Anda di halaman 1dari 23

TUGAS TEKNOLOGI PENCELUPAN III

PENCELUPAN KAIN POLIESTER-KAPAS (T/C) DENGAN ZAT WARNA


DISPERSI – BELERANG

Disusun Oleh Kelompok 2


Nada Zakiyya Zahra (16020069)
Fitri Ramdayani (16020070)
Dieta Fadhilah (16020071)
Indra Joshua (16020072)
Intan Nurjanah (16020073)
Grup : 3K3
Dosen : Dede karyana, S.Teks., M.Si.
Asisten : Rr. Wiwiek E.M., S.ST., MT

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL


POLITEKNIK SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL
BANDUNG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri tekstil merupakan salah satu industri tekstil yang diprioritaskan untuk
dikembangkan karena memiliki peran penting dalam perekonomian nasional yaitu
sebagai penyumbang devisa negara. Selain itu industri tekstil juga sebagai industri yang
diandalkan untuk memenuhi kebutuhan sandang nasional.
Industri tekstil ini sering menggunakan zat warna sintetis yang digunakan dalam
proses pencelupan, dimana zat warna tersebut memiliki struktur molekul kompleks
seperti benzena,naftalena,antrasena, toluena dan xilena.Seiring dengan perkembangan
zaman, semakin banyak industri tekstil yang bersaing untuk memenuhi kebutuhan
konsumennya dengan cara memberikan hasil atau produk yang terbaik. Oleh karena itu
banyak industri tekstil yang menggunakan kain campuran sebagai bahan dasar pada
proses pencelupannnya, salah satunya itu kain campuran poliester – kapas (T/C). Kain
campuran ini memiliki beberapa kelebihan seperti lebih tahan terhadap penyusutan kain
meskipun sudah dicuci berkali – kali.
Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan memberikan produk yang
baik digunakan jenis zat warna dispersi – belerang dalam proses pencelupannya dimana
zat warna tersebut akan memberikan hasil ketahanan luntur terhadap pencucian dan sinar
yang baik.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang telah dijabarkan diatas, maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah :
- Metode pencelupan manakah yang memberikan hasil terbaik pada kain hasil
pencelupannya ?
- Bagaimanakah ketahanan luntur terhadap pencucian dan sinar pada kain hasil
pencelupan dengan metode terbaik yang digunakan ?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Serat Poliester


Serat poliester adalah serat sintetik yang terbentuk dari molekul polimer poliester
linier dengan susunan paling sedikit 85 % berat senyawa dari hidroksi alkohol dan asam
tereftalat.

Penampang melintang poliester Penampang membujur poliester


Sumber : Arthur D Broadbent, Basic Principles of Textile Coloration, Manchester,
2001

Serat poliester pertama kali diperkenalkan pada tahun 1953. Poliester merupakan
polimer yang diperoleh dari reaksi senyawa asam dan alkohol. Calico Printers
Association dari Inggris menyempurnakan penelitian Dr. Carothers dari Du Port dan
memperoleh hak paten untuk seluruh bagian dunia kecuali Amerika Serikat yang khusus
ditangani oleh Du Pont. Serat poliester cepat sekali memperoleh perhatian konsumen
oleh karena sifat mudah penangananya (easy of care), bersifat cuci pakai (wash and
wear), tahan kusut dan awet.

2.1.1 Pembuatan Serat Poliester


Serat poliester dibuat secara pemintalan leleh dari dua jenis asam tereftalat.
Molekul – molekulnya besar dan kaku, sukar di bengkokkan dan mudah kembali ke
bentuk semula setelah berubah bentuknya.Perbedaan utama antara kedua jenis polimer
tersebut adalah sifat tahan panas dari Dacron yang lebih dari serat kodel, tetapi
penyerapan terhadap uap air kecil. Gugus – gugus kimia dalam serat dapat bersatu atau
bergabung dengan zat warna yang sangat kecil. Pencelupannya dapat dilakukan pada
suhu 100 ºC dengan dibantu zat penggembung serat. Zat tersebut akan memudahkan zat
warna masuk kedalam serat.

2.1.2 Sifat – sifat Poliester


Sifat Parameter
Kekuatan tarik 4,0 – 6,9 gram/denier
Mulur 11% - 40%
Elastisitas Baik (tahan kusut)
Moisture regain (RH) 65% 0,4%
Modulus Tinggi (pembebanan 1,7 g/d
menyebabkan mulur 2%
Berat jenis 1,38
Titik leleh 250oC
Morfologi Berbentuk silinder dengan penampang
bulat
Sifat kimia Tahan asam lemah mendidih dan asam
kuat dingin, tidak tahan alkali kuat.
Tahan oksidator, pelarut untuk dry
cleaning. Larut dalam metakresol
panas. Tahan jamur.

2.2 Serat Kapas


Serat kapas mempunyai bentuk penampang melintang yang sangat bervariasi dari
elips sampai bulat. Tetapi pada umumnya berbentuk seperti ginjal. Bentuk membujur
serat kapas adalah pipih seperti pita yang terpuntir. Bentuk penampang melintang dan
membujur serat kapas dapat dilihat pada Gambar :

Penampang Melintang Penampang Membujur


Sumber : Arthur D Broadbent, Basic Principles of Textile Coloration, Manchester,
2001
Sedangkan untuk struktur kimia dari selulosa adalah seperti pada gambar berikut:

H OH CH 2 OH H OH CH 2 OH
HO H H O H O
OH H O OH H OH
H H H

H H H O H
O OH H OH
H H H
O O
CH 2 OH H OH CH 2 OH H OH

Sumber: Trotman, E.R., Dyeing and Chemical Technology of Textile Fibres, fourth
edition,A Wiley Interscience Publication, New York, 1984,halaman 36.
2.1 Sifat Fisika dan Kimia Kapas
 Sifat fisika
 Warna Kapas
Warna kapas pada umumnya sedikit krem. Beberapa kapas yang
seratnya panjang, warnanya lebih krem dari pada jenis kapas yang serat-
seratnya lebih pendek. Warna krem ini disebabkan oleh pengaruh cuaca
yang lama, debu atau kotoran. Tumbuhnya jamur pada kapas sebelum
pemetikan menyebabkan warna putih kebiru-biruan yang tidak bisa
dihilangkan dalam pengelantangan.
 Kekuatan
Kekuatan serat kapas sangat dipengaruhi oleh kadar selulosa yang
dikandungnya. Dalam keadaan basah serat kapas akan memiliki kekuatan
yang lebih besar dibandingkan dengan serat ketika dalam keadaan kering.
Hal ini disebabkan karena dalam keadaan basah, serat akan menggelembung
sehingga berbentuk silinder yang akan menyebabkan berkurangnya bagian-
bagian serat yang terpuntir, dalam kondisi seperti ini distribusi tegangan
akan diterima di sepanjang serat secara lebih merata. Kekuatan serat kapas
dalam keadaan kering berkisar 3,2 - 5,2 g/denier dan dalam keadaan basah
lebih tinggi lagi.
 Mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi di antara serat-serat
selulosa alam yang lainnya. Mulur serat kapas berkisar antara 4 – 13%
tergantung dari jenis serat kapasnya dan rata-rata mulurnya adalah 7%.
 Moisture Regain
Serat kapas memiliki afinitas yang besar terhadap air, dan air
memiliki pengaruh yang nyata pada sifat-sifat serat. Serat kapas yang sangat
kering bersifat kasar, rapuh dan kekuatannya rendah. Moisture Regain (MR)
serat kapas bervariasi sesuai dengan perubahan kelembaban relatif tertentu.
MR kapas pada kondisi standar berkisar antara 7 – 8,5%.
 Berat Jenis
Berat jenis serat kapas adalah 1,50 sampai 1,56.

2.2 Sifat Kimia


 Pengaruh asam
Selulosa tahan terhadap asam lemah, sedangkan terhadap asam kuat
akan menyebabkan kerusakan. Asam kuat akan menghidrolisa selulosa yang
mengambil tempat pada jembatan oksigen penghubung sehingga terjadi
pemutusan rantai molekul selulosa (hidroselulosa). Rantai molekul menjadi
lebih pendek dan menyebabkan penurunan kekuatan tarik selulosa. Reaksi
hidroselulosa dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini :

CH2OH H OH
H O H
H O OH H
O OH H H H O
H
O
H OH CH2OH

Hidrolisa

CH2OH H OH
H O
H H OH H
C OH H
O OH H O H O
H
O
H OH CH2OH

CH2OH H OH
H O
OH OH H
H OH H
C
O OH H O H O
H
O
H OH CH2OH

Sumber : Arifin Lubis, dkk, Teknologi Persiapan Penyempurnaan, Sekolah Tinggi


Teknologi Tekstil, Bandung, 1994, halaman 85.
 Pengaruh alkali
Alkali mempunyai pengaruh pada kapas. Alkali kuat pada suhu rendah
akan menggembungkan serat kapas seperti yang terjadi pada proses
merserisasi, sedangkan pada suhu didih air dan dengan adanya oksigen dalam
udara akan menyebabkan terjadinya oksiselulosa.
 Pengaruh panas
Serat kapas tidak memperlihatkan perubahan kekuatan bila dipanaskan
pada suhu 120˚C selama 5 jam, tapi pada suhu yang lebih tinggi dapat
menyebabkan penurunan kekuatan. Serat kapas kekuatannya hampir hilang
jika dipanaskan pada suhu 240˚C.

 Pengaruh oksidator
Oksidator dapat mengoksidasi selulosa sehingga terjadi oksiselulosa,
rantai molekul selulosa terputus dan selanjutnya mengakibatkan terjadinya
oksiselulosa lanjutan yang mengubah gugus aldehid menjadi gugus
karboksilat. Pada oksidasi sederhana dalam suasana asam tidak terjadi
pemutusan rantai, hanya terjadi pembukaan cincin glukosa. Pengerjaan lebih
lanjut dengan alkali akan mengakibatkan pemutusan rantai molekul sehingga
kekuatan tarik akan turun. Oksiselulosa terjadi pada proses pengelantangan
yang berlebihan, penyinaran dalam keadaan lembab atau pemanasan yang
lama pada suhu diatas 140˚C. Reaksi oksiselulosa dapat dilihat pada Gambar
2.4 berikut ini :

CH2OH H OH
O
H O H
H OH H
O OH H H O
H H O
H OH CH2OH

Oksidasi
CH2OH CH2OH
O OH OH
H O H
H H O
O H O
C C C C H
O H O H O H O H

CH2OH
O CH2OH
H O OH OH
H H
H O
O H
C C O H
C C
O OH O OH
O OH O OH

Sumber : Rasyid Djufri, dkk, Teknologi Pengelantangan. Pencelupan dan Pencapan, Institut
Teknologi Tekstil, Bandung, 1976, halaman 76.
2.3 Zat Warna Dispersi

Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang dibuat secara sintesis, yang
kelarutannya dalam air sedikit dan merupakan larutan dispersi. Zat warna tersebut digunakan
untuk mewarnai serat-serat sintetis atau serat tekstil yang bersifat hidrofob.
Zat warna ini mempunyai berat molekul yang kecil dan tidak mengandung gugus
pelarut. Dalam pemakaiannya diperlukan zat pembantu yang berfungsi untuk mendispersikan
zat warna dan mendistribusikannya secara merata didalam larutan, yang disebut zat
pendispersi.
Zat warna dispersi dapat mewarnai serat poliester dengan baik jika memakai zat
pengemban atau dengan temperatur tekanan tinggi. Zat warna dispersi mula-mula
diperdagangkan dalam bentuk pasta, tetapi sekarang dapat diperoleh dalam bentuk bubuk.
Contoh struktur zat warna disperse:
NC

C2H5
O2N N N N
C2H5

CI. DIsperse Red 71

 Sifat-sifat umum zat warna dispersi


a) Tidak larut dalam air, karena tidak mempunyai gugus pelarut didalam struktur molekul
b) Pada umumnya zat warna dispersi berasal dari turunan azo, antrakwinon/nitro akril amina
dengan berat molekul rendah
c) Mempunyai titik leleh yang cukup tinggi yaitu 1500C dengan ukuran partikel antara 0,5-2
mikron
d) Bersifat non-ionik, walaupun mengandung gugus-gugus – NH2 – NHR – OH

 Sifat – sifat kimia zat warna dispersi


Berlainan dengan serat tekstil yang lain polyester tidak mempunyai gugus ionik
sehingga tidak dapat dicelup berdasarkan mekanisme ionik (semi ionik). Serat ini hanya dapat
dicelup dengan zat warna non ionik (zat warna.dispersi) yang praktis tidak larut dalam air.
Cara melarutkannya dengan bantuan zat lain. Zat warna dispersi di gunakan dalam
bentuk dispersi yang halus dalam air ukuran partikel dispersi 0,5 mikron di sebabkan oleh
sifatnya yang hidrofobik maka zat warna ini mempunyai daya afinitas yang tinggi terhadap
serat polyester yang juga bersifat hidrofobik.
Dalam proses pencelupan, partikel zat warna masuk kedalam serat dalam keadaan
terdispersi molekuler dan terikat dalam serat. Zat warna dispersi dapat di buat dari beberapa
struktur kimia yang berbeda.
Struktur kimia yang umum di gunakan dalam zat warna dispersi dan persentasi
penggunaannya adalah sebagai berikut:
 Azo (N=N) : 55%
 Diazo (N=N-N=N) : 10%
 Antrakwinon : 20%
 Lain – lain : 15%
Zat warna dispersi jenis azo umumnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a) Daya pewarnaan yang tinggi
b) Pemakaian ekonomis
c) Sifat kerataan celupan bervariasi, ada yang mudah rata ada juga yang sulit tetapi secara
umum lebih sulit dari jenis antrakwinon
d) Termomigrasi relatif lebih baik dari pada antrakwinon
e) Daya punutup ketidak rataan benang kurang lebih sebanding dengan antrakwinon.
Zat warna dispersi jenis diazo adalah zat warna dispersi yang umumnya mempunyai
sifat yang sama dengan jenis azo tetapi mempunyai daya sublimasi yang tinggi. Zat warna ini
banyak di gunakan untuk warna-warna tua. Karena makin mahalnya bahan baku antrakwinon
maka dewasa ini terdapat kecenderungan untuk sedapat mungkin menggantikan dengan zat
warna jenis azo. Berbagai macam cara dilakukan untuk membuat zat warna azo yang
menyerupai antrakwinon dalam hal kemurnian kecerahan warna dan sifat yang baik.
NH2 O OH

OH O NH2

Zw disperse jenis antrakuinon


Zat antrakwinon adalah zat warna yang umumnya mempunyai sifat – sifat sebagai
berikut:
a) Warna lebih cerah tetapi daya pewarna lebih rendah.
b) Relatif lebih mahal.
c) Sifat kecerahan dan migrasi relatif lebih baik dari azo.
d) Termomigrasi lebih jelek, bila di bandingkan dengan azo.
e) Daya penutupan ketidakrataan benang yang baik.
f) Daya tahan reduksi / hidrolisa yang baik.
g) Daya tahan sinar umumnya sangat tinggi

 Sifat – sifat fisika zat warna dispersi


Kelarutan
Meskipun Azobenzena, Antrakuinon dan Defilamina dalam bentuk dispersi dapat
mencelup kedalam hidrofob, dalam perdagangan kebanyak zat warna dispersi mengandung
gugus aromatik dan alifatik yang mengikat gugus fungsional (-OH, -NH2-BHR, dsb.) dan
bentuk sebagai gugus pemberi (donor) Hidrogen. Gugus fungsional tersebut merupakan
pengikat dipol (dwikutub) dan juga membentuk ikatan hidrogen dengan gugus karbonil atau
gugus asetil dari serat polyester.
Adanya gugus aromatik OH dan alifatik NH2 dan gugus fungsional yang lain
menyebabkan zat warna sedikit larut dalam air.
Zat warna dispersi mempunyai daya kelarutan air dingin yang sangat rendah akan tetapi
dengan peningkatan temperatur daya kelarutan dapat meningkat dengan cepat sampai
beberapa ratus gram/L. Yang sangat penting dalam proses pencelupan adalah daya kelarutan.
Daya kelarutan dipengaruhi oleh :
a) Kecepatan penyerapan zat warna
b) Banyak / sedikitnya penyerapan
c) Migrasi
d) Penodaan pada serat campuran.

Sensitifitas
Zat warna dispersi yang berupa partikel – partikel kecil tidak mungkin berada pada
keadaan terdispersi yang stabil tanpa adanya zat pendispersi (Dispersing Agent) zat
pendispersi ini berfungsi sebagai pelindung di sekeliling zat warna sehingga adanya gaya
elektrostatis yang saling tolak menolak juga dapat membantu terjadinya stabilitas. Kestabilan
zat warna dispersi di pengaruhui oleh:
a) Jenis zat pendispersi : umumnya yang digunakan adalah jenis anionik yaitu lignin sulfonat
yang berasal dari alam tetapi ada pula yang berasal dari sintetik.
b) Kualitas dari pigmen zat warna dan ketidakmurnian pigmen zat warna
c) Bentuk kristal dari pigmen zat warna. Bentuk kristal tertentu mudah dibersihkan dan ada
yang relatif sulit .
d) Distribusi partikel ukuran zat warna

 Klasifikasi zat warna dispersi


Zat warna dispersi dapat di golongkan menurut sifat sublimasinya secara umum di bagi
menjadi 4 kelompok yaitu :
a) Golongan satu (A)
Zat warna dispersi ini mempunyai sifat sublimasi rendah tetapi mempunyai sifat celup
yang baik. Karena molekulnya kecil dengan sifat sublimasi yang rendah biasanya digunakan
untuk pencelupan serat rayon, serat poliamida, serat di/tri asetat.

b) Golongan Kedua (B)


Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul yang relatif kecil dengan sifat
sublimasinya cukup. Memiliki sifat celup yang baik sehingga sangat baik untuk pencelupan
poliester dengan zat pengemban pada temperatur tinggi.

c) Golongan Ketiga (C)


Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul sedang dengan sifat sublimasi yang
baik. Sifat celup dan sublimasi yang baik biasa di gunakan untuk pencelupan pada suhu
tinggi.

d) Golongan Keempat (D)


Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul besar dengan sifat sublimasi tinggi.
Mempunyai sifat celup yang kurang baik atau sifat sublimasinya yang paling tinggi, sangat
cocok untuk pencelupan termosol/ temperatur tinggi berat molekul ukuran dan bentuk zat
warna dispersi memegang peranan penting, terhadap sifat pencelupan.
2.4 Zat Warna Belerang

Zat warna belerang merupakan suatu zat warna yang mengandung unsur belerang
di dalam molekulnya baik sebagai chromofornya maupun gugusan lain yang berguna
dalam pencelupannya. Zat warna ini tidak larut dalam air dan dapat dipakai untuk
mencelup serat-serat selulosa. Selain itu juga dipakai untuk mencelup serat wol.
Beberapa diantaranya dapat larut dalam air dan ada juga dalam pemakaiannya seperti
cara pencelupan dengan zat warna bejana. Golongan terakhir ini sering disebut zat
warna bejana belerang.
Nama dagang zat warna belerang adalah :
- Sulphur (RRC)
- Hydrosol (Hoechst– Casella)
- Thional (I.C.I)
- Immedial (Hoechst –Casella)
- Solanen (Francolor)
- Hydron (Casella)

a. Stuktur Zat Warna Belerang


Stuktur zat warna belerang sukar sekali ditentukan secara teliti
karena bentuknya yang kompleks. Senyawa tersebut dapat terbuat dari
senyawa fenol, amina, nitro atau kinominim dengan proses pemanggangan
atau pemanasan dalam bentuk larutan dengan reaksi unsur belerang atau
senyawa alkalinya dalam suasana alkali.
Zat warna belerang apabila direduksi dengan reduktor kuat dalam
suasana asam akan melepaskan gas asam sulfida. Gas tersebut dengan
senyawa timbal asetat akan memberikan timbal sulfida yang berwarna
coklat kehitam - hitaman.
Apabila campuran senyawa benzidina (NH2.C6H4.C6H4.NH2)
dengan hidro-tio-toluidina dipanaskan dengan belerang atau natrium poli
sulfida, maka akan terbentuk zat warna belerang yang berwarna kuning
yang terkenal dengan nama dagang Immedial Yellow GG, yang
mengandung ikatan disulfida.
Tetapi disamping ikatan disulfida yang mudah direduksi dan
berguna dalam proses pencelupan, maka mungkin pula terdapat ikatan
monosulfida yang menghubungkan dua sistem Chromofor zat warna
belerang sehingga tahan terhadap proses reduksi serta mempunyai afinitas
terhadap selulosa seperti formula ini :

b. Sifat zat warna belerang


Zat warna belerang termasuk golongan zat warna yang tidak larut dalam
air. Beberapa di antaranya ada yang larut dalam air dan menyerupai zat warna
bejana. Zat warna ini tidak langsung dipakai untuk mencelup serat selulosa tanpa
direduksi terlebih dahulu.
Sebagai reduktor dapat dipakai natrium sulfida, natrium hidrosulfit atau
campuran dari keduanya. Sifat tahan cuci dan tahan sinarnya adalah baik dan
harganya pun sangat murah. Hasil celupan dengan zat warna belerang dapat
menimbulkan penurunan kekuatan bahan yang dicelupnya ( efek bronzing )

2.5 Mekanisme Pencelupan Poliester-Kapas dengan Zat Warna Dispersi – Belerang


2.5.1 Mekanisme Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi
Mekanisme pencelupan zat warna dispersi adalah solid solution dimana
suatu zat padat akan larut dalam zat padat lain. Dalam hal ini, zat warna
merupakan zat padat yang larut dalam serat.
Mekanisme lain menjelaskan demikian : zat warna dispersi berpindah dari
keadaan agregat dalam larutan celup masuk kedalam serat sebagai bentuk
molekuler. Pigmen zat warna dispersi larut dalam jumlah yang kecil sekali, tetapi
bagian zat warna yang terlarut tersebut sangat mudah terserap oleh bahan.
Sedangkan bagian yang tidak larut merupakan timbunan zat warna yang sewaktu-
waktu akan larut mempertahankan kesetimbangan.
Bagian zat warna dalam bentuk agregat, pada suatu saat akan terpecah
menjadi terdispersi monomolekuler. Zat warna dispersi dalam bentuk ini akan
masuk ke dalam serat melalui pori-pori serat. Untuk lebih jelasnya, sifat zat warna
dispersi dalam larutan celup dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Partikel zat warna dispersi Agregasi Agregat zat warna


(<1) (10)

Zat warna terdispersi


monomolekuler

Serat

Pencelupan dimulai dengan adsorpsi zat warna pada permukaan serat,


selanjutnya terjadi difusi zat warna dari permukaan ke dalam serat. Adsorpsi dan
difusi zat warna ke dalam serat dapat dipercepat dengan menaikkan temperatur
proses.
Mekanisme pencelupan zat warna dispersi pada serat poliester menyerupai
distribusi zat padat ke dalam dua pelarut yang tidak dapat bercampur. Dalam hal
ini zat warna dispersi merupakan zat padat yang larut dalam medium serat yang
disebut solid solution.

 Ikatan antara Zat Warna Dispersi dan Serat Poliester


Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional zat warna dispersi
dengan serat poliester ada 2 macam yaitu:
1. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang melibatkan ikatan hidrogen
dengan atom lain yang bersifat elektronegatif. Kebanyakan zat warna
dispersi tidak mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester karena
zat warna dispersi dan serat poliester bersifat non polar. Hanya sebagian
zat warna dispersi yang mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester
yaitu zat warna dispersi yang mempunyai donor proton seperti -OH atau -
NH2. Reaksi yang terjadi antara zat warna dispersi dengan serat poliester
adalah sebagai berikut :
H
O2N N N N
H
CI. Disperse Orange
Ik. Hidrogen

O O
H O C C O n OH
H2 H2

Serat Poliester

2. Ikatan Hidrofobik
Zat warna dispersi dan serat merupakan senyawa hidrofob dan
bersifat non polar. Ikatan yang terjadi pada senyawa hidrofob dan bersifat
non polar ini disebut ikatan hidrofobik. Gaya yang berperan dalam
terbentuknya ikatan hidrofobik antara serat poliester dan zat warna
dispersi adalah gaya dispersi london yang termasuk ke dalam gaya Van
Der Waals (gaya fisika). Ikatan dari gaya Van Der Waals sesungguhnya
terdiri dari dua komponen yaitu ikatan dipol dan gaya dispersi london.
Akan tetapi sifat zat warna dispersi cenderung non polar, sehingga gaya
yang berperan dalam terbentuknya ikatan antara zat warna dispersi dan
serat poliester adalah gaya dispersi london.

2.5.2 Mekanisme Pencelupan Kapas dengan Zat Warna Belerang


Mekanisme pencelupan dengan zat warna belerang terdiri dari 4
pokok, yaitu :
1. Melarutkan (mereduksi) zat warna
Merupakan tahap perubahan zat warna belerang yang tidak larut
menjadi larut dalam air (leuko) dan mempunyai afinitas terhadap
selulosa (kapas). Proses reduksi selalu dilakukan dalam medium alkali,
sebagian karena zat pereduksi tidak stabil dalam pH asam dan sebagian
gugus asam tiol bereaksi dengan alkali untuk memberikan bentuk tiolat
anionik lebih larut. Penggunaan natrium sulfida akan melarutkan zat
warna belerang sehingga terjadi difusi zat warna ke dalam larutan.
Zat utama yang dapat dipakai untuk melarutkan adalah larutan
natrium sulfida (Swafel Natrium = SN), dengan atau tanpa tambahan
natrium karbonat.
Na2S + 4H2O  Na2SO4 + 8Hn
N D-S-S-D + 2n Hn  2n D-S-H + Na2CO3  2n D-S-Na
Zw belerang asam leuco garam leuco
(tidak larut) (sedikit larut) (larut)

2. Pencelupan
Merupakan tahap pencelupan serat selulosa (kapas) dengan
senyawa garam leuko. Difusi zat warna dapat terjadi selama masih
dalam bentuk garam leuko. Ini berarti bahwa bila pembentukan
leukonya sempurna/baik, maka difusi zat warnanya akan baik dan
meningkatkan ketahanan luntur warnanya.
Bentuk zat warna yang telah tereduksi tersebut mempunyai afinitas
terhadap serat selulosa, sehingga zat warna dapat mencelup serat.
Selulosa + 2n D-S-Na  Selulosa.2n D-S-Na

3. Pembangkitkan warna (oksidasi)


Zat warna dalam bentuk tereduksi yang telah berada di dalam serat
tersebut harus dirubah kembali menjadi bentuk semula yang mempunyai
ukuran molekul yang besar, sehingga tidak dapat keluar kembali dan
tidak larut dalam air. On
Selulosa.2n D-S-Na Selulosa.n(D-S-S-D)
H2O2

4. Pencucian dan pengeringan


Untuk menghilangkan pigmen-pigmen zat warna belerang yang
tidak terfiksasi dan menempel pada permukaan serat.
2.6 Faktor – faktor yang Berpengaruh
2.6.1 Faktor – faktor yang Berpengaruh pada Pencelupan dengan Zat Warna
Dispersi
a) Pengaruh Zat Pengemban
Zat pengemban sering menimbulkan noda-noda pada kain hasil
pencelupan. Hal tersebut dapat terjadi karena zat pengemban sangat sulit larut
dalam air, tetapi harus mudah didispersikan di dalam air, sehingga tidak
menimbulkan noda-noda dalam kain. Beberapa jenis zat pengemban berbentuk
cairan pada suhu kamar, beberapa jenis lainnya mempunyai titik leleh di bawah
suhu optimum untuk pencelupan, sehingga akan segera mengkristal apabila
larutan celup didinginkan di bawah titik lelehnya. Akibat dari keadaan ini,
maka zat pengemban susah diemulsikan kembali.
Oleh karena itu pemilihan zat pengemban yang tepat dapat membantu
memperoleh hasil pencelupan yang baik. Pada pencucian reduksi setelah
pencelupan, apabila dilakukan kurang sempurna, sisa zat pengemban tersebut
dapat menurunkan tahan sinar, tahan cuci dan bau yang tidak sedap.

b) Pengaruh Suhu
Pada pencelupan cara zat pengemban, peranan suhu tidak begitu
berpengaruh. Akan tetapi pada pencelupan cara suhu tinggi peranan suhu ini
sangat jelas sekali, yaitu dapat mempercepat migrasi, menambah jumlah zat
warna yang terserap dan memperpendek waktu pencelupan.

c) Pengaruh Ukuran Molekul Zat Warna


Bentuk dan ukuran molekul zat warna sangat erat hubungannya dengan
sifat kerataan dalam pencelupan dan sifat sublimasi. Molekul dengan sifat
kerataan dalam pencelupan yang baik akan tetapi mudah bersublimasi lebih
sesuai untuk pencelupan cara zat pengemban, sedang yang mempunyai sifat
medium lebih sesuai untuk cara suhu tinggi. Pencelupan cara termosol lebih
sesuai menggunakan molekul dengan sifat kerataan dalam pencelupan dan sifat
sublimasi yang sangat baik.
2.6.2 Faktor – faktor yang Berpengaruh pada Pencelupan dengan Zat Warna
Belerang
Faktor utama yang berpengaruh pada pencelupan dengan zat warna
belerang adalah suhu dan perbandingan larutan. Penyerapan zat warna belerang
kurang baik, terutama untuk warna tua. Oleh karena itu, penggunaan
perbandingan larutan celup yang kecil pada pencelupan warna tua sangat
dianjurkan. Jalan lain ialah dengan menggunakan kembali sisa larutan celup
dengan penambahan 1/2 - 3/4 jumlah zat warna mula-mula ( Standing Bath )
Pengaruh suhu dan penambahan elektrolit tidak berbeda, seperti pada
pencelupan dengan zat warna direk. Zat warna tersebut akan mempunyai daya
serap yang tinggi dengan penambahan elektrolit dan suhu yang tinggi. Kadang-
kadang di dalam larutan celup timbul endapan belerang yang dapat menyebabkan
pegangan bahan menjadi kasar dan bahkan dapat menurunkan kekuatan bahan.
Celupan dengan zat warna belerang sering menyebabkan ”bronzing”. Hal
tersebut disebabkan beberapa kemungkinan antara lain karena adanya sulfur
bebas pada kain, kena sinar matahari langsung pada waktu dicelup, kurang bersih
dan tidak segera dilakukan pencucian atau kekurangan natrium sulfida dalam
larutan celup. Untuk mengatasinya bahan dapat dicuci dengan larutan natrium
sulfida.
BAB III
RANCANGAN PROSES PENCELUPAN

3.1 Pencelupan Kain T/C dengan Zat Warna Dispersi – Belerang Metode Exhaust 2
Bath 2 Stage
3.1.1 Resep Pencelupan
a. Resep Pencelupan dengan Zat Warna Dispersi
Zat warna dispersi 1% owf
Zat pendispersi 1 ml/L
Carrier 1 ml/L
Asam asetat 30% 0,5 – 1 ml/L
Vlot 1 : 10
Suhu 100 oC
Waktu 45 menit

b. Resep Cuci Reduksi


NaOH 2 g/L
Na2S2O4 4 g/L
Vlot 1 : 10
Suhu 80 oC
Waktu 10 menit

c. Resep Pencelupan dengan Zat Warna Belerang


Zat warna belerang : 1% owf
Pembasah : 1 ml/L
Na2S : 2 g/L
Na2CO3 : 4 g/L
NaCl : 20 g/L
Vlot : 1 : 10
Waktu : 30 menit
Suhu : 60-70°C
d. Resep Pencucian
Sabun : 1 g/L
Na2CO3 : 1 g/L
Vlot : 1 : 10
Suhu : 80°C
Waktu : 10 menit

3.1.2 Fungsi Zat


a. Pencelupan Poliester
- Zat warna dispersi : memberi warna pada kain poliester
- Asam asetat : pengatur pH larutan, pemberi suasana asam (pH 5) agar tidak
terjadi hidrolisis pada serat poliester (poliester tidak tahan alkali sehingga dicelup
dalam suasana asam)
- Zat pendispersi : mendispersikan zat warna sehingga tersebar merata ke dalam
larutan celup, meratakan dan mempercepat pembasahan dengan cara
menurunkan tegangan permukaan
- Carrier : menambah daya absorpsi zat warna ke dalam serat dengan cara
meningkatkan kelarutan zat warna dan menggembungkan serat
- Na2S2O4 : menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi dipermukaan serat
dan zat pengemban (carrier) yang masih tertinggal di dalam serat pada proses
cuci reduksi
- NaOH : membantu mengaktifkan Natrium Hidrosulfit
- Detergent/teepol : membantu menghilangkan carrier

b. Pencelupan Kapas
- Zat warna belerang : sebagai zat pewarna untuk kain kapas.
- Pembasah : untuk meratakan dan mempercepat proses pembasahan kain dengan
cara menurunkan tegangan permukaan kain.
- Na2S : sebagai reduktor untuk mereduksi zat warna belerang menjadi asam leuco.
- Na2CO3 : untuk merubah asam leuco yang tidak larut menjadi garam leuco yang
larut.
- NaCl : mendorong penyerapan zat warna.
3.1.3 Skema Proses Pencelupan Kain T/C Zat Warna Dispersi – Belerang Metoda
Exhaust 2 Bath 2 Stage
zw dispersi Zw belerang
pendispersi pembasah
carrier Na2S Sabun
Na2S2O4 Na2CO3 Na2CO3
air
NaOH Air
asam asetat air
kain T/C
100 OC air Kain T
Suhu (OC)

80 OC 80 OC
O
O NaCl 60 -70 C O
C
C

30 OC

0 35 80 0 10 0 10 25 55 0 10

Waktu ( menit )

.
BAB IV
PENUTUP

Dari penjelasan dalam makalah “Pencelupan Kain Poliester-Kapas (T/C) dengan


Zat Warna Dispersi-Belerang”, maka kami dapat menyimpulkan bahwa:
- Hasil pencelupan dengan zat warna dispersi-belerang memiliki ketahanan luntur
terhadap pencucian dan sinar baik, akan tetapi warna yang dihasilkan cenderung suram
- Fiksasi pada proses pencelupannya dilakukan secara terpisah dimulai dari pencelupan
zat warna dispersi dan dilanjutkan dengan pencelupan zat warna belerang.
- Pencelupan poliester kapas dengan zat warna dispersi-belerang lebih baik menggunakan
metode exhaust two bath- two stage dengan kekurangan waktu proses pencelupan lebih
lama.
DAFTAR PUSTAKA

- Djufri ,Rasjid, dkk.1976. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan.Bandung


: Institut Teknologi Tekstil
- Soeprijono, dkk. 1973.Serat-serat Tekstil. Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
- Astini Salihima,dkk. 1978. Pedoman Praktikum Pengelantangan dan Pencelupan.
Bandung : Institut Teknologi Bandung
- Sunaryo dan Hanny Harniat. 2005. Pencelupan Sistem Kontinyu. Bandung : Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil
- https://www.academia.edu/11338988/BAB_1_PENDAHULUAN_A_Latar
_Belakang_Masalah

Anda mungkin juga menyukai