Anda di halaman 1dari 3

Mekanisme Neurotransmiter

Sistem saraf bekerja lewat neuron yang saling terhubung satu sama lain lewat celah
sinaps. Transmisi impuls antara neuron satu dengan neuron lainnya pada sinaps dibantu oleh
pelepasan suatu mediator kimiawi yaitu suatu neurotransmiter (Pradnyawati dan Sucandra,
2017).

Neurotransmiter merupakan suatu mediator kimiawi yang dilepaskan ke dalam celah


sinaps sebagai respon terhadap potensial aksi yang telah mencapai ujung saraf. Pelepasan
neurotransmiter bergantung pada kekuatan impuls dan membutuhkan influks ion kalsium
pada terminal pre-sinaps. Neurotransmitter disintesis dan disimpan pada vesikel di sinaps,
badan sel, ataupun dendrit. Vesikel tersebut dapat mengandung lebih dari satu jenis
neurotransmiter (Wulandari dan Hendarmin, 2010). Sekitar 100 substansi diketahui sebagai
neurotransmitter. Beberapa neurotransmitter berikatan dengan reseptor dan langsung
membuka atau menutup channel ion di membran sel. Beberapa neurotransmitter bekerja
perlahan lewat sistem second messengger (m-RNA) untuk mempengaruhi aktivitas kimia
didalam sel. Hasil dari proses neurotransmitter dapat berupa eksitasi ataupun menghambat
hubungan antar sinaps neuron. Banyak neurotransmitter juga merupakan hormon yang
dikeluarkan ke pembuluh darah oleh sistem endokrin dalam organ ke seluruh tubuh. Didalam
otak, beberapa neuron yang disebut sel neurosektretorik juga memproduksi hormon.
Neurotransmitter dapat dibedakan menjadi dua kelas berdasarkan ukurannya, yakni small-
molecule neurotransmitter (Asetilkolin, nitrit oksida/NO, asam amino, biogenik amin, dan
purin) dan neuropeptida (substansi P) (Tortorra dan Derickson, 2009).

A. Asetilkolin
Asetilkolin disintesis dari penggabungan kolin dan asetil-KoA dengan bantuan
katalisasi oleh enzim kolin asetiltransferase. Neuron yang mensintesis dan
melepaskan asetilkolin merupakan neuron yang kolinergik. Ketika potensial aksi
mencapai terminal prasinaps, maka ion Ca masuk melalui channel kalsium kedalam
sel. Masuknya ion Ca akan menyebabkan eksositosis vesikel prasinaps yang
mengandung Ach dan melepaskan Ach ke daerah celah sinaps. Setelah dilepaskan,
Ach segera dihidrolisis oleh enzim asetilkolinesterase. Pelepasan Ach ini berpengaruh
pada kerja jantung (menurunkan denyut jantung), menghambat sinaps sistem saraf
parasimpatik (saraf vagus) (Tortorra dan Derickson, 2009).
B. Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter berjenis monoamin. Neurotransmitter ini
berasal dari asam amino tirosin yang mengalami hidroksilasi. Enzim penting yang
mensintesis dopamin adalah tirosin hidrosilase dan dopa dekarboksilase. Sintesis
tirosin terjadi di hati dan dibawa ke otak oleh tranporter asam amino. Di otak, tirosin
dapat diubah menjadi DOPA dan akhirnya menjadi DOPAMIN. Kofaktor yang
diperlukan dalam mengubah tirosin menjadi DOPA adalah oksigen, besi dan THB
(tetrahidrobiopterin). Kofaktor untuk dopa dekarboksilase adalah PLP (piridoksal
fosfat). Ada 2 reseptor Dopamin : D1 (stimulator) dan D2 (inhibitor). Dopamin
bekerja aktif selama terdapat respon emosional, perilaku adiktif, dan pengalaman
menyenangkan. Neuron penghasil dopamin juga membantu tonus otot dan pergerakan
dari kontraksi otot rangka. Kekakuan otot seperti pada penyakit parkinson disebabkan
karena degenerasi dari neuron penghasil dopamin. Kelebihan akumulasi dopamin juga
diketahui sebagai penyebab schizophrenia (Tortorra dan Derickson, 2009;
Pradnyawati dan Sucandra, 2017).
C. Serotonin
Serotonin (5-HT) berada dalam konsentrasi yang cukup tinggi di otak.
Serotonin berfungsi pada ligand-gated ion channels dan G protein-coupled receptor.
Reseptor serotonin banyak berlokasi pada chemoreceptor trigger zone (suatu area
pada medula oblongata yang menerima impuls yang berasal dari obat-obatan di dalam
darah serta berhubungan dengan pusat pengendali ‘muntah’ di otak). Reseptor
serotonin ini dapat dihambat oleh obat-obatan seperti ondansetron, granisetron dan
obat-obat antiemetik lainnya (Pradnyawati dan Sucandra, 2017). Neurotransmitter ini
berfungsi dalam sensori persepsi, pengaturan temperatur dalam tubuh, mengendalikan
mood, selera makan, dan menginduksi tidur (Tortorra dan Derickson, 2009) .
D. Norephinefrin
Norepinefrin terdapat dalam jumlah yang besar di Ascending Reticular
Activating System (ARAS) dan juga hipotalamus. Neurotransmiter ini memiliki peran
penting dalam mekanisme tidur-bangun dan mekanisme analgesia. Neuron yang
merespon terhadap norepinefrin akan mengirimkan sinyal eksitatorik (melalui α1) dan
sinyal inhibitorik (melalui α2). Sinyal ini akan diteruskan pada otak terutama pada
korteks otak. Mekanisme sedasi oleh dexmedetomidin dibantu oleh aktivasi reseptor
adrenergik α2 pada lokus seruleus dan menghambat nukleus ventro lateral preoptic
(VLPO) dari hipotalamus yang merupakan faktor endogen dalam regulasi mekanisme
tidur-bangun. Jaras-jaras noradrenergik desenden yang mengarah ke bagian dorsal
medula spinalis berperan penting dalam menghambat transmisi sinyal nyeri. Jalur
inilah yang dimodifikasi pada teknik anastesi postoperatif dengan clonidine epidural
serta juga sebagai analgesi selama proses intrapartum (Tortorra dan Derickson, 2009;
Pradnyawati dan Sucandra, 2017).
E. GABA (Gamma aminobutyric acid)
GABA merupakan turunan asam amino g-aminobutirat atau 4- aminobutirat.
Neurotransmitter ini merupakan inhibitor pada saat transmisi presinaps di sistem saraf
pusat dan retina. GABA dibentuk dari dekarboksilasi glutamat oleh ensim glutamat
dekarboksilase (GAD). GABA akan di daur ulang pada sistem saraf pusat melalui
reaksi “GABA shunt” dalam sel glial dan akan diubah menjadi glutamin. Neuron
yang menghasilkan GABA dikenal sebagai GABAnergik, serta mempunyai 2 reseptor
yaitu GABA - A yang mempengaruhi kanal Cl dan GABA - B yang mempengaruhi
kanal kalium. Dalam banyak sinaps, pengikatan GABA dengan reseptor ionotropic
akan membuka channel klorida. GABA hanya ada di sistem saraf pusat. 1/3 sinaps di
otak menggunakan GABA sebagai neurotransmitter. Obat anti kecemasan seperti
diazepam dapat meningkatkan aktivitas GABA. (Harvard University, 2016; Tortorra
dan Derickson, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Harvard University. 2016. “Neuroscience of learning an introduction to mind, brain, health,


and education.” Materi Kuliah. Harvard University.

Pradnyawati, N.P. W dan Sucandra, I. M. 2017. Neurofisiologi. Karya tulis ilmiah.


Universitas Udayana.

Tortorra, G.J dan Derickson, B. 2009. Principles of anatomy and physiology. Jhon Willey
Sons Inc : Philadelphia.

Wulandari, E dan Hendarmin, L. A. 2010. Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran.


Universitas Islam Negeri Jakarta: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai