Anda di halaman 1dari 12

TURUNAN AMFENICOL

Turunan amfenicol adalah antibiotic yang terdiri dari kloramfenicol dan senyawa sintetik
analognya. Merupakan senyawa bakteriostatik spectrum luas, bersifat mudah larut dalam lemak
sehingga mudah menembus sel bakteri.

Mekanisme kerja: menghambat biosintesis protein pada siklus pemanjangan rantai asam
amino, yaitu dengan menghambat pembentukan ikatan peptida. Setelah menembus sel bakteri,
turunan amfenicol mengikat sub unit ribosom 50-S secara terpulihkan, menghambat enzim
peptidil transferase sehingga mencegah penambahan asam amino pada rantai peptida. Akibatnya
terjadi hambatan pembentukan ikatan peptida dan biosintesis protein (hal ini terjadi selama
antibiotik tetap terikat oleh ribosom).

Dengan kata lain turunan amfenicol menghambat pemanjangan rantai peptida dan
pergerakan ribosom sepanjang mRNA. Penghambatan ini bersifat stereospesifik, hanya isomer
D-(-)treo yang aktif. Turunan amfenicol juga menghambat sintesis protein mitokondria mamalia,
karena ada persamaan antara ribosom 70-S bakteri dan mamalia.

Hubungan struktur dan aktivitas

a. Modifikasi pada cincin benzene


1. p – nitrobenzen dapat diganti dengan bifenil, 4’-brombifenil atau 4’-metil bifenil,
tanpa kehilangan aktivitas antibakteri secara bermakna.
2. Penggantian gugus fenil dengan gugus aromatic atau alisiklik lain, seperti sikloheksil,
furil, naftil, piridil, kuinolil, dan tienil, menghilangkan aktivitas. Hanya turunan nitro
tienil yang aktif sebagai antibakteri, meskipun aktivitasnya lebih rendah dibanding
kloramfenicol.
3. Penggantian gugus nitro dengan gugus penarik electron kuat, seperti asetil
(setofenikol) atau metilsulfonil (tiamfenicol), senyawa tetap aktif sebagai antibakteri.
Penggantian dengan substituen lain seperti CN, CONH2, halogen, NH2, NHR,
NHCH2R, N(CH3)2, OH, SO2NHR atau gugus heterosiklik, menghilangkan aktivitas
karena terjadi perubahan kelektronegatifan, volume molekul dan system tipe p-
kuinoid.
4. Pemindahan gugus nitro ke posisi orto atau meta menurunkan aktivitas antibakteri.
b. Rantai samping asil sangat penting untuk aktivitas antibakteri, meskipun demikian pada
rantai samping tersebut dapat dilakukan banyak substitusi. Peningkatan ukuran rantai
menyebabkan penurunan aktivitas. Substitusi gugus dikloroasetil dengan gugus
asidoasetil (azidamfenikol) menghasilkan senyawa yang tetap aktif sebagai antibakteri.
c. Stereokimia sangat berperan untuk aktivitas bakteri. Karena kloramfenikol mempunyai
dua pusat kiral, maka dapat membentuk empat isomer yaitu (-)treo, (+)treo,(-)eritro dan
(+)eritro. Dari keempat isomer tersebut yang aktif sebagai antibakteri hanyalah isomer D-
(-)treo.

d. Penggantian dua gugus hidroksil, perluasan atau pemendekan gugus CH 2OH ujung dan
substitusi atom H pada C-2, menghilangkan aktivitas antibakteri.
e. Penggantian atom dikloro dengan dibromo menurunkan kekuatan antibakteri, sedang
penggantian dengan gugus CF3 dapat meningkatkan aktivitas (1,7 kali) terhadap E.coli.

Contoh:
1. Kloramfenikol (chloramex, chloromycetin, fenicol, kemicetine)
Adalah antibiotic yang bersifat bakteriostatik dan mempunyai spectrum luas.
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan demam tifoid akut ynang disebabkan oleh
Salmonella sp. Pertama diisolasi dari Streptomyces venezuelae, sekarang dapat di buat
melalui sintesis total dengan metode sederhana dan biaya lebih murah disbanding
cara ekstraksi media fermentasi. Kloramfenikol efektif untuk riketsia dan
konjuctivitis akut yang disebabkan oleh mikroorganisme, termasuk Pseudomonas sp.
Kecuali Pseudomonas aeruginosa. Efektif juga untuk pengobatan infeksi berat yang
disebabkan oleh bakteri Gram-positif dan Gram-negatif seperti Bacteroides fragilis,
Haemophylus influenza, Neisseria meningitides dan Streptococcus pneumoniae yang
telah kebal terhadap turunan penisilin. Tidak dianjurkan untuk pengobatan infeksi
saluran seni, karena hanya 5-10% bentuk tak terkonjugasinya yang diekskresikan
melalui urine. Efek samping: depresi sumsum tulang belakang yang menimbulkan
kelainan darah yang serius seperti anemia aplastik, anemia
hipoplastik,granulositopenia, dan trombositopenia. Selain itu menyebabkan gangguan
saluran cerna, neurotoksik, suprainfeksi dan reaksi hipersensitivitas. Tidak boleh
digunakan untuk influenza, infeksi kerongkongan atau untuk pencegahan infeksi.
Pada bayi yang lahir premature atau neonatal, kloramfenicol dapat menimbulkan
toksisitas yang fatal yaitu sindrom bayi abu-abu. Sindron ini disebabkan oleh
terbatasnya kemampuan bayi untuk konjugasi obat sehingga ekskresi melalui ginjal
menurun dan obat akan ditimbun dijaringan. Absorpsi obat melalui saluran cerna
cukup baik(75-90%), kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2-3 jam. Waktu paro
kloramfenikol pada orang dewasa ±3 jam, sedang pada bayi dibawah 1 bulan 12-24
jam. Dosis oral atau I.V. 50-100 mg/kgbb per hari, dalam dosis terbagi 3-4 kali.
Kloramfenikol mempunyai rasa yang pahit, pada anak-anak biasanya digunakan
bentuk esternya, yaitu kloramfenikol palmitat (lanacetine, pharocetin) yang
disuspensikan dengan pembawa air. Dalam saluran cerna, ester terhidrolisis secara
perlahan-lahan melepaskan kloramfenikol aktif. Untuk pemakaian parenteral
digunakan bentuk garam yang mudah larut dalam air, yaitu kloramfenikol sodium
suksinat.
2. Tiamfenikol (Anikol, Nilacol, Thiamycin, Thianicol)
adalah antibiotic yang bersifat bakteriostatik dan mempunyai spectrum luas seperti
kloramfenikol. Merupakan obat pilihan untuk pengobatan demam tifoid (enteric) dan
paratipoid akut yang disebabkan oleh Salmonella sp. Tiamfenikol di absorpsi cukup
baik dalam saluran cerna, mudah terdifusi dalam cairan serebrospinal dan mucus
bronkial. Sebagian besar obat tidak dimetabolisis ditubuh tetapi diekskresikan dalam
bentuk tak berubah melalui urin. Efektif untuk pengobatan infeksi meningitis, infeksi
pada saluran napas dan saluran urogenital. Absorpsi obat melalui saluran cerna cukup
baik (50-70%), dengan waktu paro 1,6-4,2 jam. Dosis oral: 20 – 30mg/kgbb per hari,
dalam dosis terbagi 3-4 kali. Untuk pengobatan gonorrhoe dosis tunggal 2,5 g
sesudah makan.
TURUNAN TETRASIKLIN

Turunan tetrasiklin didapat dari hasil isolasi kultur Strepstomyces sp, kemudian
dikembangkan secara semisintetik. Merupakan turunan oktahidronaftasen yang terbentuk oleh
gabungan 4 cincin. Strereokimia sangat kompleks karena mempunyai 5 atau 6 pusat atom C
asimetrik. Tetrasiklin bersifat amfoter karena mengandung gugus – gugus yang bersifat asam,
seperti gugus hidroksil, dan basa seperti gugus dimetilamino.

Dengan asam kuat tetrasiklin membentuk garam asam yang mudah larut dalam air dan
cukup stabil, melalui protonasi gugus dimetilamino pada C-4. Garam basanya dibentuk dengan
basa kuat seperti NaOH, KOH atau Ca(OH)2 tidak stabil dalam larutan air. Tetrasiklin
mengandung gugus – gugus yang dapat membentuk ikatan hydrogen intramolekul dan dapat
membentuk kompleks dengan garam – garam Ca,Fe atau Mg. oleh karena itu tetrasiklin tidak
boleh diberikan bersama dengan susu, antasida, obat anemia dan sediaan lain yang mengandung
garam - garam diatas. Tetrasiklin mempunyai 3 gugus yang mudah terionisasi yaitu gugus
trikarbonilmetan (pKa1 = 3,3), gugus fenoldiketon (pKa2 = 7,7) dan gugus ammonium kationik
(pKa3 = 9,7).

Pada larutan dengan pH 2-6 tetrasiklin mengalami epimerisasi pada atom C-4, membentuk
epitetrasiklin yang mempunyai aktivitas antibakteri lebih rendah ± 5% aktivitas tetrasiklin.

Asam dan basa kuat dapat menginaktifkan tetrasiklin, yaitu dengan mempengaruhi gugus
hidroksil pada atom C-6.
Asam kuat menyebabkan dehidrasi, yaitu mengambil gugus OH pada C-6 dan atom H dari C-5a,
membentuk ikatan rangkap antara C-6 dan C-5a, dan terjadi perpindahan ikatan rangkap dari C-
11a - C -12 ke C -11 – C -11a, membentuk anhidrotetrasiklin yang tidak aktif.

Basa kuat akan memacu reaksi antara gugus OH pada C -6 dengan gugus keton pada C – 11,
sehingga ikatan C – 11 – C – 11a terputus, membentuk cincin lakton, terjadi isotetrasiklin yang
tidak aktif.

Mekanisme Kerja

Turunan tetrasiklin adalah senyawa bakteriostatik karena mempunyai sifat pembentuk


kelat, diduga aktivitas antibakterinya disebabkan oleh kemampuan untuk menghilangkan ion –
ion logam yang penting bagi kehidupan bakteri, seperti ion Mg. kemungkinan lain, pembentukan
kelat dapat memudahkan pengangkutan tetrasiklin menuju kesisi kerjanya.

Tempat kerja turunan tetrasiklin adalah pada ribosom bakteri, turunan ini mencapai
sasaran melaluidua proses, yaitu:

a. Difusi pasif melalui pori hidrofil pada membran terluar sel. Doksisiklin dan minosiklin
mempunyai kelarutan dalam lemak tinggi, sehingga secara langsung dapat melalui lemak
membran.
b. System pengangkutan aktif yang tergantung energi. Pompa dari semua turunan tetrasiklin
adalah melalui membran sitoplasma terdalam, kemungkinan dengan bantuan pembawa
protein periplasma.
Didalam sel bakteri, tetrasiklin mengikat secara khas dan terpulihkan ribosom 30-S,
menghambat jalan masuk aminoasil- Trna ketempat aseptor A pada kompleks mRNA – ribosom,
menghalangi penggabungan asam amino ke rantai peptide dan menyebabkan hambatan sintesis
protein. Lebih tepatnya, tetrasiklin menghambat interaksi kodon – antikodon pada tempat A dari
subunit ribosom yang terkecil, yaitu 30-S atau 40-S dan hal inilah yang menyebabkan tetrasiklin
bersifat kurang selektif dan menimbulkan efek samping yang relatif rendah. Sifat penghambatan
turunan tetrasiklin berhubungan dengan struktur elektronik, yang melibatkan secara langsung
interaksi atom C-6 dan gugus fenoldiketon dengan sisi reseptor.

Hubungan struktur dan aktivitas

a. Gugus farmakofor dengan aktivitas biologis penuh adalah senyawa semisintetik


sansiklin. Sansiklin mengandung struktur yang dibutuhkan untuk pembentukan kelat dan
berperan penting dalam pengangkutan turunan tetrasiklin kedalam sel bakteri dan
penghambatan biosintesis protein didalam sel.
b. Pengaturan linier dari empat cincin adalah prasyarat untuk dapat menimbulkan aktivitas
biologis. Konfigurasi pusat kiral pada C-4 ,C-4a dan C-12a sangat penting untuk
aktivitas, sedang konfigurasi pada C-5a dan C-6 kemungkinan berubah-ubah. System
fenol diketon pada cincin BCD adalah planar dan penting untuk aktivitas, sedang cincin
AB dapat mengalami perubahan bentuk konformasi. Semua turunan tetrasiklin pada pH
fisiologis mempunyai bentuk konformasi sama (pada gambar 4.5)
Gugus dimetilamino berada dibawah system BCD yang planar dan kemungkinan
membentuk ikatan hidrogen dengan gugus OH pada C-12a. Penambahan atau
pengurangan jumlah cincin dan pembukaan cincin menyebabkan senyawa kehilangan
aktivitas.

c. Adanya dua sistem electron π yang berbeda (gugus kromofor fenoldiketon dan
trikarbonilmetan) cukup penting untuk aktivitas antibakteri. Perluasan atau pengurangan
gugus kromofor menyebabkan penurunan atau hilangnya aktivitas. Subtituen yang dapat
meningkatkan kemampuan donor electron dari gugus fenoldiketon akan meningkatkan
aktivitas.
d. Adanya gugus 4-dimetilamino penting untuk pembentukan ion Zwitter, untuk distribusi
optimum dalam tubuh dan untuk aktivitas in vivo. Hilangnya gugus tersebut
menyebabkan senyawa kehilangan aktivitas. Gugus ini harus berada dalam bentuk
konfigurasi seperti tetrasiklin alami. Bentuk konfigurasi α (4- epitetrasiklin) aktivitas
lebih rendah dibanding tetrasiklin alami.
e. Pada gugus 2-karbonamid, hanya gugus karbonil yang penting untuk aktivitas. Satu atom
H pada gugus amida dapat diganti gugus lain tanpa kehilangan aktivitas.
f. Daerah hidrofob dari C-5 sampai C-9 dapat diubah dengan cara bervariasi, asal tidak
mempengaruhi bentuk konformasi esensialnya. Modifikasi pada C-6 dan C-7
menghasilkan turunan yang stabilitas kimianya lebih besar, memperbaiki sifat
farmakokinetik dan meningkatkan aktivitas antibakteri. Doksisiklin dan minosiklin
mempunyai lipofilitas lebih tinggi disbanding tetrasiklin alami. Bila diberika secara oral
keduanya diabsorpsi hampir sempurna oleh saluran cerna dan absorpsi sedikit
dipengaruhi oleh adanya makanan. Keduanya mempunyai waktu paro lebih panjang dan
dosis yang lebih kecil disbanding tetrasiklin. Minosiklin adalah satu-satunya turunan
tetrasiklin yang mencapai kadar tinggi dalam system saraf pusat, sedang doksisiklin satu-
satunya turunan tetrasiklin yang aman digunakan untuk penderita infeksi ginjal, karena
waktu paro panjang dan efek samping yang rendah.

Turunan tetrasiklin dibagi menjadi:

1. Tetrasiklin alami ,contoh: tetrasiklin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, dan demeklosiklin.


2. Tetrasiklin semisintetik ,contoh: sansiklin, doksisiklin, metasiklin, dan minosiklin.
3. Bentuk laten (pra-obat) tetrasiklin
a. Melalui gugus amida, membentuk senyawa yang mudah larut dalam air.
Contoh: klomosiklin, rolitetrasiklin dan pipasiklin.
b. Melalui pembentukan kompleks atau garam, senyawa sukar larut dalam air.
Contoh: tetrasiklin kompleks fosfat dan tetrasiklin siklamat.
4. Produk manipulasi molekul tetrasiklin
contoh: etamosiklin (duplikasi molekul tetrasiklin), kafsiklin(tetrasiklin+ kloramfenicol
suksinat), penisiklin (tetrasiklin + penisiln –V) dan kolimesiklin (3 molekul tetrasiklin +
kolistin).

Berdasarkan waktu paronya, turunan tetrasiklin dibagi menjadi:


1. Tetrasiklin dengan masa kerja pendek (6-10), contoh: tetrasiklin, klortetrasiklin dan
oksitetrasiklin.
2. Tetrasiklin dengan masa kerja sedang (12-15 jam), contoh: demeklosiklin dan
metasiklin.
3. Tetrasiklin dengan masa kerja panjang (16-19 jam), contoh: doksisiklin dan
minosiklin.

Turunan tetrasiklin merupakan senyawa bakteriostatik spectrum antibakteri luas dan


pada kadar tinggi bersifat bakterisid. Efektif terhadap banyak spesies bakteri Gram-
positif, Gram-negatif, Rickettsiae, Mycoplasma, Chlamydia dan amuba. Sering
digunakan sebagai pengganti penisilin G, untuk pengobatan sifilis dan sebagai obat
pengganti untuk pengobatan disentri basiler yang disebabkan oleh Shigella sp.
Kadang digunakan sebagai obat penunjang pada amubiasis usus akut dan infeksi
Plasmodium falciparum yang telah kebal terhadap obat-obat antimalaria.
Turunan tetrasiklin relative rendah toksisitasnya dan menimbulkan efek samping
seperti iritasi saluran cerna, gangguan ginjal dan kerusakan hati bila diberikan dalam
dosis berlebih. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil dan anak dibawah usia 8
tahun karena bersifat teratogenik dan dapat menekan pertumbuhan tulang. Selain itu
menyebabkan warna kekuningan pada gigi yang bersifat tetap karena dapat
membentuk kelat dengan kalsium fosfat dalam struktur tulang dan gigi.

Contoh:
1. Tetrasiklin HCL (Dumocycline, Lanacycline)
Didapat dari hidrogenolis katalitik klortetrasiklin. Tetrasiklin digunakan untuk
pengobatan infeksi pada saluran nafas, telinga, hidung dan tenggorokan, infeksi
pada saluran urogenital dan empedu, infeksi saluran cerna seperti kolera dan
shigella disentri, infeksi kulit, seperti akne vulgaris dan rosacea yang berat, dan
infeksi mata, seperti trakom dan klamida konjungtivitis. Absorpsi obat dalam
saluran cerna ± 60-80% dan segera didistribusikan keseluruh tubuh. Kadar serum
terapetik dicapai dalam 2-3 hari setelah pengobatan, oleh karena itu dianjurkan
agar pada awal pengobatan diberikan dosis yang lebih besar dibanding dosis
biasa. Dosis oral : 250 – 500mg 4 dd, IM 250mg I dd, IV 250 – 500 mg 2 dd.
Tetrasiklin fosfat kompleks (sanlin, supertetra, tetrin), diabsorpsi lebih cepat dan
lebih sempurna dalam saluran cerna dibanding bentuk basa atau garamnya,
sehingga kadar dalam darah lebih tinggi. Dosis oral : 250 mg 3-4 dd.

2. Klortetrasiklin, didapat dari Streptomyces aurofaciens, mempunyai sifat,


kegunaan dan dosis seperti tetrasiklin.

3. Oksitetrasiklin (Terramycin) didapat dari Streptomyces rimosus. Obat ini


mempunyai sifat, kegunaan dan dosis seperti tetrasiklin, hanya absorpsi dalam
saluran cerna relative lebih baik.

4. Metasiklin HCL, adalah hasil modifikasi dari oksitetrasiklin pada atom C-6.
Hilangnya gugus hidroksi pada C-6 akan meningkatkan stabilitas cincin C,
sehingga senyawa stabil terhadap pengaruh asam dan basa, dan mencegah
terbentuknya anhidro dan epitetrasiklin. Metasiklin mempunyai kegunaan yang
sama dengan tetrasiklin, dengan aktivitas yang lebih besar dan waktu paro lebih
lama.

5. Doksisiklin, adalah hasil hidrogenasi katalitik dari metasiklin pada gugus metilen
C-6. Doksisiklin mempunyai sifat seperti metasiklindengan absorpsi pada saluran
cerna lebih baik sehingga dosis lebih rendah, dan mempunyai waktu paro serum
yang lebih lama. Doksisiklin hiklat (Doxin, Vibramycin) adalah bentuk garam
lain dari doksisiklin, dengan sifat- sifat serupa dengan doksisiklin HCL, hanya
masa kerjanya relative lebih lama.

6. Minosiklin HCL (minosin), adalah hasil reduksi dan metilasi dari 7- nitro- 6 –
demetil-6-deoksitetrasiklin, mempunyai sifat – sifat seperti metasiklin, dengan
absorpsi dalam saluran cerna lebih baik sehingga dosisnya lebih rendah.
Minosiklin mempunyai waktu paro serum sangat panjang dan pengikatan protein
plasma yang sedang. Minosiklin aktif terhadap bakteri Gram-positif, terutama
staphylococci dan streptococci yang telah resisten terhadap turunan tetrasiklin
yang lain.
7. Tigesiklin (Tygacil), adalah antibiotic baru turunan glisilsiklin generasi kedua
dari tetrasiklin, yang didapat dari pengembangan struktur minosiklin. Mempunyai
spectrum aktivitas yang luas, efektif terhadap bakteri Gram-positif, bakteri Gram-
negatif, bakteri anaerob, dan MRSA, termasuk yang sudah resisten terhadap
turunan tetrasiklin yang lain. Tidak aktif terhadap Pseudomonas sp dan proteus
sp. Digunakan untuk pengobatan infeksi kulit dan infeksi intra abdomen. Dosis
awal IV melalui infuse 50 mg, diberikan secara pelan-pelan (30-60 menit) diikuti
dengan 50 mg tiap 12 jam.

Anda mungkin juga menyukai