Anda di halaman 1dari 17

RMK SAP 3 PERILAKU KEORGANISASIAN

SIKAP DAN KEPUASAN KERJA


PERTEMUAN KE-3

Oleh:

Kelompok 4

1. Ni Luh Ayu Suarningsih NIM/ABSEN. 1607532012/10


2. Ida Ayu Santi Dharmastri Laksmi NIM/ABSEN. 1607532027/22
3. Made Bayu Suartama NIM/ABSEN. 1607532032/26
4. Clara Yunneke Tanadi NIM/ABSEN. 1607532037/28
5. I Made Hari Wicaksana NIM/ABSEN. 1607532039/30
6. Dicky Wahyudi Rumaday NIM/ABSEN. 1607532040/31
7. I Gede Adhi Brahmanda NIM/ABSEN. 1607532061/37

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2018/2019
SIKAP DAN KEPUASAN KERJA

I. KONSEP PERSEPSI
a. Apa yang dimaksud Persepsi
Persepsi adalah sebuah proses individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan
kesan sensoris untuk memberikan pengertian pada lingkungannya. Persepsi penting bagi
perilaku organisasi karena perilaku orang-orang didasarkan pada persepsi mereka tentang apa
realita yang ada, bukan mengenai realita itu sendiri. (Robbins dan Judge, 2015:103).
 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Sejumlah faktor membentuk dan kadang memutar-balik persepsi. Factor ini dapat
berada pada penilai pada objekny atau target yang dipersepsikan, atau dalam konteks
situasi di mana persepsi itu dilakukan. (Robbins dan Judge, 2015:103).
1) Perilaku Persepsi
Bila seorang individu memandang pada suatu objek dan mencoba menafsirkan
apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi
dari pelaku persepsi individu ini. Di antara karakteristik pribadi yang lebih
relevan adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman di masa lalu,
dan pengharapan (ekspetasi). (Robbins dan Judge, 2015:104).
2) Target
Karakteristik-karakteristik dari target yang akan diamati dapat mempengaruhi apa
yang dipersepsikan. Karena target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi,
hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi persepsi, seperti
kecenderungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau
mirip. Gerakan, bunyi, ukuran, dan latar belakang, kedekatan, kemiripan dana
atribut-atribut lain dari target akan membentuk cara kita memandangnya.
(Robbins dan Judge, 2015:104).
3) Situasi
Penting bagi kita untuk melihat konteks suatu peristiwa. Unsur-unsur lingkungan
sekitar mempengaruhi persepsi kita. Misalnya pada sabtu malam anda mungkin
tidak menyadari seseorang “berhias”. Tetapi jika orang itu berhias pada kelas
manajemen senin pagi, tentu saja anda akan memperhatikannya. Tidak satupun
dari penilai atau target berubah dari sabtu malam dan senin pagi, tetapi situasinya
berbeda. (Robbins dan Judge, 2015:104).

1
b. Persepsi Orang: Membuat Penilaian Atas Orang lain
1) Teori Atribusi
Adalah bila individu-idividu mengamati perilaku, mereka mencoba menentukan
apakah itu disebabkan factor internal atau eksternal. Teori ini digunakan untuk
mengemukakan bahwa bila kita mengamati sorang individu kita berusaha menentukan
apakah perilaku itu penyebab internal ataukah eksternal. Tetapi penentuan tersebut
sebagian besar tergantung dari tiga factor yaitu kekhususan, consensus, dan
konsistensi. Kekeliruan atribusi mendasar kecendrungan meremehkan pegaruh faktor-
faktor eksternal dan membesar-besarka faktor internal ketika melakukan penilaian
mengenai perilaku orang-orang lain. (Robbins dan Judge, 2015:104).
a) Atribusi Internal
Yang dipercaya pengamat berada dalam kendali perilaku pribadi dari individu.
Contohnya yakni jika anak memperoleh nilai raport jelek, maka sebabnya dapat
saja karena anak itu malas, terlalu banyak main atau tidak pintar. (Robbins dan
Judge, 2015:105).
b) Atribusi Eksternal
Apa yang kita bayangkan situasi memaksa individu untuk melakukannya.
Contohnya yakni jika anak memperoleh nilai raport yang jelek, maka sebabnya
dapat saja karena ada masalah dengan lingkungannya, orang tua bercerai,
hubungan yang jelek dengan orang tua. (Robbins dan Judge, 2015:105).
Penentuan apakah perilaku itu merupakan penyebab eksternal atau internal
bergantung pada tiga faktor:
A. Kekhususan: apakah seorang individu memperlihatkan perilaku yang
berlainan dalam situasi yang berlainan.
B. Konsensus: yaitu jika setiap orang yang menghadapi situasi serupa bereaksi
dengan cara yang sama.
C. Konsistensi: apakah seseorang memberikan reaksi yang sama dari waktu ke
waktu.
Salah satu temuan dari riset teori atribusi adalah bahwa kesalahan dapat
mengganguatribusi. Ketika kita membuat penilaian mengenai perilaku orang lain, kita
cenderung meremehkan pengaruh factor-faktor eksternal dan melebihkan pengaruh
factor-faktor eksternal atau pribadi. Kesalahan atribusi fundamental ini dapat
menjelaskan mengapa seorang manajer penjualan cenderung mengatribusikan

2
buruknya kinerja agen penjualnya pada kemalasan dibandingkan pada lini produk
inovatif kompetitor. (Robbins dan Judge, 2015:105).
2) Jalan Pintas dalam Menilai Orang Lain secara Umum
Jalan pintas untuk menilai orang lain seringkali memperbolehkan kita untuk membuat
persepsi akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid untuk membuat
prediksi. Bagaimana pun, mereka dapat dan memang kadang-kadang menghasilkan
distorsi signifikan. (Robbins dan Judge, 2015:106).
a) Persepsi Jalan Selektif
Menginterpretasikan secara selektif apa yang dilihat seseorang berdasarkan minat,
latar belakang, pengalaman, dan sikap seseorang. Orang-orang yang secara selektif
menafsirkan apa yang mereka saksikan berdasarkn kepentingan, latar belakang,
pengalaman, dan sikap. Persepsi selektif ini memungkinkan kita untuk membaca
cepat orang lain, tetapi bukannya tanpa resiko berupa melukis gambar yang tidak
tepat. Karena kita melihat apa yang ingin kita lihat kita dapat menarik kesimpulan
yang tidak terjamin dari suatu situasi yang ambigu. (Robbins dan Judge, 2015:107).
b) Efek Halo
Ketika kita menggambarkan sebuah kesan mengenai seorang individu berdasarkan
sebuah karakteristik seperti, kecerdasan, kemampuan bersosialisasi, dan
penampilan, disitu lah efek halo sedang bekerja. Pandangan umum kita
mengontaminasi pandangan spesifik kita.
Efek halo dikonfirmasi dalam sebuah studi klasik dimana subyek diberikan sebuah
daftar seperti sifat-sifat cerdas, terampil, giat, rajin, berkemauan kuat, serta hangat.
Subyek diminta untuk mengevaluasi orang yang memiliki sifat-sifat tersebut.
Subyek menilai orang itu bijaksana, humoris, popular dan imajinatif. Ketika daftar
yang sama menggantikan “dingin” dengan “hangat”, satu gambaran yang beda
benar-benar muncul, jelasnya sebuah sifat tunggal memengaruhi kesan
keseluruhan mereka atas orang yang mereka nilai. (Robbins dan Judge, 2015:107)
c) Efek Kontras
Efek kontras dapat mengganggu persepsi dalam perbandingan, kita tidak
mengevaluasi orang yang sedang diisolasi. Reaksi kita dipengaruhi oleh hal-hal
lain yang muncul baru-baru ini.
Dalam sebuah rangkaian wawancara pekerjaan, pewawancara dapat membuat
distorsi pada evaluasi kandidat tertentu akibat posisi jadwal wawancaranya.
Seorang kandidat mungkin menerima evaluasi yang lebih menyenangkan jika

3
diawali oleh pelamar rata-rata dan evaluasi yang kurang menyenangkan jika
diawali oleh pelamar yang kuat. (Robbins dan Judge, 2015:107-108)
d) Sterotip
Ketika kita menilai seseorang berdasarkan persepsi kita atas kelompok asalnya,
disitulah kita sedang melakukan stereotip. Dalam organisasi kita sering kali
mendengenarkan komentar yang sering mewakili stereotip berdasarkan jenis
kelamin, umur, ras, agama, etnis, dan bahkan berat badan. Riset menyatakan bahwa
stereotip beroperasi secara emosional dan sering kali beroperasi dibawah alam
bawah sadar, membuat sulit untuk dilawan dan diubah.
Satu masalah dari stereotip adalah adanya generalisasi yang menyebar luas,
meskipun mungkin tidak mengandung kebenaran ketika diaplikasikan pada orang
atau situasi tertentu. Kita harus memonitor diri kita masing-masing agar kita jangan
sampai tidak adil dalam menerapkan stereotip dalam evaluasi dan keputusan kita.
(Robbins dan Judge, 2015:108)
3) Aplikasi Selektif dari Jalan Pintas Organisasi
Orang-orang dalam organisasi selalu menilai satu sama lain. Manajer harus menilai
kinerja pekerjaannya. Kita mengevaluasi seberapa banyak usaha yang diberikan rekan
kerja kita dalam pekerjaan mereka. Anggota tim segera menilai orang baru. Dalam
banyak kasus, penilaian kita memiliki konsekuensi penting bagi organisasi (Robbins
dan Judge, 2015:108).
a) Wawancara Kerja. Sedikit orang yang direkrut tanpa wawancara. Namun,
pewawancara membuat penilaian perseptual yang sering kali tidak akurat dan
menggambarkan kesan awal yang dengan cepat mengakar. Riset menunjukkan kita
membentuk kesan atas orang lain dalam 10 detik, berdasarkan pandangan pertama.
Riset terbaru mengidentifikasikan bahwa intuisi individual kita mengenai sebuah
kandidat pekerjaan tidak dapat diandalkan dalam memprediksi kinerja, tetapi
bahwa mengumpulkan masukan dari banyak evaluator independen dapat menjadi
lebih prediktif (Robbins dan Judge, 2015:108).
b) Ekspektasi Kinerja. Orang-orang mencoba untuk memvalidasi persepsi mereka
mengenai realita bahkan ketika hal-hal ini salah. Intilah prediksi pemenuhan diri
dan efek Pygmalion menjelaskan bagaimana perilaku seorang individu ditentukan
oleh ekspetasi orang lain. Jika seorang manajer mengekspentasikan hal-hal besar
dari pekerjaannya, mereka tidak mungkin mengecewakannya (Robbin dan Judge,
2015:109).

4
c) Evaluasi Kinerja. Kita akan mendiskusikan evaluasi kinerja pada bab 17, tetapi
ingatlah bahwa itu sangat tergantung pada proses perseptual. Masa depan seorang
pekerja sangat terikat dengan penilaian-promosi, kenaikan gaji, dan kelanjutan
pekerjaan adalah beberapa hasilnya. Meskipun penilaian bisa jadi objektif
(misalnya, seorang agen penjualan dinilai berdasarkan berapa dolar yang
dihasilkannya dari penjualan di wilayahnya), banyak perjaan dinilai secara
subjektif. Evaluasi subjektif, meskipun kala perlu, adalah problematik karena
kesalahan yang kita diskusikan-presepsi selektif, efek kontras, efek halo, dan
seterusnya (Robbins dan Judge, 2015:109)

c. Hubungan Antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan


Individu mengambil keputusan, pilihan yang dibuat dari dua atau lebih alternatif.
Manajer puncak menentukan sasaran organisasi mereka, produk atau jasa apa yang akan
ditawarkan, cara terbaik apa untuk mendanai operasional, atau dimana lokasi sebuah pabrik
manufaktur baru. Manajer level menengah dan lebih rendah menetapkan jadwal produksi,
memilih pekerja-pekerja baru, dan bagaimana mengalokasikan kenaikan gaji.organisasi telah
mulai memberdayakan pekerja nonmanajernya dengan otoritas pengambilan keputusan yang
sejarahnya dikususkan bagi manajer saja. Oleh karena itu pengambilan keputusan individu
perlu didalam organisasi (Robbins dan Judge, 2015:109).
Pengambilan keputusan terjadi sebagai reaksi atas masalah. Yaitu, sebuah perbedaan
antara situasi sekarang dan yang diinginkan. Yang mengharuskan kita mempertimbangkan
alternatif-alternatif tindakan. Jika mobil anda mogok dan anda mengandalkannya untuk
berangkat kerja. Anada memiliki masalah yang membutuhkan keputusan anda. Sayangnya,
kebanyakan masalah tidak datang dengan label yang rapi sebagai “masalah”. Masalah bagi
seseorang bisa jadi merupakan kondisi yang menyenangkan bagi orang lain (Robbins dan
Judge, 2015:109).
Setiap keputusan membutuhkan kita untuk menginterprestasi dan mengevaluasi
informasi. Kita umumnya menerima data dari banyak sumber yang perlu kita saring proses,
dan interprestasi. Data mana yang relevan bagi keputusan dan mana yang tidak persepsi. Kita
juga perlu mengembangkan alternatif-alternatif dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahannya
(Robbins dan Judge, 2015:110).

5
II. KONSEP SIKAP
a. Sikap
Sikap (attitudes) merupakan sebuah pernyataan evaluatif baik yang bersifat positif atau
negative tentang suatu objek, orang atau peristiwa. Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, tetapi
OB memfokuskan diri pada sikap yang berkaitan dengan pekerjaan dimana meliputi kepuasan
kerja, keterlibatan kerja (tingkat sejauh mana seseorang berkecimpung dalam pekerjaannya dan
secara aktif berpartisipasi di dalamnya), dan komitmen organisasi (sebuah indikator loyaritas
kepada, dan keberpihakan terhadap organisasi). Tidak dapat dipungkiri, kepuasan kerja telah
mendapatkan perhatian yang besar (Robbins and Judge, 2015:43).
Apa Komponen Utama dari Sikap?
1. Komponen kognitif, yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau
informasi yang dimiliki seeorang tentang objek sikapnya. Dari pengetahuan tesebut
kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang objek dari sikap tersebut.
2. Komponen afektif, yaitu komponen yang terdiri dari seluruh perasaan atau emosi
seseorang terhadap suatu objek, terutama penilaian, yang bersifat evaluatif dan
berhubungan erat dengan nilai – nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.
3. Komponen konatif, yaitu merupakan kecenderungan seseorang untuk bertingkah
laku yang berhubungan dengan objek sikapnya (Robbins and Judge, 2015:43-44).

b. Apa Sajakah Sikap Kerja yang Utama


1) Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini
dampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang
dihadapi di lingkungan kerjanya (Robbins and Judge, 2015:46).
2) Keterlibatan Kerja
Keterlibatan kerja mempunyai definisi yaitu derajat dimana orang dikenal dari
pekerjaannya, berpartisipasi aktif didalamnya, dan menganggap prestasinya penting
untuk harga diri. Karyawan dengan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi dengan kuat
memihak pada jenis kerja yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja
itu, misalnya karyawan menyumbangkan ide untuk kemajuan pekerjaan, dengan
senang hati memenuhi peraturan - peraturan perusahaan dan mendukung kebijakan
perusahaan, dan lain - lain. Sebaliknya karyawan yang kurang senang terlibat dengan
pekerjaannya adalah karyawan yang kurang memihak kepada perusahaan dan

6
karyawan yang demikian cenderung hanya bekerja secara rutinitas (Robbins and
Judge, 2015:46).
3) Komitmen Organisasi
Dalam komitmen organisasi (organization commitment) terdapat sebuah hubungan
positif yang tampak di antara komitmen organisasi dan produktivitas kerja tetapi
bersifat sederhana. Hubungan antara komitmen dengan kinerja paling kuat bagi
pekerja baru dan lebih lemah terhadap pekerja berpengalaman. Meneriknya riset
mengidentifikasi bahwa pekerja yang merasa bahwa pihak pemberi karja gagal
memenuhi janji pada mereka merasa kurang berkomitmen, dan pengurangan dalam
komitmen ini, akan berujung pada level kerja kreatif yang lebih rendah. Untuk
keterlibatan kerja sendiri, riset membuktikan bahwa hubungannya negative antara
komitmen organisasi dan absen maupun perputaran pekerja.
Pekerja yang berkomitmen akan semakin berkurang terlibat dalam pengunduran diri,
semakin mereka tidak puas, karena mereka mersa memilki rasa kesetiaan keterikatan
terhadap organisasi, dinyatakan oleh model teoretis. Di sisi lain, pekerja yang tidak
berkomitmen, yang merasa kurang setia pada organisasi, akan cenderung menunjukan
tingkat kehadiran di tempat kerja yang lebih rendah (Robbins dan Judge, 2015:47).
4) Dukungan Organisasi yang Dirasakan
Merupakan tingkat di mana para pekerja mempercayai bahwa organisasi menilai
kontribusinya dan peduli terhadap kesejarhateraan mereka. Bisa kita ambil contoh dari
kasus insinyur R&D John Greene, ketika Greene didagnosis leukemia, CEO Marc
Benioff dan 350 rekan kerja di salesforce.com menyumbang untuk mencapai seluruh
biaya perawatan, dan tetap berkomunikasi selam proses pemulihan. Tidak diragukan
kisah seperti ini bagian dari alasanmengaa salesforce.com berda dalam daftar 100
perusahaan terbaik untuk Bekerja versi Fortune.
Riset menunjukkan bahwa pekerja akan merasakan dukungan dari perusahaan atau
organisasinya saat imbalan yang diberikan terlihat adil, mereka memiliki suara dalam
pemitusan dan saat mereka melihat atasanya bersikap suportif. Pekerja dengan
persepsi POS yang kuata lebih cenderung memiliki tingkat perilaku kewargaan
organisasi yang tinggi, tikat keterlambatan yang rendah dan layanan pelanggan yang
baik. Negara yang memiliki tingkat jarak keuasaan yang rendah yaitu tingkat dimana
anggota masyarkat merasakan distribusi kekuatan atau kekuasaan dama isntitusi dan
organisasi tidak sama (Robbins dan Judge, 2015:47).

7
5) Keterlibatan Pekerja
Merupakan keterlibatan seseorang individu, kepuasan, dan antusiasme terhadap
pekerjaan yang dilakukannya. Untuk mengevaluasi keterlibatan pekerja maka kita
dapat menanyakan para pekrja apakah meraka memiliki akses pada sumbe rdaya dan
peluang untk mempelajari keahlian-keahlian baru, apakah :
Mereka merasakan pekerjaannya penting dan berarti,
Apakah interaksi mereka dengan rekan kerja dan atasannya memberikan hasil.
Ternyata pekerja yang sangat terlibat memiliki gairah dalam pekerjaannya dan
merasakan hubungan yang dalam dengan perusahaan, pekerja yang tidak terlihat telah
keluar secara esensial menghasilkan waktu tetapi bukan energy atau perhatian pada
pekerja.
Keterlibatan menjadi sebuah fokus utama, unut perusahaan dengan keterlibatan yang
tingga dari para pekerjanya menghasilkan tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi,
lebih produktif, membawa profit yang lebih tinggi, serta mengalami angga perputaran
pegawai (turnover) serta kecelakaan kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan
perusaan lain (Robbins dan Judge, 2015:48).

III. KONSEP KEPUASAN KERJA


a. Mengukur Kepuasan Kerja
Terdapat dua pendekatan yang popular dalam mengukur kepuasan kerja. Metode
pendekatan pertama yaitu peringkat global tunggal, merupakan sebuah respons atas
pertanyaan, seperti “Semua hal dipertimbangkan, seberapa puas Anda dengan pekerjaan
Anda?” Responden melingkari satu nomor antara 1 dan 5 dari suatu form skala dari “sangat
puas” sampai “sangat tidak puas”. Metode kedua, penjumlahan dari aspek-aspek pekerjaan,
lebih canggih, mengidentifikasi elemen-elemen kunci dalam sebuah pekerjaan seperti sifat
pekerjaan, pengawasan, gaji sekarang, peluang promosi, dan hubungan dengan rekan kerja.
Responden memperingkat ini berdasarkan sebuah skala tersatandarisasi, dan peneliti
menambahkan peringkat itu untuk menciptakan suatu skor kepuasan kerja keseluruhan
(Robbins dan Judge, 2015:49).

b. Seberapa Puas Orang dalam Pekerjaannya


Riset menunjukkan tingkat kepuasan kerja sangat beragam, bergantung pada aspek apa
dari kepuasan kerja yang Anda bicarakan. Orang orang umumnya lebih puas dengan
pekerjaannya secara keseluruhan, dengan pekerjaannya itu sendiri, dan dengan atasan serta

8
rekan kerja mereka dibandingkan dengan gaji dan peluang promosi. Tidak benar-benar jelas
mengapa orang-orang tidak menyukai gaji dan peluang promosi lebih dari aspek lainnya dalam
pekerjaannya. Meskipun kepuasan kerja tampak relevan diberbagai budaya, bukanlah berarti
ada perbedaan budaya dalam kepuasan kerja. Bukti ilmiah menyatakan bahwa pekerja budaya
barat memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dibudaya timur (Robbins dan
Judge, 2015:50).

c. Apa yang Memunculkan Kepuasan dalam Pekerjaan


Pikirkan mengenai pekerjaan terbaik yang pernah Anda miliki. Apa yang
menyebabkannya demikian? Andaikan Anda menyukai pekerjaan dan rekan-rekan kerja Anda.
Pekerjaan menarik yang memberikan pelatihan, keragaman, kemandirian, dan kendali telah
memuaskan kebanyakan pekerja. Anda mungkin memperhatikan bahwa faktor gaji sering
muncul saat orang-orang membahas kepuasan kerja. Uang sungguh memotivasi orang, tetapi
apa yang memotivasi kita tidak haru sama dengan apa yang membuat kita bahagia. Kepribadian
juga memainkan peranan. Riset telah menunjukkan bahwa orang yang memiliki evaluasi inti
diri postif-yang percaya pada nilai dan kompetensi dasar mereka-lebih puas dengan
pekerjaannya dibandingkan mereka dengan evaluasi inti diri negatif (Robbins dan Judge,
2015:51-52).

d. Dampak Pekerja yang Puas dan Tidak Puas Terhadap Tempat Kerja
Menurut Robbins dan Judge (2015:52) mengemukakan terdapat empat respons yang
bersifat ketidakpuasan terhadap tempat kerja, yaitu:
a. Keluar. Respons keluar mengarahkan perilaku untuk meninggalkan organisasi,
termasuk untuk mencari sebuah posisi yang baru serta pengunduran diri. Para peneliti
mempelajari pemberhentian individu dan perputaran pekerja kolektif, kerugian total bagi
organisasi atas pengetahuan, keahlian, kemampuan, dan karakteristik lainnya dari
pegawai itu.
b. Suara. Respons suara termasuk cara aktif dan konstruktif mencoba untuk memperbaiki
kondisi, termasuk menyarankan perbaikan. Mendiskusikan masalah dengan atasan, dan
mengambil beberapa bentuk aktivitas serikat.
c. Kesetiaan. Respons kesetiaan berarti secara pasif tetapi optimis menunggu kondisi
membaik, termasuk berbicara untuk organisasi saat menghadapi kritikan ekternal dan
mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang benar.

9
d. Pengabaian. Respon pengabaian secara pasif membiarkan kondisi-kondisi itu
memburuk, termasuk absen atau keterlambatan kronis, berkurangnya usaha, dan tingkat
kesalahan yang bertambah.

Hasil yang lebih spesifik dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja di tempat kerja, yaitu:

1) Kepuasan kerja dan kinerja


Menurut mitos, Pekerjaan yang bahagia cenderung lebih produktif, meskipun sulit untuk
mengatakan kemana arah hubungan sebab akibat tersebut, akan tetapi beberapa peneliti
percaya bahwa hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja pekerjaan adalah sebuah
mitos manajemen. Hal ini terlihat pada penelitian ketika kita pindah dari tingkat
individual ketingkat orgnisasi, kita juga menemukan dukungan untuk hubungan
kepuasan kerja. Ketika data produktivitas dan kepuasan kerja keseluruhan dikumpulkan
untuk organisasi, kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan lebih
puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan organisasi yang mempunyai karyawan
yang kurang puas (Robbins dan Judge, 2015:52-53).
2) Kepuasan kerja dan OCB
Karyawan yang puas cenderung berbicara secara positif tentang organisasi, membantu
individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka. Selain itu karyawan
yang puas mungkin lebih mudah berbuat lebih dalam pekerjaan karena mereka igin
merespon pengalaman positif mereka. Bukti terbaru menunjukkan bahwa kepausan
mempengaruhi OCB, tetapi melalui persepsi-persepsi keadilan. Terdapat hubungan
keseluruhan yang sederhana antara kepuasan kerja dan OCB, tetapi kepuasan tidak
berkaitan dengan OCB ketika keadilan diperhitugkan karena kepuasan kerja tergantung
pada gambaran mengenai hasil, perlakuan, dan prosedur-prosedur yang adil. Kepuasan
anda cenderung menurun dan tidak signifikan ketika anda tidak merasa bahwa pengawas
anda, prosedur organisasi atau kebijaksanaan bayaran tidak adil (Robbins dan Judge,
2015:53).
3) Kepuasan kerja dan kepuasan pelanggan
Bukti menunjukkan bahwa karyawan yang puas bisa meningkatkan kepuasan dan
kesetiaan pelanggan, karena dalam organisasi, jasa pemeliharaan dan peninggalan
pelanggan sangat bergantung pada bagaimana karyawan garis depan berhubungan
dengan pelanggan. Karyawan yang merasa puas cenderung lebih ramah, ceria, dan
responsif yang dihargai oleh para pelanggan, karena karyawan yang puas tidak mudah
berpindah kerja, dan pelanggan akan menemui wajah-wajah yang familiar dan menerima

10
layanan yang berpengalaman. Kualitas ini membangunkepuasan dan kesetian pelanggan.
Hubungan tersebut juga dapat diterapkan sebaliknya, pelanggan yang tidak puas bisa
meningkatkan ketidakpuasan kerja seorang karyawan. Karyawan yang mempunyai
hubungan tetap dengan pelanggan melaporkan bahwa pelanggan yang kasar, tidak
mempertimbangkan orang lain, atau menuntut dengan tidak masuk akal akan
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Contohnya terlihat pada perusahaan yang
berorientasi jasa, sepertiFedEx, Southwest Airlaines, Four Seasons Hotels, American
Express, dan Office Depot, terobsesi untuk menyenangkan pelanggan mereka.
Perusahaan ini berusaha mempekerjakan karyawan yang ceria dan ramah, melatih
karyawan demi kepentingan layanan pelanggan, menghargai layanan pelanggan,
memberikan suasana kerja yang positif, dan memantau kepuasan karyawan secara tetap
melalui survei-survei sikap (Robbins dan Judge, 2015:54).
4) Kepuasan kerja dan absen
Karyawan yang tidak puas cenderung melalaikan pekerjaan dan factor-faktor lain
memiliki pengaruh pada hubungan tersebut dan mengurangi koefisien korelasi. Contoh:
Organisasi yang memberikan tunjangan cuti sakit secara bebas berupaya membesarkan
hati semua karyawan mereka, termasuk mereka yang merasa sangat puas untuk
mengambil cuti. Anggap saja bahwa seorang karyawan mempunyai sejumlah minat yang
beragam, karyawan itu merasa kerja tersebut memuaskan namun masih meninggalkan
kerja untuk menikmati tamasya akhir pekan selama tiga hari tanpa sanksi. Sebuah
penelitian di Chicago menunjukkanbahwa pekerja yang mempunyai skor kepuasan tinggi
memiliki kehadiran yang jauh lebih tinggi dari pada mereka yang mempunyai tingkat
kepuasan yang lebih rendah. Penemuan ini benar-benar apa yang kita harapkan apabila
kepuasan berhubungan secara negatif dengan ketidakhadiran (Robbins dan Judge,
2015:54).
5) Kepuasan kerja dan perputaran pekerja
Bukti menunjukkan bahwa sebuah pengait penting dari hubungan kepuasan perputaran
karyawan adalah tingkat kinerja karyawan, khususnya tingkat kepuasan tidak begitu
penting dalam memprediksi perputaran karyawan untuk pekerja-pekerja ulung.
Organisasi biasanya melakukan banyak upaya untuk mempertahankan orang-orang ini,
mereka mendapatkan kenaikkan bayaran, pujian, pengakuan, peluang promosi yang
meningkat dan lain-lain. Hal sebaliknya terjadi pada pekerja yang tidak baik, organisasi
hanya mengerahkan sedikit usaha untuk memelihara mereka, bahkan mungkin ada
tekanan-tekanan halus untuk mendorong mereka keluar. Oleh karena itu kita akan

11
berharap bahwa kepuasan kerja lebih penting dalam memengaruhi pekerja yang tidak
baik untuk tinggal bila dibandingkan dengan pekerja-pekerja ulung. Tanpa
memerhatikan tingkat kepuasan, yang terakhir memiliki kemungkinan yang lebih besar
untuk tinggal dengan organisasi karena pengakuan, pujian dan penghargaan-penghargaan
lain memberi mereka lebih banyak alasan untuk tinggal (Robbins dan Judge, 2015:54).
6) Kepuasan kerja dan penyimpangan di tempat kerja
Para peneliti berpendapat bahwa perilaku adalah indikator sebuah sindrom yang lebih
luas, yang disebut perilaku menyimpang di tempat kerja (penarikan diri karyawan).
Kuncinya adalah apabila karyawan tidak menyukai lingkungan kerja mereka, entah
bagaimana mereka akan merespons, dan tidak selalu mudah untuk meramalkan dengan
pasti bagaimana mereka akan merespons. Seorang pekerja mungkin akan keluar, tetapi
untuk pekerja yang lain mungkin merespons dengan menggunakan jam kerja untuk
menjelajahi internet, membawa pulang persediaan ditempat kerja untuk penggunaan
pribadi, dan sebagainya. Apabila para pemberi kerja ingin mengendalikan konsekuensi
yang tidak diinginkan dari ketidakpuasan kerja, mereka lebih baik menyelesaikan sumber
masalahnya, dan ketidakpuasannya daripada berusaha mengendalikan respons-respons
yang berbeda (Robbins dan Judge, 2015:54-55).
7) Manajer sering “tidak paham”
Survey teratur dapat mengurangi kesenjangan antaraapa yang dipikirkan manajer
mengenai apa yang dirasakan pekerja dan apa yang merekasesungguhnya rasakan. Ini
dapat mempengaruhi hasil akhir dalam lokasi lisensi kecil sebagaimana di perusahaan
besar. Misalnya, manajer sebuah restoran KFC di Houston, menyurvei para pekerjanya
selama tiga bulan. Beberapa hasilnya mengarahkannya untuk membuat perubahan,
seperti memberikan pekerja suara lebih untuk menentukan hari kerja mana mereka mau
cuti. Meskipun demikian McDaniel percaya bahwa proses itu berharga (Robbins dan
Judge, 2015:54).

IV. KONSEP TENTANG STRESS


a. Pengertian Stress
Stress adalah suatu ketidakseimbangan diri/ jiwa dan realitas kehidupan setiap hari yang
tidak dapat dihindari perubahan yang memerlukan penyesuaian. Sering dianggap sebagai
kejadian atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan stress, seperti cedera, sakit atau
kematian orang yang dicintai, putus cinta. Perubahan positif juga dapat menimbulkan stress,
seperti naik pangkat, perkawinan, jatuh cinta.

12
b. Mekanisme Stress
Stress baru nyata dirasakan apabila keseimbangan diri terganggu. Artinya kita baru
mengalami highlight manakala kita mempresepsi tekanan dari stressor melebihi daya tahan
yang kita punya untuk menghadapi tekanan tersebut. Jadi selama kita memandang diri kita
masih bisa menahan tekanan tersebut, (yang kita presepsi lebih ringan dari kemampuan kita
menahan) maka tekanan highlight belum nyata. Akan tetapi apabila tekanan tersebut bertambah
besar (dari stressor yang sama atau dari stressor lain secara bersamaan) tekanan menjadi nyata,
kita kewalahan dan merasakan stress.
Selama pikiran tidak menghentikan pengiriman tanda bahaya ke otak, mekanisme Stress
ini berjalan terus. Meskipun secara mental kita bisa melakukan adjustment, tubuh secara
otonom melakukan mekanisme pertahanan atau perlindungan sesuai bacaan neuron mirror.

c. Kategori Stress
Apabila ditinjau dari penyebab stres, menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990), dapat
digolongkan sebagai berikut :
a) Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah, suara
amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.
b) Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormone, atau
gas.
c) Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan
penyakit.
d) Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik
sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.
e) Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua.
f) Stres psikis/ emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial,
budaya, atau keagamaan.

d. Reaksi-Reaksi Terhadap Stress


Reaksi Psikologis terhadap stress
a) Kecemasan
Respon yang paling umum Merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu
penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan Adalah emosi yang tidak

13
menyenangkan à istilah “kuatir,” “tegang,” “prihatin,” “takut”fisik à jantung berdebar,
keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur
b) Kemarahan dan agresi
Adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai
ancaman.Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress yang mungkin dapat
menyebabkan agresi, Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan
serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar.Kadang-kadang disertai perilaku
kegilaan, tindak sadis dan usaha membunuh orang
c) Depresi
Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang disertai rasa
sedih.

e. Strategi Penanganan Stress


Kiat untuk mengendalikan stres menurut Grant Brecht (2000) sebagai berikut :
a) Sikap, keyakinan dan pikiran kita harus positif, fleksibel, Rasional, dan adaptif terhadap
orang lain. Artinya, jangan terlebih Dahulu menyalahkan orang lain sebelum introspeksi
diri dengan pengendalian internal.
b) Kendalikan faktor-faktor penyebab stres dengan jalan :
1). Kemampuan menyadari (awareness skills)
2). Kemampuan untuk menerima (acceptance skills)
3). Kemampuan untuk menghadapi (coping skills)
4). Kemampuan untuk bertindak (action skills)
c) Perhatikan diri anda, proses interpersonal dan interaktif, serta lingkungan anda.
d) Kembangkan sikap efisien.
e) Relaksasi
f) Visualisasi (angan-angan terarah)
Teknik singkat untuk menghilangkan stres, misalnya melakukan pernafasan dalam,
mandi santai dalam bak, tertawa, pijat, membaca, kecanduan positif (melakukan yang disukai
secara teratur), istirahat teratur dan ngobrol.

f. Stress dan Kinerja


Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Karena kepribadian
individual mencakup hubungan yang kompleks di antara banyak faktor, maka reaksi terhadap
stress yang berkepanjangan ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang

14
terakhir, pengalaman terdahulu dengan stressor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu,
fungsi peran, konsep diri dan ketabahan yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik
kepribadian yang di duga menjadi media terhadap stress. Ketiga karakteristik ini adalah rasa
kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan
antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan.
Dalam dunia kerja, sering timbul (muncul) berbagai masalah sehubungan dengan stres dan
kondisi-kondisi yang dapat memicu terjadinya stres. Baik disadari maupun tidak, pekerjaan
seseorang menimbulkan stres pada dirinya. Hal ini pasti akan tampak dalam kurun waktu yang
panjang, karena memang manusia setiap harinya berkecimpung di tempat kerjanya lebih dari
sepertiga kali waktunya.
Stres kerja sering menimbulkan masalah bagi tenaga kerja, baik pada kelompok eksekutif
(white collar workers) maupun kelompok pekerja biasa (blue collar workers). Stres kerja dapat
mengganggu kesehatan tenaga kerja, baik fisik maupun emosional.
Stres mempunyai posisi yang penting dalam kaitannya dengan produktivitas sumberdaya
manusia, dana dan materi. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada dalam diri individu,
stres juga dipengaruhi oleh faktor-faktor dari organisasi dan lingkungan. Tenaga kerja
merupakan salah satu aset perusahaan yang paling utama, oleh karena itu perlu dibina secara
baik. Stres pada karyawan sebagai salah satu akibat dari bekerja perlu dikondisikan pada posisi
yang tepat agar kinerja mereka juga pada posisi yang diharapkan.

15
DAFTAR RUJUKAN

Robbins, Stephen P. dan Judge, Timothy A.2015.Perilaku Organisasi Edisi


16.Jakarta:Salemba Empat

Andaners.2009.Konsep Cemas, Stress, dan Adaptasi.


https://andaners.wordpress.com/2009/04/21/konsep-cemas-stress-dan-adaptasi/.diakses
pada tanggal 28 Februari 2019

Ariferi.2015. Bab 5 Persepsi Dan Pengambilan


Keputusan.http://ariferari.blogspot.com/2015/10/bab-5-persepsi-dan-pengambilan-
keputusan.html. diakses pada tanggal 28 Februari 2019

Nur Aini Nilam Sari. Makalah Perilaku Organisasi


Persepsi.https://www.academia.edu/10169745/Makalah_Perilaku_Organisasi_Persepsi.
diakses pada tanggal 28 Februari 2019

Andimansi.2013.Sikap dan Kepuasan


Kerja.https://andimansi.wordpress.com/2015/11/23/sikap-kerja-dan-kepuasan-
kerja/.diakses pada tanggal 28 Februari 2019

16

Anda mungkin juga menyukai