Anda di halaman 1dari 12

TEORI EYSENCK

Teori Faktor Eysenck

Teori kepribadian Hans Eysenck memiliki komponen psikometris dan


biologis yang kuat. Namun Eysenck yakin kalau kecanggihan psikometris saja
tidak cukup untuk mengukur struktur kepribadian manusia dan bahwa dimensi
kepribadian yang melewati metode analisis faktor bersifat steril dan tak bermakna
kecuali mereka memiliki eksistensi biologis.

Kriteria untuk mengidentifikasi faktor-faktor

Dengan asumsi-asumsi ini dibenaknya, Eysenck mendata empat kriteria


untuk mengidentifikasi sebuah faktor. Kriteria pertama, bukti psikometri bagi
keberadaan faktor harus disusun. Yang terkait dengan kriteria ini adalah faktor
harus bisa diandalkan dan direpliaksi. Penelitian lain, dari laboraturium lain, harus
juga menemukan suatu faktor, dan para peneliti harus mengidentifikasi secara
konsisten ekstraversi, neurotisme dan psikotisme Eyseck

Kriteria kedua adalah faktor juga harus memiliki sifat warisan dan cocok
dengan model genetik yang ada. Kriterian ini mengeleminasi karakteristik yang
dipelajari, seperti kemampuan untuk meniru pandangan pribadi yang terkenal atau
keyakinan agama atu politik tertentu.

Kriteria ketiga, faktor harus masuk akal dari sudut pandangan teoritis.
Eysenck mengunakan metode deduktif untuk melakukan peneitiannya, dimulai
dari teori dan kemudian mengumpulkan data secara logis konsisten dengan teori
tersebut.

Kriteria keempat, kriteria terakhir bagi eksistensi sebuah faktor adalah


faktor harus memiliki relevansi sosial: artinya, harus bisa dibuktikan bahwa
faktor-faktor yang diperolehs ecara matematis memiliki kaitan( mesiktidak selalu
kausal) dengan variabel-variabel yang relevan secara sosial seperti ketagihan pada
obat-obatan, kerobohan untuk melukai tanpa sengaja, performa menakjubkan
dalam olahraga, prilaku psikotik, kriminalitas, dan lainsebagainya.
Heiraki pengorganisasian prilaku

Eysenck ( 1947,1994c) menemukan bahwa interkasi heiraki


pengorganisasian prilaku memiliki empat tingkatan.

Beturut-turut dari hirarki yang tinggi ke hirarki yang rendah: tipe – traits-
kebiasaan- respons spesifik :

1. Hirarki tertinggi/pertama: Tipe, kumpulan dari trait, yang mewadahi


kombinasi trait dalam suatu dimensi yang luas (Kepribadian).
2. Hirarki kedua: Trait, kumpulan kecenderungan kegiatan, koleksi respon
yang saling berkaitan atau mempunyai persamaan tertentu. Ini adalah
disposisi kepribadian yang penting dan permanen (sifat).
3. Hirarki ketiga: Kebiasaan tingkahlaku atau berfikir, kumpulan respon
spesifik, tingkahlaku/fikiran yang muncul kembali untuk merespon
kejadian yang mirip.
4. Hirarki terendah/keempat: Respon spesifik, tingkahlaku yang secara
aktual dapat diamati, yang berfungsi sebagai respon terhadap suatu
kejadian
Apabila dilihat alur tingkatan mulai dari yang terendah sampai tetinggi dapat
dijelaskan sebagai berikut.

Dari tingkat keempat, seorang siswa yang meyelesaikan tugas membaca


bisa menjadi contoh respons spesifik. Tingkat ketiga adalah tindakan atau kognisi
yang berupa kebiasaan, yaitu respons yang terus berlangsung dibawah kondisi
yang sama. Contohnya, jika seorang siswa sering kali berusaha sampai suatu tugas
selesai dikerjakan, maka prilaku ini bisa menjadi respons kebiasaan. Tidak seperti
respons spesifik, respons kebiasaan dapat berubah-ubah atau tetap.

Beberapa respons kebiasaan yang terkait membentuk sebuah sifat (trait) —


tingkat kedua prilaku. Eysenck (1981,hlm.3) mengdefinikan sifat sebagai “
disposisi kepribadian penting yang tampaknya permanen” contohnya, para siswa
akan memiliki sifat kegigihan jika mereka terbiasa meyelesaikan tugas-tugas kelas
dan mengupayakan hal-hal lain sampai selesai. Meskipun sifat dapat didentifikasi
secara intuitif . namun, teoritisi sifat dan faktor mengadalkan pendekatan yang
lebih sistematis, yaitu analis faktor. Prilaku ditingkatan sifat ini disarikan lewat
analisi-faktor terhadap respons-respons kebiasan secara matematis disarikan lewat
analisis faktor terhadap respons spesifik.

Sifat kalau begitu, “ didefiniskan berdasarkan interkolerasi yang signifikan


antara prilaku kebiasaan yang berbeda-beda” (eysenck,1990,hlm.244). Eysenck
sendiri lebih berkonsentrasi kepada tingkat ktertinggi/pertama, yaitu tipe -- tipe
kepribadian atau super faktor. Eysenck menemukan tiga dimensi tipe, yakni
ekstraversi (E), neurotisisme (N), dan psikotisme (P). Masing-masing dimensi
saling asing, sehingga dapat berlangsung kombinasi antar dimensi secara bebas.

Satu tipe bisa terdiri atas beberapa sifat yang saling terkait.contohnya,
presistensi bisa berkaitan dengan inferioritas, penyesuaian emosional yang lemah,
keminderan sosial, dan beberapa sifat lain, dimana seluruh klutsernya membentuk
tipe introver. Masing-masing tipe merupakan kumpulan dari 9 trait, sehingga
semuanya ada 27 trait.
TIPE

Eysenck menemukan dan mengelaborasikan tiga tipe – E,N,P- tanpa


menyatakan secara eksplisit peluang untuk menemukan dimensi yang lain pada
masa yang akan datang.

Neurotitisme dan Psikotisme itu bukan sifat patologis, walaupun tentu


individu yang mengalami gangguan akan memperoleh skor yang ekstrim. Tiga
dimensi itu adalah bagian normal dari struktur kepribadian. Semuanya bersifat
bipolar; ekstraversi lawannya introversi, neurotisisme lawannya stabilita, dan
psikotisme lawannya fungsi superego. Semua orang berada dalam rentangan
bipolar itu mengikuti kurva normal, artinya sebagian besar orang berada ditengah-
tengah polarisasi, dan semakin mendekati titik ekstrim, jumlahnya semakin
sedikit.

Berikut tipe ( ekstraversi, neurotisme, dan psikotisme ) beserta traitnya :

NO Ekstraversi ( E ) Neurotisme ( N ) Psikotisme ( P )


1 Berjiwa sosial Penuh kecemasan Agresif
2 Gairah pada hidup Depresi Dingin
3 Aktif Merasa bersalah Egosentris
4 Asertif Percaya diri rendah Impersonal
5 Mencari sensasi Tegang Implusif
6 Riang Irasional Antisosial
7 Dominan Malu-malu Tidak bermpati
8 Bersemangat Murung Kreatif
9 Berani Emosional Bebal

Dimensi-dimensi Kepribadian

Sudah kita ketahui bahwa tipe adalah tingkat tertinggi dari teori Eysenck yang
berkaitan dengan kepribadian. Tipe sendiri dibagi lagi menjadi 3
bagian(superfaktor) yang berbeda, dan setiap bagian tersebut terdiri atas masing-
masing 9 trait yang berbeda pula.

Ekstraversi

Tipe dimensi kepribadian yang pertama yaitu ekstraversi dan kebalikannya


introversi. Kepribadian ekstraversi memiliki sifat bejiwa sosial, gairah hidup,
aktif, mencari sensasi, penuh perhatian, bersemangat, dan berani. Sedangkan
kepribadian introversi sebaliknya mereka mempunyai sifat tenang, pasif, perfikir
mendalam, berhati-hati, lembut, dan dapat mengontrol diri.

Eysenck yakin bahwa penyebab utama perbedaan antara ekstraversi dan


introversi adalah tingkat keterangsangan korteks (CAL = Cortical Arausal Level),
kondisi fisiologis yang sebagian besar bersifat keturunan. CAL adalah gambaran
bagaimana korteks mereaksi stimulasi indrawi. CAL tingkat rendah artinya
korteks tidak peka, reaksinya lemah. Sebaliknya CAL tinggi, korteks mudah
terangsang untuk bereaksi. Orang yang ekstravers CAL-nya rendah, sehingga dia
banyak membutuhkan rangsangan indrawi untuk mengaktifkan korteksnya.
Sebaliknya introvers CAL-nya tinggi, dia hanya membutuhkan rangsangan sedikit
untuk mengaktifkan korteksnya. Jadilah orang yang introvers menarik diri,
menghindar dari riuh-rendah situasi disekelilingnya yang dapat membuatnya
kelebihan rangsangan.otak yang tinggi dan stimulasi indrawi yang rendah maka
pribadi introver lebih menyukai aktifitas yang membosankan bagi sebagian orang.

Neurotisme

Superfaktor kedua yang diuraikan Eysenck adalah neurotisme-stabiliti (N).


Seperti ekstraversi/interoversi faktor N memiliki komponen bawaan yang kuat.
Eysenck (1967) melaporkan sejumlah studi yang menemukan bukti tentang dasar
genetis sifat-sifat neuritik, seperti gangguan kecemasan, histeria dan komplusif
obsesif. Selain itu, dia juga menemukan kesamaan/keseragaman yang jauh lebih
besar diantara kembar identik dari pada kembar pasangan dalam jumlah prilaku
anti sosial dan asosial, seperti kejahatan masa dewasa, gangugan prilaku kekanak
kanakan, homoseksualitas, dan alkoholisme.
Mereka yang diskor tinggi pada neurotisme sering kali memiliki kecenderungan
untuk bereaksi berlebih-lebihan secara emosional dan mengalami kesulitan untuk
kembali ke kondisi normal setelah stimulasi emosional tersebut. Mereka sering
kali mengeluhkan masalah-masalah psikologis, seperti kekhawatiran dan
kecemasan. Namun neurotisisme itu bukan neurosis dalam pengertian yang
umum. Seseorang bisa diskor tinggi dalam neurotisme namun tetap bebas dari
simtom psikologis apapun yang menggangu. Menurut Eysenck, skor neurotisisme
mengikuti model stres-diatesis (diathesis-stress model); yakni skor N yang tinggi
lebih rentan untuk terdorong mengembangkan gangguan neurotik dibanding skor
N yang rendah, ketika menghadapi situasi yang menekan.

Dasar biologis dari neurotisisme adalah kepekaan reaksi sistem syaraf otonom
(ANS=Automatic Nervous Reactivity). Orang yang kepekaan ANS-nya tinggi,
pada kondisi lingkungan wajar sekalipun sudah merespon secara emosional
sehingga mudah mengembangkan gangguan neurotik. Neurotisisme dan
ekstraversi dapat digabung dalam bentuk hubungan CAL dan ANS, dan dalam
bentuk garis absis ordinat. Kedudukan setiap orang pada bidang dua dimensi itu
tergantung kepada tingkat ekstraversi dan neurotisismenya.

Subjek Dimensi CAL ANS Simptom


(C) Introver-Stabilita Tinggi Rendah Normal introvers
(A) Introver-Neurotik Tinggi Tinggi Gangguan psikis tingkat
pertama
(D) Ekstravers-Stabilitas Rendah Rendah Normal ekstravers
(B) Ekstraver-Neurotik Rendah Ringgi Gangguan psikis tingkat
kedua

Penjelasan Tabel

1. A adalah orang introvert-neurotik (ekstrim introvers dan ekstrim


neurotisisme) atau orang yang memiliki CAL tinggi dan ANS tinggi.
Orang itu cenderung memiliki simpton-simpton kecemasan, depresi, fobia,
dan obsesif-kompulsif, yang oleh Eysenck disebut mengidap gangguan
psikis tingkat pertama (disorders of the first kind).
2. B adalah orang ekstravers-neurotik atau orang yang memiliki CAL rendah
dan ANS tinggi. Orang itu cenderung psikopatik, kriminal dan delingkuen,
atau mengidap gangguan psikis tingkat kedua (disorders of the second
kind).
3. C adalah orang normal yang introvers; tenang, berfikir mendalam, dapat
dipercaya.
4. D adalah orang yang normal-ekstravers; riang, responsif, senamg
bicara/bergaul.

Neurotisisme dan Extraversi-Introversi

Masalah lain yang diselidiki Eysenck adalah interaksi antara kedua


dimensi tadi dan apa pengaruhnya terhadap persoalan-persoalan psikologis. Dia
menemukan, misalnya, bahwa orang yang mengalami gangguan fobia dan
obsesif-kompulsif biasanya adalah orang introvert, sementara orang yang
mengalami gangguan keseimbagan mental (misalnya, paralisis histerikal) atau
gangguan ingatan (misalnya amnesia) biasanya adalah orang ekstravert.

Dia menjelaskan begini: orang neurotistik akut sangat peka terhadap hal-
hal yang menakutkan. Kalau orang ini introvert, mereka akan belajar menghindari
situasi yang menyebabkan kepanikan itu secepat mungkin, bahkan ada yang
langsung panik walaupun situasinya belum terlalu gawat –orang inilah yang
mengidap fobia. Sementara orang introvert lainnya akan mempelajari perilaku-
perilaku yang dapat menghilangkan kepanikan mereka, seperti memeriksa segala
sesuatunya berulang kali atau mencuci tangan berulang kali karena ingin
memastikan tidak ada kuman yang akan membuat mereka sakit.

Sebaliknya, orang neurotistik yang ekstravert akan mengabaikan dan cepat


melupakan hal-hal yang menakutkan mereka. Mereka memakai mekanisme
pertahanan klasik, seperti penolakan dan represi. Mereka dengan mudah akan
melupakan, misalnya akhir pekan yang buruk.

Psikotisme

Tipe dimensi kepribadian psikotisme ini memiliki kepribadian yang egois,


dingin, tidak bersahabat, kejam, agresif, penuh curiga, psikopat, dan anti sosial.
Sedangkan kepribadian psikotismenya rendah cenderung berjiwa sosial, empatik,
penuh perhatian. Seseorang yang mempunyai kepribadian psikotisme yang tinggi
rentan mengalami stres yang tinggi pula dan rentan pula terhadap gangguan
psikologi.

Seperti pada ekstraversi dan neurotisisme, psikotisisme mempunyai unsur


genetik yang besar. Secara keseluruhan tiga dimensi kepribadian itu 75% bersifat
herediter, dan hanya 25% yang menjadi fungsi lingkungan. Seperti pada
neurotisisme, psikotisisme juga mengikuti model stres-diatesis (diathesis-stress
model). Orang yang variabel psikotismenya tinggi tidak harus psikotik, tetapi
mereka mempunyai predisposisi untuk mengidap stress dan mengembangkan
gangguan psikotik. Pada masa orang hanya mengalami stress yang rendah, skor P
yang tinggi mungkin masih bisa berfungsi normal, tetapi ketika mengalami stress
yang berat, orang menjadi psikotik yang ketika stress yang berat itu sudah lewat
fungsi normal kepribadian sulit untuk diraih kembali.

Psikotisme, dapat digabung bersama-sama dengan neurotisisme dan


ekstraversi, menjadi bentuk tiga dimensi. Tiga garis yang saling berpotongan
ditengah-tengah dan saling tegak lurus, menggambarkan hubungan antara ketiga
dimensi itu. Setiap individu dapat digambarkan dalam sebuah titik pada ruangan
yang diantarai oleh tiga garis dimensi itu.

Menurut Eysenck dan Gudjonsson, ada korelasi negatif antara androgen


(testoterone) dengan CAL. Androgen dihasilkan oleh kelenjar adrenal kelamin
laki-laki (testis) dan kelenjal adrenal perempuan (ovarium). Semakin tinggi
androgen anak, semakin rendah CAL. Akibatnya muncul sifat-sifat maskulinitas,
seperti tingkahlaku agresi. Secara hipotesis, hormon androgen menjadi mediator
hubungan antara CAL yang rendah dengan kriminalitas.

Kecerdasan

Eysenck sesungguhnya ingin memasukkan kecerdasan sebagai dimensi keempat


dari kepribadian. Seperti tiga dimensi yang lain, kecerdasan lebih banyak
dipengaruhi oleh keturunan. Namun penelitian disekitar kecerdasan masih belum
dapat mengelaborasi faktor kecerdasan itu dengan keseluruhan kepribadian
manusia. Banyak kontroversi tentang hubungan antara kecerdasan dengan ras,
yang belum terselesaikan.

Pengukuran kepribadian

Eysenck mengembangkan empat inventori kepribadian untuk mengukut tiga


superfaktornya ini. Pertama, maudsley personality inventory atau MPI (eysenck
1959 ). Hanya menilai E dan N dan menghasilkan sejumlah korelasi di antara dua
faktor ini. Dengan dasar ini, eysenck mengembangkan tes lain yang disebut
eysenck personality inventory atau EPI. Tes ini mengandung sekala kebohongan
(L) untuk mendeteksi kepura-puraan namun, yang lebih penting, dia mengukur
ekstraversi dan neurotik secara independen, dengan sebuah korelasi nol antara E
dan N (H.J. Eysenck & B.G. Eysenck1964,1968). EPI ini kemudian
dikembangkan sybil B.G. Eysenck(1965) agar bisa juga mengetes anak yang
berusia 7 sampai 16 tahun, yang disebut EPI yunior.

EPI masih berupa inventor dua faktor, sehingga Hans Eysenck dan Syabil
Eysenck (1975) menerbitkan tes kepribadian ketiga, disebut Eysenck Personality
Questionaire (EPQ) yang mencangkup skala psikotisme(P) juga. EPQ juga
memiliki versi dewasa dan anak-anak, sekaligus merevisi EPI yang waktu itu
masih beredar.

Dasar-dasar biologis kepribadian


Menurut Eysenck, faktor-faktor kepribadian P,E dan N semuanya memiliki
determinan biologis kuat. Dia memperkirakan tiga perempat varian dari ketiga
dimensi kepribadian ini ditemukan oleh corak hereditas dan hanya seperempat
saja yang dibentuk oleh faktor-faktor lingkungan.

Eysenck (1990) menemukan tiga kelompok bukti bagi kompenen biologis kuat
dalam kepribadian ini. Pertama, penelitian(Mc Care & Alik, 2000) menemukan
faktor-faktor yang hampir identik di antara manusia di berbagai belahan bumi,
menjadi bukan hanya di eropa barat dan amerika utara, tetapi juga di uganda,
migeria, jepang, cina, dan negara-negara afrika atau eropa lainnya. Kedua, bukti
(Mc Care & Costa,2003) yang menyatakn bahwa individu cenderung
mempertahankan posisi mereka di sepanjang waktu dimensi kepribadian yang
berbeda-beda. Dan ketiga, studi mengenai saudara kembar (Eysenck,1990)
menunjukan konkordansi yang lebih tinggi pada kembar identik daipada kembar
sejenis seklipun.

Dalam teori Eysenck mengenai kepribadian, psikotisme, ekstraversi, dan


neruotisme dapat memiliki penyebab maupun konsekuensi. Penyebabnya bisa
bersifat genetik biologis, sementar konsekuensinya mencakup variabel-variabel
eksperimental seperti pengalaman pengkondisian, kepekaan, dan memori selain
juga prilaku sosial, seperti kriminaisasi, kreativitas, psikopatologi, dan perilaku
seksual. Dengan kata lain, kepribadian memiliki determinan genetik yang secara
tidak langsung membentuk jembatan-jembatan biologis, dan jembatan ini pada
akhirnya membantu pembentukan P, E, dan N yang memberikan konstribusi bagi
luasnya variasi pembelajaran biologis dan pembelajaran biologis dan perilaku
sosial.

Kepribadian sebagi alat prediksi

Model kepribdian Eysenck menunjukan bahwa psikometri sifat-sifat P,E dan N


dapat berkombinasi satu sama lain, juga dengan determinan genetik, jembatan
biologis maupun studi eksperimental untuk memprediksi beragam perilaku sosial,
termasuk yang memberikan konstribusi terhdap penyakit.
Kepribadian dan perilaku

Teori Eysenck sendiri mengasumsikan ekstreversi adalah produk dari tingkatan


stimulasi kulit otak yang rendah. Karena itu, pribadi introver, jika dibandingkan
dengan pribadi ekstrover, mestinya lebih sensitif terhadap beragam stimulasi dan
kondisi belajar. Eysenck (1997) memiliki pendapat, bahwa teori kepribadian yang
efektif harus sanggup memprediksi baik konsekuensi proksimal meupun
konsekuensi distal, sehingge eysenck dan putranya mengutip studi yang
membuktikan tuntutan lebih besar pribadi ekstrover terhadap perubahan dan
kebaruan, entah dari studi-studi laboratorium maupun studi-studi tentang perilaku
sosial.

Dengan kata lain, sebuah interaksi muncul diantara dimensi kepribadian dan gaya
belajar. Namun demikian, ketika penelitian mengabaikan faktor-faktor
kepribadian ini, mereka bisa tidak menemukan perbedaan dalam perbandingan
efektivitas penemuan versus gaya belajar respetif. Eysenck juga berhipotesa kalau
psikotisme(P) berkaitan dengan kejeniusan dan kreativitas.

Dengan cara yang sama, Eysenck dan S.B.G. Eysenck (1997) melaporkan bahwa
pribadi dengan sekor P tinggi dan sekor E tinggi tampaknya cenderung menjadi
pembuat masalah ketika masih kecil(anak yang hiper aktif/nakal). Orang tua dan
guru menganggap ank-anak ekstrover sebagai berandal yang menararik dan bisa
memaafkan semua kenakalan mereka namun, para pembuat masalah dengan sekor
P tinggi dianggap lebih nakal, ugal-ugalan, dan tidak layak dicintai. Kalau begitu,
para pembuat masalah dengan sekor E tinggi cenderung tumbuh mendadi orang
dewasa yang produktif, sementara pembuat masalah dengan skor P tinggi
cenderung bermasalah dengan pembelajaran, mudah terjerumus dalam
kriminalitas dengan mengalami kesulitan saat menjalin hubungan pertama.
Eysenck pun mewanti-wanti bahwa psikolog bisa keliru memberiken pengarahan
jika tidak memahami beragam kombinasi dari dimensi kepribadian ketika
melakukan riset mereka.

Kepribadian dan penyakit


Dapatkah fakator-faktor kepribadian memprediksi tingkat mortalitas dari penyakit
kanker dan serangan jantung atau CVD(Cardiovascular disease)?

Eysenck melakukan penelitian dengan beberapa dokter sekaligus psikolog, untuk


meneliti bukan hanya kaitan antara kepribadian dan penyakit, tetapi juga
efektivitas terapi behavior dalam memperpanjang harapan hidup pasien kanker
dan CVD. Dan beberapa rekan sepenelitian Eysenck menggunakn metode
kuisioner singkat dan wawancara personal yang lumayan panjang gunanya untuk
menempatkan seseorang kesalah satu dari empat kelompok atau tipe:

Tipe 1: mencakup pribadi dengan reksi nonemosional penuh harapan/tanpa-


harapan terhadap stres,

Tipe 2: secara tipikal bereaksi terhadap rasa furstrasi akibat kemarahan, agresi dan
stimulasi emosional,

Tipe 3: pribadi yag ambivalen, berubah-ubah dari bereaksi seperti pribadi tipe 1
kemudian bereaksi seperti pribadi tipe 2, lalu kembali lagi seperti tipe ,

1 sedangkan individu tipe 4: melihat anatomi sebagai kondisi penting bagi


kesejahteraan da kebahagiaan pribadi mereka.

Anda mungkin juga menyukai