Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MATA KULIAH EKONOMI KESEHATAN

LANJUTAN ANALISIS BIAYA

KELOMPOK 13
IKM A 2016

Putu Roselya Mutiara 101611133065


Anisa Haq Elhanur 101611133068
Sofina Setiawati 101611133110
Dewi Puji Ayuningrum 101611133171
Arahnca Sevanya 101611133221
Yasmine Nurfirdaus 101611133227

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
2018

1
DAFTAR ISI

Daftar Isi................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN .................................................................................................................... 3
1. Perhitungan Biaya Satuan Rata-rata .............................................................................. 3
2. Pentarifan....................................................................................................................... 6
3.BEP (Break Event Point) ................................................................................................ 9
4.CRR (Cost Recovery Rate) ........................................................................................... 12
PENUTUP ............................................................................................................................ 16
1. Kesimpulan .................................................................................................................. 16
Daftar Pustaka ...................................................................................................................... 17

2
PEMBAHASAN

1. Perhitungan Biaya Satuan Rata – Rata


1.1 Pengertian Biaya Satuan Rata – Rata
Biaya satuan (unit cost) atau biasa juga disebut dengan rata – rata biaya
(average cost), merupakan merujuk kepada jumlah biaya rutin yang selalu
dihabiskan selama satu periode waktu. Dapat dikatakan bahwasannya biaya
satuan merupakan sejumlah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan
suatu barang atau jasa, dimana dalam bidang kesehatan dapat berbentuk
pelayanan dokter maupun obat. Hansen dan Mowen (2003) mengatakan
bahwasannya biaya satuan merupakan total dari suatu unit yang diproduksi,
dibagi dengan jumlah keseluruhan unit yang diproduksi. Dalam bidang
kesehatan, biaya satuan biasanya dipengaruhi oleh tingkat utilitasnya.
Dimana semakin tinggi tingkat utilitasnya, maka semakin kecil biaya satuan
pelayanannya. Biaya satuan sendirii memiliki dua jenis, yaitu :
a. Biaya Satuan Aktual
Biaya satuan aktual merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh unit
produksi barang atau jasa, yang didasari oleh jumlah pengeluaran yang
dibutuhkan dalam proses menghasilkan suatu output besaran tertentu
dalam periode tertentu. Hal ini dapat dihitung dengan membagi biaya
total (TC) dengan jumlah output yang dihasilkan (Q), seperti berikut :
𝑇𝐶
UCa =
𝑄𝑎𝑐
Keterangan:
Uca = Unit Cost Actual
TC = Total Cost
Qac =Actual Quantity

b. Biaya Satuan Normatif


Biaya satuan normatif ialah jumlah biaya yang diperlukan untuk
menghasilkan suatu jenis barang atau jasa sesuai dengan standard yang

3
berlaku, dengan melihat kapasitas serta utilitasnya. Rumusnya sebagaii
berikut :

𝑇𝐹𝐶 𝑇𝑉𝐶
UCn = + atau UCn = AVC + AFC
𝑄𝑐𝑎𝑝 𝑄𝑎𝑐

Keterangan :
UCn =Unit Cost Normative
TFC =Total Fix Cost
TVC =Total Variable Cost
Qcap = Quantity Capacity
Qac = Actual Quantity
AFC =Average Fix Cost
AVC =Average Variable Cost

Dapat kita lihat dari beberapa rumus diatas, bahwasannya konsep


dasar dalam mengetahui biaya satuan adalah membagi antara total cost
(TC) dengan jumlah unit yang diproduksi (Q). Serta dapat disimpulkan,
bahwa biaya satuan dipengaruhi oleh besarnya biaya total yang
mencerminkan tinggi rendahnya fungsi produksi di unit pelayanan
tersebut serta tingkat utilisasinya. Makin tinggii tingkat utilisasi maka
makin besar juga jumlah Q dan makin kecil jumlah biaya satuan suatu
pelayanan. Sebaliknya makin rendah tingkat utilisasinya maka makin
kecil jumlah Q dan akan semakin besar jumlah biaya satuan suatu
pelayanannya.

AC = TC / Q atau AC = FC + TC
2. Pentarifan
2.1. Pengertian dan Tujuan Pentarifan
Tarif adalah nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan dengan ukuran
sejumlah uang berdasarkan pertimbangan bahwa dengan nilai uang tersebut
sebuah rumah sakit atau puskesmas bersedia memberikan jasa kepada
pasien (Trisnantoro, 2006). Pentarifan provider kesehatan sangat

4
diperhatikan oleh rumah sakit baik swasta maupun pemerintah. Bagi
sebagian rumah sakit pemerintah, tarif ditetapkan oleh Surat Keputusan
Menteri dan Pemerintah Daerah sehingga perlu adanya kontrol yang ketat
dari pemerintah yang merupakan pemilik rumah sakit sebagai firma atau
pelaku usaha. Sedangkan tarif Rumah Sakit yang dikelola oleh swasta
ditetapkan oleh Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit atas
persetujuan pemilik Rumah Sakit. Penepatan tarif dibedakan menjadi
beberapa tujuan, antara lain:
a. Pemulihan Biaya(Cost-Recovery)
Penetapan tarif dapat dilakukan untuk meningkatkan pemulihan
biaya (cost recovery). Hal tersebut dapat dijumpai pada keadaan
rumah sakit pemerintah yang subsidinya semakin berkurang. Karena,
pada masa lalu kebijakan swadana rumah sakit pemerintah pusat
diterapkan berdasarkan pemulihan biaya, sehingga muncul anggapan
yang menyatakan bahwa kebijakan swadana berkaitan dengan
naiknya tarif rumah sakit.
b. Subsidi Silang (Cross-Subsidization)
Subsidi silang dapat digunakan untuk mencegah timbulnya
kerugian yang sangat parah pada suatu bagian pelayanan kesehatan
melalui pemanfaatan surplus dari bagian pelayanan kesehatan lainnya.
Contoh, tarif bangsal VIP (dianggap masyarakat ekonomi tinggi)
harus berada di atas unit cost, sehingga surplusnya dapat digunakan
untuk mengatasi kerugian di bangsal kelas III. Contohnya pada
instalasi farmasi.
c. Meningkatkan Penggunaan Pelayanan
Peningkatan kunjungan atau penggunaan layanan kesehatan
dapat dilakukan dengan meningkatkan akses dan mutu pelayanan.
Pemerintah atau rumah sakit selaku povider layanan kesehatan
setidaknya dapat meringankan beban masyarakat miskin yang
memerlukan biaya pengobatan dengan memberikan pengobatan
dengan tarif serendah mungkin. Selain itu, dengan penetapan tarif
yang rendah diharapkan petugas dapat melayananinya sama dengan

5
masyarakat lainnya secara ramah dan cekatan. Karena ketika akses
pelayanan mudah namun mutu yang ditawarkan rendah, dapat saja
membuat konsumen beralih ke provider kesehatan lainnya.
d. Meningkatkan Mutu Pelayanan
Di berbagai rumah sakit pemerintah daerah, kebijakan
penetapan tarif pada bangsal VIP dilakukan berdasarkan pertimbangan
untuk peningkatan mutu pelayanan dan peningkatan kepuasan kerja
dokter spesialis. Sebagai contoh, bangsal VIP dibangun untuk
mengurangi waktu spesialis di rumah sakit swasta. Terlalu lamanya
waktu yang dipergunakan dokter spesialis pemerintah bekerja di
rumah sakit swasta dapat mengurangi mutu pelayanan.
2.2. Proses Penetapan Tarif
a. Penetapan Tarif Rumah Sakit dengan Menggunakan Pendekatan
Perusahaan
Teknik – teknik penetapan tarif pada perusahaan sebagian besar
berlandaskan informasi biaya produksi dan keadaan pasar. Teknik –
teknik tersebut yakni:
1. Full cost pricing
Menetapkan tarif sesuai dengan unit cost ditambah dengan
keuntungan, sehingga analisis biaya merupakan hal yang mutlak
dilakukan. Teknik ini dikritik karena mengabaikan faktor
demand (asumsinya tidak ada pesaing atau demandnya tinggi
sehingga pembeli dipaksa menerima jalur produksi yang tidak
efisien biaya) dan teknik ini membutuhkan penghitungan biaya
yang rumit dan tepat.
2. Kontrak dengan cost plus
Pentarifan disesuaikan berdasarkan kontrak misal kepada
perusahaan asuransi, organisasi, dan lainnya. Dalam kontrak
penghitungan tarif berbasis pada biaya dengan tambahan surplus
sebagai keuntungan. Namun, masih sering menjadi perdebatan
apakah rumah sakit mendapatkan surplus dari kontrak tersebut
atau sebaliknya.

6
3. Target rate of return pricing
Merupakan modifikasi dari model full cost pricing yang
masih berbasis pada unit cost, tetapi faktor demand dan
pesaingnya telah diperhitungkan. Adapun kondisi yang
dibutuhkan oleh teknik ini yakni rumah sakit berani menetapkan
tarif sendiri tanpa harus menunggu persetujuan pihak lain,
rumah sakit harus dapat memperkirakan besaran pemasukan
yang benar, dan rumah sakit mempunyai pandangan jangka
panjang dengan kegiatannya.
4. Acceptance pricing
Pada situasi ini, dapat muncul rumah sakit yang menjadi
pemimpin tarif dan rumah sakit yang lain mengikutinya.
Masalah akan timbul apabila pemimpin harga ini merubah
tarifnya dan para pengikutnya harus mengevaluasi apakah akan
mengikutinya atau tidak.
b. Melihat Pesaing
Karena struktur pasar rumah sakit menjadi sangat kompetitif,
terdapat dua metode dalam hal ini yakni penetapan tarif di atas
pesaing dan penetapan tarif di bawah pesaing. Adapun yang perlu
diperhatikan dalam kelas ini adalah tujuan pentarifan harus jelas dan
berbasis tujuan struktur pasar dan demand, perlu mencari informasi
kualitatif serta pendapatan dievalusi dalam berbagai tingkat harga
dengan asumsi-asumsi lainnya.
c. Penetapan Tarif pada Organisasi Pemerintah
Pemerintah masih mempunyai kewajiban mengatur tarif untuk
menjamin terjadinya pemerataan pelayanan rumah sakit. Pemerintah
perlu menegaskan beberapa komponen biaya penyelenggaraan
rumah sakit tetap disubsidi (gaji, investasi, dll) sehingga rumah sakit
pemerintah mendapat pengaruh langsung dari peraturan-peraturan
atau norma-norma pemerintah.

7
3. BEP (Break Event Point)
3.1 Pengertian Break-Even Point

Break even point merupakan suatu kondisi yang menunjukan di mana


perusahaan tidak mengalami laba maupun juga tidak menderita kerugian.
Titik impas digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran
produk yang diperlukan hanya untuk menutup semua biaya yang terjadi
selama periode tersebut. Besarnya biaya dan pendapatan adalah sama
dengan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi itu dapat
ditutupi oleh penghasilan penjualan. Analisis break even point adalah suatu
teknik untuk menentukan sebuah titik, baik dalam satuan rupiah maupun
unit, untuk menentukan perencanaan tingkat keuntungan di mana terdapat
hubungan antara penerimaan total, biaya total, dan laba total perusahaan
pada berbagai tingkat output. Titik impas sering digunakan para manajer
keuangan untuk menentukan volume penjualan yang diperlukan bagi
perusahaan untuk mencapai titik impas, laba total, dan kerugian pada tingkat
penjualan yang lainnya

3.2 Manfaat Umum Break Event Point

Analisis BEP dengan perencanaan laba mempunyai hubungan kuat


sebab analisa BEP dan perencanaan laba sama-sama berbicara dalam hal
anggaran atau di dalamnya mencakup anggaran yang meliputi biaya, harga
produk, dan volume penjualan, yang seluruhnya mengarah ke perolehan
laba. Selain itu analisa BEP dapat dijadikan tolak ukur untuk menaikkan
laba atau untuk mengetahui penurunan laba yang tidak menakibatkan
kerugian pada industri (Garrison, 2006). Analisis Break Even Point sendiri
memiliki fungsi, yaitu : 1) Mengetahui hubungan antara penjualan, biaya,
dan laba 2) Struktur biaya variabel dan biaya tetap Hal ini dapat dilihat dari
grafik yang menggambarkan BEP dan sebelum menghitung BEP diperlukan
data biaya tetap dan biaya variabel sehingga dapat diketahui strukturnya. 3)
Kemampuan perusahaan memberikan margin untuk menutupi biaya tetap 4)

8
Kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana
perusahaan tidak mengalami laba dan rugi Selanjutnya, dengan adanya
analisis break even point tersebut akan membantu manajer perusahaan
dalam mengambil keputusan untuk meminimalkan kerugian dan
memaksimalkan keuntungan serta memprediksi jumlah produk yang harus
terjual berdasarkan keuntungan yang diharapkan.

3.3 Rumus BEP

Dalam menghitung BEP, menggunakan rumus sesuai pengertian di atas


dimana dapat dijabarkan sebagai berikut.

a) Rumus BEP Unit

R(X) - AVC(X) – FC = P

Keterangan:

R(X) = Total pendapatan, dimana rumusnya tarif dikalikan dengan


jumlah unit.

AVC(X) = Total variable cost dimana rumusnya variable cost per unit
dikalikan dengan jumlah unit.

FC = Total fixed cost

P = Profit

Karena dalam kondisi BEP, profit tidak ada atau sama dengan 0
sehingga rumusnya dapat diturunkan sebagai berikut :

R(X) - AVC(X) – FC =0

R(X) - AVC(X) = FC

(R-AVC) (X) = FC

X = FC / (R – AVC)

9
b) Rumus BEP Pendapatan

Setelah mengetahui berapa unit minimum yang dapat dihasilkan agar


tidak merugi, dapat diketahui pula pendapatan yang didapat pada
kondisi BEP tersebut. Berikut rumus untuk mengetahui pendapatan
pada kondisi BEP.

TR = Tarif x Jumlah Unit pada Kondisi BEP (X)

TR atau Total Revenue pada kondisi BEP merupakan total


pendapatan, dimana didapat dengan mengalikan tarif pelayanan
dengan jumlah unit yang dihasilkan pada kondisi BEP.

4. CRR (Cost Recovery Rate)


4.1 Pengertian Cost Recovery Rate
Cost Recovery Rate (CRR) merupakan nilai dalam persen yang
menunjukkan seberapa besar kemampuan rumah sakit menutup biayanya
dengan penerimaannya dari retribusi pasien (revenue). Menurut Gani (1996)
Cost Recovery Rate adalah indikator efisiensi dan merupakan tingkat
kemampuan mengembalikan biaya dari suatu unit usaha dalam periode
tertentu. Cost Recovery Rate (CRR) merupakan perbandingan antara total
pendapatan dengan total biaya, secara langsung dari setiap perubahan pada
faktor pendapatan dan faktor biaya berdampak pada faktor pendapatan dan
faktor biaya berdampak terhadap Cost Recovery Rate.
Perhitungan Cost Recovery Rate (CRR) bertujuan untuk mengetahui
berapa besar yang telah diperoleh kembali dari keseluruhan total biaya yang
telah dikeluarkan untuk pengadaan suatu barang investasi atau dalam
melaksanakan kegiatan. Proses ini menghasilkan seberapa besar subsidi
diberikan kepada pasien, baik pasien umum maupun pasien askes. Dalam
pembiayaan kesehatan, ukuran yang sering digunakan untuk menilai tingkat
kemandirian pembiayaan kesehatan adalah Cost Recovery (Gani, 1994).
Tingkat Cost Recovery bisa diukur dalam 2 bentuk, yaitu :

10
1. Total Cost Recoveryadalah perbandingan antara pendapatan total
sistem pelayanan kesehatan dengan total biaya yang dikeluarkan dan
dinyatakan dalam persen.
2. Unit Cost Recovery, merupakan perbandingan antara pendapatan total
unit pelayanan dengan total biaya unit yang dikeluarkan dan
dinyatakan dalam persen.

Berdasarkan bentuk tersebut, secara umum, konsep CRR dapat dipahami


sebagai suatu perbandingan antara total pendapatan dan total biaya yang
dikeluarkan. Berikut ini merupakan cara perhitungan yang dapat dilakukan
untuk melihat atau menentukan CRR. Formulasi rumus sebagai berikut:

CRR= Total Pendapatan x 100%


Total Biaya

Total Pendapatan = Tarif x Jumlah Unit


Total Biaya = TFC (Total Fixed Cost) + TVC (Total Variable
Cost)

Dalam pelaksanaannya, CRR berfokus pada kemampuan pelayanan


kesehatan menutup biaya operasionalnya, jika dalam perhitungan CRR
didapat hasil lebih dari 100%, maka hasil tersebut memiliki arti bahwa
pelayanan kesehatan tersebut telah mampu menutup biaya operasionalnya
dengan penghasilan yang didapat dari pasien atau konsumen. Selain itu,
nilai surplus tersebut menyatakan keuntungan yang didapat oleh pelayanan
kesehatan tersebut, jika terjadi defisit atau tidak sampai 100%, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa pelayanan kesehatan tersebut merugi.
Berdasarkan penjelasan diatas maka setiap perubahan pada pendapatan
atau biaya secara langsung berdampak terhadap Cost Recovery Rate
(CRR).Pengelolaan rumah sakit harus dapat mempertahankan hidup dan
mengembangkan rumah sakit dengan biaya mandiri secara bertahap yaitu :
a. CRR jangka pendek, hanya menutupi biaya operasional tanpa
memikirkan biaya investasi. CRR ini mengalokasikan waktu hanya
kurang dari 1 tahun.

11
b. CRR jangka menengah, dapat menutupi biaya operasional dan biaya
pemeliharaan. CRR ini mengalokasikan waktu 5 tahun.
c. CRR jangka panjang, dapat menutupi biaya operasional dan biaya
ivestasi. CRR ini dapat mengalokasikan waktu lebih dari 5 tahun.

Sebagian rumah sakit juga masih sangat bergantung pada subsidi


anggaran yang disediakan oleh pemiliknya atau penyandang dana, baik
Rumah Sakit Pemerintah ataupun Rumah Sakit BUMN. Sehingga,terdapat
tiga strategi pokok yang umumnya dilakukan agar rumah sakit dapat
mandiri dalam hal pembiayaannya, yaitu : meningkatkan tariff,
meningkatkan utilisasi dan meningkatkan efisiensi. Jika tariff yang berlaku
lebih rendah dari biaya satuan, maka tingkat pemulihan biaya akan sulit
dicapai.

4.2 Hubungan Biaya Rata-rata Layanan dengan Tingkat Pemulihan Biaya


atau CRR
Biaya rata-rata layanan merupakan ongkos rata-rata produksi dari setiap
unit output yang dihasilkan, dimana pada satu sisi tingkat pemulihan (cost
recovery) merupakan perbandingan antara pendapatan dan biaya. Feldstein
(1983) menyebutkan bahwa beberapa faktor yang diasumsikan, terkait erat
dengan biaya layanan rumah sakit yang digambarkan dengan hubungan
antara biaya rata-rata layanan dengan faktor-faktor jumlah tempat tidur,
jenis penderita, mutu layanan, derajat beratnya penyakit, penyesuaian upah
(gaji), efisiensi, program pendidikan, dan faktor lain seperti jumlah
penderita rawat jalan. Berdasarkan teori tersebut, terdapat tiga faktor yang
berhubungan dengan CRR yaitu faktor rumah sakit, faktor penderita, dan
faktor kebijakan, yang mana ketiganya terkait erat dengan biaya rata-rata
layanan.

12
PENUTUP

1. Kesimpulan
Biaya satuan (Unit Cost) disebut juga biaya rata-rata (Average Cost)
merupakan biaya yang diperlukan atau dikeluarkan untuk menghasilkan suatu
satuan produk (barang atau jasa) atau dalam bidang kesehatan biaya ini
dihitung untuk setiap pelayanan. Jenis biaya satuan ada dua, yaitu Biaya
Satuan Aktual dan Biaya Satuan Normatif.
Tarif adalah nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan dengan ukuran
sejumlah uang berdasarkan pertimbangan bahwa dengan nilai uang tersebut
sebuah provider kesehatan bersedia memberikan jasa kepada pasien atau
konsumen. Proses penetapan tarif dapat dilakukan dengan menentukan
pendekatan apa yang digunakan seperti dengan pendekatan full cost pricing,
kontrak dengan cost plus, target rate of return pricing, atau acceptance
princing. Setelah menentukan pendekatan, dapat melihat pesaing yang ada.
Kemudian melakukan penetapan tarif sesuai ketentuan dari pemerintah.
Break Event Point (BEP) merupakansuatu kondisi yang menunjukan di
mana perusahaan tidak mengalami laba maupun juga tidak menderita
kerugian. Titik impas digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan
bauran produk yang diperlukan hanya untuk menutup semua biaya yang
terjadi selama periode tersebut. Besarnya biaya dan pendapatan adalah sama
dengan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi itu dapat
ditutupi oleh penghasilan penjualan
Cost Recovery Rate (CRR) adalah nilai dalam persen yang menunjukkan
seberapa besar kemampuan rumah sakit menutup biayanya dengan
penerimaannya dari retribusi pasien (revenue) atau bisa dikatakan sebagai
indikator efisiensi dan merupakan tingkat kemampuan mengembalikan biaya
dari suatu unit usaha dalam periode tertentu. Cost Recovery Rate (CRR)
merupakan perbandingan antara total pendapatan dengan total biaya, secara
langsung dari setiap perubahan pada faktor pendapatan dan faktor biaya
berdampak pada faktor pendapatan dan faktor biaya berdampak terhadap Cost
Recovery Rate.

13
DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, M. Y.dkk. (2016). ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP)


SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA (Studi Pada CV.
Langgeng Makmur Bersama Lumajang Periode 2012-2014). Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 35 No. 2 , 32.
Jodinesa, M. N.dkk. (2018). APLIKASI METODE BREAK EVENT POINT
ANALYSIS PADA ENGINEERING ECONOMICS : STUDI KASUS.
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC .
Aini, Arifah Ridhatul Aini & Rochmah, Thinni Nurul. 2013. Optimalisasi Cost
Recovery Rate Berdasarkan Biaya Satuan Menggunakan Metode
Activity Based Costing. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia
Volume I Nomor 2 April-Juni 2013. [online] Available at:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=133650&val=1097
. Diakses pada 14 Oktober 2018
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2015 Tentang
Pola Tarif Nasional Rumah Sakit.
Trisnantoro, L. 2006. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dalam Manajemen
Rumah Sakit. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

14

Anda mungkin juga menyukai