Anda di halaman 1dari 10

Pe

rrjalanan karier suami Rina Emilda di Kepolisian RI diawali dari Akademi Kepolisian, lulus pada
tahun 1998. Setahun kemudian beliau bertugas di Bengkulu hingga 2005, di mana pada tahu
n 2004 beliau menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Bengkulu berpangkat Komisaris. Dari sit
ulah akhirnya Novel Baswedan ditarik ke Bareskrim Mabes Polri. Kemudian pada Januari 2007
ditugaskan sebagai penyidik untuk KPK dan resmi diangkat menjadi penyidik tetap KPK tahun
2014 lalu.

Karier Novel Baswedan di KPK terbilang bersinar. Beliaulah yang berhasil membawa pulang m
antan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dari pelariannya di Kolombia
. Mengungkap kasus wisma atlet yang turut menyeret anggota DPR Angelina Sondakh. Novel
juga sukses menjebloskan Nunun Nurbaeti ke dalam penjara terkait kasus suap cek pelawat p
ada pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia tahun 2004 lalu. Selain itu, pria lulusan
SMA Negeri 2 Semarang ini juga turut membongkar kasus jual beli perkara Pemilukada deng
an keterlibatan mantan Ketua MK Akil Mochtar.

Tidak berhenti di situ, perannya sebagai ketua tim penyidik dalam kasus dugaan korupsi simul
ator SIM menyeret sejumlah nama petinggi Polri. Keberanian Novel Baswedan menggeledah K
orlantas dan memeriksa mantan Kakorlantas Polri Irjen Djoko Susilo menuai kontroversi. Peristi
wa ini kembali meretakkan hubungan antara KPK dan Polri. Kemudian Kepolisian menjerat No
vel Baswedan dalam kasus penembakan tersangka pencurian sarang walet kala masih bertugas
di Polres Bengkulu. Pada Mei 2015, Novel ditangkap di kediamannya, kawasan Kelapa Gading
, Jakarta Utara.

Berbagai kalangan menilai terdapat kejanggalan dalam kasus ini. Kasus tersebut terjadi pada 2
004 dan sidang etik Polri telah menyimpulkan bahwa Novel Baswedan bukanlah pelakunya. N
amun kenyataannya kasus tersebut dibuka kembali, saat Novel sedang gencar-gencarnya men
gungkap kasus korupsi yang mengobok-obok tubuh Polri.

Pada 11 Maret 2017, Novel disiram memakai air keras oleh orang tak dikenal.[2]

(wikipedia)

17. Novel Baswedan, Penyidik


Pada Oktober 2017, Novel diduga mengirimkan e-mail berisi protes atas rencana Aris Budima
n yang ingin merekrut kepala satgas penyidikan dari Mabes Polri.

Informasi terakhir pada April 2018, Pimpinan KPK menyatakan sudah mempersiapkan sanksi te
rhadap Aris Budiman dan Novel Baswedan.

Terkait dengan hal tersebut, belum ada hasil yang disampaikan oleh pimpinan KPK.

(JawaPos)

logo-kompasiana

1 Februari 2016 14:44 Diperbarui: 1 Februari 2016 14:44 565 4 3

Kisah Kasus Novel Baswedan

Iptu Novel Baswedan (dan anak buahnya), Kasat Reskrim Polres Bengkulu pada 2004, ketika men
angani kasus pencurian sarang walet, terjadi kesalahan prosedur; salah satu tersangka tewas. Sala
h satu anak buah Novel Baswedan menembak mati sang tersangka, karena adanya perlawanan
dan ancaman dari tersangka. Polisi terpaksa membela diri karena terancam dan demi menyelama
tkan diri.

Apa pun alasannya, telah terjadi kematian, sang tersangka telah tewas. Akibatnya, Novel Baswed
an dan anak buahnya harus mengalami pemeriksaan dan disidang dalam sidang kode etik. Hasi
l sidang tersebut, terbit dua surat keputusan,

SK tertanggal 25 Juni 2004, Iptu Novel Baswedan dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran keras
. Surat itu ditandatangani Kepala Polres Kota Bengkulu Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Elia W
asono Mastoko. SK ini diterima oleh Novel Baswedan.
SK 26 November 2004, Iptu Novel Baswedan dijatuhi hukuman disiplin berupa penahanan selam
a 7 hari; ditandangani oleh Kapolres Kota Bengkul AKBP Elia Wasono Mastoko. SK ini tidak diteri
ma oleh Novel Baswedan.

Sampai di titik ini/itu, semua aman-aman saja; kemudian Novel Baswedan pindah ke Jakarta, dan
bermarkas di Gedung KPK - Kuningan Jakarta Selatan. Di markas yang baru ini, ternyata Novel
Baswedan (dengan berbekal pengalaman sebagai Polisi), ia mendapat tangung jawab yang besa
r dan cukup menantang. Sebagai penyidik di KPK, Novel menjadi ketua tim penyidik kasus koru
psi simulator SIM roda empat dan roda dua di Korlantas Polri; hasilnya luar biasa, menyeret ma
ntan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo cs sebagai tersangka, kemudian dipenjarakan.

Agaknya kerja dan karya Novel yang membuka aib institusi darimana ia berasal, telah membuat
gerah banyak pihak, termasuk Polri. Luka dan kasus lama, tahun 204, dibuka kembali, dalam ran
gka menghukum (atau menutup mulutnya!?) Novel Baswedan.

Menurut Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto, "Novel terlibat kasus penganiayaan b
erat yang mengakibatkan tewasnya seorang tersangka pencurian sarang burung walet di Bengkul
u pada 2004. Novel menembak langsung satu orang pencuri sarang burung walet tersebut, dan
Polda Bengkulu hanya menindaklanjuti laporan dari keluarga korban."

Ada yang janggal, menurut Dedi Irianto menyatakan bahwa, Novel Yang menembak mati tersan
gka; apalagi, keluarga korban melihat Novel menembak. Cukup menggelikan dan lucu, 'mencuri
di mana, tertangkap di mana, tewas di mana, namun keluarga tersangka melihat Novel menemb
ak mati tersangka.' Apa memang Novel Baswedan dan anak buahnya begitu tidak profesional, se
hingga menembak mati tersangka ketika ia berada ditengah/bersama keluarganya!? Atau meman
g Dedi Irianto hanya memberi alasan yang dibuat-buat!?

Pada tahun 2004 Novel Baswedan masih bertugas di Polri atau tepatnya di Polda Bengkulu den
gan jabatan Kasatreskrim Polres Bengkulu. Pada saat bertugas anak buah Novel menembak kaki
Iwan Siregar, Tersangka Pencurian Sarang Burung Walet sehingga korban harus dirawat di Ruma
h Sakit untuk beberapa lama. Yang menarik, Iwan Siregar korban yang tertembak kakinya menya
ngkal telah membuat Laporan Polisi yang dilanjutkan dengan upaya penangkapan Novel Baswed
an. Pengacara Iwan mengatakan Iwan hanya membuat surat minta keadilan karena biaya perawa
tan luka kakinya ditanggung sendiri.

Bukti yang dimiliki Polda Bengkulu saat itu hanya berupa foto Luka tembak yang diderita Iwan S
iregar dan belum dapat dipastikan yang menembak adalah Novel Baswedan.

Oleh sebab itu, 5 Oktober 2012, Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto bersama seju
mlah petugas dari Polda Benkulu dan Polda Metro Jaya mendatangi KPK untuk menangkap Nov
el Baswedan.

Jadi, sebetulnya kasus Novel Baswedan pada 2004, yang telah selesai diangkat kembali / keperm
ukaan setelah Novel Baswedan membongkar aib di kepolisian. Kasus 2004, dengan dua model S
K hukuman, dan yang satunya tak pernah dieksekusi. Atau, yang terjadi adalah rencana besar un
tuk melenyapkan siapa pun yang berani membongkar kebusukan di tubuh Polri; atau memang d
isengaja agar KPK kehilangan keberanian untuk menangani kasus-kasus yang melibatkan para bi
ntang di Polri. Ini juga enta lah.

Kriminalisasi terhadap Novel Baswedan

Novel Baswedan 2012 Novel ditugaskan KPK untuk menjadi Penyidik Kasus Stimulator SIM Korlan
tas Polri yang berhasil menjerat dan memenjarakan Irjen Djoko Susilo. Pada saat itu Novel langs
ung dicap sebagai Penghianat dan hendak ditangkap oleh Polri. Saat itu (Oktober 2012) petugas
-petugas dari Bareskrim Polri sudah mengepung gedung KPK untuk menangkap Novel. Kasus No
vel Baswedan itu jelas merupakan Kriminalisasi Polri terhadap Penyidik KPK, karena di dalam KPK
ada Novel Baswedan, perwira menengah Polri; dan ia yang “menjadikan” Irjen Djoko Susilo ma
suk penjara karena kasus Stimulator.
Polri Harus Mengadili Diri Sendiri

Apa mau dikata, Novel Baswedan (akan) menghadapi sidang di PN Bengkulu; info terakhir ada 9
Jaksa Penuntut Umum yang mengadilinya, sementar 60 pengacara akan mendampingi Novel Ba
swedan. Ok lah, kita lihat saja.

Namun, bagi saya, sebelum Polri “menyeret” Novel ke PN Bengkulu, ada baiknya mereka (Polda
Bengkulu) melihat kembali keperistiwa 2004. Ketika itu ada pemeriksaan dan sidang kode etik. T
entu, ada sejumlah perwira polisi dari Polda Bengkulu yang memeriksa dan menga dili Novel Bas
wedan. Hasilnya, mereka menerbitkan dua surat keputusan yaitu,

SK tertanggal 25 Juni 2004, Iptu Novel Baswedan dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran keras
. Surat itu ditandatangani Kepala Polres Kota Bengkulu Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Elia W
asono Mastoko. SK ini diterima oleh Novel Baswedan.

SK No Pol: SKPD/30/XI/2004/P3D tanggal 26 November 2004. Iptu Novel Baswedan dijatuhi huk
uman disiplin berupa penahanan selama 7 hari; ditandangani oleh Kapolres Kota Bengkul AKBP
Elia Wasono Mastoko. SK ini tidak diterima oleh Novel Baswedan.

Dengan demikian, para perwira Polri tersebut melihat dan menerima tindakan Novel Baswedan d
an anak buahnya, sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku, dan bukan tindakan pembunuhan
atau kcriminal.

Lalu, jika sekarang, Novel Baswedan diadili karena pernah membunuh orang; maka seharusnya y
ang terjadi adalah pembatalan Surat Keptusan hasil pemeriksaan dan pengadilan kode etik Polda
Bengkulu tahun 2004. Pembatalan terhadap keputusan tahun 2004 sebagai sua tu keslaahan. It
u hanya bias terjadi jika Mabes Polri memanggil semua perwira yang mengadili Novel Baswedan
pada 2004, memeriksa mereka; dan kemudian memutuskan bahwa Novel Baswedan bukan seke
dar melanggar disiplin namun melakukan pembunuhan. Sayangnya, Mabes Polri atau pun Polda
Bengkulu tidak melakukan hal tersebut; mereka (Polda Bengkulu dan Mabes Polri) belum atau ti
dak membatalkan Surat Keputusan Penghukuman Disiplin (SKPD) No Pol: SKPD/30/XI/2004/P3D t
anggal 26 November 2004.

Lalu, jika Novel Baswedan diadili karena alasan pembunuhan, maka apa dasarnya!? Padahal, pad
a tahun 2004, Polri sendiri lah yang belum menilai atau pun mendapati bahwa Novel melakukan
pelanggaran berat yang menyebabkan orang lain kehilangan nyawanya.

Temuan Ombudsman

Hasil penerlitian Ombudsman menunjukkan bahawa ada rekayasa kasus atau manipulasi dari pr
oses penyidikan dalam pada Novel Baswedan. Hal tersebut adalah

Bareskrim Polri melakukan perbuatan melawan hukum dan melampaui wewenang, melakukan ma
nipulasi dan rekayasa dalam pembuatan Laporan Polisi No Pol: LP-A/ 1265/ X/ 2012/ Ditreskrimu
m tertanggal 1 Oktober 2012 yang dilakukan Brigpol Yogi Hariyanto. Yogi melaporkan Novel ke
Bareskrim. Yogi tidak memenuhi kualifikasi sebagai pelapor karena tidak mengetahui dan menyak
sikan peristiwa tindak pidana penganiayaan yang dituduhkan kepada Novel. Selain itu, pada tahu
n kejadian, Yogi masih berusia 18 tahun dan belum menjadi polisi.

Bareskrim merekayasa penerbitan Surat Keputusan Penghukuman Disiplin (SKPD) No Pol: SKPD/3
0/XI/2004/P3D tanggal 26 November 2004. Surat tersebut pernah ditunjukkan penyidik Polri saat
siding praperadilan bagi Novel. Anggota kuasa hukum Novel, Julius Ibrani, mengatakan, surat ya
ng dimiliki penyidik Bareskrim tersebut dapat dipastikan sebagai surat palsu. Pasalnya, surat terse
but berbeda dari surat asli yang dimiliki Novel dan Polda Bengkulu. Julius membenarkan adanya
surat tindakan disiplin karena Novel bertanggung jawab atas yang dilakukan bawahannya.
Bareskrim melakukan manipulasi dan rekayasa penerbitan Berita Acara Pengambilan Barang Bukti
Proyektil/Anak Peluru tanggal 15 Oktober 2012 yang dilakukan oleh Dr Arif Wahyono, SpF, DFM;
Juli Purwo Jatmiko, SH; Max Mariners, SIK; Drs Maruli Simanjuntak; dan Hartanto Bisma, ST.

Bareskrim melampaui wewenang berupa manipulasi rekayasa penerbitan Berita Acara Pemeriksaan
Laboratoris Kriminalistik No Lab: 2689/BSF/2012 tanggal 9 Oktober 2011 yang dilakukan oleh Ko
mbes Tarsim Tarigan, AKBP Maruli Simanjuntak, AKP Hartanto Bisma, dan Afifah.

Bareskrim melakukan perbuatan melawan hukum berupa penyimpangan prosedur dan pengabaia
n kewajiban hokum dalam melakukan penggeledahan rumah, penggeledahan badan, dan penyita
an yang dilakukan oleh Kombes Prio Soekotjo, AKBP Agus Prasetiyono, dan Kompol SupranaT

Temuan Ombudsman di atas, harusnya menjadi pertimbangan PN Benkulu dan intern Polri; selai
n ada catatan kecil, muncul nama Brigpol Yogi Hariyanto; Polri tidak jujur tentang latar dan siap
a dia yang sebenarnya; apakah ia adalah salah satu keluarga korban, anggota masyarakt atau …!
? Sebab, menurut Polri, Yogi menyaksikan peristiwa penganiayaan tersebut. Pengadilan harus m
embuktikan laporan Yogi jujur, palsu atau rekayasa.

Novel Baswedan Mewakili Generasi Baru, Generasi Perlawanan, atau Generasi Anti Korupsi

Bambang Widjojanto, (Ex) Wakil Ketua KPK, pernah menyatakan bahwa,

" .... kisruh seputar penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan simulator alat uji Surat Izin Men
gemudi melahirkan banyak hikmah. Meskipun kasus itu sempet merembet ke upaya kriminalisasi
penyidik KPK, Komisaris (Pol) Novel Baswedan.

Peristiwa itu menandakan telah lahir generasi baru polisi. Novel -yang baru berpangkat komisaris
, bukan jenderal- menjadi figur yang mewakili generasi tersebut.
Setelah kasus kriminalisasinya terungkap, publik memang spontan berdiri di belakang Novel Basw
edan dan mendukungnya untuk terus mengusut kasus korupsi. Dukungan publik kepada Novel d
an apresiasi yang diberikan oleh media semestinya membuat kepolisian bangga.

Selama ini publik dan media belum pernah memberikan dukungan dan pemberitaan positif pada
seorang polisi, seperti Komisaris (Pol) Novel Baswedan. Polisi yang baik itu tidak hanya dibangg
akan oleh polisi, tapi diidamkan oleh seluruh masyarakat Indonesia.”

Betulkan seperti itu!?

Agaknya, sudah lama ada generasi baru polisi - kepolisian RI, mereka yang mungkin saja gerah
dengan banyak hal yang terjadi di/dalam Institusinya, namun tak bisa berbuat banyak. Hal itu te
rjadi, karena mereka ada dalam garis komando; garis yang tak bisa dilawan. Bisa saja, apa yang
diungkapkan oleh Ex Wakil Ketua KPK itu, memang benar, karena merupakan hasil interaksinya (
secara sosial - kedinasann - jabatan) dengan sekian banyak anggota POLRI yang menjadi bagia
n di/dalam KPK sebagai penyidik KPK.

Jika benar. Maka betul bahwa Novel Baswedan merupakan puncak gunung es di/dalam tubuh p
olisi - kepolisian RI. Mereka adalah para perwira menengah, generasi muda yang mau mengem
balikan hakikat polisi dan menempatkan pada kedudukan yang sebenarnya di hati rakyat.

Jika memang Novel Baswedan adalah puncak gunung es, maka bisa saja masih ada Inspektur, Aj
un Komisaris, dam Komisaris dari kalangan generasi muda, dan seterusnya, sebagai generasi perl
awanan terhadap para bintang - senior mereka; mereka adalah generasi anti korupsi. Betulkah, g
enerasi baru Polri telah lahir!?

So, Selamat Berjuang Novel Baswedan, Jangan Takut


OPA JAPPY | FOTO KOMPAS.COM

SUPLEMEN

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Susanto Ginting meminta Presi
den Joko Widodo (Jokowi) mewujudkan secara nyata pernyataannya soal tak boleh ada kriminalis
asi dalam penegakan hukum. Permintaan Miko itu terkait berkas perkara tersangka Novel Baswe
dan yang dilimpahkan ke pengadilan oleh penuntut meskipun kuat dugaan bahwa kasus tersebut
direkayasa dan bentuk kriminalisasi.

Presiden Jokowi harus mengambil langkah untuk menghentikan kasus ini. Pernyataan lisan beliau
ketika menanggapi penangkapan Novel Baswedan soal jangan ada kriminalisasi, harusnya diwujud
kan secara nyata. Sejumlah fakta yang menguatkan dugaan bahwa kasus Novel merupakan rekay
asa dan salah satu bentuk kriminalisasi.

Pertama, kasus Novel mencuat ke publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani
perkara korupsi dengan tersangka Irjen (Pol) Djoko Susilo, 2012 lalu. Padahal, Novel sudah dipe
riksa secara etik dan diputus tidak bersalah sebagai pelaku (pembunuh). Novel hanya diputuskan
bersalah karena tanggung jawab dia sebagai komandan.

Kedua, pilihan untuk menghentikan perkara ini sempat ada di tangan Kejaksaan Agung, baik den
gan surat keterangan penghentian penuntutan atau deponeering. Namun, pihak kejaksaan tetap
tak mau mematuhi presiden dan malah tetap melimpahkan perkara ini ke pengadilan.

Ketiga, Novel disangka perkara pidana di saat tengah aktif menjadi penyidik di KPK. Dia adalah
penyidik yang aktif menangani kasus-kasus korupsi besar.

Lengkapnya
http://nasional.kompas.com/read/2016/02/01/12050901/Janji.Jokowi.untuk.Lepaskan.Novel.Baswedan.Di
tagih

HALAMAN :

Bonardo Paruntungan 1 Februari 2016 19:43

Saya yakin POLRI ingin menjadi lebih modern dan dicintai masyarakat. Kasus ini terlewat begitu
saja. Semoga Hakim adil dan bermartabat.

Anda mungkin juga menyukai