Anda di halaman 1dari 6

Puisi cinta ala Matematika dan Fisika

Archimedes dan Newton tak akan mengerti


Medan magnet yang berinduksi di antara kita
Einstein dan Edison tak sanggup merumuskan E=mc2
Ah tak sebanding dengan momen cintaku…

Pertama kali bayangmu jatuh tepat di fokus hatiku


Nyata, tegak, diperbesar dengan kekuatan lensa maksimum
Bagai tetes minyak milikan jatuh di ruang hampa
Cintaku lebih besar dari bilangan avogadro…

Walau jarak kita bagai matahari dan Pluto


saat aphelium
Amplitudo gelombang hatimu berinterfensi dengan hatiku
Seindah gerak harmonik sempurna tanpa gaya pemulih
Bagai kopel gaya dengan kecepatan angular
yang tak terbatas…

Energi mekanik cintaku tak terbendung oleh friksi


Energi potensial cintaku tak terpengaruh oleh tetapan gaya
Energi kinetik cintaku = -mv~
Bahkan hukum kekekalan energi tak dapat
menandingi hukum kekekalan di antara kita

Lihat hukum cinta kita


Momen cintaku tegak lurus dengan momen cintamu
Menjadikan cinta kita sebagai titik ekuilibrium yang sempurna
Dengan inersia tak terhingga
Takkan tergoyahkan impuls atau momentum gaya
Inilah resultan momentum cinta kita…

———————————————————————————
puisi cinta ala matematika

Saat aku bersua dengan eksponen jiwamu,


sinus kosinus hatiku bergetar
Membelah rasa

Diagonal-diagonal ruang hatimu


bersentuhan dengan diagonal-diagonal bidang hatiku
Jika aku adalah akar-akar persamaan
x1 dan x2
maka engkaulah persamaan dengan akar-akar
2×1 dan 2×2

Aku ini binatang jalang


Dari himpunan yang kosong
Kaulah integrasi belahan jiwaku
Kaulah kodomain dari fungsi hatiku

Kemana harus kucari modulus vektor hatimu?


Dengan besaran apakah harus kunyatakan cintaku?

kulihat variabel dimatamu


Matamu bagaikan 2 elipsoid
hidungmu bagaikan asimptot-asimptot hiperbola
kulihat grafik cosinus dimulutmu

modus ponen…. podue tollens….


entah dengan modus apa kusingkap
logika hatimu…..
Beribu-ribu matriks ordo 2×2 kutempuh
Bagaimana kuungkap adjoinku padamu

kujalani tiap barisan geometri yang tak hingga jumlahnya


tiap barisan aritmatika yang tak terhitung…

Akhirnya kutemui determinan matriks hatimu


Tepat saat jarum panjang dan pendek
berimpit pada pukul 10.54 6/11
Puisi Matematika
Seiring detik yang berlalu mengikuti aturan barisan aritmatika
Rasa sukaku, kagumku berkomposisi menjadi rasa cinta untukmu
Cintaku itu seperti limit tak hingga yang tak terbatas jumlahnya
Cintaku itu tak bias dilukiskan dalam bidang maupun ruang
Jika aku hidup maka bayangmu adalah modus dalam hariku
Dengan kurva terbuka ke atas berarti aku selalu menerimamu apa adanya dan dengan kurva
terbuka ke bawah aku akan selalu melindungimu
Aku tahu peluangku mendapatkanmu adalah definit negatif
Artinya dengan cara apapun hasilnya tak akan mencapai positif
Kau seperti berada di puncak fungsi kuadrat yang nilai a-nya lebih kecil dari nol sehingga aku
sulit menjangkaumu
Aku tak peduli apakah hatimu telah terbagi menjadi kuartil, desil ataupun persentil yang entah
berisi apa dan siapa Walaupun tak masuk logika semua usahaku
Kuambil saja mediannya, yaitu aku harus mendapatkanmu
Selagi aku tetap berjarak sama denganmu dari arah manapun
Selagi kita masih dalam semesta pembicaraan yang sama
Rasa itu akan tetap tumbuh dan semakin berpangkat
Aku tahu kau tidak memberi invers atas usahaku yang lebih kecil dari harapanku
Tapi aku tahu untuk mendapatkan hasil maksimum, aku harus yakin mengeluhku adalah nol.
Kunegasikan kenyataan bahwa aku sulit mendapatkanmu, tapi..
Semua akan kujalani dengan membentuk persamaan baru untuk mendekatimu
Kau harus tahu betapa luasnya daerah cintaku yang ada di bawah kurva cintaku padamu.
Aku ingin kau rata – ratakan dengan bulat semua pengorbananku mengejarmu
Aku ingin kau segera menarik kesimpulan dengan cara apapun
Aku hanya akan berhenti apabila kita sudah saling lepas atau saling bebas.
Aku terus berharap andai kau pun punya rasa badaku berarti bisa kubuat persamaan hubungan
antara kau dan aku.
Puisi Matematika: Guru Matematikaku
Guru matematikaku

Oleh: Edy Suwarno


Ervina Fitri

Diwajahnya ada bintik-bintik hitam(x,y)


Jerawat memang,
Tapi bukan buatan
Alis matanya rapi bukan diarsir
Bola matanya kongruen dan ekuivalen

Guru matematikaku
Tiap hari bermain angka-angka
Tapi tidak sedang menghitung gaji
Karena gajinya cukup dieja dengan lima jari
Dihubungkannya garis,
Kadang vertikal, sekali waktu horizontal
Tapi bukan sedang membuat sketsa rumah
Karena baginya rumah tinggal menempati
Mau tipe 21, tipe 36, atau yang RSS
Rumah sangat sempit atau rumah sedikit semen

Guru matematikaku
Dahinya terlihat jelas, garis-garis sejajar sumbu x
Suaranya lantang, lugas, tegas bilangan prima
Senyumnya lepas bilangan tak terhingga

Guru matematikaku
Giginya putih bilangan asli
Dadanya bidang segitiga sama kaki
Badannya tegak vertikal

Guru matematikaku
Gajinya berbanding terbalik dengan jasanya
Jasanya berbanding senilai dengan harapan-harapannya
Ucapan dan pikirannya selalu positif
Hasilnya selalu berharga mutlak
Dikuadratkan
Menteri-menteri
ABRI-ABRI
Pegawai negeri-Pegawai negeri
Kuli-kuli
Dan masih banyak lagi
Masih banyak lagi

Guru matematikaku
Bila berjalan ditundukkan kepalanya 120 derajat
Langkahnya sedikit diseret agak loyo
Maklum terlalu banyak membawa rumus
Tak senang melihat pengangguran
Diakhir pertemuan ia selalu berkata PR
Bila sedang marah ia hanya berkata
"coba hitung, sejuta pangkat seribu"

Tahukah engkau
Ku selalu berdiri memandang langit median malam
Tenang, tentram, damai
Mengisi kehampaan ruang batinku
Berelasi dengan himpunan jiwaku

Tapi,
Sigma parasit berjalan siklik merusak pikiranku
Memudarkan fungsi tujuanku
Oh tidaakk…

Apakah salah seseorang menjadi sesosok sang pemimpi


Yang mengisi himpunan hidupnya
dengan berjuta-juta titik khayal
Engkau tahu,
Bangun nyataku taklah seindah bangun khayalmu
Limit turunanku bukan seperti dugaanmu

Tapi, hanya ini


Hanya ini yang sanggup kulukiskan untukmu
di atas bidang dimensi kehidupan
Lewat barisan kalimat yang tak ada artinya ini
Maaf jika selama ini ku telah mengganggumu
Ku akan menjauh dan akan terus menjauh
sejauh titik tak berhingga
Walau sulit, tp ku bahagia
Melihat engkau bersama sahabat – sahabatmu
mengarsiri bidangmu dengan penuh keceriaan

Tahukah engkau
Semua itu untukmu

Tiga minggu yang lalu…


Untuk pertama kalinya kulihat kau berdiri tegak lurus lantai
Kulihat alismu yang berbentuk setengah lingkaran dengan diameter 4 cm
Saat itulah kurasakan sesuatu yang lain dari padamu
Kurasakan cinta yang rumit bagaikan invers matriks berordo 5×5

Satu minggu kemudian aku bertemu kau kembali…


Kurasakan cintaku bertambah,
bagaikan deret divergen yang mendekati tak hingga
Limit cintaku bagaikan limit tak hingga
Dan aku semakin yakin,
hukum cinta kita bagaikan
hukum kekekalan trigonometri sin2+cos2 = 1

Kurasakan dunia yang bagaikan kubus ini menjadi milik kita berdua
Dari titik sudut yang berseberangan,
kau dan aku bertemu di perpotongan diagonal ruang

Semakin hari kurasakan cintaku padamu


bagaikan grafik fungsi selalu naik yang tidak memiliki nilai ekstrim.
Hanya ada titik belok horizontal yang akan selalu naik
Kurasakan pula kasihku padamu
bagaikan grafik tangen (90o < x < 270o)

Namun aku bimbang…


Kau bagaikan asimtot yang sulit bahkan tidak mungkin kucapai
Aku bingung bagaikan memecahkan soal sistem persamaan linear
yang mempunyai seribu variabel dan hanya ada 100 persamaan
Bahkan ekspansi baris kolom maupun Gauss Jordan pun tak dapat memecahkannya

Anda mungkin juga menyukai