Anda di halaman 1dari 35

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other
Cerebrovaskular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist
akut yang disebabkan oleh gangguan peredarah darah, dan terjadi secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat ( dalam beberapa jam)
dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang
terganggu.

Definisi stroke menurut WHO Monica Project


Manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam
atau berakir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain dari gangguan
vaskular.

II. EPIDEMIOLOGI

Stroke merupakan masalah utama dalam kesehatan masyarakat, menempati


periingkat tiga teratas sebagai penyebab kematian di kebanyakan negara. Stroke
menyerang 500.000 orang tiap tahunnnya, dan mengakibatkan 150.000 kematian.
Secara keseluruhan, age-adjusted incidence ratesi berkisar antara 100-300 per
100.000 populasi per tahun. Stroke menjadi penyebab utama kecacatan pada orang
dewasa. Stroke menyebabkan kematian sebesar 10% di kebanyakan negara industri,
dan mayoritas kematian terjadi diantara pasien berusia lebih dari 65 tahun. Average
age-adjusted mortality rate 50-100 per 100.000 populasi per tahun di Amerika
Serikat.

Kematian akibat stroke meningkat secara eksponensial sejalan dengan


pertambahan usia. Angkat kematiannya lebih tinggi pada orang-orang kulit hitam.
Lebih dari 80% stroke merupakan stroke infark. Stroke perdaraha intraserebral
sebanyak 10-30% dan frekuensi stroke perdarahan subarakhnoid biasanya 1/3 – ½
dari stroke perdarahan. Diantara pasien stroke iskemik, sebanyak 20-30% disebabkan
oleh kardioemboli, 14-40% disebabkan oleh atheromtrombotik, dan 15-30%
disebabkan oleh infark lakuner akibat penetrating artery disease.
Terdapat perbedaan sex dan ras, dalam distribusi lesi sumbatan
serebrovaskular. Lesi sumbatan ekstrakranial biasanya terjadi pada pria kulit putih,
lokasinya diarteri karotis internal dan arteri vertebralis di leher. Angka kejadiannya 2
x lebih banyak pada pria dan berhubugan erat dengan penyakit sumbatan pembuluh
darah perifer dan koroner, hipertensi sistolik, dan hiperlipidemia. Dibandingkan
dengan pria berkulit putih, orang-orang berkulit hitam, orang-orang Asia, dan wanita
biasanya mempunyai penyakit berat pada arteri intrakranial dan percabangan
perforansnya.

III. KLASIFIKASI

Berdasarkan gambaran klinis dan profil waktu (temporal profile) :

a. Improving Stroke

Pada improving stroke, defisit neurologis sembuh dalam kurun waktu lebih
dari 24 jam sampai 3 minggu.

b. Worsening Stroke

Pada worsening stroke, defisit neurologis menjadi berat secara progresif,


secara kantitatif maupun kualitatif, baik dari anamnesa maupun follow-up.
Progresifitasnya terjadi dalam beberapa menit sampai jam (50%). Berdasarkan
perjalanan klinisnya dapat dibagi menjadi :

- Smooth Worsening
- Sterplike Worsening
- Fluctuating Worsening
c. Stable Stroke
Pada stable stroke, defisit neurologisnya berlangsung lengkap, tidak banyak
berubah lagi dalam perjalanan waktu.
Berdasarkan gambaran patologis intrakranial dan menunjukkan tipe stroke, maka
stroke diklasifikasikan menjadi :

a. Stroke Infark
Terjadi iskemik dan infark otak, dimana ditemukan kematian (nekrosis) pada
sebagian jaringan otak disebabkan oleh berkurangnya Cerebral Blood Flow
(CBF) akibat stenosis atau oklusi pembuluh darah.
Berdasarkan patofisiologinya :
1. Infark Aterotrombotik
Terjadi ketika trombus superimposisi pada aterosklerosis (intra & ekstra
kranial). Trombus ini biasanya terjadi karena kelainan pembekuan darah
(Agregasi platelet)
2. Infark Kardioemboli
Sumbatan emboli berasal dari jantung  red emboli (mudah lisis).
Biasanya terjadi karena kelainan jantung pada:
- Irama : fibrilasi atrial pada orang tua
- Katup : endokarditis, mitral stenosis
- Dinding : Acute Myocard Infarct (AMI)
- Rheumatic heart disease pada dewasa manula.
3. Infark Tromboemboli
Sumber emboli berasal dari fragmen ateromatous plaque di leher
(bifurcatio carotis) artery to artery emboli. Pada tempat percabangan dan
belokan pembuluh darah terjadi peningkatan turbulensi yang berakibat
pada peningkatan shear stress (luka gesek). Terbentuk mikrolesi dimana
endotel menjadi terkoyak  terbentuk plak karena adanya platelet agregasi
 plak lepas karena peningkatan tekanan dalam pembuluh darah
fragmen ateromaous plaque ini menuju arteri yang lebih kecil 
tromboemboli (white trombus/emboli, tidak bisa lisis sendiri).
4. Infark Lakuner
Terjadinya infark-infark kecil.
Small lesions (<4mm), melibatkan arteri penetrans yang kecil dan letaknya
profunda. Arteri penetrans ini merupakan percabangan langsung dari arteri
yang membentuk sudut 90°, misalnya a. Lentikulostriata.
b. Stroke Perdarahan
Berdasarkan letaknya :
1. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Biasanya karena hipertensi yang tidak terkontrol. Terjadi terutama pada
arteri penetrans (a. Cerebri media  a. Lentikulostriata) bisa mengenai
ganglia basalis, thalamus, lobus hemisfer, pons atau cerebellum.
Pada a. Lentikulostriata  akibat hipertensi kronis terjadi peningkatan
tekanan intra lumennya  tunika intima menjadi rusak  terbentuk
mikroaneurisma ( ±1mm)  Charcot- Bouchard aneurysm  bila tekanan
darah meningkat tiba-tiba  bisa pecah dan berakibat perdaraha.
Bisa juga disebabkan akibat penyebab lain yang non- hypertensive yang
biasanya mengenai lobus frontal, misalnya :
- AVM perdarahan terjadi karena tekanan darah dari arteri lebih
besar daripada vena yang dindingnya lebih tipis
- Ruptured arteriosclerotic vessel
- Amyloid angiopathy
- Blood dyscrasia
- Anticoagulant therapy
2. Perdarahan Sub Arakhnoid (PSA)
Penyebabnya antara lain ruptured aneurysm, ruptured AVM, ruptured
angioma atau blood dyscrasia  biasanya ruptur terjadi di sirkulus willis
dan percabangannya (a.komunikans anterior/posterior)  saccular/berry
aneurysm  darah mengisi rongga subarakhnoid dan parenkim otak di
sekitarnya. Atau PSA bisa terjadi sekunder akibat PIS yang masuk melalui
ventrikel.

IV. FAKTOR RISIKO


Beberapa faktor diketahui meningkatkan kecenderungan terjadinya stroke.
Faktor-faktor risiko ini dapat menjadi : (1) faktor risiko mayor yang meliputi
hipertensi, penyakit jantung dna diabetes melitus, (2) faktor risiko minor yang
meliputi dislipidemia, merokok, peningkatan hematokrit, hiperfibrinogenemia,
penyalahgunaan obat-obatan, pil, kontrasepsi, kegemukan. Pada saat ini,
faktor risiko stroke menjadi :
1. Faktor- faktor yang tidak dapat dimodifikasi
- Umur
- Jenis kelamin
- Ras dan etnik
- Herediter
2. Faktor-faktor yang dapat dimodifikasi
- Hipertensi
- Penyakit jantung
- Diabetes Melitus
- Hiperkolesterolemia
- Stenosis karotis asimtomatik
- Merokok
- Alkohol.

Umur

Stroke paling sering terjadi pada usia lebih dari 65 tahun, tetapi jarang ada usia
dibawah 40 tahun.

Jenis Kelamin

Pada pria sering terkena aterosklerosis dibandingkan wanita. Hal ini diperkirakan
berhubungan dengan adanya estrogen yang berfungsi proteksi terhadap proses
aterosklerosis. Tetapi di lain pihak pemakaian hormon estrogen dosis tinggi
menyebabkan kematian akibat penyakit kardiovaskular pada pria. Oleh karena itu
faktor ini sebenarnya masih diperdebatkan.

Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor yang papling diketahui menyebabkan perdarahan


intraserebral primer. Peningkatan tekanan sistolik maupun tekanan diastolik, sama
potensinya dalam menyebabkan stroke (Fisher, Rabkin et al). Studi bersama antara
Veterrans Administration dan laporan oleh Collins menunjukkan bahwa kontrol
hipertensi jangka panjang menurunkan insidensi baik stroke infark aterotrombotik
maupun stroke perdarahan intraserebral.
Mekanisme mengapa hipertensi dapat merangsang aterogenesis tidak
diketahui dengan pasti, namun diketahui bahwa penurunan tekanan darah, secara
nyata menurunkan angka kejadian stroke. Diduga tekanan darah yang tinggi merusak
endotel dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap
lipoprotein. Selain itu juga diduga beberapa jenis zat yang dikeluarkan oleh tubuh
seperti renin, angiotensin dan lain-lain dapat menginduksi perubahan seluler yang
menyebabkan aterogenesis. Dari banyak penelitiaan didapatkan bahwa tekanan darah
tinggi biasanya tidak berdiri sendiri namun bersama-sama penyakit lain yang dikenal
dengan sindrom multifaktorial. Faktor-faktor ini meliputi hiperlipidemia, diabetes
melitus, obesitas dan kurang olah raga.

Hiperlipidemia

Terdapat banyak bukti yang menyokong pendapat bahwa hiperlipidemia berhubungan


dengan aterogenesis. Orang-orang yang menderita kelainan genetik yang
menyebabkan tingginya kadar kolesterol dalam darah biasanya mengalami
aterosklerosis prematur bahkan tanpa adanya faktor risiko lain pada orang tersebut.
Selain itu kolesterol terbukti merupakan komponen utama dalam plak ateroskelrosis.
Jenis kolesterol yang berhubungan dengan aterogensis adalah LDL, sedangkan HDL
dikatakan bersifat protektif terhadap penyakit jantung aterosklerosis karena berfungsi
memfasilitasi pembuangan kolesterol.

Merokok

Mengapa merokok dapat menyebabkan aterosklerosis masih belum dapat diketahui


dengan pasti. Beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan aterogenesis karena
rokok adalah : (1) stimulasi sistem saraf simpatif oleh nikotin, (2) pergeseran O2 yang
terikat dalam hemoglobin oleh CO2, (3) reaksi imunologis langsung pada dinding
pembuluh darah, (4) meningkatnya adhesi trombosit, dan (5) meningkatnya
permeabilitas endotel terhadap lemak karena zat yang terkandung dalam rokok. Selain
itu pada binatang percobaan ditemukan bahwa hipoksia merangsang proliferasi sel
otot polos ; hal yang sama diduga terjadi pula pada orang yang merokok. Peneliti lain
menghubungkan merokok dengan kenaikan tekanan darah secara akut, kenaikkan
reaktivitas trombosit dan penghambatan pembentukan prostasiklin serta kenaikan
kadar fibrinogen dalam plasma.
Diabetes Melitus

Diabetes melitus terbukti sebagai faktor risiko yang kuat untuk semua manifestasi
klinis penyakit vaskular aterosklerotik. Mekanisme peningkatan aterogenesis pada
penderita diebetes melitus meliputi gangguan profil lipid, gangguan metabolisme
asam arakhidonat, peningkatan agregasi trombosit, peningkatan kadar fibrinogen,
gangguan fibrinolisis, disfungsi endotel.

Fibrinogen

Peningkatan kadar fibrinogen plasma berhubungan dengan peningkatan risiko stroke,


namun masih belum jelas apakah peningkatan kadar fibrinogen ini merupakan faktor
risiko atau merupakan refleksi adanya aterosklerosis atau indikator adanya suatu
reaksi inflamasi, mengingat fibrinogen juga merupakan reaktan yang akan di
keluarkan dalam fase akut suatu reaksi inflamasi.

V. ETIOLOGI
Terdapat 2 tipe stroke:
a. Stroke iskemik
Disebabkan oleh interupsi (oklusi trombotik atau embolik) dari aliran darah
serebral di pembuluh darah.
b. Stroke perdarahan
- Akibat perdarahan ke jaringan otak
- Rasio fatalitas yang lebih tinggi dibandingkan stroke iskemik

Penyebab umum stroke iskemik

a. Oklusi atheromatous/trombotik
- Oklusi pembuluh darah atau stenosis (arteri karotis)
- Oklusi pembuluh darah cabang (arteri cerebralis media)
- Perforasi (kecil) oklusi pembuluh darah (infark lakunar)
- Oklusi vena
b. Penyakit non atherotrombotik dinding pembuluh darah
- Penyakit kolagen (rheumatoid artritis atau SLE)
- Vasculitis (polyartritis nodusa, temporal artritis)
- Granulomatous vasculitis (wegener’s granulomatous)
- Lain-lain (sifilis vaculitis, fibromaskular displasia, sarkoedosis, trauma)
c. Embolisasi
- Plak ateromatous di arteri intrakranial atau ekstrakranial dari cabang
arcus aorta (arteri ke arteri)
- Jantung: valvular heart disease, aritmia, ischemic heart disease,
bakterial dan non bakterial endokarditis, atrial myxoma, prosthetic
valves, patent foramen ovale, cardiomyopathy
- Lain-lain: emboli lemak, emboli udara dan emboli tumor.

Penyebab umum stroke perdarahan

- Hipertensi
- Perdarahan intraparenkim
- AVM
- Neoplasma
- Kelainan koagulasi (cth:hemofilia)
- Vasculitis
- Terapi antikoagulan
- Aneurisma
- Trauma
- Kelainan darah (cth: koagulopati, hemoglobinopati)
- DVT

VI. GAMBARAN KLINIS


Stroke Infark
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow
(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi
penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas
yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme
di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti.
Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark. Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak
dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan bersifat reversibel.
Nilai kritis CBF adalah 23ml/100 gram per menit (normal 55 ml). Penurunan
CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat menyebabkan infark. Nilai kritis
CBF yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan adalah diantara 12 sampai 23
ml/100 gram per menit. Pada nilai tersebut terjadi keadaan isoelektrik. Dalam
keadaan perfusi yang marginal (ischemic penumbra), kadar kalium akan meningkat
disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat
reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal.
Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion kalium
dan kalsium. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan
pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan
makanan ke otak.
Sel yang menngalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat dan
aspartat yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel. Keadaan
inilah yang mendorong jejas sel menjadi irreversibel.
Nilai CBF 6 sampai 8 ml/100 gram per menit (infark) ditandai dengan
penurunan ATP, peningkatan kalium ekstraseluler, peningkatan kalsium
intraseluuler dan asidosis seluler. Kalsium yang tinggi di intraseluler akan
menghancurkan membran fofolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain
asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekusor dan prostasiklin dan
tromboksan A2. Prostaksiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah
agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi
trombosit. Pada keadaan normal, prostasklin dan tromboksan A2 berada dalam
keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini
terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Postaglandin, leukotrien dan radikal
bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel
membengkak (edema seluler).
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan
kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi
apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis
dalam keadaan iskemia.

Infark Embolik
Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus di
jantung. Trombus yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah samapai
pada percabangan arteri yang terlalu kecil untuk dilewati.
Emboli yang berasal dari jantung dapat disebabkan oleh :
- Fibrilasi atrial dan aritmia lainnya (dengan penyakit jantung rematik,
atherosklerotik, hipertensi, kongenital ataupun sifilis).
- Infark miokard dengan trombus mural
- Endokarditits bakterial akut dan sub akut
- Penyakit jantuung tanpa aritmia maupun trombus mural (stenosis
mitral, miokarditis)
- Komplikasi bedah jantung
- Katup jantung buatan
- Vegetasi trombotik endokardial non bakterial
- Prolaps katup mitral
- Emboli pradoks dengan penyakit jantung kongenital (patent foramen
ovale)
- Myxoma

Emboli yang tidak berasal dari jantung antara lain :

- Atherosklerosis aorta dan a. Carotis


- Dari tempat pembelahan atau displasia a.carotis dan a. Vertebrobasiler
- Trombus pada v.pulmonalis
- Lemak, tumor, udara
- Komplikasi bedah leher dan thoraks
- Trombosis pada panggul dan ekstremitas bawah pada right - to - left
cardiac shunt

Gejala Klinis

- Dari seluruh jenis stroke, kardioemboli merupakan jenis yang


berkembang paling cepat. Biasanya timbul pada saat beraktivitas dan
timbul mendadak seperti saat dikamar mandi.
- Kadang ditemukan : isolated homonymous hemianopsia atau isolated
aphasia
- Pada pencitraan otak : melibatkan korteks, umumnya pada distribus
percabangan a.cerebri medial dan terdapat kemungkinan infark
perdaraha.

VII. PENEGAKKAN DIAGNOSIS


Dalam menegakkan diagnosis, harus ditemukan empat hal yang menjadi pengertian
stroke sendiri :
- Defisit neurologis fokal atau global
- Berlangsung > 24 jam atau menyebabkan kematian
- Akut atau mendadak
- Dikarenakan semata-mata kelainan pembuluh darah otak

Jika terdapat empat ciri khas stroke di atas, maka bisa dikatakan bahwa pasien
mengalami stroke. Langkah selanjutnya adalah menentukan diagnosis etiologi,
lokalisasi, dan faktor risiko stroke. Untuk itu diperlukan anamnesa, pemeriksaan fisik,
neurologis. Berikut tabel yang menampilkan perbedaan masing-masing jenis stroke :

Tabel 1. Diagnosis Banding antara Stroke Infark, PIS, dan PSA

Kriteria Infark PIS PSA


Anamnesis
TIA + - -
Istirahat + - -
Aktivitas - + +
Nyeri Kepala - + ++
Pem. Fisik
Defisit Neurologis + + ±
Penurunan - + ±
kesadaran
Kaku kuduk - + +
Tekanan darah Sedang Variasi Sedang
Pemeriksaan tambahan
Pungsi lumbal Jernih Xantochrome Gross
haemorrhagic

Tabel 2. Diagnosis Banding berdasarkan anamnesis

Trombosis Emboli PIS PSA


Umur 50-70 tahun Semua umur 40-60 tahun Tak tentu (20-
30 tahun)
Awitan Bangun tidur Aktivitas Aktivitas Aktivitas
Gejala Bertahap Cepat Cepat Cepat
Peringatan + + - -
Sakit kepala - - ++ ++++
Muntah - - ++ ++++
Kejang - - ++ ++++
Vertigo +/- - - -

Tabel 3. Diagnosis banding berdasarkan gambaran klinis

Klinis Trombosis Emboli PIS PSA


Kesadaran Normal Normal Menurun Menurun/Normal
GCS >7 >7 <6 <6
Kaku kuduk - - -/+ +
Kelumpuhan Hemiparese Hemiparese Hemiplegia Hemiplegia
Aphasia ++/- ++/- - -
Angiografi Oklusi/stenosis Oklusi/stenosis Medline shift Aneurisma/AVM
Parese N - - + +/-
3,4,6
LP - - +/- ++++
CT Scan Hipodens ke Hipodens Hiperdensitas Hiperdensi di
sentral setelah perifer khas seperti massa subarachnoid
4 – 7 hari seperti baji darah
setelah 4-7 hari

Tabel 4. Diagnosis banding berdasarkan faktor risiko

Trombosis Emboli PIS PSA


Hipertensi +/- - HT Maligna +/-
Kardial ASHD RHD HHD -
Diabetes ++ - - -
Melitus
Dislipidemia ++ - - -
Siriraj Stroke Score

Jenis Pemeriksaan Poin


Kesadaran Kompos mentis 0 X 2,5
Somnolen & Stupor 1
Semikoma & koma 2
Muntah dalam Tidak ada 0 X2
waktu 2 jam Ada 1
Nyeri kepala Tidak ada 0 X2
dalam 2 jam Ada 1
Atheroma Tidak ada 0 X3
Ada 1
Tekanan Diastolik X 0,1
Konstanta -12 -12
Jumlah

Cara penghitungan

SSS = (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan


diastolik) – ( 3 x atheroma) – 12

Nilai SSS

Jika > 1 : Perdarahan otak

Jika < -1 : Infark Otak

Jika -1 < SSS < 1: Diagnosa meragukan.

Skor Gajah Mada (SGM)

Penurunan Nyeri kepala Babinski Stroke


Kesadaran
+ + + Perdarahan
+ - - Perdarahan
- + - Perdarahan
- - + Infark
- - - Infark

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. CT Scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke
infark dengan stroke perdarahan. Pada stroke karena infark, gambaran CT
Scannya secara umum adalah didapatkan gambaran hipodens sedangkan pada
stroke perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens
2. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif)
3. Pemeriksaan Angiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis
atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau
aneurisma pada pembuluh darah.
4. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
5. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT Scan atau MRI
Pada stroke PIS didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna
kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke
infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
6. Pemeriksaan Penunjang lain
Pemeriksaan untuk menentukan faktor risiko seperti darah rutin, komponen
kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar)
elektrolit darah, Thoraks Foto, EKG, Echocardiografi.
STROKE KARDIOEMBOLI

Stroke kardioemboli merupakan salah satu subtipe stroke infark yang terjadi
karena oklusi arteri serebral oleh emboli yang bersumber dari jantung atau melalui
jantung. Hampir 90% emboli yang berasal dari jantung berakhir diotak, sehingga
defisit neurologis sering merupakan manifestasi awal dari penyakit sistemik karena
emboli.

IX. PATOGENESIS
Pembentukan emboli yang menoklusi arteri di otak bisa bersumber dari
jantung sendiri atau berasal dari luar jantung, tetapi pada perjalanannya melalui
jantung, misalnya sel tumor, udara dan lemak pada trauma, parasit dan telurnya.
Yang sering terjadi adalah emboli dari bekuan darah (clots) karena penyakit
jantungnya sendiri. Trombus intracardiak di atrium ventrikel kiri paling sering
menyebabkan emboli, walaupun trombus di atrium, ventrikel kanan dan ekstremitas
dapat menyebabkan emboli otak melalui septal defek di jantung. Trombus di
ventrikel kiri dapat pula terjadi karena proses koagulopati trombosik tanpa disertai
kelainan jantung.
Caplan LR (1991) membagi berbagai tipe dari bahan emboli yang berasal dari
jantung, seperti :
- Trombus merah, trombus terutama mengandung fibrin )aneurisma
ventrikel)
- Trombus putih, agregasi platelet – fibrin (infark miokard)
- Vegetasi endocarditis marantik
- Bakteri dan debris dari vegetasi endocarditis
- Kalsium (kalsifikasi dari katup dan anulus mitral)
- Myxoma dan framen fibroelastoma
a. Pembentukan emboli dari jantung
Pembentukan trombus atau emboli dari jantung belum sepenuhnya diketahui,
tetapi ada beberapa faktor prediktif pada kelainan jantung yang berperan dalam
proses pembentukan emboli, yaitu :
 Faktor Mekanis
Perubahan fungsi mekanik pada atrium setelah gangguan irama (atrial
fibrilasi) mungkin mempunyai korelasi erat dengan timbulnya emboli.
Terjadinya emboli di serebri setelah terjadinya kardioversi elektrik pada
pasien atrial fibrilasi. Endokardium mengontrol jantung dengan mengatur
kontraksi dan relaksasi miokardium, walaupun rangsangan tersebut
berkurang pada endokardium yang intak. Trombus yang menempel pada
endokardium yang rusak (oleh sebab apapun) akan menyebabkan reaksi
inotropik lokal pada miokardium yang mendasarinya, yang selanjutnya
akan menyebabkan kontraksi dinding jantung yang tidak merata, sehingga
akan melepaskan material emboli. Luasnya perlekatan trombus
berpengaruh terhadap terjadinya emboli. Perlekatan trombus yang luas
seperti pada aneurisma ventrikel mempunyai risiko (kemungkinan) yang
lebih rendah untuk terjadi emboli dibandingkan dengan trombus yang
melekat pada permukaan sempit sepeeti pada kardiomiopati dilatasi,
karena trombus yang melekat pada permukaan sempit mudah lepas.
Trombus yang mobile, berdekatan dengan daerah yang hiperkinesis,
menonjol dan mengalami pencairan di tengahnya serta rapuh seperti pada
endokarditis trombotik non bakterial cenderung menyebabkan emboli.
 Faktor aliran darah
Pada aliran laminer dengan shear rate yang tinggi akan terbentuk trombus
yang terutama mengandung trombosit, karena pada shear rate yang tinggi
adesi trombosit dan pembentukan trombus di subendotelial tidak
tergantung pada fibrinogen, pada shear rate yang tinggi terjadi penurunan
deposit fibrin, sedangkan aggregasi trombosit meningkat. Sebaliknya pada
shear rate yang rendah seperti pada stasis alira darah atau resirkulasi akan
terbentuk trombus tergantung atau membutuhkan fibrin, karena pada shear
rate yang rendah pembentukan trombus tergantung pada fibrinogen. Stasis
aliran darah di atrium, merupakan faktor prediktif terjadinya emboli pada
penderita fibrilasi atrium, fraksi ejeksi yang rendah, gagal jantung, infark
miokardium, kardiomiopati dilatasi.
 Proses trombolisis di endokardium
Pemecahan trombus oleh enzim trombolitik endokardium berperan untuk
terjadinya emboli, walaupun pemecahan trombus ini tidak selalu
menimbulkan emboli secara klinik. Hal ini telah dibuktikan bahwa bekuan
(clot) setelah infark miokard, menghilang dari ventrikel kiri tanpa gejala
emboli dengan pemeriksaan echokardiografi. Keadaan kondisi aliran lokal
yang menentukan kecepatan pembentukan deposit platelet disertai dengan
kerusakan endotalium yang merusak proses litik, kedua hal ini akan
menyebabkan trombus menjadi lebih stabil.
b. Perjalanan emboli dari jantung
Emboli yang keluar dari ventrikel kiri, akan mengikuti aliran darah dan masuk
kearkus aorta, 90% akan menuju ke otak melalui a.karotis komunis (90%) dan
a.vertebalis (10%). Emboli melalui a.karotis jauh lebih banyak dibandingkan
dengan a.veterbalis karena penampang a.karotis lebih besar dan perjalanannya
lebih kurus, tidak berkelok-kelok, sehingga jumlah darah yang melalui a.karotis
jauh lebih banyak (300 ml/menit), dibandingkan dengan a.veterbalis
(100ml/menit).
Emboli mempunyai predileksi pada bifurkatio arteri, karena diameter arteri
dibagian distal bifurkasio lebih kecil dibandingkan bagian proksitelnya, terutama
pada cabang a.serebrimedia bagian distal a.basilaris dan a.serebri posterior.
Emboli kebanyakan terdapat di a.serebri media, bahkan emboli ulang pun
memilih arteri ini juga, hal ini disebabkan a.serebri media merupakan percabangan
langsung dari a.karotis interna.
Emboli tidak menyumbat cabang terminal korteks ditempat watershead
pembuluh darah intrakranial, karena ukurannya lebih besar dari diameter
pembuluh darah ditempat itu. Berdasarkan ukuran emboli, penyumbatan bisa
terjadi di a.karotis interna, terutama di karotis sipon. Emboli mungkin menyumbat
satu atau lebih dari cabang arteri.
Emboli yang terperangkap di arteri serebri akan menyebabkan reaksi :
 Endotel pembuluh darah
 Permeabilitas pembuluh darah meningkat
 Vaskulitis atau aneurisma pembuluh darah
 Iritasi lokal, sehingga terjadi vasospasme lokal

Selain keadaan diatas, emboli juga menyebabkan obstruksi aliran darah, yang
dapat menimbulkan hipoksia jaringan dibagian distalnya dan statis aliran darah,
sehingga dapat membentuk formasi rouleaux, yang akan membentuk klot pada
daerah stagnasi baik distal maupun proksimal. Gangguan fungsi neuron akan
terjadi dalam beberapa menit kemudian, jika kolateral tidak segera berfungsi dan
sumbatan menetap. Bagian distal dari obstrupsi akan terjadi hipoksia atau
anoksia, sedangkan metabolisme jaringan tetap berlangsung, hal ini akan
menyebabkan akumulasi dari karbondiaksida CO2 yang akan mengakibatkan
dilatasi maksimal dari arteri, kapiler dan vena regional. Akibat proses diatas dan
tekanan aliran darah dibagian proksimal obstrupsi, emboli akan mengalami
migrasi ke bagian distal.

Emboli dapat mengalami proses lisis, tergantung dari :

 Faktor vaskuler yaitu proses fibrinolisis endotel lokal, yang memegang peran
dalam proses lisis emboli.
 Komposisi emboli, emboli yang mengandung banyak trombosit dan sudah
lama terbentuk lebih sukar lisis, sedangkan yang terbentuk dari bekuan darah
(clot) mudah lisis.

c. Oedem serebri

Oedem serebri didefinisikan sebagai akumulasi cairan yang abnormal di


serebri, yang menyebabkan penambahan volume serebri. Emboli yang
menyumbat arteri serebri secara permanen akan menyebabkan iskemia jaringan
otak, yang menyebabkan kematian sel otak, karena kegagalan energi. Teori ini
menerangkan kehidupan sel tergantung dari homeostasis yang utuh,termasuk
homeostasis seluler yang mempunyai aktifitas seperti pompa ion, transport aktif,
yang prosesnya tergantung dari energi.

Bila ada gangguan dari respirasi seluler seperti iskemia akan menyebabkan
gangguan homeostasis dan terjadi kematian sel. Tipe kematian sel ini disebut
kematian karena kegagalan energi yang mempunyai sifat kematian panekrosis,
yaitu kematian seluruh neuron, sel glia, dan dinding pembuluh darah. Keadaan ini
akan menyebabkan gangguan dari tekanan intraseluler atau membran sel,
sehingga terjadi gangguan transport natrium – kalium, disertai masuknya cairan
ke dalam intra sel. Oedem serebri yang terjadi disebut sebagai oedem serebri
sitotoksik. Evolusi temporal dari infark iskemik mulai dari beberapa menit
sampai beberapa jam dan kerusakan fokal hampir selalu berhubungan dengan
oedem serebri. Selama periode iskemia dan reprfusi dipembuluh darah perifer
akan terjadi deplesi dari neutrofil, mikroglia yang reaktif, makrofag akan
mengeluarkan mediator kimia seperti bradikinin, serotonin, histamin dan asam
arakhinoid yang menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.

Selain hal diatas peningkatan permeabilitas pembuluh darah juga disebabkan


adanya peningkatan tekanan hidrostatik lokal. Iskemia juga menyebabkan
akumulasi dari substansi osmolal, seperti natrium, laktat dan asam organik
lainnya, yang mempermudah terjadinya oedem setelah resirkulasi. Oedem yang
terjadi karena adanya akumulasi cairan secara pasif di ruang interstinal sel
serebri. Oedem ini disebut sebagai oedem serebri vasogenik.secara teoritis oedem
serebri vasogenik tidak akan terjadi selama iskemia serebri yang komplit, tidak
ada aliran, tidak ada oedem. Oedem serebri merupakan karakteristik dari infark
karena emboli, walaupun setiap infark selalu ada menyebabkan oedem serebri
(kadang tidak bermanifestasi). Oedem serebri yang masif biasanya timbul setelah
infark luas yang terjadi setelah oklusi a.serebri media atau a.karotis interna yang
permanen. Hasil otopsi menunjukkan 2/3 dari infark serebri yang luas dengan
oedem serebri berasal dari kardioemboli. Oedem serebri iskemia mencapai
volume maksimal setelah hari ke 3-4 akumulasi cairan diresorbsi setelah hari ke
4-5.

d. Infark berdarah
Disebut infark berdarah bila ditemukan sejumlah sel darah merah diantara
jaringan nekrotik. Pada otopsi ditemukan fokus berupa perdarahan petkhial yang
menyebar sampai perdarahan petkhial yang berkumpul sehingga hampir
menyerupai hematoma yang masif. Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa
nasib emboli yang mengoklusi arteri serebri bisa permanen, migrasi atau lisi, bila
terjadi resirkulasi karena migrasi atau lisis setelah jaringan serebri mengalami
nekrosis, tekanan darah arterial yang normal akan memasuki kapiler yang
hipoksia akan menyebabkan diapedesis dari sel darah merah melalui dinding
kapiler yang hipoksia, makin hebat resirkulasi dan makin berat kerusakan dinding
kapiler akan menyebabkan makin masifnya infark berdarah. Infark berdarah ini
biasanya terletak diproksimal infark.
Penyakit Jantung sebagai sumber Emboli (Caplan 1994) mengelompokkan menjadi :
1. Kelainan dinding jantung, seperti kardiomiopati, hipokinesis dan akinesis dinding
ventrikel pasca infark miokard, aneurisma atrium, aneurisma ventrikel, miksoma
atrium dan tumor lainnya, defek septum dan paten foramen ovale.
2. Kelainan katup, seperti kelainan katup mitral rematik, penyakit aorta, katup
protesis, endokarditis bakterial, endokarditis trombotik non bakterial, prolaps
katup mitral dan kalsifikasi annulus mitral.
3. Kelainan irama, terutama fibrilasi atrium dan sindrom sick anus.

Sumber emboli pada jantung yang menyebabkan iskemia serebri

- IM baru dengan kerusakan endokardium


- IM lama dengan akinetik segmen atau aneurisma dilatasi
- Rematik mitral stenosis
- Rematik mitral regurgasi
- Endokarditis infektif
- Trombotik endokarditis non bakterial
- Lesi jet atau atrial endokardium
- Prolaps katup mitral
- Aorta stenosis kalsifikasi
- Katup protesis
- Kardiomiopati
- Miksoma atrial
- Atrial fibrilasi
- Sindroma sick sinus
- Kalsifikasi pada dasar cuping
- Tumor pada septum sekundum
- Trombus di atrium kiri.

a. Kardiomiopati dilatasi
Pada kardiomiopati dilatasi terjadi gangguan kontraksi ventrikel secara
menyeluruh. Manifestasi penyakit ini terjadi gagal jantung progresif dan aritmia.
Aritmia yang timbul biasanya sebagai ventrikel takikardia dan 20-30% menjadi
atrial fibrilasi kronik. Petogenesa terjadinya trombus dipercaya adanya aliran yang
stasis di intrakavitas. Trombus yang cenderung kecil dan menyebar diseluruh
kapitas dengan predileksi di apeks, tempat stasis aliran maksima. Deteksi trombus
dengan ackhokardiografi ditemukan antara 11-58% pada penderita kardiomiopati
dilatasi, tetapi deteksi trombus ini tidak berkolerasi dengan emboli yang terjadi.
b. Infark miokardium
Komplikasi stroke kardioemboli pada infark miokardium akut (IMA) mencapai
2,5% dari pasien dalam waktu 2-4 minggu. Hasil otopsi menunjukkan, bahwa
prevalensi trombus ventrikel kiri dengan emboli lebih tinggi dari bermanifestasi
klinik. Faktor risiko terbentuknya trombus ventrikel kiri adalah segmen ventrikel
yang hipokinetik atau akinetik (yang menyebabkan stasis aliran darah dan
kerusakan dari permukaan endokardium sebagai faktor trombogenik). Pada
pemeriksaan EEG pada 24 jam pertama setelah awitan dari IMA biasanya tidak
ditemukan trombus ventrikel kiri. Pembentukan trombus mulai terjadi pada hari 1-
7 dan berkembang sampai minggu ke-2. Kurang lebih 1/3 dari trombus akan
menonjol ke dalam rongga ventrikel dan sisanya terbentuk mural atau datar.
Trombus yang bergerak (mobil) dan atau menonjol ke rongga ventrikel
mempunyai resiko emboli lebih tinggi dibandingkan bentuk nural.
c. Aneurisma pasca infark miokardium
Pada aneurisma ventrikel terjadi stasis sirkulasi regional yang merupakan faktor
predisposisi terbentuknya trombus di ventrikel kiri. Trombus biasanya terbentuk
datar, melekat pada permukaan yang luas dan tidak bergerak. Trombus ini jarang
menimbulkan emboli.
d. Miksoma atrium
Tumor primer jantung jinak, biasanya di atrium kiri, insiden jarang biasanya
mengenai dewasa muda dan pertengahan dan sangat jarang menyebabkan stroke.
Gejala yang umum timbul sebagai sekunder dari obstruksi aliran jantung,
manifestasi emboli hanya 20- 45% dan emboli yang ke arteri serebri sekitar 50%
dari kasus. Material emboli terdiri dari 2 tipe platelet fibrin dan fragmen tumor.
e. Defek septum
Kelainan atau defek pada septum mencangkup paten foramen ovale, defek atrio
septal dan fistula pulmonal arteriovenosus yang menyebabkan aliran sistem vena
langsung memasuki aliran arteri dengan membawa material emboli, disebut
sebagai emboli paradoksikal. Pada otopsi didapatkan 30-35% menderita paten
foramen ovale, sedangkan pada pemeriksaan echokardiografi dengan kontras pada
orang normal, didapatkan 10-18%. Emboli paradoksikal sering diduga sebagai
penyebab stroke yang tidak je;as penyebabnya.
f. Kelainan katup mitral rematik
Trombus di ventrikel kiri ditemukan pada 15-17% yang tidak mempunyai riwayat
emboli. Trombus bisa timbul pada penderita dengan stenosis mitral sedang, dan
terbentuk sebagai jet lession yang terbentuk di dinding ventrikel kiri, material
trombus bisa dari klot di atrium kiri atau klot dan kalsium dari katup mitral
sendiri. Emboli berulang sering terjadi 30-75% biasanya dalam waktu 6-12 bulan.
Timbulnya atrial fibrilasi meningkatkan resiko emboli menjadi 4 kali. Risiko
emboli juga meningkat berkolerasi dengan lamanya stenosis mitral.
g. Katup protesis
Katup protesis meningkatkan trombogenik sehingga tromboemboli menjadi
komplikasi morbiditas dan mortalitas yang utama. Rata-rata embolip penderita
dengan katup protesis mitral 3-4% pertahun, sedangkan pada katup aorta protesis
lebih rendah, yaitu 1,2 – 2,2 % pertahun. Komplikasi lain endokarditis katup
protesis yang mempunyai insidensi 2,4% pertahun, menjadi sumber yang sangat
potensial untuk terjadi emboli.
h. Endokarditis bakterial
Insidensi endokarditis bakterial menurun sesuai dengan penuruan dari penyakit
jatung rematik, perkembangan antibiotik dan tindakan operatif tetapi insidensi
stroke karena endokarditis bakterial (15-20%) tidak menurun. Keadaan ini dapat
diterangkan bahwa mayoritas stroke timbul setelah 48 jam terjadinya endokarditis
bakterial dan risiko serta berat emboli lebih tinggi pada infeksi pada stabilacoccus
aureus ataupun epidermidis dengan katup protesis. Stroke dapat pula terjadi tanpa
manifestasi endokarditis bakterial. Komplikasi neurologis ke susunan saraf pusat
bisa menjadi beberapa bentuk yaitu iskemia, hemorrhage, ensefalopati toksik,
meningitis, arteritis, biogenik, aneurisma mikotik, dan perdarahan subarakhnoid,
tergantung dari bagian dan ukuran dari emboliseptik. Prediktif risiko emboli dari
deteksi vegetasi katup dengan echocardiografi tidak sepenuhnya berkorelasi untuk
mengurangi risiko stroke hanya dengan secepat mungkin menanggulangi infeksi
dengan pemberian antibiotik.
i. Endokarditis trombotik nonbakterial (ETN)
Emboli terjadi dari vegetasi steril yang tumbuh pada katup, biasanya penderita
dengan adenocarsinoma paru, pankreasm prostat dan paling banyak malignansi
hematologi. Disebut juga sebagai marantic, terminal dan berrukosa endokarditis.
ETN tipe non infeksi endokarditis pada katup jatung yang normal, vegetasinya
biasanya kecil terdiri dari platelet dan deposit fibrin, patogenesanya masih belum
pasti, tetapi diperkirakan karena perubahan permukaan katup dan keadaan
hiperkoagulasi (DIC,tumor mucin, procoagulan).
j. Porlaps katup mitral (PKM)
PKM merupakan kelainan katup yang terjadi pada 5% populasi umum dan lebih
sering pada wanita muda. Barnett (1980) menemukan 4,7% penderita stroke
dibawah umur 45 tahun disebabkan PKM, dengan pemeriksaan echkardiografi
dengan kontras, ditemukan 40% penderita TIA/stroke dibawah umur 45 tahun
disebabkan PKM. PKM dalam pemeriksaan echokardiografi terlihat pergerakan
yang sangat berlebih dari daun katup ke arah atrium. Secara patologi terlihat daun
katup dan korda tendinae mengalami degenerasi musinous dan fibromatous.
Gejala dari PKM tidak spesifik. Beberapa komplikasi dari PKM adalah
endokarditis bakterial, mitral regurgasi, arritmia, kematian mendadak,
endokarditis trombotik non bakterial, serebral dan retinal iskemia. Trombus bisa
terdapat pada katup mitral yang miksomatous, posterios katup kitral, posterios
dinding atrium, bahkan pada daun katup yang bergerak. Trombus berasal dari
daun katup yang berdegenrasi dan dari fibrin dann platelet.
k. Kalsifikasi annulus mitral (KAM)
KAM merupakan proses kalsifikasi pada orang tua yang sesuai dengan proses
degerasi. Berhubungan erat dengan aterosklerosis koroner, gangguan konduksi
jantung, atrial fibrilasi kronik, kardiomegali, gagal jantung, dan aterosklerosis
a.karotis.
l. Atrial fibrilasi (AF)
Trombus ventrikel kiri pada penderita AF ditemukan 15,8 % sedangkan pada
kontrol hanya 1,7%. Infark serebri 32,3% pada AF sedangkan pada kontrol 11%.
Frekuensi infark serebri meningkat sesuai dengan lamanya AF. Penyebab AF yang
paling sering adalah penyakit jantung rematik dan penyakit jantung iskemik.
Risiko emboli pada AF paling tinggi setelah terjadi kardioversi elektikal atau
reversi spontan keritme sinus. Trombus terbentuk di atrium kanan karena stasis
dari aliran darah. Non valvular atrial fibrilase (NVAF) berinsidensi 2-5% dari
populasi umur 60 tahun, dan prevalensi meningkat sesuai dengan penambahan
usia. NVAF merupakan penyebab mayor stroke kardioemboli dengan infark
serebri masif. Valvular atrial fibrilasi mempunyai risiko stroke 17 kali dari
kontrol.
m. Sindrom Sick Sinus (SSS)
SSS merupakan terminologi disfungsi sinoatrial (SA) yang bermanifestasi
bradikardia (kurang dari 50 denyut permenit), sinus arrest atau sinoatrial block.
SSS bisa timbul pada setiap usia tetapi sering pada orang tua dan berhubungan
dengan penyakit jatung iskemik, kardiomiopati, hipertensi, penyakit jantung
rematik. Terjadinya bradikardi berhubungan dengan supraventrikuler takikardia
dan atrial flutter atau fibrilasi. Patofisiologi terjadinya emboli sama dengan atrial
fibrilasi.

X. MANAJEMEN TERAPI
Pedoman pada stroke iskemik akut
Sebagian besar ahli tidak meromendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut
kecuali terdapat hipertensi berat yang menetap, yaitu tekanan darah sistolik
>220mmHg atau diastolik >120 mmHg.
Pendapat lain menyebutkan obat-obat anti hipertensi yang sudah ada sebelum
serangan stroke, diteruskan pada fase awal stroke dan menunda pemberian obat anti
hipertensi yang baru sampai dengan 7-10 hari pasca awal serangan stroke.
- Tekanan darah diastolik > 140 mmHg atau > 110mmHg akan dilakukan terapi
trombolisis, diperlakukan sebagai penderita hipertensi emergensi, berupa drip
kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin dll
- Tekanan darah sistolik > 230 mmHg dan atau tekanan diastolik 121-140
mmHg , diberikan labetalol IV selama 1-2 menit. Dois labetalol dapat diulang
tiap 10-20 menit sampai penurunan darah yang memuaskan. Setelah
pemberian dosis awal, labetalol dapat diberikan 6-8 jam bila diperlukan (bila
emergensi).
- Jika tekanan darah sistolik 180-230 mmHg dan atau tekanan darah diastolik
105-120 mmHg terapi darurat harus ditunda tanpa adanya tanda perdarahan
intraserebral atau gagal ventrikel jantung kiri. Jika tekanan darah menetap
pada dua kali pengukuran selang 60 menit, maka diberikan 200-300 mg
labetalol 2-3 kali sehari. Pengobatan alternative selain labetalol adalah
nifedipin oral 10 mg tiap 6 jam atau captopril 6,25 – 12,5 mg tiap 8 jam
(urgensi).
- Tekanan sistolik < 180 mg dan atau tekanan diastolik < 105 mmHg terapi
hipertensi biasanya tidak diperlukan.

Obat Trombolitik rtPA

Biasanya obat ini digunakan untuk infark jantung akut untuk melarutkan bekuan
darah yang diperkirakan menyumbat arteri yang terlihat dalam proses stroke iskemik.
Syarat utama adalah waktu pemberian adalah harus sesegera mungkin setelah stroke
iskemik terjadi (<3 jam) agar belum terjadi perubahan sekunder pada dinding
pembuluh darah yang tersumbat dan terutama daerah otak yang diperdarahinya.

Kriteria Eksklusi :

- Bila ada riwayat penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan masa
tromboplastin partial memanjang
- Trombosit < 100.000/mm
- Stroke sebelumnya atau trauma kapitis hebat 3 bulan sebelumnya
- Operasi besaar dalam waktu 14 hari.
- Sistolik sebelum pengobatan > 185 mmHg atau diastolik > 110 mmHg
- Defisit neurologis ringan
- Riwayat perdarahan intrakranial
- Glukosa darah < 50 mg/dL atau > 400 mg/dL
- Kejang pada permulaan stroke
- Perdarahan GI atau urin dalam 21 hari
- Infark miokard baru
- Permulaan stroke tidak dapat dipastikan.
Dosis rtPA IV 0,9 mg/kg BB (maksimal 90 mg). 10% dari dosis sebagai bolus pada
menit pertama, sisanya sebagai infus selama 60 menit  monitor terus di ICU 24 jam
akan adanya perburukan neurologis dan perdarahan.

Peranan neuroprotektif pada stroke iskemik akut


Obat – obat ini diperkirakan dapat melindungi neuron dari zat- zat destruktif yang
dihasilkan oleh proses biokimia yang terjadi pada kematian neuronal seperti glutamat,
kalnat dan lain-lain yang toksik terhadap neuron. Di samping itu kerusakan sel- sel
neuron dapat menyebabkan gangguan membran sel akibat kerusakan pada pompa ion
Ca, Na, K.
Ada dua jenis neuroproteksi ialah
- Neuroproteksi yang mencegah kematian sel akibat iskemik injury ; free radical
scavenger (tirilazad, citicoline dam cerovive) dan stabilisasi membran
(citicholine dan piracetam)
- Neuroprotektan yang mencegah reperfusi injury : abelximab

Neuroprotektan yang ada di Indonesia, yaitu : piracetam dan citicholin

Terapi bedah : carotid endarterectomy, angioplasty, dan catheter embolectomy.


Merupakan terapi terpilih saat ini. Kriteria inklusinya adalah NIHSS > 10, maksimal 8
jam sejak onset serangan.

XI. PENCEGAHAN STROKE


Mengatur pola makan yang sehat
1. Makan yang membantu menurunkan kadar kolesterol
- Serat larut yang banyak terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah,
jagung dan gandum.
- Obat akan menurunkan kadar kolestrol total dam HDL, menurunkan
tekanan darah dan menekan nafsu makan bila dimakan di pagi hari
(memperlambat pengosongan usus)
- Kadang kedele beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid
serum, menurunkan kolestrol total, kolestrol HDL dan trigliserida.
- Mekanisme kerja : menambah eksresi asam empedu, meningkatkan
aktivitas estrogen dan isoflavon, memperbaiki elastisitas arterial dan
meningkatkan aktivits antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL.
- Kasang-kasangan : menurunkan kolestrol LDL dan mungkin
mencegah aterosklerosis.
2. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke
- Makanan/zat yang membantu memecah homosistein seperti asam
folat vitamin B6, B12 dan riboflavin
- Susu dan kalsium mempunyai efek protektif terhadap stroke
- Ikan terutamanya yang berlemak (tuna,salmon) mengandung omega-
3, eicosapentenoic (EPA) dan docosahexanoic acid (DHA) yang
merupakan pelindung jantung dengan efek melindungi terhadap risiko
kematian mendadak, mengurangi risiko aritmia, menurunkan kadar
trigliserida, menurunkan kecenderungan adhesi platelet sebagai
prekursor prostaglandin, inhibisi sitokin, anti inflamasi dan stimulasi
NO endothelia. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 2 kali/minggu.
- Makanan yang kaya vitamin C,E dan beta karoten buahan dan biji-
bijian adalah sumber antioksidan.
- Buah-buahan dan sayuran
3. Rekomendasi tentang makanan :
- Menambah asupan kalsium dan mengurangi asupan natrium
- Minimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan
trans fatty acids seperti kue-kue, krakkers, makanan yang digoreng
dan mentega.
- Mengutamakan makanan yang mengandung poly unsaturated fatty
acids monosaturated fatty acids, makanan berserat dan protein nabati.
- Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu seimbang
- Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal
- Hindari makan dengan densitas kalori rendah dan kualitas nutrisi
rendah
- Utamakan makanan yang mengandung polisakarida (nasi, roti, pasta,
sereal dan kentang).

Menghentikan rokok

Bisa menyebabkan peninggian koagubilitas, viskositas darah, meninggikan tekanan


darah, menaikkan hematokrit dan menurunkan HDL

Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat

Penyalahgunaan obat seperti kokain, heroin penilpropanolamin dan mengkonsumsi


alkohol dalam dosis berlebihan dan jangka panjang (abuse alkohol) akan
memudahkan terjadinya stroke.
Melakukan olahraga yang teratur

Melakukan aktifitas fisik aerobik (jalan cepat, bersepeda, berenang dll) secara teratur
minimun 3 kali seminggu akan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki
kebiasaan makan dan menurunkan berat badan. Efek biologis penurunan aktivitas
platelet, reduksi fibrinogen plasma dan menaiknya aktivitas tissue plasminogen
activator dan konsentrasi HDL.

Menghindari stress dan beristirahat yang cukup

Istirahat yang cukup dan tidur teratur 6- 8 jam sehari. Mengendalikan stress dengan
cara berfikir positif sesuai dengan jiwa sehat menurut WHO, menyelesaikan
pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan mendekatkan pada tuhan YME.

XII. TINDAKAN MEDIS PADA PREVALENSI SEKUNDER STROKE


Sebagian penderita stroke atau dengan riwayatTIA berisiko untuk terserang stroke
atau TIA kembali, untuk itu diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya TIA atau
stroke berulang dan kejadian vaskular lainnya. Upaya untuk mencegah serangan
ulang stroke selain dari pengendalian dengan daya hidup sehat juga mengendalikan
faktor risiko yang dapat diubah, terapi farmakologi dan terapi bedah.
Obat-obat Anti Trombotik untuk Prevalensi Sekunder Stroke
1. Antiplatelet
a. Aspirin
- Dosis dan cara pemberian : 50 -325 mg peroral sekali sehari
- Mekanisme kerja : antiplatelet, menghambat jalur siklooksigenase
- Efek samping : iritasi dan atau perdarahan gastrointestinal
b. Clopidogrel
- Dosis dan cara pemberian : 75 mg peroral sekali sehari
- Mekanisme kerja : antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat
- Efek samping : rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal,
perdarahan gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.
c. Ticlopidin
- Dosis dan cara pemberian : 250 mg peroral 2 kali sehari
- Mekanisme kerja : antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat
- Efek samping : rash, diare , netropenia, iritasi gastrointestinal,
perdarahan gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.
d. Aspirin + Dipiridamol
- Dosis dan cara pemberian : aspirin 25 mg + Dipiridamol SR 200
mg 2 kali sehari.
- Mekanisme kerja : antiplatelet, inhibisi jalur siklooksigenase,
fosfodiesterasi.
- Efek samping : sakit kepala, diare, netropenia, iritasi
gastrointestinal.
e. Cilostazol
- Dosis dan cara pemberian : 100 mg peroral 2 kali sehari
- Mekanisme kerja : antiplatelet, meningkatkan siklik AMP dengan
cara menghambat aktivitas fosfodiesterase III
- Efek samping : palpitasi, infark miokard, unstable angina, sakit
kepala, mual, gangguan fungsi hati, dan rash.
2. Anti Koagulan
Tujuan : pencegahan sekunder stroke dengan faktor risiko fibrilasi atrium.
Seperti warfarin dan dikumarol.
3. Lain-lain seperti statin dan ace inhibitor.

XIII. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Neurologik
a. Edema Otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yang penting stok akibat infark maupun karena
perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan
sitoksik, pada intra dan extraseluler. Edema mencapai maksimum setelah 4
– 5 hari pasca infark, diikuti dengan mengaburnya alur gyrus kortikal dan
seiring pembesaran infark, terjadi pergeseran garis tengah otak (midline
shift). Setelah terjadi midline shift, herniasi transtentorial pun terjadi dan
mengakibatkan iskemia serta perdarahan dibatang otak bagian rostral.
b. Infark berdarah (pada emboli otak)
Emboli otak pada prinsipnya berasal dari jantung dan pembuluh darah
besar ekstrakranial. Emboli yang berasal dari pembuluh darah arteri leher,
biasanya dibentuk dari kombinasi keping darah dan fibrin atau dengan
kolesterol. Atheroma akan mengenai intima awalnya terdapat deposit dari
fatty streak, lalu diikuti oleh plak fibromuskuloelastis pada sel otot intima
yang diisi lemak. Atheroma ini biasanya memiliki ukuran yang lebih besar
daripada ukuran pembuluh darah. Jika terjadi pelebaran yang mendadak
dari plak akibat meningkatnya perdarahanpada tempat tersebut, maka
endotel yang mengandung fibrin dan bekuan darah tadi akan robek dan
terjadi perdarahan. Kebanyakan cenderung sepanang perbatasan yang
diperdarahi oleh anastomosis a.meningeal atau bi;sa di a.serebri media
terdapat di ganglia basalis. Kesadaran pasien tiba-tiba menurun dan
pernafasan mengorok. Pada pemeriksaan pungsi lumbal ditemukan cairan
serebrospinal berdarah.
c. Vasospasme (terutama pada PSA)
Fisher dkk menemukan bahwa spasme sering terjadi pada pembuluh darah
arteri yang dikelilingi oleh sejumlah besar darah subsrachnoid.
Vasospasme ini timbul sebagai akibat langsung dari darah atau sebagian
produk darah, seperti hematin atau produk keping darah, pada dinding
adventitia dari pembuluh darah arteri. Gejala vasospasme berupa
penurunan kesadaran (misalnya bingung, disorientasi, “drowsiness”) dan
defisit neurologis fokal tergantung pada daerah yang terkena. Gejala-gejala
berfluktuatif dan dapat menghilang dalam beberapa hari atau secara
gradual menjadi lebih berat. Mekanisme lain terjadinya vasospasme ialah
sebagai respon miogenik langsung terhadap pecahnya pembuluh darah
serta adanya substansi vasotaktif seperti serotonin, prostaglandin dan
katekolamin.
d. Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagaiakibat ruptur pembuluh darah,
merembes ke dalam sistem venrtikel atau membanjiri ruang subarachnoid
bagian basal, darah tersebut akan memasuki foramen Luschka dan
Magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan kesadaran hingga
pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Gejala akan membaik jika
dilakukan draining ventrikel, dengan ventrikulostomi eksternal atau pada
beberapa kasus dapat dilakukan punksi lumbal. Hidrosefalus sub akut
dapat terjadi akibat blokade jalur cairan serebrospinal oleh darah setelah 2
hingga 4 minggu. Keadaan ini biasanya didahului oleh nyeri kepala,
penurunan kesadaran dan inkontinen.
e. Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbal di suatu tempat akibat
kelainan osmotik.

2. Komplikasi Non-neurologik (akibat proses di otak)


A. Tekanan darah meninggi
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis
terhadap iskemia otak dan tekanan darah turun kembali setelah fungsi otak
membaik kembali. Selain itu tekanan darah tinggi intrakranial, dimana
terjadi iskemia batang otak atau penekanan batang otak. Bila neuron yang
menghambat aktivitas simpatis di batang otak menjadi tidak aktif karena
penekanan batang otak maka akan terjadi hipertensi.
B. Hiperglikemi
Pada stroke, sama seperti iskemi daerah hipothalamus dapat terjadi reaksi
hiperglikemi. Kadar gula darah sampai 150-175 mg% pada fase akut tidak
memerlukan pengobatan. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid
ditemukan gangguan fungsi vegetatif yang bersifat glukosuria dan
keadaan ini berhubungan dengan konsentrasi katekolamin yang tinggi
dalam sirkulasi.
C. Kelainan jantung
Kelainan jantung berupa gangguan ritme jantung atau aritmia jantung
terjadi pada stroke fase akut. Sebanyak 50% menunjukkan ventrikuler
ektopik berat, kelainan lain berupa ventrikuler takikardia, blok AV
komplit dan asistolik. Kelainan ini lebih sering pada gangguan sirkulasi
anterior (sistem karotis). Pada penderita perdarahan subarakhnoid, aritmia
jantung dapat menyebabkan kematian. Kelainan jantung lainnya pada
penderita stroke fase akut berupa kerusakan miokard disertai peninggian
kadar enzim jantung pada serum, aritmia jantung dan peninggian kadar
katekolamin plasma.
D. Kelainan EKG
Perubahan EKG yang ditemukan pada penderita dengan kerusakan
sususan saraf pusat terutama perdarahan subarakhnoid yaitu ST-T
abnormal, gelombang T besar atau terbalik, pemanjangan interval QT dan
gelombang U yang menonjol. Kelainan EKG sering menyerupai penyakit
jantung iskemia dan kadang infark miokard. Frekuensi saat dan lamanya
kelainan tersebut tidak dapat dipastikan, dan dalam pengalaman biasanya
timbul selambat-lambatnya dalam 8 hari setelah onset.
ST-T abnormal
Biasanya terlihat terutama pada hipokalemi dan berbagai gangguan
metabolik.
Gelombang T besar atau terbalik
T terbalik biasanya menandakan adanya suatu iskemia miokard transmural
atau aneurisma.
Gelombang T sangat tinggi paling sering ditemukan pada hiperkalemia
dan hiperkalsemia. Juga ditemukan pada bradikardi, iskemi subendokardi,
cerebrovaskular accident dan left ventricle overload.
Pemanjangan interval QT
Pemanjangan interval QT disebabkan oleh obat-obatan seperti type 1A
anti-arrhytmic agents (quinidine, procainamide, disopyramide) & tricyclic
antidepressants/phenothiazines (hipnotik dan major tranquilizer)
Gangguan keseimbangan elektrolit Hypokalemia, hypocalcemia atau
hypomagnesemia juga menyebabkan pemanjangan interval QT.
Untuk CNS, cerebrovaskular accidents, stroke, seizure, coma,
intracerebral atau brainstem bleeding. Hipertensi, hipotermi dan diet
protein cair juga dapat menyebabkan pemanjangan interval QT.
Gelombang U yang menonjol
Gelombang U yang terbalik paling sering disebabkan oleh penyakit
jantung koroner dan hipertensi.
E. Syndrome Inappropiate Anti Diuretik Hormon (SIADH)
Rangsangan lesi pada daerah hipothalamus dapat menyebabkan
diabetes insipidus atau SIADH, dengan gejala sebagai berikut:
Gejala intoksikasi air (anoreksia, mual, muntah. Letargi, hiperiritabilitas,
delirium bahkan koma)
F. Natriuresis

Perdarahan subarakhnoid pada binatang percobaan, menimbulkan


hiponatremia dan natriuresis disertai gangguan sekresi hormon anti
diuretik. Keadaan ini terjadi pada hari ke 5-6 setelah onset dan dapat
dijumpai pada setiap penderita dengan kelainan intrakranial.

G. Retensi cairan tubuh


1. Hiponatremia

Komplikasi non-neurologik (Akibat imobilisasi):

a. Bronkopneumonia

Merupakan infeksi paru dan sebagai penyebab kematian tersering pada stroke.
Keadaan ini sering terjadi pada penderita yang berbaring terus, terutama
disertai gangguan menelan, gangguan reflek muntah dan reflek batuk dan
akibat gerakan paru yang berkurang. Riwayat merokok dan infeksi paru
misalnya bronkhitis kronis akan meningkatkan risiko terjadinya
bronkopneumonia.

b. Tromboplebitis

Trombosis vena dalam menimbulkan gejala klinikk berupa pembengkakan


pada paha dan betis, sering disertai pitting edem, nyeri lokal dengan
peningggian suhu. Trombosis vena dalam paha pada penderita stroke sering
terjadi pada tungkai yang lumpuh dan sering bersifat subklinis. Tetapi edem
pada tungkai yang lumpuh dan disertai nyeri belum tentu suatu trombosis vena
dalam. Insidensi kelainan ini terjadi pada penderita stroke fase akut.
Trombosis vena dalam terjadi selama 14 hari sesudah onset stroke dengan
puncaknya pada hari ke-5 dan sekitar hari ke-10 setelah onset. Pada penderita
yang idrawat di rumah sakit, hampir 50% terjadi pada betis, 35% pada paha
dan 15% mulai betis yang menjalar ke paha. Trombosis vena dalam dapat
menyebabkan bekuan dalam darah dan bila menjalar ke kranial dapat
menyebabkan emboli paru.

c. Emboli paru

Insiden emboli paru yangb erasal dari vena femoralis dan vena bagian ilio-
inguinal lebih tinggi dibandingkan vena di betis. Emboli paru biasanya terjadi
secara mendadak dan merupakan kasus darurat medik. Emboli paru ditemukan
pada 50% penderita stroke yang meninggal dan kadang-kadang sebagai
penyebab kematian.

d. Depresi

Gangguan emosi terutama kecemasan, frustasi dan depresi merupakan masalah


tersering pada penderita stroke. Depresi sering disalahtaksirkan dengan
motivasi yang kurang, terutama pada penderita dengan gangguan komunikasi
bermakna. Umumnya depresi yang terjadi karena adanya masalah-masalah
yang kompleks misalnya biasa, pekerjaan, kemungkinan cacat seumur hidup
(menetap) dan hubungan dalam perkawinan. Depresi dapat dijumpai walaupun
pada penderita strike dengan cacat yang ringan, karena pada dasarnya setiap
cacat akan mengganggu kehidupan normal yang ada sebelumnya.

e. Nyeri dan kaku pada bahu

nyeri dan kaku pada bahu sisi tubuh yang hemiplegi sangat sering dijumpai
dan biasanya akibat kesalahan berbaring serta kesalahan letak/posisi anggota
gerak yang lumpuh pada fase akut. Nyeri dan kaku pada bahu dapat terjadi
akibat:

 Kontraktur akibat spastis


 “Shoulder-hand syndrome” atau “post hemiplegic reflex sympathetic
dystrophy”. Pada kasus berat terjadi demineralisasi kaput dan kollum
humerus.
 Inflamasi pada jaringan lunak disekelilingi sendi. Keadaan ini terjadi di
akromioklavikula, sendi gleno-humeral, tendon biceps dan bursa
subdeltoid.
 Kalsifikasi ektopik pada jaringan periartikuler
 Fraktur kollum humerus
 Dislokasi sendi bahu, terutama terjadi pada keaddan flasid

f. Spasitisitas umum

Biasanya bersifat ringan, ditemukan pada penderita stroke fase kronik/lanjut

.
g. Radang kandung kemih

Infeksi traktus urinarius terutama pada penderita yang menggunakan kateter .

h. Kemlumpuhan saraf tepi

Pada penderita stroke dapat terjadi lesi kompresi radiks dan saraf tepi yang
bervariasi, terutama akibat anggota gerak yang lumpuh, tidak diletakkan dalam
posisi yang baik. Saraf tepi yang sering terkena adalah N. Radialis, N. Ulnaris,
N. Peroneus komunis dan N. Ishkiadikus.

i. Kontraktur dan deformitas

Kontraktur dapat terjadi mengikuti spastisitas berat yang berlangsung lama.


Terjadinya kontraktur akibat adanya perubahan jaringan lunak disekitar sendi
yang bersifat irreversibel. Kadang-kadang dijumpai keadaan kombinasi
kontraktur dan spastisitas, misalnya deformitas equinovarus dan deformitas
pronasi-fleksi lengan dan tangan.

j. Dekubitus

Dekubitus terjadi pada pasien yang berbaring lama.

k. Atrofi otot

Akibat pasien terlalu lama tidak menggunakan ototnya.

Anda mungkin juga menyukai