PENDAHULUAN
1
2
Martin & Briggs, dan Gagne (afektif); dan Dave, Simpson dan Gagne
(psikomotor).
...
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
Akhirnya pada tahun 1956, Bloom, Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl
berhasil mengenalkan kerangka konsep kemampuan berpikir yang dinamakan
Taxonomy Bloom. Jadi, Taksonomi Bloom adalah struktur hierarkhi yang
mengidentifikasikan skills mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi.
Tentunya untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, level yang rendah harus
dipenuhi lebih dulu. Dalam kerangka konsep ini, tujuan pendidikan ini oleh
Bloom dibagi menjadi tiga domain/ranah kemampuan intelektual (intellectual
behaviors) yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
dan prosedur-prosedur yang digunakan dalam suatu bidang dan untuk menyelidiki
suatu masalah dan fenomena.
3) Pengetahuan tentang hal yang umum dan abstraksi.
Pengetahuan tentang hal yang umum (universalitas) dan abstraksi dalam
suatu bidang yaitu pengetahuan tentang skema-skema dan pola-pola pokok untuk
mengorganisasi fenomena dan ide. Pengetahuan tentang hal yang umum dan
abstraksi dibagi menjadi dua yakni: (1) pengetahuan tentang prinsip dan
generalisasi; dan (2) pengetahuan tentang teori dan struktur. Pengetahuan tentang
prinsip dan generalisasi yaitu pengetahuan tentang abstraksi-abstraksi tertentu
yang merupakan rangkuman atas hasil pengamatan terhadap suatu fenomena.
Pengetahuan tentang teori dan struktur yaitu pengetahuan tentang sekumpulan
prinsip dan generalisasi beserta interelasi yang membentuk suatu pandangan yang
jelas, utuh, dan sistematis mengenai sebuah fenomena, masalah, atau bidang yang
kompleks.
b. Pemaahaman (Comprehension) / C – 2
Pemahaman bersangkutan dengan inti dari sesuatu, ialah suatu bentuk
pengertian atau pemahaman yang menyebabkan seseorang mengetahui apa yang
sedang dikomunikasikan, dan dapat menggunakan bahan atau ide yang sedang
dikomunikasikan itu tanpa harus menghubungkannya dengan bahan lain.
Pemahaman dibedakan menjadi tiga, yakni: (1) penerjemahan (translasi) yaitu
kemampuan untuk memahami suatu ide yang dinyatakan dengan cara lain dari
pada pernyataan asli yang dikenal sebelumnya; (2) penafsiran (interpretasi) yaitu
penjelasan atau rangkuman atas suatu komunikasi, misalnya menafsirkan berbagai
data sosial yang direkam, diubah, atau disusun dalam bentuk lain seperti grafik,
tabel, diagram; dan (3) ekstrapolasi yaitu meluaskan kecenderungan melampaui
datanya untuk mengetahui implikasi, konsekuensi, akibat, pengaruh sesuai dengan
kondisi suatu fenomena pada awalnya, misalnya membuat pernyataan-pernyataan
yang eksplisit untuk menyikapi kesimpulan-kesimpulan dalam suatu karya sastra.
c. Penerapan (Application) / C – 3
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan
gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, prinsip di dalam berbagai situasi.
Sebagai contoh: agar teh dalam gelas cepat mendingin, maka tutup gelas harus
dibuka (bidang fisika), orang perlu menyirami tanaman agar tidak layu (bidang
biologi); dan jari yang terlukai harus diberi obat merah (bidang kesehatan).
d. Analisis (Analysis) / C – 4
7
2. Ranah Afektif
Ranah Afektif mencakup segala sesuatu yang terkait dengan emosi,
misalnya perasaan, nilai, penghargaan, semangat,minat, motivasi, dan sikap. Lima
kategori ranah ini diurutkan mulai dari perilaku yang sederhana hingga yang
paling kompleks.
3. Ranah Psikomotorik
Ranah Psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani,
keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Ketrampilan ini dapat diasah jika
sering melakukannya. Perkembangan tersebut dapat diukur sudut kecepatan,
ketepatan, jarak, cara/teknik pelaksanaan. Ada tujuh kategori dalam ranah
psikomotorik mulai dari tingkat yang sederhana hingga tingkat yang rumit.
Perubahan istilah dan pola level taksonomi bloom dapat digambarkan sebagai
berikut:
b. Sistem organ
c. Individu
d. Sistem jaringa
e. Semua benar
Jawaban: A
2. Satuan makhluk hidup tunggal disebut
a. Ekosistem
b. Populasi
c. Induvidu
d. Simbiosis
e. Komunitas
Jawaban: C
B. C2. Pemahaman: Pemahaman dapat dibedakan menjadi
tiga yaitu tingkat rendah seperti menterjemah. Tingkat
kedua yaitu pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan
bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutrya,
atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan
kejadian. Pemahaman tingkat ketiga, yaitu pemahaman
ektrapolasi yang mengharapkan seseorang mampu melihat
dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang
konsekuensi atau dapat memperluas.persepsi dalam arti
waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya
3. Dari beberapa pilihan di bawah ini, yang tidak termasuk
jaringan dasar hewan adalah...
a. Jaringan otot
b. Jaringan ikat
c. Jaringan epitel
d. Jaringan saraf
e. Jaringan epidermis
Jawaban: E
4. Dibawah ini merupakan contoh induvidu adalah...
a. Sebatang pohon kelapa
b. Tiga ekor belalang
c. Lima ekor capung
d. Dua ekor kupu-kupu
e. Sepuluh ekor kambing
Jawaban: A
C. C3. Aplikasi: Menerapkan aplikasi ke dalam situasi baru
bila tetap terjadi proses pemecahan masalah. Pada aplikasi
17
Pilihan ganda hubungan antar-hal atau sebab akibat terdiri dari dua
pernyataan. Kedua pernyataan tersebut dihubungkan oleh kata “SEBAB”.
Pada bentuk soal pilihan ganda antar-hal atau sebab akibat ini, siswa
dituntut untuk mengidentifikasi hubungan sebab-akibat antara pernyataan
pertama (yang merupakan akibat) dan pernyataan kedua (yang merupakan
sebab). Kedua pernyataan itu dapat benar, salah, atau dapat juga
pernyataan yang satu benar, yang lain salah. Apabila kedua pernyataan itu
benar, yang perlu diperhatikan ialah apakah kedua pernyataan itu
mempunyai hubungan sebab-akibat.
Pada tes bentuk pilihan ganda analisis kasus peserta tes dihadapkan
pada suatu kasus. Kasus ini disajikan dalam bentuk cerita, peristiwa, dan
sejenisnya. Kepada peserta tes diajukan beberapa pertanyaan. Setiap
pertanyaan dibuat dalam bentuk melengkapi pilihan.
Bentuk soal tes ini mirip analisis kasus, baik struktur maupun pola
pertanyaannya. Perbedaannya yaitu dalam tes bentuk ini tidak disajikan
kasus dalam bentuk cerita atau peristiwa, tetapi kasus tersebut berupa
diagram, gambar, grafik maupun tabel.
a. Materi
b. Konstruksi
1) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Artinya, kemampuan/
materi yang hendak diukur/ditanyakan harus jelas, tidak menimbulkan
pengertian atau penafsiran yang berbeda dari yang dimaksudkan penulis.
Setiap butir soal hanya mengandung satu persoalan/gagasan.
2) Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan
yang diperlukan saja. Artinya apabila terdapat rumusan atau pernyataan
yang sebetulnya tidak diperlukan, maka rumusan atau pernyataan itu
dihilangkan saja.
3) Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar. Artinya,
pada pokok soal jangan sampai terdapat kata, kelompok kata, atau
ungkapan yang dapat memberikan petunjuk ke arah jawaban yang benar.
4) Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat dua kata atau lebih yang
mengandung arti negatif. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan
penafsiran peserta didik terhadap arti pernyataan yang dimaksud. Untuk
keterampilan bahasa, penggunaan negatif ganda diperbolehkan bila aspek
yang akan diukur justru pengertian tentang negatif ganda itu sendiri.
24
5) Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
Artinya, semua pilihan jawaban harus berasal dari materi yang sama
seperti yang ditanyakan oleh pokok soal, penulisannya harus setara, dan
semua pilihan jawaban harus berfungsi.
6) Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “Semua pilihan jawaban
di atas salah" atau "Semua pilihan jawaban di atas benar". Artinya dengan
adanya pilihan jawaban seperti ini, maka secara materi pilihan jawaban
berkurang satu karena pernyataan itu bukan merupakan materi yang
ditanyakan dan pernyataan itu menjadi tidak homogen.
7) Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah ini
diperlukan karena adanya kecenderungan peserta didik memilih jawaban
yang paling panjang karena seringkali jawaban yang lebih panjang itu
lebih lengkap dan merupakan kunci jawaban.
8) Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun
berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis. Artinya
pilihan jawaban yang berbentuk angka harus disusun dari nilai angka
paling kecil berurutan sampai nilai angka yang paling besar, dan
sebaliknya. Demikian juga pilihan jawaban yang menunjukkan waktu
harus disusun secara kronologis. Penyusunan secara unit dimaksudkan
untuk memudahkan peserta didik melihat pilihan jawaban.
9) Gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang terdapat pada
soal harus jelas dan berfungsi. Artinya, apa saja yang menyertai suatu soal
yang ditanyakan harus jelas, terbaca, dapat dimengerti oleh peserta didik.
Apabila soal bisa dijawab tanpa melihat gambar, grafik, tabel atau
sejenisnya yang terdapat pada soal, berarti gambar, grafik, atau tabel itu
tidak berfungsi.
10) Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang
bermakna tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang.
11) Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.
Ketergantungan pada soal sebelumnya menyebabkan peserta didik yang
tidak dapat menjawab benar soal pertama tidak akan dapat menjawab
benar soal berikutnya.
c. Bahasa/budaya
a. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dalam penulisan soal di antaranya
25
meliputi: pemakaian kalimat: (1) unsur subjek, (2) unsur predikat, (3) anak
kalimat;
b. Pemakaian kata: (1) pilihan kata, (2) penulisan kata, dan
c. Pemakaian ejaan; (1) penulisan huruf, (2) penggunaan tanda baca. Bahasa
yang digunakan harus komunikatif, sehingga pernyataannya mudah
dimengerti peserta didik. Pilihan jawaban jangan mengulang kata/frase
yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian. Letakkan kata/frase pada
pokok soal.
lebih dari dua, maka probabilityas untuk benar tebakannya akan kurang dari
50 %. Tentu hal ini tidak berlaku bagi peserta tes yang memang ini menebak.
5. Tingkat kesukaran butir soal dapat diatur, dengan hanya mengubah tingkat
homogrnitas alternatif jawaban. Semakin homogen alternatif jawaban, maka
makin tinggi tingkat kesukarannya. Dan sebaliknya, makin kurang
homogenitas alternatif jawaban, maka akan semakin rendah tingkat kesukaran
butir soal.
6. Informasi yang diberikan lebih kaya. Butir soal ini dapat memberikan
informasi tentang peserta tes lebih banyak kepada guru, terutama bila butir
soal itu memiliki homogenitas yang tinggi.Setiap pilihan peserta terhadap
alternatif jawaban merupakan suatu informasi tersendiri tentang penguasaan
kognitif peserta tes dalam bidang yang diujikan.
1. Relatif lebih sulit dalam penyusunan butir soal. Kesulitan menyusun butir soal
tipe pilihan ganda ini terutama untuk menemukan alternatif jawaban yang
homogen. Seringkali guru menyusun butir soal dengan hanya satu alternatif
jawaban yang tersedia, yaitu kunci jawaban. Alternatif lainnya dicari dan
ditemukan secara tergesa-gesa, sehingga alternatif jawaban tidak homogen.
Butir soal seperti ini tidak terlalu bernilai untuk mengukur kemampuan peserta
tes.
2. Ada kecenderungan bahwa guru menyusun butir soal tipe ini dengan hanya
menguji atau mengukur aspek ingatan, atau aspek yang paling rendah dalam
ranah kognitif. Bukan berarti bahwa aspek ini tidak penting dalam aspek
belajar. Tetapi bila sebagian butir soal itu hanya menguji satu aspek kognitif,
maka perangkat tes tidak terlalu berarti sebagai alat pengukur keberhasilan
belajar secara menyeluruh.
3. Adanya pengaruh kebiasaan peserta tes terhadap tes bentuk pilihan ganda (test
twice) terhadap hasil tes peserta. Jadi makin terbiasa seseorang dengan bentuk
tes pilihhan ganda, makin besar kemungkinan ia akan memperoleh skor yang
lebih tinggi. Kenaikan skor karena tes twice ini sungguh pun cukup berarti
27
Materi
Konstruksi
29
Bahasa/budaya
3.2 Saran
Demikian makalh ini kami buat, kami menyadari bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
dari pembaca sangat kami butuhkan. Guna perbaikan makalah berikutnya. Dan
semoga makalah ini berguna untuk kita semua.
30
DAFTAR RUJUKAN
Alexander, P., Schallert, D., Hare, V. 1991. Coming to Terms: How Researcher in
Learning and Literacy Talk about Knowledge. Review of Educational
Research, 61: 315 – 343.
Anderson, L.W., dan Krathwohl, D.R. 2001. A Taxonomy for Learning,
Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educatioanl
Objectives. New York: Addison Wesley Longman, Inc.
Bloom, B.S., Engelhart, M.D., Furst, E.J., Hill, W.H., dan Krathwohl, D.R. 1956.
The Taxonomy of Educational Objectives The Classification of
Educational Goals, Handbook I: Cognitive Domain. New York: David
McKay.
Chung, B.M. 1994. The Taxonomy in the Republic of Korea. In Anderson, L.W.,
dan Sosiak, L.A (Eds), Bloom’s Taxonomy: A Forty-year Retrospective,
Ninety-third Yearbook of the National Society for the Study of Education
(hlm. 363 – 173). Chicago: University of Chicago Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Yogjakarta: BPFE.
Paris, S., Lipson, M., dan Wixson, K. 1983. Becoming a Strategic Reading.
Contemporary Educational Psycilogy, 8: 293 – 316.