1. Perjanjian Internasional
Pengaturan internasional yang mengatur masalah perjanjian ini secara umum diatur oleh
Konvensi Wina mengenai Perjanjian Internasional tahun 1969. Konvensi mulai berlaku efektif
pada tanggal 27 Januari 1980.3 Lebih dari 65 negara menjadi peserta konvensi tersebut, tetapi
Ri tidak menjadi anggota atau peserta dari konvensi tersebut sehingga peraturan itu bisa
dikatakan tidak mengikat, namun karena sekarang ini konvensi dainggap sebagai sumber dari
kebiasaan internasional, maka mau tidak mau isi dari konvensi tersebut pada akhirnya juga
mengikat Indonesia. Sedangkan di Indonesia sendiri, hukum nasional yang mengatur mengenai
perjanjian internasional adalah UU nomor 24 tahun 2000.
1
Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, (Bandung: Keni Media, 2011), hlm. 119
2
Asif Qureshi, International Economic Law, London: sweet and Maxwell, 1999, hlm. 18
3
Huala Adolf Op.Cit., hlm. 121.
2. Hukum Kebiasaan Internasional
Hukum Kebiasaan Internasional lahir karena adanya 2 faktor yang mempengaruhi, yakni:
Hanya sedikit saja aturan-aturan yang lahir dari kebiasaan internasional yang berkaitan dengan
transaksi ekonomi. Contoh aturan hukum yang lahir dari praktik kebiasaan ini adalah prinsip
non-diskriminasi dalam penanaman modal, misalnya prinsip National Treatment, prinsip yang
melarang perlakuan diskriminatif antara investor lokal dengan investor asing. Contoh lainnya
adalah prinsip Fair and Equitable Treatment atau prinsip yang mewajibkan perlakuan adil oleh
negara penerima modal kepada penanam modal asing. 5
Prinsip-prinsip hukum umum merupakan sumber hukum yang cukup penting dalam hukum
ekonomi internasional. Menurut I. Seidl-Hohenveldern, prinsip-prinsip hukum umum tampak
pada sahnya perjanjian (di bidang ekonomi) yang dilakukan oleh pihak swasta. Di samping itu
sumber hukum ini dipandang pula sebagai suatu sistem hukum yang memungkinkan untuk
dipilih oleh para pihak dalam suatu kontrak yang keabsahannya didasarkan pada hukum
nasional. Prinsip-prinsip hukum umum dalam hukum internasional publik dapat digunakan
dalam Hukum Ekonomi Internasional, contohnya yaitu prinsip Good Faith (itikad baik), yang
mana dalam merundingkan dan menjalankan perjanjian prinsip tersebut sangat diperlukan
dalam praktiknya.
Putusan hakim atau badan peradilan sebelumnya, baik nasional ataupun internasional, di
bidang hukum ekonomi internasional masih relatif sedikit. Hukum ekonomi internasional
sendiri tidak menganut asas yurisprudensi sebagaimana halnya yang dikenal dalam sistem
hukum common law. Sedangkan ajaran atau doktrin dari sarjana terkemuka mengenai hukum
4
Ibid., hlm. 139.
5
Ibid.
ekonomi internasional peranannya masih kecil. Bahkan belum ada keseragaman dibandingkan
dengan ajaran-ajaran dalam bidang hukum internasional klasik.