PENDAHULUAN
Dimasa yang serba modern ini, sangat dibutuhkan tenaga yang terampil
baik di kota ataupun di desa. Karena dengan adanya teknologi yang serba canggih
ini juga sangat membantu dan mempermudah dalam melakukan suatu pekerjaan.
1.2 Tujuan
1
4. Mahasiswa mampu menggunakan mesin bor untuk melubangi
5. Mahasiswa mampu melakukan pengelasan SMAW
6. Dapat menggunakan alat alat bantu mesin bubut dan pengelasan dengan tepat
dan benar
7. Mahasiswa mampu membaca gambar gambar teknik sederhana
1.3 Manfaat
2
BAB II
PROSES PEMBUBUTAN
3
Gambar 2.1 mesin bubut. Gambar 2.2 mesin bubut.
4
dintara dua senter. Putaran yang dihasilkan ada dua macam yaitu putaran
cepat dan putaran lambat.
Gambar 2.3 A .Sumbu utama mesin bubut yang terpasang sebuah chuck
5
3. Eretan (carriage)
Eretan (Gambar 21) terdiri atas eretan memanjang (longitudinal
carriage) yang bergerak sepanjang alas mesin, eretan melintang (cross
carriage) yang bergerak melintang alas mesin dan eretan atas (top
carriage), yang bergerak sesuai dengan posisi penyetelan d atas eretan
melintang. Kegunaan eretan ini adalah untuk memberikan pemakanan
yang besarnya dapat diatur menurut kehendak operator yang dapat terukur
dengan ketelitian tertentu yang terdapat pada roda pemutarnya.
6
Tuas pengatur kecepatan (A) pada gambar 23, digunakan untuk
mengatur kecepatan poros transporter dan sumbu pembawa. Ada dua
pilihan kecepatan yaitu kecepatan tinggi dan kecepatan rendah. Kecepatan
tinggi digunakan untuk pengerjaan benda-benda berdiameter kecil dan
pengerjaan penyelesaian sedangkan kecepatan rendah digunakan untuk
pengerjaan pengasaran, ulir, alur, mengkartel dan pemotongan (cut off).
6. Pelat tabel
Pelat tabel (B) pada gambar 24, adalah tabel besarnya kecepatan yang
ditempel pd mesin bubut yg menyatakan besaran perubahan antara
hubungan roda-roda gigi di dalam kotak roda gigi ataupun terhadap roda
pulley di dalam kepala tetap (headstock).
Tabel ini sangat berguna untuk pedoman dalam pengerjaan sehingga
dapat dipilih kecepatan yang sesuai dengan besar kecilnya diameter
benda kerja atau menurut jenis pahat dan bahan yang dikerjakan.
7
Gambar2.8 Tuas pengubah pembalik transporter dan sumbu pembawa
Plat tabel kecepatan sumbu utama (E) pada Gambar 25, menunjukkan
angka-angka besaran kecepatan sumbu utama yang dapat dipilih sesuai
dengan pekerjaan pembubutan.
8
Gambar 2.10 Tuas-Tuas Pengatur Kecepatan Sumbu Utama
9
Gambar 2.12 Eretan Atas
10
14. Transporter dan Sumbu pembawa
Transporter atau poros transporter adalah poros berulir segi empat
atau trapesium yang biasanya memiliki kisar 6 mm, digunakan untuk
membawa eretan pada waktu kerja otomatis, misalnya waktu membubut
ulir, alur dan atau pekerjaan pembubutan lainnya. Sedangkan sumbu
pembawa atau poros pembawa adalah poros yang selalu berputar untuk
membawa atau mendukung jalannya eretan.
11
2.2.3 Fungsi Mesin Bubut
12
Gambar 2.17 Poros tirus
13
2.2.4 Alat Potong Pada Mesin Bubut
Pahat bubut rata kanan memilki sudut baji 80º dan sudut-sudut bebas
lainnya sebagaimana gambar 31, pada umumnya digunakan untuk
pembubutan rata memanjang yang pemakanannya dimulai dari kanan ke
arah kiri mendekati posisi cekam.
Pahat bubut rata kiri memilki sudut baji 55º dan sudut-sudut bebas
lainnya sebagaimana Gambar 32, pada umumnya digunakan untuk
pembubutan rata memanjang yang pemakanannya dimulai dari kiri ke arah
kanan mendekati posisi kepala lepas.
Pahat bubut ulir memilki sudut puncak tergantung dari jenis ulir yang
akan dibuat, sudut puncak 55° adalah untuk membuat ulir jenis whitwhort.
Sedangkan untuk pembuatan ulir jenis metrik sudut puncak pahat ulirnya
dibuat 60°.
14
5. Pahat Bubut Dalam
6. Pahat Potong
7. Pahat Bentuk
8. Bor Senter
Bor senter digunakan untuk membuat lubang senter diujung benda kerja
sebagai tempat kedudukan senter putar atau tetap yang kedalamannnya
disesuaikan dengan kebutuhan yaitu sekitar 1/3 ÷ 2/3 dari panjang bagian
yang tirus pada bor senter tersebut. Pembuatan lubang senter pada benda
kerja diperlukan apabila memilki ukuran yang relatif panjang atau untuk
mengawali pekerjaan pengeboran.
9. Bor
15
10. Reamer
11. Kartel
Kartel adalah suatu alat yang digunakan untuk membuat alur-alur kecil
pada permukaan benda kerja. Hasil pengkartelan ada yang belah ketupat,
dan ada yang lurus tergantung gigi kartelnya.
16
2.3 Metodologi
PS-TM-STTIB
MEMBUBUT POROS BERTINGKAT
DAN PENGEBORAN
PB-05 A4
Gambar 2.19 Gambar kerja (jobsheet)
17
2.3.3 Bahan
Carbon steel ST 37 ukuran Ø 22 x 120 mm
2.3.4 Peralatan
1. Mesin bubut
2. Pahat rata kanan
3. Pahat potong
4. Chuck bor dan kuncinya
5. Mata bor Ø 3 mm
6. Mata bor Ø 12 mm
7. End mill Ø 12 mm
8. Center drill
9. Vernier caliper ketelitian 0,05 mm
10. Amplas 100 cw dan 800 cw
11. Peralatan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) bagi operator bubut
19
Gambar 2.22 Mengatur kemiringan toolpost
Atur posisi toolpost dengan kemiringan 50 kearah kanan
Dekatkan pahat hingga menyentuh tepi benda kerja (mencari titik 0
pembubutan tepi (fecing)).
20
Gambar 2.24 Pengukuran panjang poros bertingkat dengan vernier
caliper sepanjang 70 mm
Ukur panjang poros bertingkat menggunakan jangka sorong dengan
jarak 70mm kemudian arahkan pahat pada posisi yang telah diukur
tadi.
Tekan tuas kearah bawah hingga kepala tetap berputar dan majukan
pahat hingga membentuk garis pada benda kerja setelah itu
mundurkan pahat.
geser pahat hingga ke ujung benda kerja.
Majukan pahat hingga menyentuh ujung benda kerja, setelah
menyentuh benda kerja geser pahat menjauh dari benda kerja tanpa
menarik pahat.
Posisikkan skala eretan melintang ke arah 0.
Putar eretan melintang hingga pahat maju 1 mm.
Lakukan proses bubut (turning) sepanjang 70 mm dengan
menggunakan mode otomatis dengan pemakanan 1mm dan lakukan
proses ini secara berulang sampai benda kerja mencapai diameter
19mm.
21
Gambar 2.25 Pembubutan silindris (turning) poros bertingkat diameter
19 mm sepanjang 70 mm
Setelah benda kerja mencapai diameter yang di inginkan, matikan
mode otomatis dan jauhkan pahat dari benda kerja.
matikan putaran spindel dengan menetralkan tuas dan menginjak
pedal rem.
Lakukan pengukuran sepanjang 30 mm dan arahkan pahat ke posisi
tersebut.
Beri tanda pada benda kerja seperti cara sebelumnya.
Lakukan proses pembubutan (turning) pada benda kerja hingga benda
kerja mencapai diameter 12mm.
22
Matikan spindel dengan cara menetralkan tuas.
23
3 Pasang chuck bor pada kepala lepas.
4 Pasang center bor pada chuck bor dan kencangkan.
5 Jalankan mesin dengan menekan ke bawah tuas penggerak spindle
(putaran spindle berlawanan arah jarum jam), kemudian lakukan proses
pembubutan dan pengeboran sleeve poros bertingkat, dengan langkah
berikut:
24
Setelah sampai pada batas yang di tentukan tarik mundur mata bor
dengan memutar handle ke arah yang berlawanan.
Ganti mata bor dengan endmil 12mm, pastikan endmill terpasang
dengan kencang.
Beri tanda pada endmill pada jarak 35mm.
Lakukan proses pengeboran menggunakan endmill metode ini
digunakan untuk meratakan proses pengeboran menggunakan mata
bor 12mm tadi.
Lakukan pengukuran panjang benda kerja dengan vernier caliper
dengan panjang 40 mm.
Jalankan mesin dengan menekan ke bawah tuas penggerak spindle
(putaran spindle berlawanan arah jarum jam) dan dekatkan pahat
ke bagian silindris kemudian tandai benda kerja dengan panjang 40
mm.
Jauhkan pahat kemudian geser hingga mendekati ujung luar bagian
silindris benda kerja.
Dekatkan pahat hingga menyentuh bagian silindris benda kerja
(mencari titik 0 pembubutan silindris (turning)).
Lakukan pembubutan silindris (turning) sepanjang 40 mm dengan
menggunakan pembubutan (pemakanan) otomatis hingga diameter
benda kerja menjadi 19 mm.
25
Lakukan pengamplasan sepanjang 40 mm pada bagian silindris
benda kerja hingga menjadi halus secara bertahap, mulai dari
ampals 100 cw kemudian diikuti dengan amplas 800 cw.
Hentikan mesin dengan menarik tuas penggerak spindle kembali ke
posisi semula serta matikan mesin dengan menekan tombol
emergency switch, kemudian kendurkan rahang kepala tetap.
Balik sisi benda kerja, kemudian lakukan penyetelan benda kerja
(setelah penyetelan selesai kencangkan rahang kepala tetap).
Posisikan pemegang pahat (toolpost) kearah 5o kekanan, kemudian
nyalakan mesin dengan menarik tombol emergency switch dan
menekan tombol start.
Jalankan mesin dengan menekan ke bawah tuas penggerak spindle
(putaran spindle berlawanan arah jarum jam), kemudian dekatkan
pahat hingga menyentuh tepi benda kerja (mencari titik 0
pembubutan tepi (fecing)).
Lakukan pembubutan tepi (fecing) dengan menggunakan
pembubutan (pemakanan) otomatis hingga bagian tepi menjadi rata
dan panjang benda kerja menjadi 40 mm.
26
Gambar 2.32 Pembubutan tirus (chamfering) sleeve poros bertingkat
Hentikan mesin dengan menarik tuas penggerak spindle kembali ke
posisi semula, lalu pasang mata bor Ø 3 mm pada chuck bor.
Jalankan mesin dengan menekan ke bawah tuas penggerak spindle
(putaran spindle berlawanan arah jarum jam), kemudian dekatkan
kepala lepas hingga mendekati benda kerja dan sentuhkan ujung
mata bor ke bagian tepi benda kerja (mencari titik 0 pengeboran
(drilling)).
Lakukan pengeboran tembus dari bagian tepi benda kerja
menggunakan mata bor Ø 3 mm dengan memutar handle kepala
lepas kearah kanan.
27
(chamfering) hingga menjadi halus secara bertahap, mulai dari
ampals 100 cw lalu diikutin dengan amplas 800 cw.
Hentikan mesin dengan menarik tuas penggerak spindle kembali ke
posisi semula.
6 Setelah proses pembubutan poros bertingkat selesai, matikan mesin dengan
menekan tombol emergency switch dan lepas benda kerja dari kepala tetap
dengan mengendurkan rahang kepala tetap.
7 Lakukan pencocokan ukuran benda kerja baik poros bertingkat maupun
sleevenya sesuai gambar kerja.
8 Matikan breaker utama mesin dan pastikan mesin dalam keadaan tidak
bekerja, kemudian lakukan pembersihan mesin dari gram-gram hasil proses
kerja dan lepas peralatan yang masih menempel pada mesin (pahat bubut,
mata bor, end mill, maupun chuck mata bor).
9 Jauhkan eretan maupun kepala lepas keujung kiri mesin, kamudian lakukan
pelumasan pada eretan dan landasan mesin.
10 Bersikan peralatan kerja (vernier caliper, center drill, end mill, mata bor,
chuck mata bor, dan pahat bubut) kemudian kembalikan pada lemari
penyimpanan.
28
BAB III
PENGELASAN
3.2.1 Pengertian
29
busur listrik maka logam induk dan ujung elektroda mencair dan membeku
bersama [Wiryosumarto, 2004].
Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda
mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa arus busur listrik yang terjadi.
Bila digunakan arus listrik besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi
halus dan sebaliknya bila arus kecil maka butirannya menjadi besar.
Pola pemindahan logam cair sangat mempengaruhi sifat mampu las dari
logam. Logam mempunyai sifat mampu las yang tinggi bila pemindahan terjadi
dengan butiran yang halus. Pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar
kecilnya arus dan komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Bahan fluks yang
digunakan untuk membungkus elektroda selama pengelasan mencair dan
membentuk terak yang menutupi logam cair yang terkumpul di tempat sambungan
dan bekerja sebagai penghalang oksidasi.
30
tegangan, kebanyakan trafo yang digunakan pada peralatan las adalah jenis
trafo step-down, yaitu trafo yang berfungsi untuk menurunkan tegangan.
Sedangkan pada mesin las DC terdapat receifer atau penyearah arus yang
berfungsi untuk mengubah arus bolak balik (AC) menjadi arus searah (DC).
B. Kabel las
Kabel las digunakan untuk mengalirkan arus listrik dari sumber listrik ke
elektroda dan massa. Arus yang besar harus dapat dialirkan melalui kabel tanpa
banyak mengalami hambatan, sehingga perlu dipilih kabel yang sesuai dengan arus
yang dialirkan.
C. Elektroda
Berdasarkan selaput pelindungnya, elektroda dibedakan menjadi dua
macam, yaitu elektroda polos dan elektroda berselaput. Elektroda berselaput terdiri
dari bagian inti yang berfungsi sebagai filler metal dan zat pelindung atau fluks
yang berfungsi untuk:
1. Melindungi cairan las, busur listrik, dan benda kerja yang dilas dari udara
luar. Udara luar mengandung oksigen yang dapat mengakibatkan terjadinya
oksidasi, sehingga dapat mempengaruhi sifat mekanis dari logam yang
dilas.
2. Memungkinkan dilakukannya posisi pengelasan yang berbeda-beda.
3. Memberikan sifat-sifat khusus pada hasil pengelasan dengan cara
menambah zat-zat tertentu pada selaput elektroda dan lain sebagainya
D. Pemegang electrode
Pemegang elektroda berfungsi sebagai penjepit/pemegang ujung elektroda
yang tidak berselaput, dan juga berfungsi untuk mengalirkan arus listrik dari
kabel ke elektroda
E. Stang holder massa
Tang penghubung kabel massa berfungsi untuk menghubungkan kabel
massa dengan benda kerja yang akan dilas.
F. Alat bantu
Alat bantu sifatnya tidak mutlak harus ada. Fungsinya adalah sebagai
pembantu untuk mempermudah dalam pengelasan. Alat bantu yang umum
digunakan contohnya: palu terak, tang untuk memegang benda kerja yang
masih panas, sikat kawat, topeng las, dan sebagainya.
31
3.2.4 Jenis - jenis sambungan pengelasan
Ada lima jenis sambungan dasar pada pengelasan. Kelima jenis sambungan
tersebut antara lain: butt joint, lap joint, T-joint, edge joint, dan corner joint.
Berikut ilustrasi dari kelima jenis sambungan tersebut.
Butt joint merupakan sambungan di mana kedua benda kerja berada pada
bidang yang sama dan disambung pada ujung kedua benda kerja yang saling
berdekatan.
Lap joint merupakan sambungan yang terdiri dari dua benda kerja yang
saling bertumpukkan.
T-joint merupakan sambungan di mana salah satu benda kerja tegak lurus
dengan benda kerja lainnya sehingga membentuk huruf “T”.
Edge joint merupakan sambungan di mana kedua benda kerja sejajar satu
sama lain dengan catatan salah satu ujung dari kedua benda kerja tersebut
berada pada tingkat yang sama.
Corner joint merupakan sambungan di mana kedua benda kerja membentuk
sudut sehingga keduanya dapat disambung pada bagian pojok dari sudut
tersebut.
32
2. Posisi pengelasan untuk sambungan Fillet.
– 1F (Posisi Pengelasan datar).
– 2F (Posisi Pengelasan Horizontal).
– 3F (Posisi Pengelasan Vertikal).
– 4F (Posisi Pengelasan di atas kepala atau Overhead).
3. Posisi Pengelasan pada Pipa
– 1G (Posisi Pengelasan datar pipanya dapat diputar)
– 2G (Posisi Pengelasan Horizontal pipa dapat diputar)
– 5G (Posisi Pengelasan Vertikal namun pipa tidak dapat diputar, sehingga
tukang las yang berputar)
– 6G (Posisi Pengelasan pipanya miring sekitar 45 derajat dan statis atau
tidak dapat diputar)
Gambar 3.3 Posisi Pengelasan Pelat pada Sambungan V Posisi Pengelasan pada
sambungan T atau Fillet
33
Gambar 3.4 Posisi Pengelasan pada sambungan pipa
Gambar jenis jenis posisi pengelasan di atas dapat dilakukan untuk semua
proses pengelasan. Karena terkadang banyak orang yang salah mengerti jika posisi
pengelasan terkadang tidak dapat dilakukan untuk beberapa proses las, jika untuk
posisi pengelasan smaw itu berlaku untuk semua posisi. Kecuali proses las SAW
yang hanya digunakan untuk posisi datar saja.
3.3 Metodologi
3.3.2 Bahan
Plat carbon steel ukuran 10*10 dengan tebal 5mm
3.3.3 Peralatan
1. Mesin las caddy 400 A
2. Stang las positif ( + ) dan negatif ( - )
3. Chipping
4. Sikat kawat
5. Electrode
6. Siku
7. Plat 300*300mm ( 2EA )
8. Gerinda 4 inch
34
3.3.4 Langkah kerja
1. Pasang power untuk menyuplai mesin las agar bisa digunakan
umumnya bertegangan 220volt
2. Hubungkan kabel las kutub positif dan kutub negatif pada mesin las
3. Pasang kabel las kutub negatif ( - ) pada benda kerja
4. Nyalakan mesin las
5. Atur ampere sesuai dengan jenis kawat yang di gunakan, dalam praktik
kali ini kami menggunakan settingan 80 ampere
6. Pasang electroda pada stang holder electode
7. Atur posisi benda kerja hingga membentuk T –Joint
8. Las pada sisi kanan dan kiri agar benda kerja tidak bergerak dengan
cara menyentuhkan electroda pada benda kerja hingga mengeluarkan
bunga api ( las intermitan )
35
9. Setelah benda kerja siap langkah selanjutnya melakukan pengelasan
pada posisi siku diantara sambungan benda kerja
10. Pengelasan di lakukan dengan 1 layer menggunakan gerakan memutar
agar hasil menyatu dengan sempurna pada benda kerja
11. Setelah selesai melakukan pengelasan bersihkan permukaan hasil
pengelasan menggunakan sikat kawat, jika terdapat spatter bersihkan
menggunakan gerinda 4 inch
12. Setelah tahapan pengelasan selesai matikan mesin las dan rapikan alat –
alat bantu dan disimpan pada tempat awal saat mengambil tersebut.
36
Gambar 3.4 hasil pengelasan
37
BAB IV
PENUTUP
4.1 kesimpulan
Dari laporan praktikum ini maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :
a. Selalu mengutamakan k3 dalam setiap kegiatan praktik maupun bekerja.
b. Dalam pengoprasian alat perkakas harus dengan hati – hati dan penuh
dengan ketlitian.
c. Pada prinsipnya proses pembubutan adalah mengurangi berat dan volume
benda kerja, dan proses pembubutan hanya dapat dilakukan pada benda
kerja yang berbentuk silindris.
d. Hasil bubutan yang baik akan ditandai dengan sayatan yang berbentuk
panjang-panjang.
e. Pada proses pengelasan untuk mendapatkan hasil yang baik di perlukan
latihan yang intens
f. Dalam proses pengelasan yang perlu di perhatikan adalah sudut kawat
terhadap benda kerja yaitu 45o dan ampere pengelasan tergantung dari
jenis kawat dan posisi yang digunakan.
4.2 saran
38