PENDAHULUAN
1
2
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari autisme.
1.3.2 Untuk mengetahui penyebab dari autisme.
1.3.3 Untuk mengetahui kelainan otak pada autsime.
1.3.4 Untuk mengetahui gejala dari autisme.
1.3.5 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari autism.
1.3.6 Untuk mengetahui klasifikasi dari autsime.
1.3.7 Untuk mengetahui diet pada pasien autism.
1.3.8 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien autisme.
1.4 Manfaat
1.4.1 Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari autisme.
1.4.2 Agar mahasiswa dapat mengetahui penyebab dari autisme.
1.4.3 Agar mahasiswa dapat mengetahui kelainan otak pada autsime.
1.4.4 Agar mahasiswa dapat mengetahui gejala dari autisme.
1.4.5 Agar mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan dari autisme.
1.4.6 Agar mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi dari autsime.
1.4.7 Agar mahasiswa dapat mengetahui diet pada pasien autisme.
1.4.8 Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien autisme.
BAB II
PEMBAHASAN
Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autisme
seakan-akan hidup dalam dunianya sendiri. Istilah autisme baru diperkenalkan oleh
Leo Kanner sejak tahun 1943 (Handojo, 2008). Autisme bukan suatu gejala penyakit,
tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) yang terjadi penyimpangan perkembangan
sosial, kemampuan berbahasa, dan kepedulian terhadap sekitar (Yatim, 2003).
Menurut kamus psikologi, pengertian dari autisme adalah anak dengan
kecenderungan diam dan suka menyendiri yang ekstrem. Anak autisme bisa duduk
dan bermain berjam-jam lamanya dengan jemarinya sendiri atau dengan serpihan
kertas, serta tampaknya mereka itu tenggelam dalam satu dunia sendiri.
Autisme dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor internal meliputi
genetik, psikologis, neorobiologis, prenatal, natal, infeksi virus, dan trauma
kelahiran. Sementara faktor eksternalnya antara lain lingkungan bahan kimia
beracun, merkuri, timbal, kadmium, arsenik, dan aluminium (Handojo, 2008).
Orang tua yang emosional, kaku, dan obsesif, yang mengasuh anak mereka
yang secara emosional atau akibat sikap ibu yang dingin (kurang hangat).
2.2.1.2 Neurobiologis
Kelainan perkembangan sel-sel otak selama dalam kandungan atau sudah
anak lahir dan menyebabkan berbagai kondisi yang memengaruhi sistem saraf
pusat. Hal ini diduga karena adanya disfungsi dari batang otak dan
neurolimbik.
3
4
2.2.2.2 Timbal
Timbal dikenal sebagai neurotoksin yang diartikan sebagai pembunuh sel-sel
otak. Kadar timbal yang berlebihan pada darah anak-anak akan memengaruhi
kemampuan belajar anak, defisit perhatian, dan sindroma hiperaktivitas.
ditemukan terjadi atropi lobus paretalis, jumlah sel otak menurun, sehingga
mengakibatkan perhatian pada lingkungan terganggu, serta anak menjadi acuh tak
acuh pada lingkungan. Pada PET scan dan MRI didapatkan gangguan pada sistem
limbik (daerah hipokampus dan amigdala). Sel neuron tumbuh padat dan kecil
yang menyebabkan fungsi neuron menjadi kurang baik.
Autisme timbul sebelum anak mencapai usia tiga tahun dan sebagian anak
memiliki gejala itu sudah ada sejak lahir. Seorang ibu yang sangat cermat memantau
perkembangan anaknya sudah akan melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya
mencapai usia satu tahun. Hal yang sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat
kurangnya tatapan mata.
Gejala-gajala akan tampak makin jelas setelah anak mencapai usia tiga tahun,
yaitu meliputi hal berikut (IDAI, 2004).
2.4.3.2 Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu, seperti kartu, kertas,
gambar, gelang karet, atau apa saja yang terus dipeganganya dan dibawa
ke mana saja.
2.4.3.3 Perilaku ritual (ritualistic).
Menurut Mujiyanti (2011), ada banyak tingkah laku yang tercakup dalam anak autis
dan ada 4 gejala yang selalu muncul yaitu :
1. Isolasi sosial
Banyak anak autis yang menarik diri dari kontak sosial kedalam suatu keadaan
yang disebut extreme autistic alones. Hal ini akan semakin terlihat pada anak
yang lebih besar, dan ia akan bertingkah laku seakan-akan orang lain tidak ada.
2. Kelemahan kognitif
Anak autis sebagian besar (±70%) mengalami retardasi mental (IQ <70) disebut
dengan autis dengan tuna grahita tetapi anak autis infertil sedikit lebih baik,
contohnya dalam hal yang berkaitan dengan hal sensor motorik. Anak autis
dapat meningkatkan hubungan sosial dengan temannya, tetapi hal itu tidak
berpengaruh terhadap retardasi mental yang dialami.
3. Kekurangan dalam bahasa
Lebih dari setengah autis tidak dapat berbicara, yang lainnya hanya mengoceh,
merengek, atau menunjukkan ecocalia, yaitu menirukan apa yang dikatakan
orang lain. Beberapa anak autis mengulang potongan lagu, iklan TV atau
potongan kata yang terdengar tanpa tujuan. Beberapa anak autis menggunakan
kata ganti dengan cara yang aneh.
4. Tingkah laku stereotif
Anak autis sering melakukan gerakan yang berulang-ulang secara terus menerus
tanpa tujuan yang jelas. Seperti berputar-putar, berjingkat-jingkat dan lain
sebagainya. Gerakan ini dilakukan berulangulang disebabkan karena kerusakan
fisik, misalnya ada gangguan neurologis. Anak autis juga mempunyai kebiasaan
menarik-narik rambut dan menggigit jari. Walaupun sering kesakitan akibat
perbuatannya sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah laku yang aneh ini
sangat kuat dalam diri mereka. Anak autis juga hanya tertarik pada bagian-
bagian tertentu dari sebuah objek misalnya pada roda mobil-mobilan. Anak autis
juga menyukai keadaan lingkungan dan kebiasaan yang monoton.
9
bicara, komunikasi, dan interaksi sosial. Seorang terapis bermain bisa membantu
anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
vitamin dosis tinggi, serta air putih minimal dua liter sehari. Tujuannya untuk
mengeluarkan racun yang menumpuk dalam tubuh.
1. Gluten, yaitu pada gandum, terigu, mie, spageti, makanan ringan, dan lain-lain.
Produk olahan (gluten), seperti kecap, roti, kue, dan sebagainya.
2. Kasein, yaitu susu sapi, kambing, keju, es krim, mentega, yoghurt, kue
kemasan (cookies).
3. Makanan yang mengandung penyedap rasa.
4. Bahan pemanis dan pewarna buatan, seperti permen, saos tomat, minuman
kemasan (soft drink), dan lain-lain.
5. Makanan yang diawetkan, seperti bakso, pangsit.
6. Makanan cepat saji (fastfood).
7. Buah yang harus dihindari, yakni pisang, apel, anggur, jeruk, tomat.
8. Semua makan yang menjadi alergen.
9. Penurun panas yang ada, misalnya asetil salisilat, asetaminofen, parasetamol.
1. Tepung, seperti ketan, beras, kedelai, tapioka, sagu, hunkwe, soun, bihun,
kentang.
2. Buah, seperti pepaya, semangka, melon, nanas.
3. Bahan pewarna alami, misalnya daun pandan, kunyit, coklat bubuk.
4. Margarin dari tumbuhan, santan.
5. Obat penurun panas, misal ibuprofen (proris).
2.8.2.1 Psikososial
2.8.2.2 Neurologis
2.8.2.3 Gastrointestinal
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Autisme suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara klinis
ditandai oleh gejala-gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam kemampuan
interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi
timbal balik, dan minat yang terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan
berulang tanpa tujuan (stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar
terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini
penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat memicu adanya
perubahan genetika dan kromosom, dianggap sebagai faktor yang berhubungan
dengan kejadian autis pada anak, perkembangan otak yang tidak normal atau tidak
seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada neurotransmitter, dan
akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan perilaku pada penderita.
20
DAFTAR PUSTAKA
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Keperawatan-Jiwa-Komprehensif.pdf
http://eprints.ums.ac.id/43793/18/BAB%20II%20E.pdf
https://www.academia.edu/9502794/asuhan_keperawatan_autis_pada_anak
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta: Kementrian
Yusuf, Ah., dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika
21