PENUTUP...............................................................................................
Kesimpulan Saran..............................................................................
DAFTAR PUSTKA...............................................................................
Artinya: “Sesuatu yang menurut pemikiran yang sehat menunjukkan pada hukum
syara’ yang amali, baik dengan jalan pasti (yakin) ataupun dengan jalan dugaan
kuat.
Al-Quran yang terdiri dari 6.666 ayat, 114 surat, dan dibagi menjadi
30 juz tersebut sangat bijaksana dalam menetapkan hukum, yakni
menggunakan prinsip-prinsip:
1. Memberikan kemudahan dan tidak menyulitkan.
2. Menyedikitkan tuntutan.
3. Bertahap dalam menetapkan hukum.2
4. Sejalan dengan kemashlahatan manusia.3
C. Sumber al-Hadits/as-Sunnah
Menurut bahasa kata as-sunnah berarti jalan atau tuntunan, baik
yang terpuji atau tercela,
1) Hadits qauliy (sunah dalam bentuk ucapan) ialah segala ucapan
Nabi yang ada hubungannya dengan pembinaan hukum. Seperti
hadits Nabi yang menjelaskan semua amal perbuatan
tergantung pada niat.
2) Hadits fi’liy ialah segala perbuatan Nabi saw. yang diberitakan
oleh para sahabat mengenai ibadah dan lain-lain. Misalnya, cara
melaksanakan salat, cara menunaikan ibadah haji, etika puasa,
dan cara menyelenggarakan peradilan dengan menggunakan
saksi sumpah.
3) Hadits taqririy ialah segala perbuatan sahabat yang diketahui
Nabi saw.. Perbuatan-perbuatan tersebut ada yang dibiarkan
saja (pertanda Nabi merestui) dan disebut hadîts taqrir sukutiy.
Ada pula yang dengan tegas dinyatakan kebaikan dan
kebenarannya hadîts taqrîr lafdzis4
Selain dari yang mutawatir, dinamakan hadîts ahad. Hadits ini boleh
dipakai ketika mencocoki syarat-syarat hadits sahih. Hadits
mutawatir tidak perlu syarat-syarat hadits sahih karena hadits ini
lebih dipercaya daripada hadits. Ditinjau dari segi kualitas dan
mutunya, sunah atau hadits ini terbagi menjadi menjadi empat
macam, yaitu:
1) Sunah/Hadîts Shahîh
Yaitu hadits-hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang adil
(baik), kuat hafalannya, sempurna ketelitiannya, sanadnya
bersambung kepada Rasul, tidak cacat, dan tidak
bertentangan dengan dalil atau periwayatan yang lebih
kuat.
2) Sunah/Hadîts Hasan
Yaitu sunah/hadits yang diriwayatkan oleh orang adil (baik),
sanadnya bersambung kepada Rasulullah, tidak cacat, dan
tidak bertentangan dengan dalil atau periwayatan yang
lebih kuat, tapi kekuatan hafalan atau ketelitian rawinya
kurang baik.
3) Sunah/Hadîts Dha’îf
Yaitu sunah/hadits lemah karena rawinya tidak adil, terputus
sanad, cacat, bertentangan dengan dalil atau periwayatan
yang lebih kuat, atau ada cacat lain. Lebih dari 20 macam
hadits dikategorikan dha’îf.
4) Sunah/Hadîts Maudlû’
Yaitu hadits yang dibuat oleh seseorang (karangan sendiri)
kemudian dikatakan sebagai perkataan atau perbuatan
Rasulullah saw.
D. Ijtihad
Ijtihad secara bahasa adalah berasal dari kata al-jahd dan al-juhd
yang berarti kemampuan, potensi, dan kapasitas. Dalam Lisân al-
‘Arab disebutkan bahwa al-juhd berarti mengerahkan segala
kemampuan dan maksimalisasi dalam menggapai sesuatu. Wazn
ifti’âl menunjukkan arti muballaghah (melebihkan) dari kata
dasarnya. Dalam hal ini ijtihad lebih berarti mubalaghah
(mengerahkan kemampuan) daripada arti kata jahada (mampu).
Berdasarkan pengertian ini, ijtihad menurut bahasa artinya
mengeluarkan segala upaya dan memeras segala kemampuan
untuk sampai pada satu hal dari berbagai hal yang masing-masing
mengandung konsekuenssi kesulitan dan keberatan
1. Ijmâ’
Ijma’ menurut bahasa ialah “sepakat atas sesuatu”.
2. Qiyas
Qiyas secara etimologi bermakana menyamakan sesuatu. “Hai
orang-orang mukmin, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya) dan
Ulil Amri di antara kamu lebih baik”.Sedangkan menurut istilah
sebagaimana disampaikan oleh para ulama ahli ushul fiqi.
4. Istihsân
Istihsân menurut bahasa adalah menganggap sesuatu sebagai hal yang
baik. Sedangkan menurut istilah, terdapat perbedaan penjelasan dari
kalangan madzhab,
Istihsân adalah suatu cara untuk mengambil keputusan yang
tepat menurut suatu keadaan. Contoh:Islam sangat melindungi dan
menjamin hak milik seseorang, sehingga proses peralihan dan
pencabutan hak milik tersebut hanya bisa dilakukan dengan
persetujuan pemilik, namun untuk kepentingan umum yang
mendesak, penguasa dapat mencabut hak milik seseorang dengan
5.‘Urf
Mengenai kehujjahan, ‘urf yang sahih dapat dijadikan dasar
pertimbangan mujtahid maupun hakim untuk penetapan hukum
atau keputusan. Banyak ulama Malikiah menetapkan hukum
berdasarkan pada perbuatan-perbuatan penduduk Madinah. Hal
ini menunjukkan bahwa kebiasaan yang telah berlaku di
masyarakat dapat diterima selama tidak bertentangan syarâ’.
Sebaliknya, ‘urf tidak dapat diterima jika bertentangan dengan
syarâ’ baik nash maupun ketentuan umum.
6. Sadd adz-Dzarî’ah
Sadd adz-dzarî’ah diartikan sebagai upaya mujtahid untuk
menetapkan larangan terhadap suatu kasus hukum yang pada
dasarnya mubah (boleh). Larangan itu dimaksudkan untuk
Metode ini lebih tepatnya mengarah pada upaya preventif.
Pmenghindari perbuatan atau tindakan lain yang dilarang.