Anda di halaman 1dari 7

No.

Absen :2
Nama : Yoga Triwibowo
NIM : E1A017273
Kelas : A/Pil

JAWABAN UTS HUKUM HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL

1.
a. Menurut Erler, dalam upayanya mendapatkan pendekatan yang
dibutuhkan guna merumuskan suatu definisi bidang ini, menurut beliau, ada
dua pendekatan yang dimungkinkan untuk merumuskan definisi hukum
ekonomi internasional. Pertama, pendekatan yang didasarkan pada asal hukum
(norma) yang mengaturnya; kedua, mendasarkan pada obyek dari hukum
ekonomi internasional
Hukum ekonomi internasional adalah bidang hukum internasional
yang mengatur hubungan antara negara, organisasi internasional, dan
perusahaan-perusahaan dalam tingkatan internasional.

b. Kaidah-kaidah dasar hukum ekonomi internasional adalah:

− Prinsip Freedom of Commerce (prinsip kebebasan berniaga)

Niaga disini diartikan secara luas daripada sekedar kebebasan


berdagang (Freedom of Trade). Niaga disini mencakup segala kegiatan
yang berkaitan dengan ekonomi atau perdagangan. Berdasarkan prinsip
kebebasan ini, setiap negara memiliki kebebasan untuk berdagang
dengan pihak atau negara manapun di dunia ini.

− Prinsip Freedom of Communication

Setiap negara memiliki kebebasan untuk memasuki suatu


wilayah
negara lain, baik melalui darat atau laut untuk melakukan
transaksi-transaksi ekonomi internasional.

− Kaidah Dasar minimum (minimum standards)


Kaidah ini menyatakan, adalah kewajiban negara untuk
sedikitnya memberikan jaminan kepada pedagang atau pengusaha
asing dan harta miliknya.

− Kaidah Dasar Mengenai Perlakuan Sama (Identical Treatment)

Menurut Schwarzenberger, kaidah ini tampak dalam hukum


kekebalan diplomatik yang juga menganut prinsip timbal balik. Dalam
hal ini pemberian perlakuan yang sama yang sifatnya

− Kaidah Dasar Mengenai Perlakuan Nasional (National Treatment)

Kaidah ini mensyaratkan suatu negara untuk memperlakukan


barang-barang, jasa-jasa atau modal yang telah memasuki pasar dalam
negerinya dengan cara yang sama sebagaimana negara tersebut
memperlakukan produk-produk tersebut ketika dibuat, dimiliki atau
diawasi oleh negaranya. Penerapan kaidah ini acapkali dilakukan
dengan menerapkan prinsip resiprositas diantara hubungan-hubungan
ekonomi internasional.

− Kaidah Dasar Mengenai Klausul atau Kewajiban (Most-Favoured-

Nation (MFN)
Pada pokoknya, konsep MFN ini adalah prinsip
nondiskriminasi
diantara negara-negara. Kaidah ini mensyaratkan, suatu negara harus
memberikan hak kepada negara lainnya sebagaimana halnya ia
memberikan hak serupa kepada negara ketiga.

− Kaidah Dasar Mengenai Kewajiban Menahan Diri untuk Tidak

Merugikan Negara Lain.

− Kaidah Dasar Tindakan Pengaman: Klausul Penyelamat (Safeguard

and Escape Clause)

− Kaidah Dasar Mengenai Preferensi Negara Sedang Berkembang

− Kaidah Dasar Mengenai Penyelesaian Sengketa Secara Damai


c. Subyek Hukum Ekonomi Internasional adalah:

− Negara

Negara adalah subyek hukum ekonomi internasional yang


paling penting. Hubungan-hubungan ekonomi internasional didominasi
oleh peranan negara didalamnya.

− Individu

Individu adalah subyek hukum ekonomi internasional dalam


arti yang terbatas kedudukannya sebagai subyek hukum ekonomi
internasional. statusnya bergantung pada isi ketentuan perjanjian yang
memberikan kedudukan tersebut. Berdasarkan hukum internasional
klasik, individu mendapatkan kedudukan dari aturan-aturan penting
hukum kebiasaan internasional, misalnya aturan mengenai pelakuan
terhadap orang asing.

− Perusahaan Transnasional

2. Sumber Hukum Ekonomi Internasional:


a. Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum yang
terpenting. Secara umum, perjanjian internasional terbagi dalam tiga bentuk,
yaitu perjanjian multilateral, regional, dan bilateral. Beberapa perjanjian
internasional membentuk suatu pengaturan perdagangan yang sifatnya umum
di antara para pihak. Ada juga perjanjian internasional yang memberikan
kekuasaan tertentu di bidang perdagangan atau keuangan kepada suatu
organisasi internasional. Perjanjian internasional kadangkala juga berupaya
mencari suatu pengaturan yang seragam guna mempercepat transaksi
perdagangan.
b. Hukum Kebiasaan Internasional
Sebagai suatu sumber hukum, hukum kebiasaan perdagangan
merupakan sumber hukum yang dapat dianggap sebagai sumber hukum yang
pertama-tama lahir dalam hukum perdagangan internasional. dari awal
perkembangannya, yang disebut dengan hukum perdagangan internasional
justru lahir dari adanya praktik-praktik para pedagang yang dilakukan
berulang-ulang sedemikian rupa sehingga kebiasaan yang berulang-ulang
dengan waktu yang relatif lama tersebut menjadi mengikat.
c. Prinsip-Prinsip Hukum Umum
Sebenarnya belum ada pengertian yang diterima luas untuk
menjelaskan apa yang dimaksud dengan prinsip-prinsip hukum umum. Peran
sumber hukum ini biasanya diyakini lahir, baik dari sistem hukum nasional
maupun hukum internasional. sumber hukum ini akan mulai berfungsi ketika
hukum perjanjian (internasional) dan hukum kebiasaan internasional tidak
memberi jawaban atas sesuatu persoalan. Oleh karena itu, prinsip-prinsip
hukum umum ini dipandang sebagai sumber hukum penting dalam upaya
mengembangkan hukum, termasuk sudah barang tentu hukum perdagangan
internasional.
d. Putusan-Putusan Badan Pengadilan Dan Doktrin
Sumber hukum ke -4 ini tampaknya memiliki fungsi dan peran
pelengkap seperti halnya prinsip-prinsip hukum umum. Sumber hukum ini
akan memainkan perannya apabila sumber-sumber hukum terdahulu tidak
memberikan kepastian atau jawaban atas suatu persoalan hukum (di bidang
perdagangan internasional).
e. Kontrak
Sumber hukum perdagangan internasional yang sebenarnya merupakan
sumber utama dan terpenting adalah perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh
para pedagang sendiri. Seperti kita dapat pahami, kontrak tersebut adalah
‘undang-undang’ bagi para pihak yang membuatnya. (Pacta Sund Servanda)
f. Hukum Nasional
Signifikasi hukum nasional sebagai sumber hukum dalam hukum
perdagangan internasional tampak dalam uraian mengenai kontrak sebagai
sumber hukum perdagangan internasional diatas. Peran hukum nasional ini
antara lain akan mulai lahir ketika timbul sengketa sebagai pelaksanaan dari
kontrak. Dalam hal demikian ini, pengadilan (badan arbitrase) pertama-tama
akan melihat klausul pilihan hukum dalam kontrak untuk menentukan hukum
yang akan digunakan untuk menyelesaikan sengketanya.
Peran hukum nasional sebenarnya sangatlah luas dari sekadar
mengatur kontrak dagang internasional. peran signifikan dari hukum nasional
lahir dari adanya yurisdiksi (kewenangan) negara. Kewenangan ini sifatnya
mutlak dan eksklusif. Artinya, apabila tidak ada pengecualian lain, kekuasaan
itu tidak dapat diganggu gugat.

3. Yang dimaksud dari kontribusi Conference Bandung 1955 terhadap Hukum Investasi
adalah dengan memprakarasai timbulnya Bilateral Investment Treaty, yaitu suatu
perjanjian internasional mengenai investasi antar 2 negara yang bertujuan untuk
menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui FDI, disisi lain mengurangi resiko
politik, social, dan economic bagi investor (perlindungan bagi investor)

4. Perbedaan hukum pedagangan internasional dengan transaksi bisnis internasional


a. Pertama atribusi yang diberikan pada istilah perdagangan internasional.
Masih banyak pihak yang mempersepsikan dalam istilah tersebut ada
pihak-pihak yang melakukan transaksi perdagangan. Padahal perdagangan
internasional sama sekali tidak merujuk pada kegiatan transaksi perdagangan
pelaku usaha antar negara.
Perdagangan internasional merujuk pada kebijakan-kebijakan yang
dibuat oleh berbagai pemerintah dibidang perdagangan.
Oleh karenanya adalah kurang tepat bila mempersepsikan perdagangan
internasional sebagai transaksi perdagangan (bisnis) dimana pelakunya adalah
negara.
b. Hukum Perdagangan Internasional masuk dalam katetgori hukum
publik/umum sedangkan transaksi bisnis internasional masuk dalam kategori
hukum privat

5. Perkembangan putusan arbitrase internasional di Indonesia


Indonesia telah menjadi anggota Konvensi New York 1958 melalui Keputusan
Presiden RI (Keppres) No. 34 Tahun 1981 dan diterbitkan dalam Lembaran Negara
RI tahun 1981 No. 40. Dengan ikut sertanya negara Indonesia dalam Konvensi New
York 1958, maka Indonesia terikat pada ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam
konvensi tersebut mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase
internasional.
Sejak Indonesia menjadi anggota Konvensi New York 1958 pada tahun 1981,
pada kurun waktu sebelum berlakunya Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun
1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing di Indonesia (untuk
selanjutnya disingkat dengan Perma), masih terdapat hambatan-hambatan bagi pelaku
usaha asing dalam hal pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia.
Mahkamah Agung RI sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia berpendirian
bahwa putusan arbitrase internasional tidak dapat dilaksanakan di Indonesia.
Setelah berlakunya UU Arbitrase, masih terdapat penolakan terhadap
pelaksanaan putusan arbitrase internasional oleh Mahkamah Agung RI dengan alasan
ketertiban umum, yaitu pada perkara Bankers Trust Company vs. PT Mayora Indah
dan perkara Bankers Trust Company vs. The Jakarta International Hotel &
Development Tbk. Satu-satunya putusan arbitrase internasional yang dibatalkan oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah putusan arbitrase asal Jenewa, Swiss (tanggal
18 Desember 2000), yaitu pada perkara Karaha Bodas Company (selanjutnya
disingkat dengan KBC) vs. PT Pertamina dan PLN56. Pembatalan putusan arbitrase
Swiss oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut kemudian dibatalkan oleh
Mahkamah Agung RI dengan Putusan No. 01/BANDING/WASIT-INT/2002, tanggal
8 Maret 2004.
Apabila mempelajari kasus-kasus arbitrase internasional yang didaftarkan di
pengadilan Indonesia (dalam hal ini adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat), maka
dapat ditarik benang merah mengenai beberapa hambatan terhadap pelaksanaan
putusan arbitrase internasional dalam praktek pengadilan di Indonesia, antara lain:
a. Ketertiban Umum
b. Kepentingan Nasional
c. Putusan Arbitrase aquo bukan dikategorikan sebagai putusan arbitrase
asing/internasional, tetapi putusan arbitrase domestik/nasional
d. Putusan arbitrase dilakukan atas dasar tipu muslihat tergugat
e. Pihak yang membuat perjanjian tidak berwenang untuk membuat perjanjian
atau perjanjian tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian berdasarkan hukum
yang menjadi governing law atas perjanjian tersebut
f. Putusan arbitrase internasional Non Eksekuatur

Anda mungkin juga menyukai