Kriteria kedua adalah faktor juga harus memiliki sifat warisan dan cocok
dengan model genetik yang ada. Kriterian ini mengeleminasi karakteristik yang
dipelajari, seperti kemampuan untuk meniru pandangan pribadi yang terkenal atau
keyakinan agama atu politik tertentu.
Kriteria ketiga, faktor harus masuk akal dari sudut pandangan teoritis.
Eysenck mengunakan metode deduktif untuk melakukan peneitiannya, dimulai
dari teori dan kemudian mengumpulkan data secara logis konsisten dengan teori
tersebut.
Beturut-turut dari hirarki yang tinggi ke hirarki yang rendah: tipe – traits-
kebiasaan- respons spesifik :
Satu tipe bisa terdiri atas beberapa sifat yang saling terkait.contohnya,
presistensi bisa berkaitan dengan inferioritas, penyesuaian emosional yang lemah,
keminderan sosial, dan beberapa sifat lain, dimana seluruh klutsernya membentuk
tipe introver. Masing-masing tipe merupakan kumpulan dari 9 trait, sehingga
semuanya ada 27 trait.
TIPE
Dimensi-dimensi Kepribadian
Sudah kita ketahui bahwa tipe adalah tingkat tertinggi dari teori Eysenck yang
berkaitan dengan kepribadian. Tipe sendiri dibagi lagi menjadi 3
bagian(superfaktor) yang berbeda, dan setiap bagian tersebut terdiri atas masing-
masing 9 trait yang berbeda pula.
Ekstraversi
Neurotisme
Dasar biologis dari neurotisisme adalah kepekaan reaksi sistem syaraf otonom
(ANS=Automatic Nervous Reactivity). Orang yang kepekaan ANS-nya tinggi,
pada kondisi lingkungan wajar sekalipun sudah merespon secara emosional
sehingga mudah mengembangkan gangguan neurotik. Neurotisisme dan
ekstraversi dapat digabung dalam bentuk hubungan CAL dan ANS, dan dalam
bentuk garis absis ordinat. Kedudukan setiap orang pada bidang dua dimensi itu
tergantung kepada tingkat ekstraversi dan neurotisismenya.
Penjelasan Tabel
Dia menjelaskan begini: orang neurotistik akut sangat peka terhadap hal-
hal yang menakutkan. Kalau orang ini introvert, mereka akan belajar menghindari
situasi yang menyebabkan kepanikan itu secepat mungkin, bahkan ada yang
langsung panik walaupun situasinya belum terlalu gawat –orang inilah yang
mengidap fobia. Sementara orang introvert lainnya akan mempelajari perilaku-
perilaku yang dapat menghilangkan kepanikan mereka, seperti memeriksa segala
sesuatunya berulang kali atau mencuci tangan berulang kali karena ingin
memastikan tidak ada kuman yang akan membuat mereka sakit.
Psikotisme
Kecerdasan
Pengukuran kepribadian
EPI masih berupa inventor dua faktor, sehingga Hans Eysenck dan Syabil
Eysenck (1975) menerbitkan tes kepribadian ketiga, disebut Eysenck Personality
Questionaire (EPQ) yang mencangkup skala psikotisme(P) juga. EPQ juga
memiliki versi dewasa dan anak-anak, sekaligus merevisi EPI yang waktu itu
masih beredar.
Eysenck (1990) menemukan tiga kelompok bukti bagi kompenen biologis kuat
dalam kepribadian ini. Pertama, penelitian(Mc Care & Alik, 2000) menemukan
faktor-faktor yang hampir identik di antara manusia di berbagai belahan bumi,
menjadi bukan hanya di eropa barat dan amerika utara, tetapi juga di uganda,
migeria, jepang, cina, dan negara-negara afrika atau eropa lainnya. Kedua, bukti
(Mc Care & Costa,2003) yang menyatakn bahwa individu cenderung
mempertahankan posisi mereka di sepanjang waktu dimensi kepribadian yang
berbeda-beda. Dan ketiga, studi mengenai saudara kembar (Eysenck,1990)
menunjukan konkordansi yang lebih tinggi pada kembar identik daipada kembar
sejenis seklipun.
Dengan kata lain, sebuah interaksi muncul diantara dimensi kepribadian dan gaya
belajar. Namun demikian, ketika penelitian mengabaikan faktor-faktor
kepribadian ini, mereka bisa tidak menemukan perbedaan dalam perbandingan
efektivitas penemuan versus gaya belajar respetif. Eysenck juga berhipotesa kalau
psikotisme(P) berkaitan dengan kejeniusan dan kreativitas.
Dengan cara yang sama, Eysenck dan S.B.G. Eysenck (1997) melaporkan bahwa
pribadi dengan sekor P tinggi dan sekor E tinggi tampaknya cenderung menjadi
pembuat masalah ketika masih kecil(anak yang hiper aktif/nakal). Orang tua dan
guru menganggap ank-anak ekstrover sebagai berandal yang menararik dan bisa
memaafkan semua kenakalan mereka namun, para pembuat masalah dengan sekor
P tinggi dianggap lebih nakal, ugal-ugalan, dan tidak layak dicintai. Kalau begitu,
para pembuat masalah dengan sekor E tinggi cenderung tumbuh mendadi orang
dewasa yang produktif, sementara pembuat masalah dengan skor P tinggi
cenderung bermasalah dengan pembelajaran, mudah terjerumus dalam
kriminalitas dengan mengalami kesulitan saat menjalin hubungan pertama.
Eysenck pun mewanti-wanti bahwa psikolog bisa keliru memberiken pengarahan
jika tidak memahami beragam kombinasi dari dimensi kepribadian ketika
melakukan riset mereka.
Tipe 2: secara tipikal bereaksi terhadap rasa furstrasi akibat kemarahan, agresi dan
stimulasi emosional,
Tipe 3: pribadi yag ambivalen, berubah-ubah dari bereaksi seperti pribadi tipe 1
kemudian bereaksi seperti pribadi tipe 2, lalu kembali lagi seperti tipe ,