Anda di halaman 1dari 10

PEMURNIAN GARAM DAPUR

Pungki Bagaskoro, Siti Mubarokah, Ratna Kumala Dewi, Ahmad Afif Ridwan
Lab. Kimia Anorganik Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang
Gedung D8 Lt 1 Sekaran Gunungpati Semarang 50229, Indonesia
pungkibagaskoro@gmail.com, 085727040460

Abstrak
Tujuan dari praktikum pemurnian garam dapur atau NaCl adalah untuk mempelajari metode
rekristalisasi NaCl dengan penambahan bahan pengikat pengotor dan menghitung kadar NaCl.
Langkah pertama dalam percobaan ini adalah memurnikan NaCl sampai endapan pengotor yang
diperoleh dari hasil penyaringan dikeringkan dan ditimbang, kemudian melakukan standarisasi
terhadap larutan AgNO3 dengan menggunakan indikator K2CrO4 5 persen. Setelah itu,
menentukan kadar NaCl sebelum direkristalisasi dan sesudah direkristalisasi dengan cara titrasi
dan menggunakan indikator K2CrO4 5 persen. Dari percobaan, dihasilkan standarisasi larutan
AgNO3 diperoleh 0,0896 N. kadar garam kotor sebelum direkristalisasi diperoleh 89,01 persen.
Sedangkan setelah direkristalisasi kadar garam menjadi 84,86 persen. Dapat disimpulkan dari
hasil yang diperoleh bahwa rekristalisasi yang dilakukan memberikan lebih banyak pengotor
dalam garam. Dapat dibuktikan dengan kadar garam setelah direkristalisasi lebih sedikit
dibandingkan dengan kadar garam sebelum direkristalisasi. Hal ini dapat terjadi karena
penambahan bahan pengikat pengotor yang terlalu banyak seperti Ba(OH) 2 yang bereaksi
dengan HCl dapat membentuk BaSO4 yang merupakan pengotor.
Kata kunci: kadar garam; pemurnian garam; rekristalisasi; standarisasi; titrasi

Abstract
The purpose of the practicum are to study the recrystallization method with the addition of a
binder and calculate the impurity levels of NaCl. The first step in this experiment was purified
NaCl to precipitate impurities obtained from the filtration was dried and weighed, then
standardize the solution of AgNO3 using K2CrO4 indicator 5 percent. After that, determine
levels of NaCl before and after recrystallized recrystallized by titration and use indicators
K2CrO4 5 percent. From the experiments, resulting standardization AgNO3 solution obtained
0.0896 N. salinity dirty before recrystallized obtained 89.01 percent. after recrystallized salt
content be 84.86 percent. It can be concluded from the results obtained that the recrystallization
is carried out to provide more impurities in the salt. Can be proved by salinity after
recrystallized fewer than levels before the recrystallized salt. This can occur due to the addition
of a binder too many impurities such as Ba(OH)2 which reacts with HCl to form BaSO4 is an
impurity.
Keywords : salinity ; purification of salt ; recrystallization ; standardization ; titration

Pendahuluan
Garam atau NaCl merupakan senyawa yang sangat penting dalam kehidupan sehari – hari.
Garam digunakan dalam pengawetan makanan, perasa makanan dan lain sebagainya. Garam
diperoleh dari penguapan air laut yang kemudian mengkristal atau biasa kita sebut gram krosok.
Garam krosok atau garam yang belum dimurnikan masih mengandung zat-zat pengotor seperti Ca2+,
Mg2+, Al3+, Fe3+, SO42-, I-, Br- (Anonim, 1989).
Untuk meningkatkan kualitas garam yang diperoleh dari laut dapat dilakukan berbagai cara
seperti kristalisasi bertingkat, rekristalisasi, pencucian garam, dan pemurnian dengan penambahan
bahan pengikat pengotor. Apabila tidak dilakukan pemurnian, maka garam yang diperoleh melalui
proses penguapan air laut tersebut masih mengandung senyawa-senyawa pengotor seperti MgCl2,
MgSO4, CaSO4, CaCO3, KBr dan sebagian kecil KCl (Jumaeri, 2003).
Pada percobaan pemurnian NaCl bertujuan untuk mempelajari rekristalisasi NaCl dengan
penambahan bahan pengikat pengotor dan menghitung kadar NaCl. Rekristalisasi adalah suatu
metode yang digunakan untuk memurnikan padatan (Mohrig, 1979). Pada prinsipnya zat yang akan
dimurnikan dilarutkan dalam suatu pelarut yang dipanaskan dan diuapkan kembali. Bahan pengotor
yang tidak dapat dilarutkan dapat dipisahkan dari larutan dengan cara penyaringan, sedangkan bahan
pengotor yang mudah larut akan berada dalam larutan.
Rekristalisasi atau pemecahan butiran (grain) hasil fabrikasi menjadi butiran-butiran halus
(subgrain) telah diamati di dalam bahan bakar UO2 berderajat bakar tinggi. Proses rekristalisasi

mulai terjadi apabila energi per inti cukup untuk membentuk permukaan-permukaan batas butir
dengan membuat suatu volume yang bebas regangan dengan hasil akhir berupa penurunan energi
bebas material. Restrukturisasi ini menyebabkan terbentuk-nya suatu jaringan yang rapat
menyerupai batas butir baru. Dosis iradiasi yang menyebabkan rekristalisasi ditentukan oleh kondisi
operasi bahan bakar seperti temperatur dan laju fisi. ( Herutomo, 2000).
Dalam kristal ionik, seperti logam halida, oksida, dan sulfida, kation dan anion disusun
bergantian, dan padatannya diikat oleh ikatan elektrostatik. Banyak logam halida melarut dalam
pelarut polar misalnya NaCl melarut dalam air, sementara logam oksida dan sulfifa, yang
mengandung kontribusi ikatan kovalen yang signifikan, biasanya tidak larut bahkan di pelarut yang
paling polar sekalipun. Struktur dasar kristal ion adalah ion yang lebih besar (biasanya anion)
membentuk tetrahedral diantara anion. Struktur garam dapur Natrium Klorida NaCl adalah senyawa
khas dalam strukturnya (Anion) disusun dalam p dan kation Na+ menempati ruang oktahedral.
Setiap kation Na+ dikelilingi oleh enam anion Cl-. Struktur yang sama akan dihasilkan bila proses
anion dan kation dipertukarkan (Saito, 1996).
Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan.
Endapan mungkin berupa Kristal (kristalin) atau koloid, dan dapat dikeluarkan dari larutan dengan
penyaringan atau pemusingan (centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh
dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan (s) suatu endapan, menurut definisi adalah sama dengan
konsentrasimolar dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung dari berbagai kondisi, seperti suhu,
tekanan, konsentrasi bahan-bahan lain dalam larutan itu, dan pada komposisi pelarutnya. Kelarutan
endapan bertambah besar dengan kenaikan suhu, meskipun dalam beberapa hal yang istimewa
(seperti kalium sulfat), terjadi yang sebaliknya.
Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian besar pada
struktur morfologi endapan, yaitu pada bentuk dan ukuran kristal-kristalnya. Makin besar Kristal-
kristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring.
Bentuk Kristal juga penting. Struktur yang sederhana, seperti kubus, octahedron, atau jarum-jarum,
sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring. Ukuran Kristal yang terbentuk selama
pengendapan, tergantung terutama pada dua factor penting: yaitu laju pembentukan inti (nukleasi)
dan laju pertumbuhan Kristal. (Vogel, 1985).
Proses rekristalisasi merupakan proses pengintian dan pertumbuhan Kristal-kristal baru
bebas regangan pada logam induk (matriks) yang telah mengalami pengerjaan dingin. Ada beberapa
pandangan tentang mekanisme proses pengintian pada rekristalisasi dan pandangan yang paling
akhir diterima ialah yang diusulkan oleh Hu. Hu menyatakan bahwa proses pengintian selama
rekristalisasi adalah terjadinya penyatuan atau penggabungan sub butir di daerah micro-band yang
terletak diantara pita deformasi utama atau di dekat batas butirbatas butir induk.
Bahan pengikat pengotor adalah bahan atau zat yang dapat digunakan untuk mengikat zat –
zat asing yang keberadaannya tidak dikehendaki dalam zat murni. Secara teori garam yang beredar
di masyarakat yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat harus mempunyai kadar NaCl minimal
94,7% untuk garam yang tidak beriodium (Nitimihardja, 2005:6). Sesuai SNI nomor 01-3556-2000
(Anonim, 1994), garam beriodium adalah garam konsumsi yang mengandung komponen utama
NaCl 94,7%, air maksimal 7% dan Kalium Iodat mineral 30 ppm, serta senyawa-senyawa lain sesuai
dengan persyaratan yang ditentukan, namun pada kenyataannya kadar NaCl pada garam dapur jauh
dibawah standar.
Oleh karena itu percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar NaCl sebelum dimurnikan
dan kadar NaCl setelah dimurnikan dengan penambahan bahan pengikat pengotor. Bahan pengikat
ini merupakan bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam larutan garam dapur dengan maksud
untuk mengikat pengotor-pengotor yang sebelumnya sudah ada pada garam dapur melalui
pembentukan endapan.

Metode

Dalam percobaan pemurnian NaCl, 50 mL aquades dipanaskan dalam bekerglass sampai


mendidih beberapa saat, kemudian 2,5 gram garam dapur dimasukkan ke dalam air panas sambil
diaduk dan dipanaskan lagi sampai sampai mendidih lalu disaring. CaO sebanyak 0,05 gram
ditambahkan kedalam larutan, endapan yang terjadi disaring. Ba(OH)2 1,0 M ditambahkan tetes
demi tetes sampai tetes terakhir tidak membentuk endapan lagi, endapan yang terjadi kemudian
disaring. Kira-kira 10 mL larutan (NH4)2CO3 0,10 M ditambahkan tetes demi tetes sampai tetesan
terakhir tidak membentuk endapan. Larutan disaring dan filtratnya dinetralkan dengan HCl encer
dan diuji dengan kertas indikator universal. Larutan diuapkan sampai kering, Kristal yang diperoleh
kemudian ditimbang. Endapan pengotor yang diperoleh dari hasil penyaringan dikeringkan dan
ditimbang.
Sebelum melakukan titrasi untuk menentukan kadar NaCl, terlebih dahulu dilakukan
standarisasi terhadap larutan AgNO 3 untuk mengetahui normalitasnya. Sebanyak 0,2022 gram
sampel garam dapur dilarutkan dalam 100 mL aquades di dalam labu takar 100mL, kemudian
dipindahkan ke dalam Erlenmeyer. Dicek pHnya, jika terlalu asam ditambahkan larutan NaHCO3
dan jika terlalu basa ditambahkan HNO 3 hingga pH netral. Sebanyak 10 mL larutan diambil dan
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang kemudian ditambahkan 1 mL indikator K2CrO4 5%. Larutan
kemudian dititrasi dengan larutan AgNO 3 sampai larutan berwarna merah bata. Proses titrasi tersebut
diulangi sampai dua kali.
Setelah konsentrasi larutan AgNO3 diketahui, selanjutnya adalah penentuan kadar NaCl.
Penentuan kadar yang pertama adalah penentuan kadar NaCl kotor atau yang belum direkristalisasi.
Sebanyak 0,2568 gram sampel garam kotor dilarutkan dalam 100 mL aquades di dalam labu takar,
kemudian dipindahkan ke dalam Erlenmeyer. Dicek pHnya, jika terlalu asam ditambahkan larutan
NaHCO3 dan jika terlalu basa ditambahkan HNO3 hingga pH netral. Sebanyak 10 mL larutan
diambil dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang kemudian ditambahkan 1 mL indikator K 2CrO4
5%. Larutan kemudian dititrasi dengan larutan AgNO3 sampai larutan berwarna merah bata. Proses
titrasi tersebut diulangi sampai dua kali.
Penentuan kadar yang selanjutnya adalah penentuan kadar garam murni atau yang sudah
direkristalisasi. Sebanyak 0,2504 gram sampel garam kotor dilarutkan dalam 100 mL aquades di
dalam labu takar, kemudian dipindahkan ke dalam Erlenmeyer. Dicek pHnya, jika terlalu asam
ditambahkan larutan NaHCO3 dan jika terlalu basa ditambahkan HNO 3 hingga pH netral. Sebanyak
10 mL larutan diambil dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang kemudian ditambahkan 1 mL
indikator K2CrO4 5%. Larutan kemudian dititrasi dengan larutan AgNO3 sampai larutan berwarna
merah bata. Proses titrasi tersebut diulangi sampai dua kali.

Hasil Dan Pembahasan

Analisis data:

Pada pemurnian NaCl dihasilkan garam 0,2022 gram yang sebelum dimurnikan garam
tersebut bermassa 0,25 gram.

Standarisasi AgNO3:
Massa garam = 0,2022 gram
Volume pelarut = 100 mL
Mr NaCl = 58,5
Volume AgNO3 = 3, 967 mL
N =

= 0,0345 N
V1. N1 = V2. N2
10 mL . 0,0345 N = 3,967 mL . N2
N2 = 0,0896 N

Penentuan Kadar Garam:


Garam kotor:
Massa NaCl = 0,2568 gram
Volume pelarut = 100 mL
Mr NaCl = 58,5
Volume AgNO3 = 4,35 mL (rata-rata)

V1. N1 = V2. N2
10 mL . N1 = 4,35 mL . 0,0896 N
N1 = 0,0391 N

Mmol = 100 mL x 0,0391 M


= 3,91 mmol
Massa = 3,91 mmol x 58,5
= 228,735 mg
= 0,2287 gram

Kadar garam kotor =

= 89,06%

Garam bersih atau sudah direkristalisasi:


Massa NaCl = 0,2504 gram
Volume pelarut = 100 mL
Mr NaCl = 58,5
Volume AgNO3 = 4,05 mL (rata-rata)
V1. N1 = V2. N2
10 mL . N1 = 4,05 mL . 0,0896 N
N1 = 0,0363 N

Mmol = 100 mL x 0,0363 M


= 3,63 mmol
Massa = 3,63 mmol x 58,5
= 212,355 mg
= 0,212355 gram

Kadar garam kotor =

= 84,86%

Hasil praktikum percobaan pemurnian NaCl disajikan dalam Tabel 1.


Tabel 1. Hasil praktikum pemurnian NaCl
Percobaan Hasil
Pemurnian NaCl Diperoleh garam 0,2022 gram

Penentuan kadar NaCl Kadar garam kotor 89,01%


Kadar garam bersih 84, 01%

Pada percobaan pemurnian NaCl dihasilkan garam rekristalisasi sebanyak 0,2022 gram
seperti pada Gambar 1. yang sebelum dimurnikan bermassa 0,25 gram. Hal ini belum menunjukan
bahwa pengotor pada garam telah menghilang dikarenakan massa berkurang, namun perlu dilakukan
penentuan kadar dengan cara titrasi. Kadar garam dikatakan meningkat atau kadar pengotor
berkurang apabila kadar garam sebelum rekristalisasi lebih kecil dibandingkan kadar garam hasil
rekristalisasi.
Gambar 1. Hasil pemurnian NaCl

Hasil pengujian kadar garam kotor dan garam bersih menggunakan metode titrasi
argentometri yang sebelumnya titrat telah dicek pHnya sampai netral seperti yang ditunjukan pada
Gambar 2. berturut-turut adalah 89,06% dan 84,86%. Larutan berwarna merah bata dihasilkan pada
titrasi penentuan kadar garam kotor (Gambar 3) dan titrasi garam yang sudah direkristalisasi atau
garam bersih (Gambar 4 dan Gambar 5). Hasil percobaan menunjukan bahwa kadar garam kotor
lebih besar dibandingkan dengan kadar garam bersih, yang berarti garam hasil rekristalisasi
mengandung lebih banyak pengotor atau proses rekristalisasi menghasilkan lebih banyak lagi
pengotor pada garam. Hal ini dapat dikarenakan garam kotor atau garam krosok atau garam yang
diperoleh melalui proses penguapan air laut sudah memiliki pengotor antara lain MgCl 2, MgSO4,
CaSO4, CaCO3, KBr dan sebagian kecil KCl (Jumaeri, 2003). Apabila penambahan Ba(OH) 2 terlalu
banyak, ion Ba2+ dapat bereaksi dengan pengotor garam yaitu ion SO42- menghasilkan pengotor
BaSO4. Selain itu, penambahan Ba(OH) 2 akan bereaksi dengan HCl yang apabila dipanaskan akan
menghasilkan pengotor BaSO4.

Ba(OH)2 + HCl BaSO4


Selain itu, kesalahan pengecekan pH yang tidak tepat netral pada saat titrasi dapat menyebabkan
penambahan pengotor pada garam.
Gambar 2. Hasil pengecekan pH titrat menggunakan pH universal

Gambar 3. Hasil titrasi penentuan kadar garam kotor


Gambar 4. Hasil titrasi pertama penentuan kadar garam bersih

Gambar 5. Hasil titrasi kedua penentuan kadar garam bersih


Karena hasil garam bersih atau garam rekristalisasi memiliki pengotor lebih banyak
dibandingkan dengan garam krosok yang belum direkristalisasi, garam ini belum layak di konsumsi
masyarakat. Secara teori garam yang beredar di masyarakat yang biasanya dikonsumsi oleh
masyarakat harus mempunyai kadar NaCl minimal 94,7% untuk garam yang tidak beriodium
(Nitimihardja, 2005:6).

Kesimpulan

Garam hasil pemurnian atau rekristalisasi memiliki lebih banyak pengotor karena kadar
garamnya lebih sedikit dibandingkan dengan kadar garam sebelum direkristalisasi. Hal ini berarti
garam hasil percobaan tidak layak dikonsumsi masyarakat yang diketahui senyawa pengotornya
banyak dan kadar garamnya kurang dari 94,7%.

Daftar Pustaka

Harjito, 2013, Panduan penulisan manuskrip., diunduh di


www.facebook.com/groups/chemisfun/shshhsnshhhs.pdf pada tanggal 1 September 2013.
Herutomo, Bambang., 2000. Efek Rekristalisasi Pada Bahan Bakar Uo2 Derajat Bakar

Tinggi Terhadap Pelepasan Gas Hasil Fisi . Pusat Pengembangan Teknologi Bahan
Bakar dan Daur Ulang-BATAN . Jakarta.
Lesdantina, Dina. 2009. “Pemurnian NaCl dengan Menggunakan Natrium Karbonat”.
http://google.com/. 20 Maret 2014
Setyopratomo, Puguh. 2003. “Studi Eksperimental Pemurnian Garam NaCl dengan Cara
Pemurnian Rekristalisasi”. Volume 11 nomor 2. http://google.com/. 20 Maret 2014
Sulistyaningsih, Triastuti. 2010. “Pemurnian Garam Dapur Melalui Metode Kristalisasi Air Tua
dengan Bahan Pengikat Pengotor Na2C2O4 – NaHCO3 dan Na2C2O4 – Na2CO3”. Volume 8.
http://google.com/. 20 Maret 2014.
Vogel . 1945 . Analisis Anorganik Kualitatif . PT Kalman Media Pustaka . Jakarta

Anda mungkin juga menyukai