Anda di halaman 1dari 5

2018

LAPORAN BACA
Understanding Material Culture

Derry Herdiana Wiguna


1706999141
Magister Ilmu Perpustakaan
5/21/2018
1. Hidup di Dunia Material
Objek adalah hal-hal materi yang dihadapi, berinteraksi, dan digunakan oleh orang
lain. Benda-benda biasanya dibicarakan sebagai budaya material. Istilah 'budaya
material' menekankan bagaimana hal-hal yang tidak bernyawa di dalam lingkungan
bertindak terhadap manusia, dan ditindaklanjuti oleh orang-orang, untuk tujuan
melaksanakan fungsi sosial, mengatur hubungan sosial dan memberikan makna
simbolis kepada aktivitas manusia. Objek berkisar dalam skala dan ukuran dari barang-
barang terpisah seperti pensil, kunci, koin atau sendok, hingga yang kompleks, seperti
seperti pesawat terbang, kendaraan bermotor, pusat perbelanjaan atau komputer.
Dengan mempelajari budaya sebagai sesuatu yang diciptakan dan dijalani melalui
objek, kita dapat lebih memahami struktur sosial dan dimensi sistemik yang lebih besar
seperti ketidaksamaan dan perbedaan sosial, dan juga tindakan manusia, emosi dan
makna. Objek dapat dilihat kemudian, sebagai hubungan penting antara struktur sosial
dan ekonomi, dan aktor individu. Jika kita berpikir tentang budaya material masyarakat
konsumen, mereka sebenarnya adalah titik di mana benda-benda konsumen yang
diproduksi secara massal ditemui dan digunakan oleh individu, yang harus menetapkan
dan menegosiasikan makna mereka sendiri dan memasukkan objek-objek tersebut ke
dalam repertoar budaya dan perilaku pribadi mereka, kadang-kadang menantang dan
terkadang mereproduksi struktur sosial.

2. Bagaimana Bisa Objek Menjadi 'Budaya'?


a. Objek Sebagai Penanda Sosial
Menurut Bourdieu (1984), benda sebagai penanda nilai estetika dan budaya
paling dikembangkan secara menyeluruh. Bourdieu menekankan peran pilihan
estetika (selera seseorang) dalam mereproduksi ketimpangan sosial. Bourdieu
merebut gagasan bahwa penilaian rasa didasarkan pada kriteria obyektif dan
absolut dengan menunjukkan bahwa fraksi sosial dan kelas tertentu cenderung
memiliki preferensi cita rasa yang berbeda, yang berarti menyatakan menyukai
barang-barang tertentu di atas yang lain. Selain itu, kelompok sosial yang dominan
memiliki wewenang untuk menentukan parameter nilai budaya (misalnya gagasan
tentang budaya berbudi dan berbudaya), sehingga mendevaluasi mode penilaian
kelas pekerja sebagai tidak estetis.

1
b. Objek Sebagai Penanda Identitas
Memisahkan klaim estetika dari narasi tentang identitas diri dalam studi
objek agak sia-sia, karena dalam percakapan sehari-hari pilihan estetika pribadi
umumnya diperlukan untuk didampingi oleh pembenaran. Pembenaran seperti itu
yang mungkin dikategorikan sosiolog sebagai masalah estetika jarang ditulis
dalam istilah estetika murni, tetapi terkait dengan masalah identitas diri dan
berbagai faktor eksternal (seperti, misalnya, biaya atau kebutuhan moneter yang
terkait) dengan panggung kehidupan seseorang). Jadi, meskipun jarang bagi
seseorang untuk mengabaikan masalah identitas dalam kaitannya dengan
kepemilikan. Contoh nyatanya adalah Alkitab. Alkitab pada dasarnya memiliki
kualitas yang sama seperti buku teks atau majalah produksi massal lainnya.
Namun, ia berhasil mempertahankan aura otoritas, Alkitab melambangkan nilai-
nilai yang sangat berharga bagi orang Kristen, dan mungkin dihormati oleh orang-
orang sebagai kemungkinan kode moral yang sah.
c. Objek Sebagai Situs Kekuatan Budaya dan Politik
Objek dibangun oleh hubungan kekuasaan tertentu, dan pada gilirannya
juga secara aktif membangun hubungan semacam itu. Dalam tradisi ini, yang
dikenal sebagai teori jaringan aktan, objek diproduksi oleh jaringan tertentu dari
wacana budaya dan politik dan, bersama dengan manusia, bertindak untuk
mereproduksi relasi tersebut.
3. Mendefinisikan Budaya Material
Studi budaya material telah menjadi perhatian utama antara hubungan timbal balik
antara orang dan benda. Secara khusus, studi budaya material berkaitan dengan apa
yang orang-orang gunakan untuk meletakkan objek dan objek apa yang digunakan
untuk melakukaknnya. Selanjutnya, bidang studi budaya material bertujuan untuk
menganalisis bagaimana hubungan-hubungan ini merupakan salah satu cara penting di
mana buday, dan makna yang mendasari budaya ditransmisikan, diterima dan
diproduksi. Objek memiliki berbagai makna simbolis bagi orang, sebanyak kehadiran
fisik mereka penting dalam penataan aspek pragmatis kehidupan sosial. Dalam
penggunaan ilmiah populernya, istilah budaya material umumnya diambil untuk
merujuk pada objek material apa pun (misalnya sepatu, cangkir, pena) atau jaringan
objek material (misalnya rumah, mobil, pusat perbelanjaan) yang orang rasakan,
sentuh, dan gunakan.

2
Kebudayaan material adalah, sesuatu yang mudah dibawa dan dimengerti oleh
sentuhan dan oleh karena itu memiliki keberadaan fisik merupakan salah satu
komponen dari praktik budaya manusia. Selain itu, budaya material juga mencakup
hal-hal yang dapat dilihat oleh penglihatan. Kemampuan untuk memvisualisasikan
budaya material memungkinkannya memasuki dunia fantasi dan keinginan imajiner,
sehingga benda-benda juga bertindak dalam pikiran sebagai 'mimpi dan drama yang
menyenangkan' yang merupakan dasar keinginan yang terus-menerus untuk objek
konsumsi (Campbell, 1987). Penting untuk dicatat bahwa dalam praktek sehari-hari
perbedaan antara unsur-unsur budaya material yang bersifat fisik, terwujud dan
ideasional adalah objek yang tidak dapat dibedakan dan artifisial yang secara kultural
sangat kuat karena dalam prakteknya mereka menghubungkan antara manipulasi fisik
dan mental.
Istilah apa yang paling baik untuk menggambarkan komponen materi dari studi
budaya material? Istilah ‘budaya material’ sering digunakan bersama dengan benda,
objek, artefak, barang, komoditas dan yang lebih baru, aktan. Ada beberapa nuansa
penting dalam arti setiap istilah, yang membantu untuk mendemarkasi konteks di mana
istilah itu harus digunakan. Kita bisa mulai dengan istilah yang paling umum dan
pindah ke yang paling spesifik. Objek, adalah komponen budaya material yang berbeda
yang dapat dilihat melalui sentuhan atau penglihatan. Artefak adalah produk fisik atau
jejak aktivitas manusia. Seperti objek, mereka memiliki kepentingan karena
materialitas atau konkritnya, dan menjadi subjek interpretasi dan pemesanan
retrospektif. Artefak umumnya dianggap sebagai simbol dari beberapa aspek
sebelumnya dari aktivitas budaya atau sosial. Barang adalah objek yang diproduksi di
bawah hubungan pasar tertentu, biasanya diasumsikan sebagai kapitalisme, di mana
mereka diberi nilai dalam sistem pertukaran. Kata komoditas adalah ekspresi teknis
yang terkait dengan konsep baik. Demikian pula, komoditas adalah sesuatu yang dapat
dipertukarkan. Objek masuk dan keluar dari lingkup komoditisasi, sehingga objek yang
sekarang menjadi komoditas mungkin tidak selalu menjadi komoditas karena
penggabungannya ke dalam dunia pribadi atau ritual individu, keluarga dan budaya.
Aktan adalah istilah yang dikembangkan dari pendekatan terbaru dalam sosiologi sains
dan teknologi yang mengacu pada entitas, baik manusia maupun non-manusia yang
memiliki kemampuan untuk bertindak secara sosial. Dengan melarutkan batas antara
orang-orang yang bertindak dan benda-benda yang dilihat sebagai benda mati atau di

3
luar, istilah aktan dirancang untuk mengatasi perbedaan apriori antara dunia sosial,
teknologi dan alam, dan menekankan hubungan yang tak terpisahkan antara manusia
dan benda-benda material.
4. Komentar
Menurut saya setelah membaca bagian pertama dari buku “Understanding Material
Culture” karya dari Ian Woodward, dapat saya tarik kesimpulan bahwasannya objek
(material) memiliki fungsi budaya yakni objek dapat menjadi penanda sosial, penanda
identitas, sebagai situs budaya dan kekuasaan politik. Sebagai penanda sosial dapat
diperoleh dari penjelasan Bourdieu bahwa objek sebagai penanda estetika dan nilai
budaya dapat dibentuk dari nilai estetika ini. Artinya, adanya perbedaan selera, pilihan
estetika, dapat membentuk ketidaksetaraan sosial.
Dalam contoh nyata, di Indonesia sendiri sangat banyak fenomena budaya material.
Salah satunya adalah tentang penggunaan kendaraan roda empat atau mobil. Objek
sebagai penanda sosial dapat dilihat dari sisi penggunaan mobil berdasarkan keindahan
atau estetikanya. Kegemaran dari segi ini membentuk ketidaksetaraan secara sosial,
yang dari sisi ini dapat dilihat pada ketidaksetaraan ekonomi serta status sosial. Mobil
memiliki banyak ragam, dari mulai harga, dari yang paling mahal hingga yang paling
murah. Mobil yang mahal tentu memiliki nilai estetika yang lebih tinggi daripada yang
murah, misalnya saja sedan Mercedes dengan harga milyaran tentu berbeda dengan
mobil sedan LCGC seharga ratusan juta. Pengguna mobil mahal seharga milyaran
pastilah tergolong dari masyarakat kalangan ekonomi atas: konglomerat, pengusaha,
ataupun pejabat. Sebaliknya, pengguna mobil ratusan juta tentu tergolong dalam
kalangan ekonomi menengah atau bawah, misalnya: pedagang, karyawan atau pegawai
swasta.
Keragaman alasan seseorang yang menyukai mobil baik karena fungsi ataupun
karena alasan estetika juga dapat menandakan identitas mereka. Mobil sebagai simbol
fungsi dapat dikaitkan dengan nilai-nilai tradisional sedangkan mobil sebagai fesyen
atau estetika adalah simbol modernitas dan rasionalitas. Dengan demikian, orang yang
menyukai mobil karena simbol fungsi masuk kepada golongan masyarakat tradisional
dan orang yang menyukai mobil karena estetika tergolong masyarakat modern dan
rasional.

Anda mungkin juga menyukai