Anda di halaman 1dari 25

Tugas IV keperawatan jiwa

Dosen : Amira BSA,M.kep

MAKALAH / RINGKASAN

(LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KECEMASAN)

OLEH
NAMA : YULIANTI MUKSIN
NIM : 21144010109
KELAS : KEPERAWATAN B/IV

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TERNATE


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
TA 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh…..

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini. dapat memberikan Akhir kata kami berharap semoga
makalah ini. manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh…

Ternate,19 Januari 2023

Yulianti Muksin
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. pengertian dari kecemasan


B. Etiologi dari kecemasan
C. tanda dan gejala dari kecemasan
D. Patofisiologi dari kecemasan
E. tingkatan dari kecemasan
F. faktor pridisposisi dan presitipasi dari kecemasan
G. sumber koping dari kecemasan
H. mekanisme koping dari kecemasan
I. penatalaksanaan dari kecemasan

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kecemasan atau ansietas merupakan respon individu terhadap suatu keadaan


yang mengancam atau tidak menyenangkan yang dialami maupun akan dialami
oleh individu dalam kehidupan sehari-hari.

Kecemasan dikomunikasikan secara interpersonal dan merupakan bagian dalam


diri dan juga merupakan hal yang normal dialami yang menyertai
perkembangan, perubahan dan pengalaman baru, serta merupakan bagian
penting dalam menemukan identitas diri dan arti hidup.

Ketika pasien mengalami kecemasan dapat menyebabkan gangguan fisik


maupun psikologis. Rasa cemas, khawatir, berfirasat buruk, perasaan tegang
serta gelisah dapat mempengaruhi detak jantung, frekuensi nafas dan tekanan
darah pasien dan akhirnya akan merugikan pasien yang akan berdampak pada
pelaksanaan operasi. Dengan kondisi ini bisa memperburuk kondisi kesehatan
individu, khususnya bagi seseorang yang akan mengikuti prosedur operasi, hal
tersebut bahkan dapat memperburuk keadaan penyakit pasien.

Menurut Dahranis 2017, dalam penelitianya tentang pengaruh asuhan


keperawatan spiritual terhadap kecemasan pasien pra operasi di RSUD syekh
yusuf gowa menyatakan bahwa 80% pasien mengalami kecemasan, sebelum
menjalani prosedur operasi.Operasi atau pembedahan adalah suatu tindakan
komplek yang menimbulkan ketegangan, sehingga dapat mengalami gangguan
fisik dan masalah psikologis.

Operasi dilakukan karena terdapat alasan seperti diagnostic (biopsy, laparatomi,


eksplorasi), kuratif (eksisi masa tumor, pengangkatan apendiks yang
peradangan), reparative (memperbaiki luka multiple), rekontruksi dan paliatif.
Operasi berdasarkan jenisnya terbagi menjadi dua yaitu operasi mayor dan
operasi minor. Operasi minor merupakan tindakan pembedahan pada sedikit dari
bagian tubuh yang memiliki resiko komplikasi yang lebih rendah dari pada
operasi mayor.

Biasanya pasien yang menjalani operasi minor bisa langsung pulang di hari yang
sama setelah menjalankan tindakan pembedahan. Operasi mayor adalah tindakan
pembedahan pada bagian organ tubu scara luas dan memiliki tingkat resiko yang
tinggi terhadap keselamatan pasien.

Tahapan pembedahan terbagi menjadi 3 yaitu pre operatif, intra operatif dan post
operatif. Pre operatif merupakan tahapan yang dimulai sejak pasien diterima
masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja
operasi, pada tahapan ini merupakan lingkup keperawatan dalam
mempersiapkan pasien dan mengurangi hal-hal yang dapat mengganggu
jalannya operasi seperti kecemasan yang dapat mempengaruhi kondisi fisik
pasien.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari kecemasan?
2. Apa penyebab dari kecemasan?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari kecemasan?
4. Bagaimana Patofisiologi dari kecemasan?
5. Bagaimana tingkatan dari kecemasan?
6. Apa saja faktor pridisposisi dan presitipasi dari kecemasan?
7. Bagaimana sumber koping dari kecemasan?
8. Bagaimana mekanisme koping dari kecemasan?
9. Apa penatalaksanaan dari kecemasan?

C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian dari kecemasan
2. Untuk mengetahui dari kecemasan
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari kecemasan
4. Untuk mengetahui Patofisiologi dari kecemasan
5. Untuk mengetahui tingkatan dari kecemasan
6. Untuk mengetahui faktor pridisposisi dan presitipasi dari kecemasan
7. Untuk mengetahui sumber koping dari kecemasan
8. Untuk mengetahui mekanisme koping dari kecemasan
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari kecemasan
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Kecemasan atau ansietas merupakan reaksi emosional terhadap penilaian


individu yang subyektif dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui
secara khusus penyebabnya.

Ansietas merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari hari
yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah yang tak menentu.tidak
tenteram, kadang disertai berbagai keluhan fisik.

Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara
subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda
dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu
terhadap sesuatu yang berbahaya. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan
untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan
kehidupan.

B. ETIOLOGI

Penyebab gangguan ini kurang jelas. Gejala muncul biasanya disebabkan


interaksi dari aspek-aspek biopsikososial termasuk genetik dengan beberapa
situasi, stres atau trauma yang merupakan stressor munculnya gejala ini. Di
sistem saraf pusat beberapa mediator utama dari gejala ini adalah.
norepinephrine dan serotonin. Sebenarnya anxietas diperantarai oleh suatu
system kompleks yang melibatkan system limbic. thalamus, korteks frontal
secara anatomis dan norepinefrin, serotonin dan GABA pada sistem neurokimia,
yang mana hingga saat ini belum diketahui jelas bagaimana kerja bagian-bagian
tersebut menimbulkan anxietas. Begitu pula pada depresi walapun penyebabnya
tidak dapat dipastikan namun biasanya ditemukan defisensi relatif salah satu
atau beberapa aminergic neurotransmitter (noeadranaline, serotonin,
dopamine)pada sinaps neuron di susunan saraf pusat khususnya sistem limbic.

C. Tanda Dan Gejala Kecemasan

Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas


(Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut:

1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah


tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang. gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

D. Patfisiologis

CEMAS
1.Khawatir/waspadaberlebihan
ketegangan motorik
hiperaktif autonom

didahului stresor yang bermakna


neorosis

gangguan penyesuaian dengan afek cemas


gangguan cemas yang tak tergolongkan(a.l gangguan
campuran ansietas dan depresi
E. TINGKATAN KECEMASAN

Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan,
yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa
baik individu melakukan koping terhadap ansietas.

Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang
dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu
individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah,
berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri. Menurut Videbeck
(2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut:
A. Respons fisik
 Ketegangan otot ringan
 Sadar akan lingkungan
 Rileks atau sedikit gelisah
 Penuh perhatian
 Rajin
B. Respon kognitif
 Lapang persepsi luas.
 Terlihat tenang, percaya diri
 Perasaan gagal sedikit
 Waspada dan memperhatikan banyak hal
 Mempertimbangkan informasi
 Tingkat pembelajaran optimal
C. Respons emosional
 Perilaku otomatis
 Sedikit tidak sadar
 Aktivitas menyendiri
 Terstimulasi
 Tenang
2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang
benar-benar berbeda; individu menjadi gugup ata agitasi. Menurut Videbeck
(2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
A. Respon fisik:
 Ketegangan otot sedang.
 Tanda-tanda vital meningkat.
 Pupil dilatasi, mulai berkeringat.
 Sering mondar-mandir, memukul tangan
 Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
 Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
 Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung.
B. Respons kognitif
 Lapang persepsi menurun
 Tidak perhatian secara selektif
 Fokus terhadap stimulus meningkat
 Rentang perhatian menurun
 Penyelesaian masalah menurun
 Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
C. Respons emosional
 Tidak nyaman
 Mudah tersinggung
 Kepercayaan diri goyah
 Tidak sabra
 Gembira
3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respons
dari ansietas berat adalah sebagai berikut
A. Respons fisik
 Ketegangan otot berat
 Hiperventilasi
 Kontak mata buruk
 Pengeluaran keringat meningkat
 Bicara cepat, nada suara tinggi
 Tindakan tanpa tujuan dan serampangan - Rahang menegang, mengertakan
gigi.
 Mondar-mandir, berteriak
 Meremas tangan, gemetar
B. Respons kognitif
 Lapang persepsi terbatas
 Proses berpikir terpecah-pecah
 Sulit berpikir
 Penyelesaian masalah buruk
 Tidak mampu mempertimbangkan informasi
 Hanya memerhatikan ancaman
 Preokupasi dengan pikiran sendiri
 Egosentris

C. Respons emosional

 Sangat cemas
 Agitasi
 Takut
 Bingung
 Merasa tidak adekuat
 Menarik diri
 Penyangkalan
 Ingin bebas
4. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya
kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
A. Respons fisik
 Flight, fight, atau freeze.
 Ketegangan otot sangat berat
 Agitasi motorik kasar
 Pupil dilatasi
 Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
 Tidak dapat tidur
 Hormon stress dan neurotransmiter berkurang.
 Wajah menyeringai, mulut ternganga
B. Respons kognitif
 Persepsi sangat sempit
 Pikiran tidak logis, terganggu
 Kepribadian kacau
 Tidak dapat menyelesaikan masalah
 Fokus pada pikiran sendiri
 Tidak rasional
 Sulit memahami stimulus eksternal
 Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
C. Respon emosional
 Merasa terbebani
 Merasa tidak mampu, tidak berdaya
 Lepas kendali
 Mengamuk, putus asa
 Marah, sangat takut
 Mengharapkan hasil yang buruk
 Kaget, takut
 Lelah
F. FAKTOR PREDISPOSISI

Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat


menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam
kehidupan tersebut dapat berupa :

1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan


dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau
situasional.
2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan
baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan
dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir
secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman
terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami
karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons
individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan
neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

G. FAKTOR PRESIPITASI

Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat


mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas
fisik yang meliputi:
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun.
regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya: hamil).
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri.
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan
tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman
terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber eksternal kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan
status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

H. SUMBER KOPING

Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau


mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan
interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi. kemampuan
memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi
sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang
efektif (Suliswati, 2005).

I. MEKANISME KOPING

Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan


faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu
sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau
meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemas
ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur,
makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak
mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik
membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping
yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu:

1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang
ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba
menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif
ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi
kebutuhan.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan
personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak
selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan
untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri
biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara
realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah
adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut:
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme
pertahanan klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya
terhadap disorganisasi kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan
kesehatan klien.
d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
J. PENATALAKSANAAN
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara:
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka.

Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai


obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter
(sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu
seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCI,
meprobamate dan alprazolam.

3. Terapi somatic

Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan
keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang
ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.

4. Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:

a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan


dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali
(re-konstruksi) kpribadian yang telah mengalami goncangan akibat
stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak
mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami
kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan. agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga
dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan


kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan
yang merupakan stressor psikososial.

K. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN.
1. Faktor Predisposisi.
2. Faktor Presipitasi.
3. Perilaku.
a. Respon Fisiologis Terhadap Ansietas.

SISTEM TUBUH RESPONS


 Palpitasi.
 Jantung berdebar.
Kardiovaskuler  Tekanan darah meningkat dan denyut
nadi menurun.
 Rasa mau pingsan dan pada akhirnya
pingsan.
 Napas epat.
 Pernapasan dangkal.
Pernapasan  Rasa tertekan pada dada.
 Pembengkakan pada tenggorokan.
 Rasa tercekik.
 Terengah-engah.
 Peningkatan reflek.
 Reaksi kejutan.
 Insomnia.
 Ketakutan.
Neuromuskular
 Gelisah.
 Wajah tegang.
 Kelemahan secara umum.
 Gerakan lambat.
 Gerakan yang janggal.
 Kehilangan nafsu makan.
 Menolak makan.

B. Respon Perilaku Kognitif

SISTEM RESPONS
 Gelisah
 Ketegangan fisik.
 Tremor.
 Gugup
Perilaku
 Bicara cepat.
 Tidak ada koordinasi.
 Kecenderungan untuk celaka.
 Menarik diri.
 Menghindar.
 Terhambat melakukan aktifitas.
 Gangguan perhatian.
 Konsentrasi hilang.
 Pelupa.
 Salah tafsir.
Kognitif  Adanya bloking pada pikiran.
 Menurunnya lahan persepsi.
 Kreatif dan produktif menurun.
 Bingung.
 Khawatir yang berlebihan.
 Hilang menilai objektifitas
 Takut akan kehilangan kendali.
 Takut yang berlebihan.
 Mudah terganggu.
 Tidak sabar.
 Gelisah.
Afektif
 Tegang
 Nerveus.
 Ketakutan.
 Alarm.
 Tremor.
 Gugup.
 Gelisah.
4. Sumber Koping.
5. Mekanisme Koping.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.

1. Penyelesaian kerusakan.
2. Kecemasan.
3. Pola napas tidak efektif.
4. Koping individu tidak efektif.
5. Diam.
6. Gangguan pembagian bidang energi.
7. Ketakutan.
8. Inkontinensial.
9. Stress
10. Cedera
11. Perubahan nutrisi.
12. Respon pasca trauma.
13. Ketidakberdayaan.
14. Gangguan harga diri
15. Gangguan pola tidur.
16. Isolasi sosial.
17. Perubahan proses berfikir.
18. Gangguan eliminasi urine.

C. INTERVENSI

Tujuan umum: Klien akan mengurangi ansietasnya dari tingkat ringan hingga
panik.

Tujuan khusus:

Klien mampu untuk :

1. Membina hubungan saling percaya.


2. Melakukan aktifitas sehari-hari.
3. Mengekspresikan dan mengidentifikasi tentang kecemasannya.
4. Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan ansietas.
5. Meningkatkan kesehatan fisik dan kesejahteraannya.
6. Klien terlindung dari bahaya.
A. Ansietas Ringan.
a. Gerakan tidak tenang.
b. Perhatikan tanda peningkatan ansietas.
c. Bantu klien menyalurkan energi secara konstruktif.
d. Gunakan obat bila perlu.
e. Dorong pemecahan masalah.
f. Berikan informasi akurat dan fuktual.
g. Sadari penggunaan mekanisme pertahanan.
h. Bantu dalam mengidentifikasi keterampilan koping yang berhasil.
i. Pertahankan cara yang tenang dan tidak terburu.
j. Ajarkan latihan dan tehnik relaksasi
B. Ansietas Sedang
a. Pertahankan sikap tidak tergesa-gesa, tenang bila berurusan dengan
pasien.
b. Bicara dengan sikap tenang, tegas meyakinkan.
c. Gunakan kalimat yang pendek dan sederhana.
d. Hindari menjadi cemas, marah, dan melawan.
e. Dengarkan pasien.
f. Berikan kontak fisik dengan menyentuh lengan dan tangan pasien.
g. Anjurkan pasien menggunakan tehnik relaksasi.
h. Ajak pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
i. Bantu pasien mengenali dan menamai ansietasnya.
C. Ansietas Berat.
a. Isolasi pasien dalam lingkungan yang aman dan tenang.
b. Biarkan perawatan dan kontak sering sampai konstan.
c. Berikan obat-obatan pasien melakukan hal untuk dirinya sendiri.
d. Observasi adanya tanda-tanda peningkatan agitasi.
e. Jangan mennyentuh pasien tanpa permisi.
f. Yakinkan pasien bahwa dia aman.
g. Kaji keamanan dalam lingkungan sekitarnya.
D. Panik
a. Tetap bersama pasien; minta bantuan.
b. Jika mungkin hilangkan beberapa stressor fisik dan psikologisdari
lingkungan.
c. Bicara dengan tenang, sikap meyakinkan, menggunakan nada suara
yang rendah.\
d. Katakan pada pasien bahwa anda (staf) tidak akan membahayakan
dirinya sendiri atau orang lain.
D. EVALUASI

Evaluasi terhadap kecemasan dapat di lihat dari pasien yang selalu khawatir
dengan kematian dan mampu mengenali kecemasannya dengan respon
subjektif klien mengatakan tahu arti cemas, klien mengatakan lebih senang
diam memikirkan masalah sendiri sedangkan respon objektif ekspresi wajah
tampak gelisah, klien menjawab pertanyaan yang diajukan. klien mampu
mengenal kecemasannya. Kecemasan itu pula dapat diartikan sebagai reaksi
yang timbul karena ancaman yang tidak menentu. Pencegahan dari
kecemasan itu dapat dilakukan dengan cara perawat memberikan dorongan
kepada pasien untuk mengembangkan kepercayaan diri, serta sering
mendekatkan diri kepada Allah.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kecemasan dikomunikasikan secara interpersonal dan merupakan bagian dalam


diri dan juga merupakan hal yang normal dialami yang menyertai
perkembangan, perubahan dan pengalaman baru, serta merupakan bagian
penting dalam menemukan identitas diri dan arti hidup.

Ketika pasien mengalami kecemasan dapat menyebabkan gangguan fisik


maupun psikologis. Rasa cemas, khawatir, berfirasat buruk, perasaan tegang
serta gelisah dapat mempengaruhi detak jantung, frekuensi nafas dan tekanan
darah pasien dan akhirnya akan merugikan pasien yang akan berdampak pada
pelaksanaan operasi. Dengan kondisi ini bisa memperburuk kondisi kesehatan
individu, khususnya bagi seseorang yang akan mengikuti prosedur operasi, hal
tersebut bahkan dapat memperburuk keadaan penyakit pasien.

Biasanya pasien yang menjalani operasi minor bisa langsung pulang di hari yang
sama setelah menjalankan tindakan pembedahan. Operasi mayor adalah tindakan
pembedahan pada bagian organ tubu scara luas dan memiliki tingkat resiko yang
tinggi terhadap keselamatan pasien.

Tahapan pembedahan terbagi menjadi 3 yaitu pre operatif, intra operatif dan post
operatif. Pre operatif merupakan tahapan yang dimulai sejak pasien diterima
masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja
operasi, pada tahapan ini merupakan lingkup keperawatan dalam
mempersiapkan pasien dan mengurangi hal-hal yang dapat mengganggu
jalannya operasi seperti kecemasan yang dapat mempengaruhi kondisi fisik
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E., Suliswati.. Farida, P., Rochimah., & Banon E. 2009. Asuhan Keperawatan
Jiwa dengan Masalah Psikososial. Jakarta: Trans Info Media.

Stuart, G.W., & Sundden, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai