas karbon monoksida serta penyebab-penyebab lain yang
memerlukan ketelitian dalam pemeriksaannya.8
Kemungkinan adanya anak peluru dalam tengkorak, patahnya
tulang lidah pada pencekikan, terberak, patahnya tulang lidah pada
pencekikan, terbelahnya jantung karena tusukan benda tajam, retaknya
tengkorak yang disertai dengan kerusakan jaringan otak dan perdarahan
intrakranial akibat kekerasan benda tumpul, demikian pula adanya racun-
racun di dalam tubuh korban, yang bila ditemukan pada korban, akan
mengungkapkan sebab kematian yang sebenarnya dan tentunya cara
kematian, bukan lagi kecelakaan melainkan pembunuhan atau bunuh diri.7
Karakteristik luka akibat trauma termis dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu:
1. Bagian tubuh yang terlibat
2. Temperatur
3. Waktu
Rentannya kulit mengalami luka bakar tergantung dari ketebalan kulit.
Kulit yang paling tebal dan resisten terhadap pengaruh panas adalah
telapak tangan dan kaki. Dan kulit yang paling tipis dan mudah terkena
adalah permukaan fleksor dari pergelangan tangan. Temperatur minimum
yang dapat menyebabkan luka bakar adalah 44oC, ini terjadi jika terpapar
selama 6 jam atau lebih. Sebaliknya pada suhu 70oC luka bakar dapat
terjadi dalam waktu kurang lebih 1 menit.
g. Jenis sumber panas
Pola dan distribusi luka bakar tergantung pada jenis dari sumber panas.
Pada prinsipnya ada 4 jenis sumber panas yaitu yang berasal dari radiasi, air
panas(wet heat), kobaran api(flames), dan objek yang panas.4
1. Radiasi
Kerusakan kulit akibat radiasi paling umum terlihat seperti terkena sinar
matahari “sunburn”. Pola luka bakar yang disebabkan oleh radiasi tergantung
dari posisi tubuh yang berhubungan langsung terhadap sumber panas dan ada
tidaknya pakaian atau objek lain yang mengintervensi.1,4
2. Air Panas(wet heat)
Terdapat deskuamasi kulit dan eritem yang jelas dari daerah yang terbuka
pada luka bakar yang disebabkan oleh cairan panas dan gas panas. Pada luka
bakar akibat terkena air panas bentuk lukanya jelas dan khas seperti air yang
mengalir atau tertumpah pada bagian tubuh yang spesifik. Untuk
membedakan antara luka bakar yang terjadi karena kecelakaan dan
kesengajaan dapat dilihat dari lokasi dan bentuk luka.
Biasanya luka bakar yang berasal dari sumber panas yang “kering” dapat
dibedakan dengan luka bakar akibat terkena air panas yaitu adanya jaringan
yang hangus dan destruksi rambut pada luka bakar yang berasal dari sumber
panas yang “kering” sedangkan pada luka bakat akibar terkena air panas
biasanya tidak ada. Adatidaknya tanda hangus (charring) tidak dapat
mengidentifikasikan hal itu berasal dari sumber panas yang ”basah”.4

Tanda-tanda luka:
- Bagian bulu yang hangus
- Warna pakaian terbakar
- Terkelupas
- Biasanya terdapat pada pinggiran luka
- Terdapat pada luka serta pada bagian atasnya berwarna hitam terbakar.
Akibat panas dan bentuk uap atau cairan dari berbagai jenis bahan.
- Tampak basah dan kehilangan sifat elastisitasnya.
- Vesikel terdapat di seluruh luka serta bagian bawahnya.
- Warnanya pudar
- Basah dan tidak terbakar
3. Kontak dengan objek panas
Luka bakar akibat kontak dengan objek panas biasanya terjadi karena
kecelakaan dan paling banyak ditemukan dibagian tangan. Bentuk luka
bakarnya sering berhubungan dengan objek panas yang menyebabkan luka
bakar, contohnya terbakar rokok, bentuknya biasanya kecildan sirkular.
h. Identifikasi Korban Luka Bakar
Keadaan sekitar dari kasus kebakaran secara langsung membantu
identifikasi korban. Jika ditemukan tubuh dengan ditutupi oleh jelaga dan
tidak begitu parah, jelaganya bisa dibersihkan terlebih dahulu agar wajah dan
gambaran eksternal lainnya dapat terlihat secara visual. Pakaian dan personal
effects, jika tidak terbakar, dapat membantu identifikasi. Hangus dapat
melenyapkan identifikasi gambaran eksternal. Tinggi badan dan berat badan
tidak dapat dijadikan identifikasi yang akurat karena terjadi reduksi tinggi
badan dan berat badan oleh karena kontraksi panas. Sesuai dengan observasi
splitz rambut warna kelabu berubah F). Setelah 10-15 menit pada suhuC
(250menjadi pirang pada suhu 120 F), rambut coklat akan berubah menjadi
sedikit kemerahan.
Jika terdapat identifikasi sementara, seperti gigi dan catatan medis harus
diperoleh oleh penyidik. Kegunaan dari catatan ini tergantung dari spesifitas
dan keakuratannya. Salah satu cara untuk mengidentifikasi tubuh yang
hangus dilakukan pemeriksaan radiologi. Jika kecocokan antara informasi
antemortem dan postmortem tidak jelas, ketetapannya masih dapat masih
dapat diperkuat oleh ahli patologi dan ahli lainnya yang terlibat. Jika metode
pembanding konvensional tidak jelas, maka gigi dan tulang dapat digunakan
untuk analisa DNA.4,8
Gambaran post-mortem Pemeriksaan luar :
1. Pakaian dari korban diambil dan diperiksa secara teliti untuk mencari
terdapatnya minyak tanah,bensin atau bahan lainnya yang mudah
terbakar.6,7,8
2. Gambaran kulit bisa bervariasi, misalnya :
a. Putih. Pada luka bakar akibat panas radiasi.
b. Melepuh dan merah. Ukuran dan bentuknya bergantung pada ukuran
benda panas. Bentuk luka seperti ini adalah karena bersentuhan dengan
benda panas.
c. Luka merah terpanggang. Merupakan akibat bersentuhan dengan benda
panas dalam waktu yang cukup lama.
d. Kehitaman dan seperti tattoo. Merupakan luka akibat ledakan tambang
batubara. Biasanyaukuran luka sangat luas.
e. Hitam dan berjelaga pada beberapa bagian tubuh, yaitu luka bakar akibat
minyak tanah.
f. Kemerahan dan pembentukan vesikel pada kulit, yaitu akibat terkena uap
panas,misalnyadari airmendidih atau uap panas.
g. Luka basah dan kulit kehilangan sifat elastisnya, yaitu pada luka bakar
akibat uap yang sangat panas.
3. Sikap pugilistik.
Sikap ini mirip sikap defensive dan terdapat pada mayat yang lama
terpapartemperatur tinggi sehingga mayat menjadi kaku. Pada beberapa
kasus temperatur yang sangattinggi ini bisa mengakibatkan keretakan dan
celah sehingga sangat mirip dengan luka potong..
4. Penentuan jenis kelamin adalah berdasarkan :
a. Adanya uterus atau kelenjar prostat. Kedua jaringan tersebut lebih tahan
terhadap suhu tinggidibandingkan jaringan tubuh lainnya.
b. Jika yang tertinggal hanya tulang kerangka, maka proses identifikasinya
berdasarkan ukuran dan bentuk tulang pelvis.
Pemeriksaan dalam2,4,8:
 Hematoma dalam kepala (pseudoepidural hematom) hampir selalu ada
jika tulang tengkorak terbakar. Hematoma ini lunak, berupa bekuan darah
berwarna coklat dan sangat rapuh serta tampak seperti sarang lebah.
 Tulang tengkorak sering mengalami fraktur pada kematian akibat
kebakaran. Jaringan otak sangat menyusut walau bentuknya masih dapat
dikenali. Lapisan yang menutupi otak dan meaningen mengalami
kongesti.
 Jika kematian akibat asfiksia, pada traktus respiratorius bisa ditemukan
partikel karbon. Seluruh traktus respiratorius bagian atas mengalami
kongesti dan dilapisi cairan mukus yang berbusa.
 Inflamasi pleura bisa terjadi dan terdapat efusi ke dalam rongga pleura
 Bilik jantung penuh berisi darah.
 Lambung dan duodenum menunjukkan reaksi inflamasi. Setelah
kematian, pada duodenum mungkin terdapat tukak yang disebut tukak
Curling (Curling’s ulcer).
 Pada hati terdapat perlemakan.
 Pada ginjal terdapat pembengkakan (cloudy swelling), thrombosis
kapiler, bahkan mengalami infark.
 Limpa dan kelenjar mengalami kongesti.

Gambar 7.Api akan menyebabkan sendi berkontraksi.Sehingga lengan dan


kaki dapat ditekuk. Ini adalah gambaran (pugilist), membuat orang yang
meninggal seolah-olah dia sedang bertempur,Sumber : Dix Jay. In : Color
Atlas of Forensic Pathology, 2000
Perbedaan antara luka bakar ante-mortem dengan luka bakar post-
mortem
Batas kemerahan. Batas kemerahan pada luka bakar antemortem
selalu ada. Batas ini berupa garis yang permanen yang tampak setelah
kematian. Eritema pada daerah disekitar luka tidak ada karena dilatasi
pembuluh darah hanya sementara dan semakin tidak jelas setelah
kematian.2,7,8
Pembentukan vesikel. Luka bakar sewaktu masih hidup
menyebabkan terbentuknya vesikel yang mengandung albumin dan
klorida. Dasar vesikel mengalami inflamasi dengan papil yang menonjol.
Keadaan ini sangat berbeda dengan luka bakar postmortem dimana vesikel
biasanya berisi udara. Walaupun sangat jarang ada juga vesikel yang
mengandung cairan serosa, tetapi hanya mengandung albumin dan tidak
ada klorida. Dasar vesikel kering dan keras.
Proses penyembuhan. Pada luka bakar antemortem bisa tampak
proses perbaikan luka, berupa inflamasi, pembentukan pus, pembentukan
jaringan granulasi atau pengelupasan kulit. Hal ini tidak terdapat pada luka
bakar post mortem.8
DAFTAR PUSTAKA

1. Abbott,Allegran,Aveeno,et al. Darm Net NZ. Thermal burns.


http://www.dermnetnz.org/reaction/thermal-burns.html.Diakses pada
tanggal 16 februari 2016.

2. Dix Jay.Chapter 10 : Thermal Injury. Color Atlas of Forensic Pathology.


New York: CRC Press LLC ; 2000. P.116.

3. Dollnak David, Matshes Evan. Environmental Injury. Forensic Pathology


principles and practice. New York : Elsevier academi press ; 2005.p 239-
257.

4. Dimaio Vincent, Dimaio Dominic. Fire Deaths. Forensic Pathology second


edition. Florida : CRC Press ; 2001.

5. Lybarger, M Patricia, Pactrick Kadilak. Thermal Injury.

6. Mosier Michael, Gibran Nicole. Management of the patient with termal


injuries. ACS Surgery. New york : Decter Intellectual properties ; 2010.

7. Simpson CK. Injury due to heat, cold and electricity. In: Knight B, editor.
Simpson's Forensic Medicine. 11 ed. New York: Oxford University Press
Inc.; 1997. p.143.

8. Sharkum J, Michael, Ramsay A David. Chapter 4 : Thermal Injury.


Forensik Pathology of trauma. Totowa : Human Press Inc ; 2007.

9. Spector Jordan, Fernandez Wiliam. Chemical, Thermal and Biological


ocular Exposure. Emergency Medicine Clinic of North America.
Philadelphia : Boston University ; 2008.

10. Wilson Wiliam, Grade Chistoper, Hoyt David. Burn Injury. Critical Care
Volume 1. New York ; Informa Healthycare. 2007.
11. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, dkk. 1997. Traumatologi Forensik.
Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p52-53

Anda mungkin juga menyukai