MAKALAH Batu Ginjal
MAKALAH Batu Ginjal
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
4. Mengapa timbul nyeri pada batu ginjal dan bagaimana
mekanismenya?
C. Tujuan Penulisan
2
8. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab dan mekanisme terjadinya
nokturia pada batu ginjal.
D. Metode Penulisan
3
BAB 2
ISI
A. Definisi
B. Patogenesis
4
sehingga tertimbun di kolektikus akhir (pengumbul). Secara perlahan,
timbunan akan semakin membesar akibat penyatuan dari timbunan-
timbunan selanjutnya sehingga batu ginjal yang ditemukan bervariasi di
setiap duktus kolektikus. Pengendapan ini diperkirakan timbul pada bagian
sel epitel yang mengalami lesi, dan kemungkinan lesi ini juga disebabkan
oleh kristal itu sendiri (Mochammad Sja’bani, 2006). Adanya lesi di
saluran kemih menyebabkan iritasi membran mukosa saluran dan
menyebabkan perdarahan sehingga terjadi hematuria (urin beserta darah).
Lesi ini juga bisa disebabkan oleh gesekan kristal terhadap membran
mukosa ureter dan/atau uretra.
5
terhadap pembentukan kristal kalsium oksalat dibandingkan peningkatan
ekskresi kalsium.
5. Penurunan intake cairan. Diketahui bahwa asupan air yang banyak dapat
menghambat pembentukan kristal menjadi lebih besar, sehingga kristal
yang masih kecil bisa luruh dari dinding tubulus dan dibawa oleh cairan
urin yang banyak untuk dieliminasi.
6
1. Genetik
7
akan diekskresikan melalui urine sehingga meningkatkan resiko
terbentuknya batu ginjal.
5. Aktivitas
8
batu ginjal. Selain itu, pola hidup yang aktif dapat membantu
pembentukan kalsium menjadi tulang. Sebaliknya, gaya hidup yang
kurang bergerak dapat mendorong kalsium beredar dalam darah dan
berisiko menjadi kristal kalsium.
7. Usia
8. Berat badan
Risiko penyakit batu ginjal juga lebih tinggi pada orang dengan
berat badan berlebih (obesitas) karena pada orang dengan berat badan
9
berlebih dapat menyebabkan kelainan metabolisme sehingga mudah
mengendapkan garam-garam kalsium.
9. Jenis kelamin
10
seperempat lingkaran bawah perut, sering kemih, kemih tidak tertahan,
dan nyeri saat kemih.
Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior dan
pada wanita mendekati kandung kemih, sedangkan pria mendekati testis.
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar
biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Lokasi nyeri
tergantung pada lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut
kostovertebral, dapat menyebar ke panggul, abdomen, dan turun ke lipatan
paha atau genitalia. Nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di
pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat
dengan posisi atau tindakan lain. Di kandung kemih, nyeri juga
berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, refleks spasme otot,
prosedur bedah, atau tekanan dari balon kandung kemih.
F. Mekanisme nokturia
Nokturia adalah gejala pengeluaran urine pada waktu malam hari yang
menetap sampai sebanyak 700 ml atau pasien terbangun untuk berkemih
beberapa kali waktu malam ini. Nokturia disebabkan karena hilangnya
pemekatan urine diurnal normal sampai tingkatan tertentu di malam hari.
Pada keadaan normal perbandingan jumlah urine siang hari dan malam
hari 3:1 atau 4:1 . Selain itu, nokturia juga bisa terjadi karena respon
terhadap kegelisahan atau minum cairan yang berlebihan. Nokturia juga
bisa digunakan untuk mengidentifikasi adanya gangguan pada batu ginjal.
11
Hal ini dikarenakan adanya obstruksi aliran karena kemampuan ginjal
memekatkan urine terganggu oleh adanya pembengkakan yang terjadi di
sekitar kapiler peritubulus.
12
Pembahasan Kasus
Definisi Masalah
Pasien yang didiagnosa batu ginjal mengalami nyeri di bagian paha hingga
selangkangan, serta rasa mual yang tidak sampai muntah.
Analisis Masalah
Hipotesis
Pembahasan Kasus
13
Dari kasus di atas, supir tersebut didiagnosa batu ginjal karena
berdasarkan pengkajian, terdapat pasir atau kristal-kristal kecil di dalam urin
pasien. Batu ginjal merupakan komponen kristal yang sering ditemukan di kaliks
atau pelvis ginjal dan bila keluar melalui ureter menimbulkan gesekan, yang
menyebabkan nyeri yang bergantung pada besarnya ukuran kristal tersebut.
Kristal tersebut diketahui berasal dari reaksi penyatuan antara partikel yang saling
melekat ke partikel lain (supersaturasi pembentukan batu). Sebagian besar yang
terdapat di urine seperti kalsium, oksalat, fosfat yang sangat mudah bereaksi dan
membentuk kristal pada proses pemekatan urine di nefron ginjal, tepatnya di
tubulus distal. Pembentukan kristal ini bergantung pada kadar reaktan (promotor)
dan inhibitornya. Seperti contoh, kristal yang sebagian besar terdapat di dalam
urin adalah mengandung kalsium. Kalsium ini sangat reaktan pada asam urat dan
zat yang menghambat reaksi ini adalah sitrat. Jika kadar reaktan (asam urat) di
dalam urine lebih mendominasi daripada inhibitornya (sitrat), maka pembentukan
kristal tersebut akan terjadi dengan mudah. Begitu juga sebaliknya.
Kilas balik tentang nyeri bahwa nyeri dirasakan saat impuls yang
mendominasi A delta sampai ke SSP atau istilah ini dikenal dengan gate control
opened. Nyeri sedikit atau tidak dirasakan saat saraf A beta yang mendominasi
dengan mengeluarkan endorfin sehingga terjadi gate control closed. Namun, kita
tidak membahas proses nyeri secara terperinci. Nyeri yang menjalar ke paha
kanan dan selangkangan berhubungan dengan nyeri ketok di daerah costovetebra
14
dan suprapubik saat dilakukan pemeriksaan fisik. Artinya terjadi destruksi saraf
parasimpatis yang serat-serat praganglionnya terletak di otak dan di sakral korda
spinalis (dekat daerah pubis), sedangkan serat ganglion terminalnya mempersarafi
organ, yang dalam hal ini adalah ginjal.
Asuhan Keperawatan
15
A. Pengkajian
1. Identitas klien:
a. Nama : Tn. M
b. Umur : 40 tahun
c. Alamat :-
d. Agama :-
e. Pendidikan :-
f. Pekerjaan : Supir truk.
g. Diagnosa masuk : Batu ginjal.
2. Keluhan utama:
Nyeri yang hilang timbul pada pinggang kanan sejak 2 bulan yang
lalu dan nyeri bertambah sejak 2 minggu yang lalu. Rasa nyeri menjalar
hingga ke paha kanan bagian dalam sampai ke selangkangan. Nyeri
terutama dirasakan bila lama duduk.
3. Keluhan lainnya:
Saat berkemih kadang timbul nyeri, miksi tidak puas dan terputus-putus.
5. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketok pada region
costovetebra dan region suprapubik. Nyeri ketok costovetebra
menandakan bahwa ada kelainan pada ginjal, obstruksi pada pertemuan
uretropeutrik. Nyeri pada sudut yang terbentuk oleh kosta terakhir dan
vertebra. Nyeri suprapubik adalah nyeri di daerah suprapubis (di bawah
pusar). Saat ini tanda vital normal.
6. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mempunyai tiga tujuan, yaitu:
a. Mengetahui faktor risiko batu ginjal.
b. Mengetahui adanya komplikasi batu ginjal.
c. Mengetahui jenis serta penyebab timbulnya batu ginjal.
16
Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi:
7. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi wajib dilakukan pada klien yang dicurigai
mempunyai batu ginjal. Pemeriksaan rutin meliputi:
a. Foto abdomen dari ginjal, ureter dan kandung kemih (BNO= Blast
Neir Oversicht atau KUB= Kidney Ureter Bladder).
b. USG atau excretory pyelography (Intravenous Pyelography, IVP).
Excretory pyelography tidak boleh dilakukan pada klien dengan alergi
media kontras, kreatinin serum >2 mg/dL, pengobatan metformin, dan
myelomatosis. Pemeriksaan USG dikerjakan pada klien yang tidak
mungkin menjalani IVP. Akan tampak acoustic shadow jika ada batu.
c. CT Scan.
d. IVP.
IVP (Intra Vena Pyelography) untuk melihat fungsi dan anatomi
sistem urinarius. Dilakukan jika batu tidak tampak dengan BNO tetapi
klinis (+) ada batu saluran kemih. Syarat IVP :
1) Klien tidak alergi pada bahan kontras.
2) Ureum dan kreatinin urin dalam batas normal.
3) Tidak hamil.
17
c. Scintigraphy.
B. Diagnosa
C. Intervensi
18
tenang. melaporkan kepada staf
3. Tidak
perawatan setiap
gelisah,tidak
perubahan karakteristik
merintih.
nyeri yang terjadi.
3. Jelaskan penyebab nyeri
dan pentingnya
melaporkan kepada staf
perawatan setiap
perubahan karakteristik
nyeri yang terjadi.
4. Bantu atau dorong
pernapasan dalam,
bimbingan imajinasi dan
aktivitas terapeutik.
5. Bantu atau dorong
peningkatan aktivitas
(ambulasi aktif) sesuai
indikasi disertai asupan
cairan sedikitnya 3-4
liter perhari dalam batas
toleransi jantung.
6. Perhatikan peningkatan
atau menetapnya
keluhan nyeri abdomen.
7. Kolaborasi pemberian
obat sesuai program
terapi:
a. Analgetik.
b. Antispasmodik.
c. Kortikosteroid
8. Pertahankan patensi
kateter urine bila
diperlukan.
19
berhubungan eliminasi urine urine, catat adanya
dengan stimulasi tidak terjadi. keluaran batu.
2. Tentukan pola berkemih
kandung kemih
normal klien dan
oleh batu, iritasi Kriteria:
perhatikan variasi yang
ginjal dan ureter, 1. Haematuria
terjadi.
obstruksi mekanik tidak ada.
3. Dorong peningkatan
2. Piuria tidak
dan peradangan.
asupan cairan.
terjadi.
4. Observasi perubahan
3. Rasa terbakar
status mental, perilaku
tidak ada.
4. Dorongan ingin atau tingkat kesadaran.
5. Pantau hasil
berkemih terus
pemeriksaan
berkurang.
laboratorium (elektrolit,
BUN, kreatinin).
6. Berikan obat sesuai
indikasi:
a. Asetazolamid
(Diamox), Alupurinol
(Ziloprim).
b. Hidroklorotiazid
(Esidrix, Hidroiuril),
Klortalidon
(Higroton).
c. Amonium klorida,
kalium atau natrium
fosfat (Sal-Hepatika).
d. Agen antigout mis:
Alupurinol
(Ziloprim).
e. Antibiotika.
f. Natrium bikarbonat.
g. Asam askorbat
7. Pertahankan patensi
kateter tak menetap
(uereteral, uretral atau
nefrostomi).
20
8. Irigasi dengan larutan
asam atau alkali sesuai
indikasi.
9. Siapkan klien dan bantu
prosedur endoskopi.
21
interpretasi 1. Berpartisipasi 3. Diskusikan program
terhadap dalam program obat-obatan, hindari
informasi, pengobatan. obat yang dijual bebas.
2. Menjalankan diet. 4. Jelaskan tentang tanda
keterbatasan
atau gejala yang
kognitif, kurang
memerlukan evaluasi
akurat/lengkapnya
medik (nyeri berulang,
informasi yang
hematuria, oliguria).
ada.
5. Tunjukkan perawatan
yang tepat terhadap luka
insisi dan kateter bila
ada.
D. Implementasi
Lakukan tindakan sesuai dengan apa yang harus dilakukan pada saat itu
dan catat apa pun yang telah dilakukan pada klien.
E. Evaluasi
Evaluasi tidakan yang telah diberikan. Jika keadaan klien mulai membaik,
hentikan tindakan. Sebaliknya, jika keadaan klien memburuk, intervensi harus
mengalami perubahan.
Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan batu ginjal adalah untuk menghilangkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah kerusakan neuron, mengendalikan infeksi, dan
mengurangi desktruksi yang terjadi. (Suddart, 2011; 1462-1465).
Penatalaksanaan keperawatan
22
1. Meningkatkan asupan cairan bertujuan untuk meningkatkan aliran urine
dan membantu mendorong batu. Asupan cairan dalam jumlah yang besar
pada orang-orang yang rentan mengalami batu ginjal dapat mencegah
pembentukan batu. Minum air putih sebanyak-banyaknya atau sekurang-
kurangnya dua liter setiap hari, agar garam-garam yang ada di kantung
kemih tidak keruh dan mengkristal.
2. Modifikasi makanan, dapat mengurangi kadar bahan pembentuk batu, bila
kandungan batu sudah teridentifikasi.
3. Batasi konsumsi makanan yang banyak mengandung zat kalsium oksalat
dan asam urat.
4. Mengubah pH urine sedemikian untuk meningkatkan pemecahan batu.
Penatalaksanaan medis
1. Pengurangan nyeri
Tujuan dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah untuk
mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan. Morfin atau
meperiden untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa,
mandi air panas atau hangat di area panggul, pemberian cairan, kecuali
untuk klien muntah atau menderita gagal jantung kongestif. Tujuan dari
pemberian cairan adalah untuk mengurangi konsentrasi kristaloid urine,
mengecerkan urine, dan menjamin haluaran yang besar serta
meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang di belakang batu sehingga
mendorong masase batu ke bawah.
2. Pengangkatan batu
23
pembentukan batu serta anjurkan klien untuk bergerak agar mengurangi
pelepasan kalsium dari tulang. Pemberian terapi diet rendah protein,
rendah garam adalah untuk memperlambat pertumbuhan batu ginjal atau
membantu mencegah pembentukan batu ginjal.
a. Batu kalsium: kurangi diet yang mengandung kalsium dan fosfor;
obat untuk mengasamkan urine, seperti amonium klorida,
Lithostat.
b. Batu fosfat: diet rendah fosfor, seperti jel aluminium hidroksida.
c. Batu urat: diet rendah purin, seperti alopurinol (Zyloprim).
d. Batu sistin: diet rendah protein, seperti penisilamin.
e. Batu oksalat: pertahankan keenceran urin dan batasi masukan
oksalat, seperti banyak mengkonsumsi sayuran berdaun hijau,
buncis, coklat, teh dan kopi.
6. Uretroskopi
24
Visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan suatu alat
ureteroskop melalui sistokop. Batu dapat dihancurkan dengan
menggunakan laser.
7. Pelarutan batu
Infus cairan kemolitik, misal: agens pembuat basa (alkylating) dan
pembuat asam (acidifying) untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai
alternatif penanganan untuk pasien kurang berisiko terhadap terapi lain
dan menolak metode lain atau mereka yang memiliki batu yang mudah
larut (struvit).
8. Pengangkatan bedah
25
BAB 3
PENUTUP
26
dirasakan di area sudut kostovertebra. Apabila batu turun ke dalam ureter,
klien akan mengalami nyeri yang hebat, kolik, dan rasa seperti ditikam.
Selain itu, gejala klien dengan batu ginjal, yakni nokturia yang merupakan
gejala pengeluaran urine pada waktu malam hari yang menetap sampai
sebanyak 700 ml atau pasien terbangun untuk berkemih beberapa kali
waktu malam ini. Gejala-gejala di atas cukup membuktikan bahwa
seseorang mengidap batu ginjal. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa
keperawatan diharapkan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
patofisiologi batu ginjal sehingga dapat menerapkan asuhan keperawatan
yang tepat pada klien dengan batu ginjal. Pada tahap pengkajian
diharapkan dapat dilakukan dengan teliti dan baik sehingga diagnosa yang
timbul pun akurat. Jika diagnosa akurat, maka dapat direncanakan
perencanaan asuhan keperawatan dengan tujuan dan kriteria hasil yang
tepat sehingga dapat diintervensi dengan benar. Ketika diintervensi dengan
benar, maka saat evaluasi pun akan terlihat bahwa asuhan keperawatan
yang direncanakan berhasil dan tidak menutup kemungkinan akan
mengurangi kasus batu ginjal di Indonesia dan di dunia.
Daftar Pustaka
Baradero, Mary et al. (2009). Klien dengan Gangguan Ginjal. Jakarta: Penerbit
Kedokteran EGC.
Jakarta: EGC.
Kedokteran EGC.
27
Kuncoro, Sri dan Soenanto, Hardi. (2005). Hancurkan Batu Ginjal dengan
Kedokteran EGC.
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2d3keperawatan/207303020/bab2.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30750/4/Chapter%20II.pdf
http://rspondokindah.co.id/rspi/Download-document/135-Full-Download-Edisi-8-
2475-KB.html
28