Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Sectio Caesarea


Persalinan normal merupakan impian bagi semua ibu bersalin. Impian
tersebut bisa saja terwujud ataupun tidak, karena ada beberapa hal yang
menyebabkan persalinan normal tidak dapat dilakukan. Janin dalam rahim masih
bisa keluar karena pesalinan normal bukanlah satu-satunya jalan dalam proses
pengeluaran janin dari rahim. Operasi Caesar biasa dilakukan sebagai jalan
keluarnya janin pengganti persalinan normal.
1. Pengertian
Operasi Caesar atau sering disebut dengan Sectio Caesarea adalah
melahirkan janin melalui sayatan dinding perut (abdomen) dan dnding rahim
(uterus) (Sugeng dan Weni, 2010).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram
(Wiknjosastro dalam Sugeng dan Weni, 2010).
Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan
berat badan diatas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih
utuh (siaksoft.net dalam Sugeng dan Weni, 2010).
Dari beberapa pengertian diatas, Sectio Caesarea adalah proses
pengeluaran bayi dengan berat badan lebih dari 500 gram dalam kondisi utuh
dengan cara insisi pada perut pasien.
Tindakan Sectio Caesarea merupakan tindakan operasi besar. Tidak
semua ibu bersalin pernah mengalaminya. Sectio Caesarea dapat
menimbulkan kecemasan, baik bagi ibu bersalin yang sudah pernah maupun
ibu bersalin yang mengalami tindakan Sectio Caesarea pertama kali.
Kecemasan bisa muncul pada saat pre maupun post tindakan Sectio Caesarea

6
7

dilakukan. Menurut Taufan (2011) , terdapat beberapa masalah yang mungkin


muncul pada saat pre dan post tindakan Sectio Caesarea, diantaranya:
a. Pre Sectio Caesarea
Pada saat pre Sectio Caesarea sering muncul suatu masalah yang
dialami ibu bersalin dengan Sectio Caesarea. Masalah yang muncul pada
saat pre Sectio Caesarea yaitu kecemasan berhubungan dengan masalah
kesehatan, seperti operasi. Kecemasan yang muncul biasanya ditandai
dengan ibu bersalin tampak kebingungan dan ketakutan serta sulit ketika
berkomunikasi, pasien banyak mengeluarkan keringat dingin dan terlihat
pucat. Ibu bersalin yang mengalami kecemasan juga selalu menanyakan
proses terjadinya Sectio Caesarea dan kondisi seperti apa yang akan
terjadi pada dirinya dan juga janinnya setelah dilakukan tindakan Sectio
Caesarea.
b. Post Sectio Caesarea
Pada post Sectio Caesarea juga muncul masalah kecemasan b.d
masalah kesehatan, seperti operasi. Kecemasan post Sectio Caesarea
biasanya muncul karena terdapat luka operasi pada perutnya sehingga ibu
bersalin mengatakan nyeri pada luka dan tampak menahan rasa sakit.
Disamping itu, pada saat post Sectio Caesarea muncul masalah, seperti
risiko tinggi infesi b.d adanya jalan masuk organisme ke dalam tubuh.
Risiko tinggi infeksi bisa terjadi karena terdapat luka bedah pada perut,
sehingga bisa saja bakteri masuk ke dalamnya jika luka tersebut tidak
dirawat secara baik. Masalah lain yang mungkin muncul yaitu intoleransi
aktivitas b.d respon tubuh terhadap aktivitas, seperti keletihan ataupun
efek dari anastesi. Anastesi yang diberikan pada saat Sectio Caesarea
memiliki efek bagi ibu bersalin dalam jangka pendek, seperti pusing dan
badan lemas. Kondisi tersebut yang mengakibatkan ibu bersalin kesulitan
dalam aktifitas sehari-hari post Sectio Caesarea.
8

B. Konsep dasar kecemasan


Kecemasan bisa dirasakan bagi siapa saja serta bisa terjadi kapan saja dan
dimana saja. Sesuatu yang muncul yang bisa menimbulkan kecemasan biasa
disebut stressor. Stressor yang muncul, seperti keadaan yang mengancam,
keadaan yang tidak diinginkan, serta suatu benda ataupun suatu hal yang
menakutkan.
1. Pengertian
Kecemasan merupakan pengalaman individu yang bersifat subjektif,
yang sering bermanifestasi sebagai perilaku yang disfungsional yang
diartikan sebagai perasaan “kesulitan” dan kesusahan terhadap kejadian yang
tidak diketahui dengan pasti (Varcarolis dalam Jenita, 2017, h.156).
Kecemasan adalah sebagai “kesulitan” atau “kesusahan” dan
merupakan konsekuensi yang normal dari pertumbuhan, perubahan,
pengalaman baru, penemuan identitas, dan makna hidup (Caplan dalam Jenita,
2017, h.156).
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang
tidak menyenangkan dan dialami oleh semua dalam kehidupan sehari-hari.
Kecemasan juga termasuk respon emosi tanpa objek yang secara spesifik
dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. (Suliswati, 2014, h. 108)
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa,
kecemasan adalah suatu respon yang ditimbulkan atau perasaan yang
dirasakan seseorang berdasarkan pengalaman dan kondisi tertentu yang
dialami dalam kehidupan sehari-hari.
2. Tingkat kecemasan
Kecemasan yang dirasakan seseorang memiliki tingkatannya masing-
masing. Tingkat kecemasan dapat dilihat dari respon tiap individu terhadap
kondisi yang sedang dihadapinya. Menurut (Peplau dalam Jenita, 2017, h.
109), ada empat tingkat kecemasan yang bisa dialami oleh individu,
diantaranya:
9

a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan masih ada hubungan dengan ketegangan yang
dialami ndividu dalam kehidupan sehari-hari. Individu merasa waspada
dan lapang persepsinya meluas, serta menajamkan mata.
b. Kecemasan sedang
Individu fokus pada pikiran yang menarik perhatiannya, lapang
persepsinya sempit, masih bisa melakukan suatu hal sesuai arahan.
c. Kecemasan berat
Individu memiliki lapangan persepsi yang sangat sempit.
Perhatiannya terpusat pada detail yang spesifik dan tidak dapat berpikir
tentang hal lain.
d. Panik
Individu tidak mampu melakukan apapun meskipun mendapat
perintah, disebabkan oleh kehilangan kendali diri dan hilangnya detail
perhatian.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

3. Manifestasi klinis
Seseorang dikatakan mengalami kecemasan dapat dilihat dari tanda
dan gejala yang dilihatkan dari tiap individu. Tanda dan gejala pada
kecemasan pada tiap individu bisa dilihat secara fisik, kognitif, perilaku dan
emosi. Jenita (2017) menyebutkan tanda dan gejala yang terlihat pada
individu yang mengalami kecemasan, diantaranya:
10

a. Tanda dan gejala secara fisik, seperti napas pendek, tekan darah dan nadi
meningkat, sianosis, akoreksia, diare atau konstipasi, gelisah, termor,
berkeringat, sulit tidur, dan sakit kepala.
b. Tanda dan gejala secara kognitif, dilihat dari cara mempersepsikan
sesuatu. Persepsi individu tersebut cenderung sempit.
c. Tanda dan gejala secara perilaku, ditandai dari gerakan individu, seperti
gerakan yang tersentak-sentak dengan cara bicara yang cepat dan
berlebihan.
d. Tanda dan gejala secara emosi, individu memperlihatkan rasa menyesal,
sedih yang terlalu mendalam, rasa takut, gugup, dan suka cita yang
berlebihan.
4. Etiologi
Sesuatu hal terjadi karena beberapa faktor. Begitu juga dengan
kecemasan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kecemasan. Menurut
Budi Anna K (2015) menyebutkan penyebab terjadinya kecemasan, antara
lain:
a. Ketakutan seseorang akan lingkungan yang tidak menerima kondisinya.
b. Kejadian-kejadian yang bisa menyebabkan trauma, seperti perpisahan,
bencana ataupun kehilangan.
c. Keputusasaan seseorang ketika gagal mencapai suatu tujuan.
d. Sesuatu yang mengancam integritas diri, seperti hilangnya kemampuan
diri dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
e. Sesuatu yang mengancam konsep diri seseorang.
5. Reaksi Kecemasan
Kecemasan adalah respon yang ditimbulkan akibat seseorang berada
dalam kondisi tertentu. Kecemasan yang terjadi pada seseorang dapat
menimbulkan reaksi. Suliswati (2014) menyebutkan reaksi akibat kecemasan
dapat dibagi menjadi 2, diantaranya:
11

a. Reaksi Destruktif
Reaksi destruktif pada seseorang yang mengalami kecemasan,
seperti banyak mengurung diri, tidak peduli terhadap kebersihan diri,
tidak komunikatif ketika diajak berbicara, dan tidak nafsu makan.
Tingkah laku yang diperlihatkan individu dalam reaksi destruktif
merupakan tingkah laku yang disfungsional dan maladaptif.
b. Reaksi Konstruktif
Kecemasan bisa menunjukkan reaksi konstruktif seperti ingkah
laku positif individu unuk melakukan berbagai tindakan yang lebih baik
untuk kehidupan yang lebih bermakna.
6. Teori Kecemasan
Dalam kecemasan, terdapat beberapa teori yang mendasari timbulnya
kecemasan. Terdapat beberapa ahli yang mengemukakan teori tentang
kecemasan seperti yang disebutkan oleh Suliswati (2014), antara lain:
a. Teori Psikoanalitik
Freud mengatakan bahwa kecemasan yang terjadi pada individu
diakibatkan oleh kurangnya respon psikologis dalam pemenuhan
kebutuhan orgasme tiap individu. Ketika kebutuhan orgasme individu
tidak terpenuhi akan muncul kecemasan. Kecemasan yang muncul akan
menjadi semakin besar apabila rangsangan dari luar maupun dari dalam
muncul secara terus menerus.
b. Teori Interpersonal
Dalam teori ini, Sullivan mengemukakan bahwa kecemasan bisa
timbul akibat individu tidak mampu bergaul dengan orang lain atau akibat
dari lingkungan yang tidak menerima keberadaan individu tersebut.
Individu yang mengalami kecemasan biasanya individu yang memiliki
tingkat kepekaan tinggi terhadap lingkungan sekitarnya. Individu juga
akan mengalami kecemasan ketika kehilangan orang yang dicintainya.
12

c. Teori Perilaku
Pada teori perilaku, kecemasan akan muncul karena beberapa
konflik yang terjadi pada tiap individu. Konflik yang dapat terjadi, seperti
kegagalan dalam mencapai tujuan atau impian tertentu serta kondisi
diantara dua pilihan. Semakin banyak konflik yang terjadi, semakin besar
pula kecemasan yang akan muncul. Perilaku yang diperlihatkan individu
merupakan pengalaman yang dirasakan individu setelah mengalami
kecemasan.
d. Teori Keluarga
Kecemasan akan muncul pada tiap keluarga. Kecemasan muncul
dalam keluarga akibat perbedaan karakter tiap individu dalam keluarga.
Perbedaan yang heterogen yang biasa menyebabkan munculnya
kecemasan.
e. Teori Biologi
Dalam teori biologi, kecemasan timbul pada seseorang yang
mengalami gangguan pada neurotransmitter. Aktivitas neurotransmitter
GABA (gamma amino butyric acid) berhubungan dengan sistem regulasi
kecemasan karena keduanya berfungsi untuk mengontrol kecemasan.
Ketika neurotransmitter mengalami gangguan, kecemasan pada tiap
individu tidak dapat terkontrol. Selain itu, koping individu juga menjadi
tidak efektif akibat kurangnya suplai darah serta asupan nutrisi, pengaruh
racun, dan sebab lainnya.
7. Penatalaksanaan Kecemasan
Kecemasan dapat dapat dikurangi dengan dilakukannya penatalaksanaan
kecemasan. Penatalaksanaan kecemasan bisa dilakukan dengan cara medikasi
dan terapi perilaku kognitif. Menurut Isaacs (2005), penatalaksanaan
kecemasan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Terapi Medis
Penatalaksanan secara medikasi yaitu pengobatan yang dilakukan
untuk mengurangi kecemasan dengan cara pemberian obat antiansietas.
13

Pentalaksanaan kecemasan secara medikasi pada gangguan kecemasan


secara umum dan panik berbeda, seperti berikut ini:
1) Gangguan kecemasan umum
Pada gangguan kecemasan umum, diberikan obat antiansietas
terutama obat benzodiazepin. Obat benzodiazepin tidak dianjurkan
dikonsumsi untuk jangka waktu yang panjang karena bisa
menyebabkan ketergantungan. Selain itu, juga diberikan obat
nonbenzodiazepin, seperti buspiron (BuSpar) dan juga diberikan
berbagai obat antidepresan.
2) Gangguan panik
Obat yang diberikan sama dengan pada gangguan kecemasan umum.
Tetapi pada gangguan panik obat antidepresan yang diberikan yaitu
trisiklik, obat yang sudah terkenal ampuh untuk mengobati panik.
b. Terapi perilaku kognitif
Penatalaksanaan dengan terapi perilaku kognitif yaitu penatalaksanaan
yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan dengan cara melakukan
beberapa terapi yang berfokus pada pola pikir dan isi pikir individu.
Pentalaksanaan kecemasan dengan terapi perilaku kognitif pada gangguan
kecemasan secara umum dan panik berbeda, sebagai berikut:
1) Gangguan kecemasan umum
Terapi perilaku kognitif yang dilakukan pada gangguan kecemasan
umum, seperti latihan relaksasi dan umpan balik biologik. Selain itu,
terdapat beberapa terapi kognitif yang juga bisa mengurangi
kecemasn, seperti mempertanyakan bukti, memeriksa alternatif dan
reframing.
2) Gangguan panik
Terapi perilaku kognitif yang dilakukan untuk gangguan panik antara
lain penyuluhan klien, restrukturasi kognitif, dan pernafasan relaksasi
terkendali. Pada gangguan panik, terapi perilaku kognitif dilakukan
secara spesifik karena pada terapi ini individu dituntut untuk
14

berproses dalam berpikir tentang penyebab panik, peilaku yang


menimbulkan panik, serta cara mempertahankan gecala kecemasan.
8. Pengukuran tingkat kecemasan
Kecemasan dapat diukur menggunakan alat ukur kecemasan yang
disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Pengukuran dengan
menggunakan skala HARS didasarkan pada 14 symptoms yang telihat ketika
individu mengalami kecemasan. Pada tahun 1959, skala HARS pertama kali
digunakan dan diperkenalkan oleh Max Hamilton hingga sekarang menjadi
standar dalam pengukuran kecmasan terutama dalam penelitian trial clinic.
Skala HARS telah terbukti tingginya validitas dan reliabilitas sebesar 0.93 dan
0,97.
Penilaian kecemasan dalam skala HARS dibagi dalam beberapa
kategori, diantaranya:
b. Tidak ada gejala sama sekali memiliki nilai 0
c. Terjadi satu dari gejala yang ada memiliki nilai 1
d. Terjadi sedang/separuh dari gejala yang ada memiliki nilai 2
e. Terjadi berat/lebih dari separuh gejala yang ada memiliki nilai 3
f. Terjadi sangat berat dari semua gejala yang ada memiliki nilai 4
Derajat kecemasan ditentukan dengan cara nilai skor dan item 1 - 14
dijumlahkan dengan hasil:
a. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan
b. Skor 7 – 14 = kecemasan ringan
c. Skor 15 – 27 = kecemasan sedang
d. Skor lebih dari 27 = kecemasan berat.

C. Konsep Dasar Asuhan keperawatan Kecemasan


Kecemasan bisa saja terjadi pada semua orang salah satunya pada ibu
bersalin. Kecemasan akan muncul ketika seseorang tersebut berada dalam kondisi
yang mengancam. Kecemasan dapat meningkat tergantung dari stressor yang
15

terjadi. Untuk mengetahui kecemasan yang terjadi, perlu dilakukan asuhan


keperawatan kecemasan, antara lain
1. Pengkajian
Pengkajian yang biasa dilakukan unuk mengetahui kecemasan berfokus
pada gejala atau mekanisme koping tiap individu terhadap fungsi fisiologis
dan perubahan perilaku. Gejala yang terjadi biasanya sebagai bentuk
pertahanan tubuh dari kecemasan. Ketika terjadi kecemasan, respon otonom
tubuh terbagi menjadi dua, seperti respon parasimpatis yaitu respon yang
bertolak belakang dengan respon tubuh, serta respon simpatis yaitu respon
yang mendukung aktifitas respon tubuh. Dari kedua respon tersebut, respon
simpatis lebih dominan karena bisa mengontrol tubuh dalam situasi
mengancam melalui reaksi “fight or flight”. Suliswati (2014) menyebutkan
bahwa terdapat beberapa stressor yang dapat dikaji untuk mengetahui
kecemasan yang terjadi pada tiap individu, antara lain:
a. Stressor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua peristiwa tidak mengenakkan
yang terjadi di kehidupan seseorang sehingga muncul kecemasan. Stressor
predisposisi yang terjadi, sebagai berikut:
1) Suatu kejadian yang menyebabkan trauma sehingga menyebabkan
munculnya kecemasan. Baik kejadian yang terjadi pada individu itu
sendiri maupun kejadian yang terjadi di lingkungan sekitar individu.
2) Konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan yang tidak
terwujud sehingga bisa muncul kecemasan.
3) Individu yang mengalami kecemasan tidak mampu berpikir secara
rasional karena konsep diri terganggu.
4) Rasa frustasi individu yang memicu timbulnya ketidakmampuan dalam
mengambil keputusan.
5) Konsep diri terganggu akibat terjadinya perubahan atau gangguan fisik
yang bisa menyebabkan ancaman bagi diri individu.
16

6) Keterlibatan keluarga dalam menangani stres juga mempengaruhi


individu dalam bereaksi terhadap suatu respon.
7) Keluarga dengan riwayat gangguan kecemasan juga akan berpengaruh
pada individu dalam merespon dan menangani kecemasan.
8) Obat benzodizepin dapat memicu timbulnya kecemasan dengan cara
menekan neurotransmitter GABA yang berfungsi mengontrol
kecemasan.
b. Stressor Presipitasi
Stressor presipitasi adalah sesuatu yang menegangkan dalam
kehidupan seseorang yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan.
Stressor presipitasi dibagi menjadi dua kelompok, antara lain:
1) Ancaman terhadap integritas fisik
Integritas fisik seseorang dapat terancam dari segi internal
maupun eksternal. Dari segi internal ketegangan yang terjadi, meliputi
sistem pada suhu tubuh, perubahan biologis, mis., hamil, rusaknya
mekanisme fisiologis sistem imun. Dari segi eksternal, meliputi tempat
inggal yang tidak memadai, adanya infeksi virus dan bakteri,
lingkungan dengan polusi yang pekat, kecelakaan, kurang nutrisi.
2) Ancaman terhadap harga diri
Sumber internal dan eksternal dari harga diri seseorang juga
bisa mengancam kondisi tiap individu. sumber internal, meliputi
hilangnya kemampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitar,
ketidakmampuan melakukan peran baru. Sumber eksternal, meliputi ,
kehilangan pekerjaan, banyak mendapat tekanan dari lingkungan
sekitar, terjadi perceraian, kehilangan orang-orang tercinta.
c. Perilaku
Perilaku merupakan respon kecemasan yang diperlihatkan secara
langsung. Respon kecemasan secara langsung,sebagai berikut:
17

1) Respon Psikologis
Kecemasan bisa menyebabkan individu menjadi tidak percaya
diri. Kecemasan yang tinggi bisa mempengaruhi koordinasi dan gerak
refleks. Gangguan pendengaran dapat terjadi akibat kecemasan
sehingga dapat mempersulit individu berkomunikasi dengan orang lain.
2) Respon Fisiologis
Respon fisiologis individu terhadap kecemasan bisa dilihat dari
respon simpatis dan respon parasimpatis. Jika keduanya terjadi
gangguan, reaksi kecemasan akan muncul yaitu “fight or flight”.
Ketika otak menerima rangsangan terkait reaksi kecemasan yang
terjadi tubuh akan bereaksi, seperti napas dalam, peningkatan nadi dan
tekanan darah yang memicu curah jantung meningkat sehingga terjadi
glikogenolisis dan gula darah meningkat.
3) Respon Kognitif
Respon kognitif yang muncul akibat kecemasan bisa
menyebabkan gangguan berpikir maupun isi pikir. Individu akan
mengalami mudah lupa, tidak fokus, kebingungan dan lapangan
persepsi yang menurun.
4) Respon Afektif
Individu dengan kecemasan akan menunjukkan sikap emosional.
Individu akan tampak kebingungan dan memiliki rasa curiga yang
berlebihan kepada orang lain.
d. Penilaian terhadap stressor
Kecemasan yang terjadi tergantung dari stressor yang dialami
individu sesuai dengan kondisi dan tingkat kecemasan. Individu perlu
pemahaman tentang sehingga mampu menilai stressor yang terjadi pada
dirinya.
e. Sumber dan mekanisme koping
Kondisi sosial, intrapersonal maupun interpersonal bisa dijadikan
sebagai sumber koping individu dalam menangani kecemasan. Sumber
18

koping antara lain kondisi ekonomi keluarga, kepercayaan sosial budaya


yang dianut, dan kemampuan diri dalam mencari solusi. individu yang
memiliki sumber koping tersebut dapat menangani kecemasan secara
efektif. Selain itu, terdapat dua mekanisme koping yang juga bisa untuk
menangani kecemasan baik sedang, berat maupun panik, diantaranya:
1) Task oriented reaction (reaksi yang berorientasi pada tugas)
Tujuan pada mekanisme koping ini, individu diuntut untuk
menyelesaikan konflik, objektif dalam menilai sesuatu, dan dapat
memenuhi kebutuhan dirinya.
2) Ego oriented reaction (reaksi yang berorientasi pada ego)
Tujuan pada mekanisme koping ini berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan ego masing-masing individu. Pada proses
penyelesaian masalah tidak selalu berhasil karena dalam
menyelesaikan masalah individu lebih mengedepankan ego masing-
masing individu.

Menurut Judith M. Wilkinson (2016), terdapat beberapa hal yang perlu


dikaji pada klien dengan kecemasan untuk mempermudah dalam pemberian
asuhan keperawatan, antara lain:

a. Tingkat Kecemasan
Tingkat kecemasan pada klien perlu dikaji untuk mengetahuti
respon fisik akibat kecemasan yang dialami klien juga terkait rencana
keperawatan yang akan diberikan bagi klien dengan kecemasan.
b. Tingkat Pengetahuan
Pengkajian pada tingkat pengetahuan klien untuk mengetahui
seberapa besar pengetahuan klien tentang kecemasan dan cara mengurangi
kecemasan. Klien dengan tingkat pengetahuan rendah akan semakin
merasakan kecemasan menjadi tingkat yang lebih tinggi, begitupun
sebaliknya.
19

c. Faktor Budaya
Kebiasaan atau adat istiadat atau budaya yang dianut klien
merupakan kondisi yang perlu dikaji bagi klien dengan kecemasan.
Pengkajian yang dilakukan dengan mencari informasi terkait konflik yang
terjadi dengan budaya yang dapat menimbulkan kecemasan pada klien.
2. Diagnosa
Menurut Judith M. Wilkinson (2016), diagnosa yang mungkin muncul
berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan, sebagai berikut:
a. Ansietas (sebutkan tingkat: ringan, sedang, berat, panik) berhubungan
dengan krisis situasi dan maturasi.
b. Ansietas (sebutkan tingkat: ringan, sedang, berat, panik) berhubungan
dengan stress.
c. Ansietas (sebutkan tingkat: ringan, sedang, berat, panik) berhubungan
dengan ancaman kematian.
d. Ansietas (sebutkan tingkat: ringan, sedang, berat, panik) berhubungan
dengan ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi, peran,
lingkungan, status kesehatan, status ekonomi, atau pola interaksi.
e. Ansietas (sebutkan tingkat: ringan, sedang, berat, panik) berhubungan
dengan ancaman terhadap konsep diri.
3. Intervensi keperawatan
a. Ansietas
Tujuan:
1) Ansietas berkurang
2) Menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas
Kriteria hasil:
1) Klien bisa mengontrol kecemasannya sehingga tidak menambah
tingkat kecemasannya menjadi naik tingkat.
2) Tanda dan gejala yang telah dijelaskan oleh perawat, klien mampu
menyebutkannya kembali.
3) Klien mampu mengontrol rasa cemas secara mandiri.
20

Intervensi Keperawatan
1) Kaji tingkat ansietas klien.
Rasional: mengetahui tingkat kecemasan klien dapat memudahkan
mengidentifikasi reaksi fisik dari kecemasan.
2) Bantu klien menentukan penyebab ansietas.
Rasional: klien dapat mengontrol ansietas yang dirasakannya ketika
mengetahui penyebabnya.
3) Bantu klien mencari tahu mengenai teknik mengurangi ansietas.
Rasional: ansietas dapat terkontrol.
4) Jelaskan pada keluarga klien tentang tanda dan gejala ansietas yang
dialami klien.
Rasional: pengetahuan keluarga yang bertambah membantu pasien
mengontrol kecemasannya.
5) Bantu keluarga/pasien menemukan seseorang, tempat maupun hal
yang positif.
Rasional: beberapa faktor pendukung bisa membantu mengyrangi
kecemasan.
6) Berikan penyuluhan tentang ansietas pada keluarga pasien.
Rasional: pengetahuan keluarga yang bertambah membantu pasien
mengontrol kecemasannya.
7) Berikan penjelasan pada keluarga perbedaan gejala secara fisik atau
gangguan serangan panik.
Rasional: membantu keluarga mengenali kecemasan yang terjadi.
8) Berikan obat antiansietas sesuai advis dokter.
9) Jaga diri perawat untuk tetap tenang dalam menangani klien dengan
kecemasan.
Rasional: kecemasan yang dirasakan individu bisa menular kepada
individu yang lain. Ketenangan perawat yang menjadikan rasa cemas
klien berkurang.
10) Dorong pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran pasien.
21

Rasional: mengungkapkan perasaan dapat mengurangi beban yang


dirasakan sehingga kecemasan berkurang.
11) Ajak pasien fokus pada situasi.
Rasional: dapat membantu dalam mekanisme koping yang diperlukan.
12) Beri sedikit rangsangan disekitar klien, seperti radio, TV, terapi
okupasi dan sedikit permainan.
Rasional: sediikit rangsangan positif dapat mengurangi ansietas dan
membuat Klien lebih fokus.
13) Ajarkan teknik imajinasi bimbing dan relaksasai progresif.
Rasional: dapat mengontrol kecemasan.
14) Beri pujian pada pasien yang mampu beraktivitas sehari-hari.
Rasional: pujian yang diberikan dapat meningkatkan harga diri
sehinggabisa mengurangi kecemasan.
15) Motivasi pasien baik secara verbal maupun nonverbal.
Rasional: pasien merasa diperhtiakn dan dapat meningkatkan harga
diri.
16) Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan kemarahannya dengan
menangis.
Rasional: mengungkapkan perasaan klien dapat membuat pasien lebih
tenang.
17) Kurangi rangsangan disekitar klien, seperti cahaya yang tidak terlalu
terang, tidak terlalu banyak orang, dan dekorasi ruangan yang tidak
terlalu berlebihan.
Rasional: kondisi sekitar klien yang tidak mendukung akan
memperburuk kecemasan yang dirasakan klien.
18) Beri saran terapi alternatif yang bisa diterima pasien untuk mengurangi
ansietas.
Rasional: diharapkan saran yang diberikan dapat diterima dan
mengurangi ansietas.
19) Jauhkan sumber-sumber yang dapat mengurangi ansietas.
22

Rasional: sesuatu yang mengganggu tidak membuat situasi menjadi


lebih baik dan ansietas sulit dikontrol.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tindakan yang sesuai dengan yang
telah direncanakan; mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi
adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama
dokter atau oetugas kesehatan lain. (Mitayani, 2009)
Tindakan keperawatan yang dapat dilajukan pada klien dengan ansietas,
diantaranya:
a. Mengkaji tingkat ansietas klien.
b. Memantu klien menentukan penyebab ansietas.
c. Membantu klien mencari tahu mengenai teknik mengurangi ansietas.
d. Menjelaskan pada keluarga klien tentang tanda dan gejala ansietas yang
dialami klien.
e. Membantu keluarga/pasien menemukan seseorang, tempat maupun hal
yang positif.
f. Memberikan penyuluhan tentang ansietas pada keluarga pasien.
g. Memberikan penjelasan pada keluarga perbedaan gejala secara fisik atau
gangguan serangan panik.
h. Memberikan obat antiansietas sesuai advis dokter.
i. Menjaga diri perawat untuk tetap tenang dalam menangani klien dengan
kecemasan.
j. Menndorong pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran pasien.
k. Mengajak pasien fokus pada situasi.
l. Memberi sedikit rangsangan disekitar klien, seperti radio, TV, terapi
okupasi dan sedikit permainan.
m. Mengajarkan teknik imajinasi bimbing dan relaksasai progresif.
n. Memberi pujian pada pasien yang mampu beraktivitas sehari-hari.
23

o. Memotivasi pasien baik secara verbal maupun nonverbal.


p. Memberi kesempatan pasien untuk mengekspresikan kemarahannya
dengan menangis.
q. Mengurangi rangsangan disekitar klien, seperti cahaya yang tidak terlalu
terang, tidak terlalu banyak orang, dan dekorasi ruangan yang tidak
terlalu berlebihan.
r. Memberi saran terapi alternatif yang bisa diterima pasien untuk
mengurangi ansietas.
s. Menjauhkan sumber-sumber yang dapat mengurangi ansietas.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatam adalah hasil perkembangan klien yang
berpedoman pada hasil dan tujuan yang akan dicapai (Mitayani.2009).
Evaluasi keperawatan pada klien dengan ansietas, diantaranya:
a. Ansietas yang dialami klien menurun.
b. Klien dan keluarga mampu mengenali tanda dan gejala ansietas.
c. Klien mampu mengatasi ansietas yg dialaminya secara mandiri.
d. Klien mampu memotivasi diri.
e. Klien mampu mengontrol lingkungan sekitar pemicu terjadinya
kecemasan.

Anda mungkin juga menyukai