Anda di halaman 1dari 12

RESUME BUKU MENUJU JAMA’ATUL MUSLIMIN

PENDAHULUAN

Jama’ah menurut bahasa diartikan dengan sejumlah besar manusia atau sekelompo manusia yang
berhimpun untuk mencapai tujuan yang sama. Sementara jama’ah menurut syari’at Jama’ah adalah
jama’atul muslimin. Sehingga Jama’atul Muslimin adalah masyarakat umum dari penganut islam yang
apabila bersepakat atas suatu perkara, dan menyepakati untuk memilih seorang amir. Misalnya adalah
masyarakat memilih para wakilnya di majlis syura untuk memutuskan suatu perkara, kemudian
masyarakat tersebut memilih seorang Amir dalam majlis syura tersebut.
Jama’atul muslimin merupakan ikatan yang kokoh yang apabila dia hancur, maka akan hancur pula
ikatan-ikatan islam lainnya, pasif hokum-hukumnya, hilang syar’I syar’iannya. Jama’ah ini adalah jama’ah
yang diperintahkan oleh Al Qur;an dan as Sunnah untuk dijaga, dipelihara kesatuannya, dilindungi
keutuhannya dan ducegah dari setiap ancaman dan rongrongan akan merusaknya. Qs: 3: 103
Sesuai dengan pengertian syar’I, jama’atul Muslimin boleh dikatakan tidak ada lagi saat ini. Karena
yang ada pada saat ini hanyalah jama’ah bagi sebagian kaum muslimin, dan Negara bagi sebagian kaum
muslimin bukan jama’ah seluruh kaum muslimin dan bukan Negara seluruh kaum muslimin. Tidak
adanya jama’atul muslimin saat ini menjadikan kondisi umat memprhatinkan, hokum-hukum islam tidak
ditegakkan dan sistem-sistem diimpor dari Timur dan barat. Karena itulah pentingnya saat ini umat islam
secara keseluruhan untuk mewujudkan jama’ah ini di dalam umat yang menyepakati seorang amir bagi
mereka sehingga ia menjadi oemerintah dan khilafah islam yang harus memperoleh loyalitas dan
pembelaan di semua lapisan.
Tidak ada Khalifah tanpa jama’ah dan tidak ada jama’ah tanpa pemerintahan. Karena itu penegakan
pemerintahan merupakan dharurah dan fardhiah untuk meningkatkan kualitas intelektual dan
oembinaan generasi Muda Muslim.
BAGIAN PERTAMA
STRUKTUR ORGANISASI JAMA’ATUL MUSLIMIN

1. Umat Islam
1.1 Pengertian
Umat menurut bahasa adalah kaum, jama’ah dan golongan manusia. Dan kesimpulannya
umat adalah setiap jama’ah yang disatukan ole satu hal, satu zaman, satu agama atau satu
tempat, baik faktor pemersatu itu dipaksakan maupun berdasarkan suatu pilihan.
1.2 Secara Geografis
Secara Geografis, titik tolek pembebasan umat islam adalah dari kawasan Daril Adl (Negara
yg dikuasai oleh kekuasaan Negara keadilan, yang menegakkan islam dan melindungi hokum-
hukumnya serta dipimpin oleh seorang khalifah pemegang imamah ‘uzhma ) yaitu Darul islam.
Karena pada hakikatnya setiap bumi yan dipijak adalah merupakan bumi islam, karena itu
penguasaan kaum kafir atas sebagiannya merupakan perampasan terhadap kaum muslimin
yang harus diambil kembali. Karena Bumi yang dipijak ini adalah milik umat islam maka umat
islam berkewajiban untuk menegakkan hokum Allah diatasnya, supaya menjadi darul adl.
Kemudian beranjak kepada bumi yang ada disekitar kita untuk dimasukkan ke dalam kekuasaan
darul adl. Untuk saat ini, batas-batas politis umat islam belum bisa dikataan sebagai darul adl,
lantaran pemerintahan yang menguasai negeri-negeri tersebut tidak dapat dikataakan sebagai
pemerintahan Islam.Jika pemeritahan tersebut tdiak diperintahkan dengan syari’at Allah oleh
penguasa islam, serta tidak tunduk kepada satu kekuatan pusat, maka tidak bisa disebut dengan
darul adl.
Sehingga disimpulkan bahwa titik tolak pertama adalah setiap jengkal bumi yang dihuni
oleh sekelompok manusia dan diperintah dengan syari’at Islam maka disebut dengan darul adl,
kemudian yang kedua adalah, bahwa penduduk darul adl tersebut harus bersatu dengan
penduduk yang berada dalam darul adl yang lain untuk membentuk satu Negara Islam. Dan yang
ketiga adalah bahwa front darul adl yang bersatu tadi, harus bergerak untuk terul
menyampaikan islam kepada orang disekitarnya dan menundukkan mereka dalam hokum islam.
Sehingga titik tolak pertama merupakan kewajiban individu, dan yang ke dua dan ketiga
merupakan kewajiban seluruh umat islam
1.3 Akar Sejarah Umat Islam
Akar sejarah umat islam adalah manusia pertama di atas bumi yakni nabi Adam a.s.
1.4 Periode Umat Islam
Dibagi menjadi 2 periode asasi
Pertama , periode sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW. Pada periode ini
kenabian dan kerasulan ditus tertentu pada kaum tertentu,, dengan ditusnya Nabi dan
Rasul pada kaum tertentu atau Negara tertentu
Kedua, Dimulai dengan bi’tsah Nabi Muhammad, pada tahun ini dimulai da’wah beralih
dari rangka kerangka kekauman yang terbatas , menjadi kerangka kekauman yang
bersifat umum.
1.5 Pembagian Umat
Umat dibagi menjadi dua:
Pertama, umat yang menyambut dan menerima da’wah Rasulullah yang masuk islam
secara Kaffah. Golongan ini disebut umat Muhammad SAW yang menerima da’wah.
Kedua, golongan yang tidak mau menyambut dan menerima da’wah Muhammad SAW
dan tidak masuk ke dalam islam secara kaffah. Inilah golongan yang harus dida’wahi,
karena sejatinya ia wajib menerima da;wah, sehingga umat islam harus
memasukkannya ke dalam dien Allah
1.6 Karakteristik Umat Islam
a. Aqidah yang bersih dari segala bentuk kemusyrikan dan pengakuan terhadap
keesaan Allah dalam Uluhiyah dan Rububiyah, dan nama-nama serta sifat-sifat-Nya.
b. Aqidah yang bersifat komperhensif dan menyeluruh
c. Manhaj umat Islam bersifat rabbani secara murni karena ia diturunkan dan
dipelihara oleh Allah.
d. Kesempurnaan manhajnya, yang menjadikan umat islam lurus dan kokoh dalam
mencapai tujuannya
e. Prinsip pertengahan dan keadilan dalam setiap persoalan, pertengahan disini
dirumuskan oleh Sayid Quthb sebagai berikut, (a) Pertengahan dlam masalah
pandangan dan keyakinan, (b) Pertengahan dalam pengorganisasian dan
konsolidasi, (c) Pertengahan dalam segi pikiran dan perasaan, (d) Pertengahan
dalam berbagai hubungan dan keterikatan, (e) Pertengahan dalam zaman, dan (e)
Pertengahan dalam kawasan.
1.7 Unsur Kesatuan Umat Islam
a. Kesatuan Aqidah
b. Kesatuan Ibadah
c. Keatuan adat dan perilaku
d. Kesatuan Sejarah
e. Kesatuan Bahasa
f. Kesatuan jalan
g. Kesatuan Dustur (undang-undag)
h. Kesatuan Pimpinan
2. Syura (Musyawarah)
2.1. Syura menurut bahasa dan kedudukannya di dalam kehidupan manusia
Syura berfungsi sebagai ahlul aqdi wal hilli. Syura ialah mengeluarkan
berbagai pendapat tentang suatu masalah untuk dikaji dan diketahui berbagai
aspeknya sehingga dapat dicapai kebaikan dan dihindari kesalahan
Musyawarah dapat berarti meminta pendapat dari para ahli tentang suatu
masalah, meminta penjelasan, dan menguji berbagai masalah dengan pendpat
orang lain.
2.2. Syura adalah Tabiat manusia
Prinsip syuro merupakan fitrah manusia, sadar atau tidak manusia seringkali
melakukan aktifitas musyawarah ini, walaupun dalam bentuk yang kecil. Seperti
menentukan akan makan malam dengan apa bersama teman, apalagi dalam
bentuk yang besar seperti menentukan sebuah peraturan atau undang-undang.
2.3. Pentingnya syura dalam Islam
Syuro merupakan dasar yang utama da sifat yang melekat dalam tubuh umat
Islam. Sebagaimana Allah SWT menyebutnya bersama iman, tawwakal keapada-
Nya, menjauhi dosa-dosa besar dan wajib berpegang teguh kepada adab Islam
pada waktu marah. Rasulullah saw menjadikan syura sebagai salah satu penentu
perjalanan umat Islam untuk mencapai kedamaian dan kebahagiaan hidup.
2.4. Hukum Syura
Kedudukan syura dalam alqur’an dan assunnah, disamping perannya yang
amat besar dalam mewujudkan sistem pemerintahan, memadukan masrakat dan
memadukan urusan rakyat, dengan cepat maka para ulama menegaskan bahwa
hokum syura adalah wajib atas penguasa islam di setiap tempat dan setiap zaman.
2.5. Syarat Anggota Syura
a. Adalah, berikut semua persayaratannya
b. Bertaqwa dan berih dari dosa kepada Allah dan umat
c. Mengetahui Al-qur’am dam As-Sunnah, serta ilmu bahasa, tafsir, ilmu
hadits dan lainnya
d. Berpengalaman dalam masalah yang di musyawarahkan
e. Berakal cerda dan matang
f. Jujur dan amanah
2.6. Dalam masalah apa syura dilaksanakan
Berdasarkan beberapa pendapat ulama penulis menyimpulkan bahwa, yang
boleh dimusyawarahkan adalaSh setiap perkara yang tidak ada nashnya. Oleh
karenanya pemimpin islam boleh mengemukakan dalam majlis syuro semua
persoalan Negara, baik masalah-masalah keagamaan dan yang masuk dalam
masalah ijthihadi ataupun masalah-masalah duniawi.
2.7. Prinsip Mayoritas
Pendapat mayoritas merupakan pendapat yang harus dikuatkan dan
dipegang sesuai dengan banyak dalil yang disampaikan. Sementara kelompok
minoritas wajib mengikutinya, sekalipun amir berada pada pihak minoritas.
3. Imamah ‘Uzma
Sejarah panjang kepemimpinan umat Islam dimuali dari Nabi Adam as, kemudian
anak keturunannya dari para Nabi, Rasul dan pengikut-pengikutnya yang baik. Nabi
Muhammad saw hadir sebagai penutup mata rantai kenabian dan kerasulan yang mulia.
Sepeninggal Nabi Muhammad saw, umat Islam dipimpin oleh khalifah,dst, yang
sebagaimana disebutkan Rasulullah saw.
“Dari Nu’man bin Basyir, ia berkata : Kami duduk-duduk di Masjid Rasulullah saw,
Basyir adalah seorang yang tidak banyak bicara. Kemudian datang Abu Tsa’labah seraya
berkata, “Wahai Basyir bin Sa’d, apakah kamu hafal hadits Rasulullah saw tentang para
penguasa?” Maka Hudzaifah tampil seraya berkata, “Aku hafal khutbahnya.” Lalu Abu
Tsa’labah duduk mendengarkan Hudzaifah berkata: Rasulullah saw bersabda: (1)
Muncul kenabian ditengah-tengah kamu selam masa yang dikehendaki Allah, kemudian
Ia akan mencabutnya ketika Ia menghendakinya. (2) Kemudian akan muncul khalifah
sesuai dengan sistem kenabian selama masa yang dikehendaki Allah, kemudian Ia akan
mencabutnya ketika Ia menghendakinya. (3) Kemudian muncul “raja yang menggigit”
selama masa yang dikehendak Allah, kemudian Ia akan mencabutnya ketika Ia
menghendakinya. (4) Kemudian akan muncul “raja yang diktator” selama masa yang
dikehendaki Allah, kemudian Ia akan mencabutnya ketiaka Ia menghendakinya. (5)
kemudian akan muncul (lagi) khilafah sesuai dengan sistem kenabian …”
Menurut para ulama, sekarang merupakan periode keempat, yaitu periode “raja
yang diktator”. Namun kita tidak tahu kapan Allah akan mencabutnya, sehingga
munculah kembali kekhalifaan uamt Islam.
3.1. Definisi Imamah
Imam menurut bahasa ialah setiap orang yang dianut oleh suatu kaum, baik
mereka berada di jalan yang lurus ataupun sesat. Sedangkan menurut para ahli
tafsir ialah kepemimpinan umum dalam agama dan dunia sebagai pengganti
(khalifah) dari Nabi saw, atau yang juga disebut Imamah kubra. Sedangkan imam
sholat, imam masalah hadits atau fiqih disebut imamah sughra.
3.2. Hukum Mengenai Imam
Mengangkat Imam, Ibnu Hazm mengutip kesepakatan semua pihak dari Ahli
Sunnah, Murji’ah, Syi’ah dan Khawarij atas wajibnya megangkat imam. Dalam hal ini
kewajiban mengangkat imam merupakan kewajiban kolektif umat Islam, atau
fardhu kifayah.
3.3. Syarat-syarat imam
(1) ‘Adalah berikut semua persyaratannya
(2) Ilmu yang dapat mengantarkan kepada ijtihad dalam berbagai kasus dan
hukum
(3) Sehat Jasmani
(4) Mempunyai pandangan yang bijak
(5) Memiliki ketegasan dan keberanian
(6) Keturunan Quraisy, namun untuk syarat yang ke tujuh ini masih banyak
perdebatan. Menurut Ibnu Hajar, orang Quraisy diistimewakan dalam
kepemimpinan karena keistiqomahan mereka kepada agama Allah SWT.
Namun apabila terdapat orang yang lebih mampu daripada orang Quraisy,
maka ia harus diutamakan ketimbang orang Quraisy. Karena sebagaimana yang
disabdakan Rasulullah :
4. Tujuan Jama’atul Muslimin dan Sarananya
4.1. Tujuan-Tujuan Jama’atul Muslimin
Tujuan Khusus
(1) Membina pribadi Muslim dan mengembalikan kepribadian Islam
(2) Membina keluarga Islam dan mengembalikan karakteristik aslinya
(3) Membina masyarakat Islam yang akan mencerminkan da’wah dan perilaku
Islam
(4) Mempeersatukan umat Islam diseluruh penjuru dunia
Tujuan Umum
(1) Supaya manusia menyembah Rabb yang Maha Esa
(2) Menjalankan prinsip amar ma’ruf nahi munkar
(3) Menyampaikan da’wah Islam kepada seluruh manusia
(4) Menghapus fitnah (kemusyrikan) dari muka bumi
(5) Menaklukan Roma, Ibu Kota Italia. Karena di dalamnya terkandung
pengukuhan terhadap kenabian Muhammad saw.
(6) Memerangi semua manusia hingga mereka bersaksi dengan kesaksian yang
benar
4.2. Sarana Menuju Tujuan Jama’atul Muslimin
Sarana Menuju Tujuan Khusus
(1) Wajib mengembalikan media massa, pengajaran, ekonomi dan alat-alat negara
lainnya kepada Islam
(2) Menghancurkan semua unsur kemunafikan dan kefasikan di dalam umat
(3) Mempersiapkan umat Islam sebaik-baiknya sehingga sesuai dengan tuntutan
zaman
Sarana Menuju Tujuan Umum
(1) Menjelaskan prinsip-prinsip Islam kepada semua manusia melalui segala media
(2) Menuntut semua manusia agar masuk Islam
(3) Menuntut semua negara tunduk kepada ajaran-ajaran Islam
(4) Mengumunkan jihad bersenjata dan terus menerus sampai mencapai
kemenangan.
BAGIAN DUA
JALAN MENUJU JAMA’ATUL MUSLIMIN

1. Hukum-Hukum Islam
1.1. Tidak ada parsialisasi Hukum Islam
Sejak awal islam di bawahpmpinan Rasulullah SAW mulai digelar di makkah, turunlah
pengarahan-pengarahan Rabbani seuai dengankeperluan jama’ah, dan tuntutan tahapan
yang dihadapi oleh jama’ah, namun hal itu tidak berlaku sekarang, karena pengarahan-
pengarahan rabbani dan sunnah nabawiyag sudah turun secara sempurna. Sehingga
muslim dituntut melaksanakan seluruh pengarahan rabbani dan sunnah nabawiyah dengan
utuh tanpa adanya sektoralisasi.
1.2. Penerapan Hukum Islam
Individu atau jama’ah dapat menerapkan hokum islam seuai dengan tuntutan keadaan dan
posisinya dalam kehidupan dan perkembangan kehidupannya, dengan syarat individu atau
jama’ah tersebut meyakini akan semua hukum islam dan keberlangsungannya.
1.3. Pembagian Hukum Islam
Hukum islam dari segi hakikat dan caranya terbagi menjadi dua , pertama substansi hokum,
kedua cara pelaksanaan hokum. Misalnya, membaca Alfatihah dan tasyahud dala shalat
adalah termasuk substansi hokum, sedangkan cara membacanya dan tempatnya dalam
shalat adalah termasuk cara pelaksanaan hokum. Sementara dari segi pelakunya terbagi
menjadi dua yaitu hokum khusus bagi individu dan hokum khusus dalam jama’ah. Jama’a
yang dimaksud disini adalah jama’ah yang nenbawa da’wah untuk menegakkan jama’atul
muslimin.
2. Kesadaran para Rasul dan Pengikut-Pengikutnya terhadap Langkah Ini
2.1. Kesadaran Rasulullah SAW akan pentingnya langkah ini
a. Rasulullah menyadari bahwa tugas beliau harus di emban secara berjama’ah karena
tugas tersebut amatlah berat. QS. Al-Muzammil : 5
b. Rasulullah mengetaui hal ini dari kitab qauliyah dan kauniyah, di dalam kitab yang
terlihat Rasulullah memahami bahwa setiap hal yang ada di bumi ini saling membantu
untuk melaksanakan satu misi.
c. Rasulullah mengetahui hal ini melalui kehidupan para Nabi dan Rasul sebelumnya di
dalam wahyu yang diturunkan.
d. Nabi SAW mengungkapkan makna ini seperi sabda nya, yang diriwayatkan oleh ibnu
Abbas r.a tentang Da’wah para nabi dan para jama’ahnya beserta balasanya di hari
akhir nanti
2.2. Ibrahim a.s menyadari hakikat ini
Dalam perjalanan kepada Rabbnya Ibrahim a.s mengumumkan hakikat yang merupakan
syarat kemenangan da’wah ini, yaitu menegakkan jama’ah yang akan membawa da’wag
dan membelanya.
2.3. Rasulullah menjelaskan pentingnya hakikat ini
Rasulullah mengungkapkan pentingnya jama’ah ini bagikeberhasilan da’wah dan
menyatakan bahwa jama’ah inilah yang akan menentukan eksis atau tidaknyada’wah islam.
2.4. Kesepakatan para pemimpin islam masa kini
Para pemimpin masa kini telah bersepakat atas wajibnya penegakan jama’ah ini.
3. Para Da’I Islam dan Langkah Pertama Rasulullah SAW
3.1. Kewajiban para Da’i di Negara yang terdapat satu jama’ah
Dalam hal ini para da’i wajib masuk ke dalam jama’ah tersebut, kemudian berusaha
memperbaiki kekurangannnya.
3.2. Kewajiban para Da’i di Negara yang terdapat beberapa jama’ah
Sikap yang harus diambil para da’i adalah menimbang prinsip-prinsip dan pemikiran semua
jama’ah yang ada dengan neraca Islam yang hanif. Sehingga dapat diketahui manakah
jama’ah yang lebih dekat prinsip-prinsip dan pemikirannya dengan Islam. Selanjutnya
mereka bergabung didalamnya dan berusaha menyatukan seluruh jama’ah yang ada.
3.3. Kewajiban para Da’i di Negara yang belum terdapat jama’ah
Para da’I haruslah mendirikan jama’ah. Yang rambu-rambunya akan dibahas di bagian III
BAGIAN TIGA
RAMBU –RAMBU SIRAH NABI SAW DALAM MENEGAKKAN JAMA’AH

1. Rambu Pertama dalam Sirah Nabi SAW : Menyebarkan Prinsip Da’wah


1.1. Jalan yang ditempuh dalam penyebaran
Dalam tahapan ini Rasulullah menempuh dua jalan:
a. Kontak Pribadi (Ittishal Fardi)
Cara ini oleh para ahli sirah Rasulullah disebut tahapan “sirriyah dalam da’wah”
Da’wah islam perlu menempuh jalan ini dalam dua keadaan:
Pertama, pada permulaan da’wah dan penegakan jama’ah
Kedua, pada saat pemerintah berkuasa melarang para aktivis da’wah melakukan
aktifitas da’wah secara terang-terangan atau mengadakan pengajian umum.
b. Kontak Umum (Ittisal Jama’i)
Cara ini oleh para ahli sirah disebut tahapan da’wah secara terang-terangan.Pada
tahapan ini menggunakan berbagai sarana untuk menyampaikan da’wahnya.
(1) Mengumpulkan manusia dalam suatu jamuan makan dirumahnya
(2) Mengumpulkan manusia diberbagai tempat, contoh di bukit Shafa
(3) Pergi ketempat-tempat pertemuan manusia dan menyampaikan da’wah Allah
kepada mereka
(4) Pergi ke berbagai negara untuk menyampaikan da’wah
(5) Mengirim surat kepada para kepala suku dan raja
1.2. Aspek penataan dalam penyebaran Da’wah
a. Hendaknya para da’I menetukan prinsip yang akan dumlai penyebarannya sesuai
dengan kepentingan dalam da’wah
b. Membuat kesepakatan bersama orang yang telah menerima da’wahnya dan menyetujui
prinsip yang ditentukannya agar masing-masing pribadi merekrut satu orang dalam
jangka waktu tertentu secara estafet
2. Rambu Kedua dalam Sirah Nabi SAW : Pembentukan Da’wah
2.1. Pengertian Takwin (Pembentukan)
Pembentukan (takwin) ini merupakan tindak lanjut dari rambu pertama, sirah Rasulullah
SAW baik dalam kontak pribadi maupun jama’i. Rambu ini khusus bagi penerima da’wah
pada rambu pertama, sehingga pembentukan ini ditujukan pada orang-orang yang telah
menerima da’wah tersebut atas dasar-dasar da’wah, dan menshibghah mereka sesuai
dengan kandungan pemikiran-pemikiran dan ajaran da’wah.
2.2. Contoh Gerakan dalam Rambu ini
Rambu kedua ini merupakan penyempurna pada rambu pertama. Karena itu orang yg
berhenti pada rambu pertama saja dan tidak mau beralih ke rambu kedua bersama-sama
orng yang menerima da’wahnya pada rambu pertama, adalah orang yang berda’wah tidak
sesuai dengan manhaj Rasulullah SAW.
2.3. Syi’ar tahapan ini
Syiar tahapan ini adalah sesuai dengan pengarahan Allah kepada Nabi dan para da’I dalam
QS. Al-Kahfi : 28, tentang bersabar atas kekurangan dan kesalahan-kesalahan orang
yangmenerima da’wahnya Nabi SAW.
2.4. Sasaran tahapan ini
Sasaran yang terpenting pada tahapan ini adalah mengubah akal ummi (jalalah) kepada
ilmu, hikmah, dan ma’rifah, dan mengubah moral dan perilakunya dari kesesatan dan
kemerosotan kepada kebersihan dan kesucian.
2.5. Sisi penataan rambu ini
Pada tahapan ini rasulullah menenti cara-cara penataan tertentu
a. Takwin (kaederisasi) Dalam tahapan Sirriyah
Rasulullah membagi orang yang menerima da’wahnya dalam kelompok kecil 3 sampai 5
orang, yang mengadakan pertemuan setiap hari atau berkala pada tempat dan waktu
yang berlainan
b. Takwin (kaderisasi) dalam tahapan ‘alaniyah
Rasulullah menerapkan beberapa cara yang berbeda dengan dakwah sirriyah
(1) Membuat beberapa halaqah jama’iyah dalam jumlah besar
(2) Mengadakan perjalanan (rihlah) jama’iyah tertentu
(3) Mengkondisikan situasi umum terhadap da’wah melalui khutbah-khutbah dan
ceramah-ceramah umum
c. Takwin (kaderisasi) dalam tahapan Sirriyah dan ‘alaniyah
(1) Dilakukan terang-terangan (‘alaniyah) seperti yang dilakukan pada tokoh Quraisy
yang masuk islam.
(2) Dilakukan sembunyi (sirriyah), seperti yang dilakukan pada kaum yang lemahyang
tidak memiliki dukungan di hadapan serangan dan kekejaman kafir Quraisy.
3. Rambu Ketiga dalam Sirah Nabi SAW : Konfrontasi Bersenjata terhadap Musuh Da’wah
3.1. Kedudukan rambu ini diantara kedua rambu sebelumnya, dan pengertiannya
3.2. Menghadapi penentang da’wah dalam dua periode
3.3. Kapan diadakan Konfrontasi
4. Rambu Keempat dalam Sirah Nabi SAW : Sirriyah dalam kerja membina Jama’ah
4.1. Pengertian sirriyah
4.2. Kesalahan memahami Sirriyah
4.3. Kesimpulan
5. Rambu Kelima dalam Sirah Nabi SAW : Bersabar atas Gangguan musuh
5.1. Bersabar pada tahapan takwin
5.2. Fenomena pengulangan perintah bersabar
6. Rambu Keenam dalam Sirah Nabi SAW : Menghindari medan pertempuran
6.1. Pengertian menghindari medan pertempuran dan pentingnya dalam melindungi pembinaan
jama’ah
6.2. Pelaksanaannya dalam kehidupan Rasulullah

BAGIAN KEEMPAT
TABI’AT JALAN MENUJU JAMA’ATUL MUSLIMIN

Anda mungkin juga menyukai