Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

AUDIT II

AUDIT ATAS SIKLUS PENAGIHAN

Disusun Oleh :
Nadila Dwitantri (33)
Sisilya Fransisca (40)
Tanezia Edrea (42)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntasi


Universitas Trisakti
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan penyusunan paper yang berjudul “Audit atas Siklus
Penagihan”. Adapun tujuan ditulisnya paper ini adalah untuk memenuhi tugas perkuliahan
Audit II serta untuk memberikan informasi kepada para pembaca mengenai bagaimana
pelaksanaan audit atas siklus penagihan yang berkaitan erat dengan piutang dagang usaha.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, yaitu Dr. Heryanto S
Gani, SE, M.Si, Ak. sebagai dosen mata kuliah Audit II, juga pada keluarga, dan rekan-
rekan sekelas yang telah berperan besar dalam membantu terselesaikannya tugas paper ini.

Penulis berharap paper ini dapat berguna bagi pembaca dan dapat menambah
pengetahuan pembaca mengenai pelaksanaan audit terkait piutang dagang usaha. Manusia
pun tak luput dari kesalahan, oleh karena itu, penulis meminta maaf apabila terdapat
kesalahan dan kekurangan dalam paper. Penulis berharap adanya kritik dan saran dari
pembaca demi penyusunan paper yang lebih baik lagi di masa mendatang. Akhir kata,
semoga paper ini dapat berguna bagi para pembaca maupun kami sebagai penulis. Terima
kasih.

Bogor, 27 Februari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
1.3.Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1.Pengertian Piutang ..................................................................................... 3
2.2.Tujuan Audit Terkait dengan Saldo Piutang Dagang ................................ 4
2.3.Metodologi Design Pengujian Perincian Saldo ......................................... 4
2.3.1. Mengidentifikasi Risiko Bisnis Klien yang Mempengaruhi Piutang
Dagang (Tahap I) ........................................................................... 5
2.3.2. Mengidentifikasi Salah Saji yang Dapat diterima dan
Mengevaluasi Risiko Bawaan (Tahap I) ....................................... 6
2.3.3. Mengevaluasi Risiko Pengendalian dalam Siklus Penjualan dan
Penagihan (Tahap I)....................................................................... 6
2.3.4. Mendesain dan Melakukan Pengujian Pengendalian dan
Pengujian Substantif atas Transaksi (Tahap II) ............................. 8
2.3.5. Mendesain dan Melakukan Prosedur Analitis (Tahap III) ............ 9
2.3.6. Mendesain dan Melakukan Pengujian Perincian Saldo Piutang
Dagang (Tahap III) ...................................................................... 10
2.4.Mendesain Pengujian Perincian Saldo .................................................... 10
2.4.1. Piutang Dagang Ditambahkan secara Tepat dan Sesuai dengan
Berkas Utama dan Buku Besar .................................................... 11
2.4.2. Piutang Dagang Dicatat Sesuai Keberadaannya .......................... 12
2.4.3. Piutang Dagang Dicatat secara Lengkap ..................................... 12
2.4.4. Piutang Dagang Dicatat Secara Akurat ....................................... 13
2.4.5. Piutang Dagang Diklasifikasikan dengan Benar ......................... 13
2.4.6. Pisah Batas (Cutoff) dari Piutang Telah Benar ............................ 14
2.4.7. Piutang Telah Dinilai Secara Pantas (Realizable Value) ............. 17
2.4.8. Klien Berhak atas Piutang Dagang .............................................. 19

ii
2.4.9. Penyajian dan Pengungkapan Piutang Dagang ........................... 20
2.5.Account Receivable Confirmation Letter................................................ 20
2.6.Penentuan Konfirmasi ............................................................................. 22
2.6.1. Jenis Konfirmasi .......................................................................... 22
2.6.2. Waktu Pelaksanaan ...................................................................... 25
2.6.3. Sample Size ................................................................................. 26
2.6.4. Pemilihan Sample Pengujian ....................................................... 26
2.6.5. Menjalankan Pengendalian .......................................................... 26
2.6.6. Tindak Lanjut Bila Tidak Ada Tanggapan .................................. 27
2.7.Analisis Perbedaan .................................................................................. 27
2.8.Pengambilan Kesimpulan ........................................................................ 28
2.9.Audit Atas Penerimaan Cash (Kas dan Bank)......................................... 29
2.10. Tujuan Audit Penerimaan Kas ................................................................ 30
2.11. Sistem Pengendalian Intern Kas .............................................................. 31
2.12. Prosedur Pemeriksaan Kas dan Setara Kas ............................................. 32
2.13. Fraud Pada Audit Penerimaan Cash ........................................................ 34
2.13.1. Lapping ........................................................................................ 34
2.13.2. Kitting .......................................................................................... 35
BAB III. PENUTUP
3.1.Kesimpulan.............................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 37

iii
BAB I

LANDASAN TEORI

1.1.Latar Belakang
Istilah auditing telah menjadi salah satu hal yang tidak asing lagi di telinga
masyarakat umum. Pekerjaan terkait audit menjadi salah satu komponen penting yang
sangat berguna mengingat di zaman sekarang ini penipuan dan fraud sering terjadi
sehingga kelayakan sebuah laporan keuangan terkadang diragukan. Dalam proses audit
yang berlangsung, terdapat proses pengujian yang diantaranya adalah pengujian
pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi pada siklus penjualan dan
penagihan. Kedua jenis pengujian tersebut merupakan bagian dari tahap II dalam proses
audit. Setelah memahami kedua pengujian tersebut maka proses audit selanjutnya
adalah melanjutkan ke tahap III dan berfokus pada prosedur analitis substantif dan
pengujian perincian saldo dalam siklus penjualan dan penagihan.
Dalam sebuah transaksi penjualan dan pembelian, pembayaran yang dilakukan
tidak selalu secara tunai, justru yang sering terjadi adalah tidak langsung dilunasi pada
waktu pembelian sehingga muncul istilah piutang bagi pihak penjual. Piutang dagang
usaha yang timbul ini perlu dan penting diperhatikan karena sering kali pengakuan dan
pencatatannya keliru (salah saji). Singkatnya dapat dinyatakan bahwa prosedur audit
sangat diperlukan dalam mengurusi masalah-masalah terkait saldo akun piutang
dagang.
Berdasar pada kondisi-kondisi yang terurai diatas, maka kami merasa perlu untuk
menyusun paper yang berjudul “Audit atas Siklus Penagihan”. Dalam pembahasan,
kami akan memaparkan beberapa materi seperti tujuan terkait saldo piutang dagang,
metodologi design pengujian perincian saldo, design pengujian perincian saldo, surat
konfirmasi piutang dagang, audit atas penerimaan kas, dan fraud pada audit penerimaan
kas.

1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan penulis bahas dalam paper ini adalah sebagai
berikut.
1. Apa tujuan audit yang terkait dengan saldo piutang dagang?

1
2. Bagaimana metodologi design pengujian perincian saldo dilaksanakan?
3. Bagaimana pelaksanaan perancangan pengujian perincian saldo?
4. Apa saja surat konfirmasi piutang dagang?
5. Bagaimana pelaksanaan audit terkait penerimaan kas?
6. Bagaimana fraud pada audit penerimaan kas terjadi?

1.3.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penyusunan paper ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui tujuan audit terkait saldo piutang dagang.
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana metodologi design pengujian
perincian saldo dilaksanakan.
3. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana pelaksanaan perancangan pengujian
perincian saldo.
4. Untuk mengetahui surat konfirmasi apa saja yang ada terkait piutang dagang.
5. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana pelaksanaan audit terkait penerimaan
kas.
6. Untuk mengetahui dan memahami fraud yang terjadi pada audit penerimaan kas.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Piutang


Menurut Donald E. Keiso (2004:386), piutang adalah klaim uang, barang, jasa
kepada pelanggan atau pihak – pihak lainnya. Sedangkan menurut Sukrisno Agoes,
(2004:173), piutang usaha adalah piutang yang berasal dari penjualan barang
dagangan atau jasa secara kredit. Piutang adalah tuntutan atau klaim perusahaan
kepada pihak lain, baik terhadap perorangan maupun terhadap suatu badan usaha
yang terjadi karena adanya suatu transaksi. Piutang timbul dari beberapa jenis
transaksi, di mana yang paling umum ialah dari penjualan barang atau jasa secara
kredit. Kredit dapat diberikan dalam bentuk perkiraan terbuka atau berdasarkan
instrumen kredit yang sahih, yang disebut surat promes (wesel). Surat promes
(promissory note), yang sering disebut wesel (nota), adalah janji tertulis untuk
membayar sejumlah uang tertentu atas permintaan atau pada suatu tanggal yang
telah ditetapkan.

Piutang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


1) Piutang Usaha
a) Piutang dagang b) Piutang jasa
2) Piutang Non Usaha
a) Piutang karyawan d) Piutang klaim asuransi
b) Piutang deviden e) Piutang wesel
c) Piutang pendapatan yang f) Piutang lain-lain
masih harus diterima

Dalam laporan posisi keuangan, piutang perlu disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang diterima secara umum, yaitu :
 Piutang usaha harus disajikan dalam neraca sebesar jumlah yang harus ditagih.
 Jika perusahaan tidak membentuk cadangan piutang usaha, harus
mencantumkan pengungkapannya di neraca bahwa saldo piutang usaha
tersebut adalah jumlah bersih.
 Jika piutang usaha bersaldo material pada neraca harus disajikan rinciannya di
neraca atau dibuatkan Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK).

3
 Piutang usaha yang bersaldo kredit terdapat pada kartu piutang pada tanggal
neraca disajikan dalam kelompok hutang lancar.
 Jika jumlahnya material, piutang non usaha harus disajikan terpisah dari
piutang usaha.

2.2. Tujuan Audit Terkait Dengan Saldo Piutang Dagang


Pada dasarnya tujuan utama audit adalah untuk menyatakan pendapat atas
kewajaran dalam semua hal yang material, potensi keuangan dan hasil usaha, serta
arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Untuk mencapai
tujuan ini auditor perlu menghimpun bukti kompenten yang cukup, auditor perlu
mengidentifikasi dan menyusun sejumlah tujuan audit spesifik untuk setiap akun
laporan keuangan. Dengan melihat tujuan audit spesifik tersebut, auditor akan
dapat mengidentiikasi bukti apa yang dapat dihimpun dan bagaimana cara
menghimpun bukti tersebut. Terdapat sembilan tujuan audit yang terkait dengan
saldo piutang dagang yaitu :
1) Piutang usaha pada neraca saldo menurut umur cocok dengan jumlah pada file
master dan jumlah total telah ditambahkan dengan tepat dan cocok dengan
buku besar (Pengujian terinci).
2) Piutang usaha yang dicatat adalah ada (Keberadaan).
3) Piutang usaha yang ada telah dimasukkan semuanya (Kelengkapan).
4) Piutang usaha secara mekanis adalah akurat (Akurasi).
5) Piutang usaha diklasifikasikan dengan tepat (Klasifikasi).
6) Piutang usaha dicatat dalam periode yang sesuai (Pisah batas).
7) Piutang usaha dinilai dengan memadai pada nilai yang dapat direalisir (Nilai
yang direalisasi).
8) Piutang usaha benar-benar sah dimiliki klien (Hak).
9) Penyajian dan pengungkapan piutang usaha adalah memadai (Penyajian dan
Pengukapan).

2.3. Metodologi Desain Pengujian Perincian Saldo


Metodologi desain pengujian perincian saldo yang menggunakan model resiko
audit digunakan para auditor dalam mendesain pengujian yang tepat untuk saldo

4
piutang dagang. Dalam metodologi tersebut berkaitan dengan kertas kerja
perencanaan bukti yang diperkenalkan dalam bab materialitas dan resiko.
Bukti yang memadai yang akan dipakai dalam pengujian perincian saldo harus
diputuskan berbasis dengan tujuan dengan tujuan (objective-by-objective).
Pengambilan keputusan ini menjadi kompleks karena adanya beberapa interaksi
yang mempengaruhi atas bukti tersebut. Contohnya auditor harus mengevaluasi
pelanggaran dan mempertimbangkan risiko bawaan (inherest risk). Potensi dan
resiko ini dapat bervariasi sesuai dengan tujuannnya, seperti halnya hasil pengujian
pengendalian identifikasi risiko, yang bervariasi sesuai dengan tujuan. Auditor itu
harus pula mempertimbangkan hasil pengujian substantif dari penjualan dan
penerimaan kas. Dalam mendesain pengujian perincian saldo piutang dagang,
auditor harus memenuhi sembilan tujuan audit yang terkait dengan saldo piutang
dagang yang telah dirincikan sebelumnya.

Figure 16 – 1

2.3.1. Mengidentifikasi Risiko Bisnis Klien yang Mempengaruhi Piutang


Dagang (Tahap I)
Pengujian atas piutang dagang didasarkan pada prosedur penilaian resiko
audit agar auditor memahami bisnis dan industri klien. Sebagai bagian dari
pemahaman tersebut, auditor mempelajari lingkungan bisnis dan industri
klien serta mengevaluasi tujuan manajemen dan proses bisnis yang

5
mengidentifikasi risiko bisnis secara signifikan dapat mempengaruhi
pelaporan keuangan, termasuk piutang dagang.
Risiko bisnis klien yang mempengaruhi piutang dagang oleh auditor
dianggap sebagai resiko tak terhindarkan dan dijadikan bukti perencanaan
untuk piutang dagang. Contohnya, sebagai hasil dari perubahan lingkungan
ekonomi dalam industri, auditor bisa meningkatkan risiko bawaan dalam nilai
realisasi bersih piutang dagang.

2.3.2. Mengidentifikasi Salah Saji yang Dapat diterima dan Mengevaluasi


Resiko Bawaan (Tahap I)
Auditor terlebih dahulu memberikan penilaian awal mengenai
materialitas untuk keseluruhan laporan keuangan, lalu mengalokasikan
jumlah yang dianggap material untuk setiap akun neraca, termasuk piutang
dagang. Alokasi ini disebut penentuan salah saji yang dapat diterima
(tolerable mistatement). Piutang dagang biasanya merupakan salah satu
bagian terpenting dari pelaporan keuangan bagi perusahaan dengan penjualan
kredit. Meskipun saldo piutang dagang tersebut kecil, transaksi dalam siklus
penjualan dan penagihan yang memengaruhi saldo tersebut biasanya
berjumlah besar.
Auditor mentukan resiko tak terhindarkan untuk masing-masing akun
(misalnya puitang dagang) dengan mempertimbangkan resiko bisnis dan
industri perusahaan klien. PSA 70 (SA 316) mengindikasikan bahwa auditor
harus bisa mengidentifikasi risiko pelanggaran dalam pengakuan pendapatan.
Hal ini biasanya memengaruhi evaluasi auditor terhadap resiko tersebut
untuk tujuan: eksistensi, batas waktu penjualan, pengembalian barang
dagangan, dan batas penetapan cadangan kerugian piutang. Klien biasanya
baik secara sengaja maupun tidak sengaja salah menetapkan cadangan atas
piutang tak tertagih (nilai realisasi bersih) karena sulitnya menentukan
jumlah yang tepat.

2.3.3. Mengevaluasi Risiko Pengendalian dalam Siklus Penjualan Dan


Penagihan (Tahap I)
Pengendalian internal atas penjualan dan bukti penerimaan kas yang
berhubungan dengan piutang dagang biasanya berlangsung secara efektif di

6
banyak perusahaan karena manajemen sangat peduli dengan pencatatan yang
akurat untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggan. Auditor umumnya
memperhatikan tiga aspek pengendalian internal, yaitu:
1. Pengendalian untuk menghindari atau mendeteksi pencurian.
2. Pengendalian atas penetapan pisah batas.
3. Pengendalian yang berhubungan dengan cadangan piutang tidak tertagih.

Figure 16 – 2

Auditor harus menghubungkan risiko pengendalian atas tujuan audit


terkait transaksi dan tujuan audit terkait saldo, terutama untuk merencanakan
risiko deteksi dan bukti-bukti yang akan digunakan dalam pengujian
perincian saldo. Hubungan dua hal ini biasanya mudah ditemukan. Pada figur
16-2 menunjukkan hubungan antara kedua transaksi untuk siklus penjualan
dan penagihan. Sebagai contoh, auditor menyimpulkan risiko pengendalian
untuk transaksi penjualan dan penerimaan kas adalah rendah dalam hal
akurasi saldonya. Dengan demikian, auditor menyimpulkan bahwa
pengendalian untuk akurasi saldo piutang dagang adalah efektif karena
transaksi satu-satunya yang mempengaruhi piutang dagang adalah penjualan
dan penreimaan kas. Tentunya jika pengembalian barang dagangan,
penetapan cadangan, dan pengapusan piutang tak tertagih jumlah signifikan,

7
maka perlu dipertimbangkan risiko pengendalian untuk jenis transaksi
tersebut. Kedua aspek yang berhubungan dalam figur 16 - 2 disebutkan di
bawah ini, yaitu :
1. Untuk penjualan, tujuan audit terkait keterjadian transaksi (occurrence
transaction-related audit objective) memengaruhi tujuan audit terkait
keberadaan saldo. Untuk penerimaan kas, tujuan audit-terkait keterjadian
transaksi memengaruhi tujuan audit-terkait kelengkapan saldo.
Hubungan yang sama juga terjadi pada tujuan audit-terkait kelengakapan
transaksi. Alasan dari kesimpulan ini adalah karena kenaikan penjualan
meningkatkan piutang dagang, namun penerimaan kas menurunkan
saldo piutang dagang. Sebagai contoh, pencatatan penjualan (yang
sebetulnya tidak terjadi) akan berbeda dengan tujuan audit-terkait
keterjadian transaksi dan tujuan audit-terkait keberadaan saldo.
Pencatatan penerimaan kas tidak hanya akan berbeda dengan tujuan
audit-terkait keterjadian transaksi, tetapi juga berbeda dengan tujuan
audit-terkait kelengkapan saldo karena piutang dagang yang masih
belum dibayar tidak termasuk dalam pencatatan tersebut.
2. Nilai realisasi dan tujuan audit-terkait saldo piutang dagang, seperti
halnya tujuan audit-terkait penyajian dan pengungkapan, tidak
dipengaruhi oleh evaluasi risiko pengendalian di luar tujuan-tujuan audit
diatas, auditor harus mengidentifikasi dan melakukan pengujian terpisah.

2.3.4. Mendesain dan Melakukan Pengujian Pengendalian dan Pengujian


Subtantif atas Transaksi (Tahap II)
Hasil pengujian pengendalian menentukan apakah resiko pengendalian
atas penjualan dan penerimaan kas perlu direvisi. Auditor menggunakan hasil
pengujian subtantif atas transaksi untuk menentukan apakah risiko
pengendalian atas penjualan dan penerimaan kas perlu direvisi. Auditor
menggunakan hasil pengujian subtantif atas transaksi untuk menentukan
apakah perencanaan resiko deteksi sudah memenuhi untuk setiap tujuan audit
terkait saldo piutang dagang.

8
2.3.5. Mendesain dan Melakukan Prosedur Analitis (Tahap III)
Prosedur analitis biasanya dilakukan dalam tiga tahap audit : selama
perencanaan, saat pelaksanaan pengujian terperinci, dan saat menyelesaikan
audit. Prosedur analitis umumnya dilakukan selama tahap pengujian
diselesaikan setelah tanggal neraca, namun sebelum dilakukan pengujian
perincian saldo. Hal ini menimbulkan keinginan untuk melakukan
ekstensifikasi prosedur analitis sebelum klien mencatat seluruh transaksi
selama tahun tersebut dan menyelesaikan laporan keuangan.
Auditor menjalankan prosedur analitis untuk seluruh siklus penjualan
dan penagihan, tidak hanya piutang dagang. Hal ini perlu dilakukan karena
terdapat hubungan erat antara laporan laba rugi dengan akun-akun pada
neraca. Jika auditor mengidentifikasi adanya kesalahan penyajian dalam
penjualan atau pengembalian barang dagangan dengan menggunakan
prosedur analitis, piutang dagang kemungkian besar akan menutupi
kesalahan tersebut.
Sebagai tambahan untuk prosedur analitis pada table 16-1, auditor perlu
menelaah piutang dagang yang jumlahnya besar atau tidak lazim, seperti
saldo yang besar. Rekening yang tidak tertagih dalam waktu lama, piutang
dari perusahaan yang terafiliasi, karyawan, direktur atau pihak-pihak lain,
dan saldo kredit. Untuk mengidentifikasi jumlah ini, auditor perlu menelaah
daftar rekening pada tanggal neraca untuk menentukan akun mana yang perlu
diselidiki lebih lanjut.
Kesimpulan auditor mengenai prosedur analitis substantif untuk siklus
penjualan dan penagihan terhubungkan dengan kertas kerja perencanaan
bukti yang terdapat pada figur 14-7 baris ketiga dari bawah. Oleh karena
prosedur analitis merupakan pengujian substantif, maka prosedur ini
mengurangi tugas auditor dalam melakukan pengujian perincian saldo, jika
hasil dari prosedur tersebut memuaskan.
Jika prosedur analitis dalam siklus penjualan dan penagihan
mengungkapkan adanya fluktuasi tidak biasa, maka auditor perlu meminta
informasi kepada manajemen. Tanggapan dari manajemen perlu dievaluasi
dengan kritis, apakah mampu menjelaskan mengenai fluktuasi tersebut dan
mampu menunjukkan bukti pendukungnya.

9
Table 16 - 1

2.3.6. Mendesain Dan Melakukan Pengujian Perincian Saldo Piutang Dagang


(Tahap III)
Pengujian perincian yang tepat terhadap saldo bergantung pada faktor-
faktor yang disebutkan dalam kertas kerja perencanaan bukti. Keputusan ini
secara subjektif ditentukan auditor untuk setiap faktor yang disebutkan.
Tugas menggabungkan faktor-faktor penentu risiko deteksi terencana
cukup kompleks karena pengukuran untuk setiap faktor bisa saja salah dan
penentuan bobot untuk setiap faktor sifatnya sangat subjektif. Sebaliknya,
hubungan antar faktor dan resiko deteksi terencana biasanya mudah
dilakukan. Sebagai contoh, Auditor tahu risiko tinggi yang tak terhindarkan
atau resiko pengendalian menurunkan risiko deteksi terencana, sedangkan
hasil yang baik untuk pengujian substantif atas transaksi meningkatkan risiko
deteksi terencana dan menurunkan pengujian substantif terencana lainnya.

2.4. Mendesain Pengujian Perincian Saldo


Meskipun auditor menekankan akun-akun neraca dalam pengujian perincian
saldo, akun laporan laba/rugi tidak dilupakan karena akun laporan laba/rugi diuji

10
sebagai produk sampingan dari pengujian neraca. Sebagai contoh, jika auditor
mengkonfirmasi saldo piutang dagang dan menemukan lebih saji yang disebabkan
karena kesalahan dalam penagihan ke pelanggan, maka baik piutang dagang
maupun penjualan menjadi lebih saji.
Konfirmasi atas piutang dagang merupakan pengujian terpenting terhadap
perincian piutang dagang. Kita akan mendiskusikan konfirmasi secara singkat
sambil mempelajari pengujian yang memadai untuk setiap tujuan audit-terkait
saldo. Kita akan membahasnya lebih terperinci dalam bab ini.
Dalam membahas pengujian perincian saldo piutang dagang, kita berfokus
pada tujuan audit terkait saldo. Kita akan mengasumsikan dua hal, yaitu:
1. Auditor telah melengkapi kertas kerja.
2. Auditor telah menetapkan risiko deteksi terencana untuk pengujian atas tujuan
audit-terkait saldo.

2.4.1. Piutang Dagang Ditambahkan secara Tepat dan Sesuai dengan Berkas
Utama dan Buku Besar
Hal ini dilakukan dengan menguji informasi yang ada pada aged trial
balance sebelum melakukan pengujian lainnya untuk memverifikasi bahwa
populasi yang sedang diuji sesuai dengan buku besar umum dan file induk
piutang usaha. Auditor juga harus melakukan tracing untuk memverifikasi
nama pelanggan, saldo dan umur piutang telah sesuai.
Pada umumnya, pengujian atas piutang dagang dan cadangan kerugian
piutang dilakukan berdasarkan neraca saldo. Sebuah neraca saldo menyajikan
saldo piutang dagang pada tanggal neraca termasuk data saldo piutang untuk
setiap pelanggan disertai perincian saldo untuk kurun waktu antara tanggal
penjualan dan tanggal neraca.
Biasanya, auditor melakukan pengujian atas informasi yang didapatkan
dari kecocokan perincian (detail tie-in) dalam neraca saldo, sebelum
melakukan pengujian lainnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah
populasi yang diuji sama dengan buku besar dan piutang dagang pada berkas
utama. Total kolom dan kolom yang berkaitan dengan umur piutang harus
diuji dan total pada neraca saldo dibandingkan dengan buku besar. Sebagai
tambahan, auditor harus menelusuri sampel untuk saldo masing-masing
dokumen pendukung, seperti duplikat bukti penjualan untuk mencocokkan

11
nama pelanggan, saldo, dan penghitungan umur piutang yang tepat. Perluasan
pengujian terhadap kecocokan perincian bergantung pada jumlah rekening,
tingkat pengujian atas berkas utama sebagai bagian dari uji pengendalian dan
pengujian substantive atas transaksi, dan tingkat pengujian yang dilakukan
oleh auditor internal atau pihak independen lain sebelum auditor. Auditor
sering kali menggunakan peranti lunak audit untuk menjumlah ke bawah
(foot) dan ke samping (cross-foot) pada neraca saldo dan menghitung ulang
taksiran umur piutang.

2.4.2. Piutang Dagang Dicatat Sesuai Keberadaannya


Konfirmasi atas saldo tagihan pelanggan merupakan pengujian paling
penting untuk menentukan keberadaan piutang dagang yang dicatat. Ketika
pelanggan tidak menanggapi konfirmasi, maka auditor perlu memeriksa
dokumen pendukung untuk mengecek pengiriman barang, juga menguji bukti
penerimaan kas selama masa tenggat (subsequent) untuk mengetahui apakah
pembayaran sudah dilakukan. Biasanya, auditor tidak menguji dokumen
pengiriman atau bukti penerimaan kas dalam sampel yang dikonfirmasi,
melainkan memperluas penggunaan dokumen tersebut sebagai alternative
bukti bagi konfirmasi yang tidak ditanggapi.

2.4.3. Piutang Dagang Dicatat secara Lengkap


Bagi auditor, sulit untuk melakukan pengujian saldo rekening di luar
neraca saldo, kecuali bergantung pada pertimbangan data piutang dagang di
berkas utama. Contohnya, jika klien tanpa sengaja tidak memasukkan piutang
dagang pada neraca saldo, kemungkinan hal ini akan dapat dideteksi ketika
auditor melakukan penjumlahan ke bawah terhadap piutang dagang di neraca
saldo, kemudian melakukan rekonsiliasi saldo melalui akun pengontrol di
buku besar.
Jika seluruh penjualan kepada pelanggan tidak dimasukkan dalam jurnal
penjualan, maka kurang saji pada piutang dagang tidak dapat diungkap
melalui pengujian perincian saldo. Sebagai contoh, auditor jarang
mengirimkan konfirmasi piutang dagang kepada pelanggan dengan saldo nol,
sebagian karena hasil penelitian menyebutkan bahwa pelanggan biasanya
tidak merespons permintaan konfirmasi yang menunjukkan saldo mereka

12
kurang. Sebagai tambahan, penjualan yang tidak tercatat kepada pelanggan
baru akan sulit diidentifikasi dalam konfirmasi karena nama pelanggan
tersebut tidak masuk dalam berkas utama. Kurang saji atas penjualan dan
piutang dagang lebih baik dideteksi dari prosedur analitis dan pengujian
substantive atas transaksi pengiriman yang dilakukan, tetapi tidak dicatat
(tujuan kelengkapan atas pengujian transaksi penjualan).

2.4.4. Piutang Dagang Dicatat Secara Akurat


Konfirmasi rekening yang diambil dari neraca saldo merupakan bentuk
pengujian perincian saldo yang paling umum dilakukan untuk mengetahui
akurasi piutang dagang. Bila pelanggan tidak merespons permintaan
konfirmasi, auditor dapat melihat data pendukung untuk memperoleh
keyakinan atas keberadaan piutang tersebut. Auditor melakukan pengujian
debet dan kredit pada saldo pelanggan individu dengan memeriksa dokumen
pendukung untuk pengiriman dan penerimaan kas.

2.4.5. Piutang Dagang Diklasifikasikan dengan Benar


Umumnya, auditor dapat mengevaluasi klasifikasi piutang dagang
mudah, yaitu dengan menelaah neraca saldo untuk piutang yang jumlahnya
material dari afiliasi, karyawan, direktur, atau pihak terkait lainnya. Auditor
perlu mengecek apakah piutang yang sifatnya jangka panjang sudah
dipisahkan dari piutang dagang biasa, dan saldo kredit pada piutang dagang
yang jumlahnya besar diklasifikasikan kembali menjadi utang dagang.
Terdapat hubungan erat antara tujuan audit-terkait klasifikasi saldo
dengan klasifikasi terkait, penyajian atas pemahamannya, dan tujuan
pengungkapannya. Untuk mencapai tujuan audit-terkait klasifikasi saldo,
auditor harus menetapkan apakah klien telah mengklasifikasikan piutang
dagang secara benar. Sebagai contoh, auditor akan menetapkan apakah
piutang dari pihak terkait telah dipisahkan di neraca saldo. Untuk memenuhi
persyaratan penyajian dan pengungkapan, auditor harus memastikan bahwa
klasifikasi disajikan secara benar dengan menentukan apakah transaksi antara
pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan telah dicatat secara tepat dalam
laporan keuangan selama menyelesaikan tahapan audit.

13
2.4.6. Pisah Batas (Cutoff) dari Piutang Telah Benar
Cutoff dalam akuntansi dapat diartikan sebagai mengakui suatu beban
atau pendapatan yang harus diakui pada akhir periode pelaporan. Salah saji
cutoff bisa saja terjadi ketika transaksi di periode sekarang dicatat atau diakui
di periode berikutnya atau transaksi di periode mendatang justru dicatat pada
periode sekarang. Tujuan dilakukannya pengujian terhadap cutoff ini adalah
untuk mem-verifikasi atau memeriksa apakah transaksi dekat akhir periode
akuntansi telah dicatat sesuai dengan periode yang sepantasnya. Pengujian
ini menjadi salah satu komponen yang penting untuk dilaksanakan karena
bila kesalahan cutoff terjadi akan memberikan dampak terhadap pendapatan
periode berjalan. Terdapat tiga pendekatan yang dapat dilakukan untuk
menentukan tingkat kewajaran cutoff. Pertama menentukan kriteria yang
tepat atas cutoff. Kedua mengevaluasi apakah klien telah melakukan prosedur
yang memadai untuk menerapkan dan memberlakukan reasonable cutoff
(tingkat kewajaran cutoff). Ketiga menguji apakah cutoff benar atau tidak.
Kesalahan cutoff dapat terjadi pada bagian penjualan (sales), retur atau
pengembalian (return and allowances), dan penerimaan kas (cash receipts).
a) Pisah Batas Penjualan
Sebagian besar klien yang bergerak di bidang perdagangan dan
manufaktur mencatat penjualan berdasarkan kriteria pengiriman barang.
Beberapa perusahaan mencatat faktur pada saat perpindahan
kepemilikan, yang dapat terjadi sebelum pengiriman (seperti dalam
kondisi barang yang diproduksi atau di-custom khusus), pada saat
memulai pengiriman, atau selama pengiriman berlangsung. Agar
pendapatan dapat diakui secara tepat di periode berjalan, maka metode
yang digunakan harus mengikuti standar akuntansi yang berlaku, yaitu
GAAP dan diterapkan secara konsisten.
Bagian terpenting pada saat melakukan evaluasi terhadap metode
klien dalam menetapkan cutoff adalah ketika menentukan prosedur apa
yang digunakan. Jika klien menerbitkan dokumen pengiriman secara
urut nomor, maka auditor akan sangat mudah mengevaluasi dan menguji
pisah batasnya. Bila klien melakukan pemisahan tugas antara fungsi

14
pengiriman dan penagihan (segregation of duties) dengan baik juga
menguatkan kecenderungan perusahaan akan mencatat transaksi pada
periode yang tepat. Namun, bila kondisi sebaliknya yang terjadi, seperti
jika pengiriman dilakukan oleh armada perusahaan, pencatatan
pengiriman tidak diberi nomor, dan orang yang melakukan pengiriman
dan penagihan tidak independen satu sama lain, maka auditor akan sulit
memastikan bahwa cutoff yang ditetapkan adalah akurat.
Apabila pengendalian internal klien dianggap memadai, maka
auditor biasanya dapat melakukan verifikasi cutoff dengan memeriksa
nomor dokumen pengiriman pada saat pengiriman terakhir di akhir
periode, lalu membandingkan nomor ini dengan pencatatan penjualan
selama periode berjalan dan periode berikutnya. Sebagai ilustrasi,
diasumsikan nomor dokumen pengiriman untuk pengiriman terakhir
periode berjalan adalah 1489. Kondisi yang benar adalah seluruh
penjualan yang dicatat sebelum akhir periode harus diawali dengan
dokumen nomor 1490 dan tidak ada penjualan dicatat dan dikirimkan
selama periode berikut yang bernomor 1489 atau lebih kecil. Seorang
auditor dapat menguji hal ini dengan membandingkan catatan penjualan
dan dokumen pengiriman terkait untuk beberapa hari terakhir pada
periode berjalan, dan beberapa hari di awal periode berikut.
b) Pisah Batas Retur
Pengujian cutoff retur penjualan terutama ditujukan untuk
mencermati kemungkinan terjadinya retur sebelum akhir tahun tetapi
pencatatannya baru akan dilakukan pada tahun buku berikutnya,
sehingga terjadi lebih saji pada penjualan dan piutang (overstated).
GAAP mensyaratkan retur penjualan harus dibandingkan dengan
penjualan terkait jika jumlahnya material. Contohnya, jika pengiriman
pada periode berjalan dikembalikan/diretur pada periode berikut, maka
retur penjualan seharusnya dicatat dan diakui di periode berjalan. Di
kebanyakan perusahaan, retur penjualan dicatat pada periode akuntansi
di mana transaksi ini terjadi, dengan asumsi yang hampir sama, yaitu
adanya saling-hapus (offsetting) jumlah pada awal dan akhir periode
akuntansi. Pendekatan ini dapat diterima selama jumlahnya tidak
material. Beberapa perusahaan menyediakan cadangan, mirip dengan

15
cadangan piutang tak tertagih, untuk jumlah retur yang diperkirakan
terjadi selama periode berikut.
Jika auditor yakin bahwa klien mencatat seluruh retur penjualan
tepat pada waktunya, maka pengujian cutoff bisa dilakukan dengan
mudah dan langsung. Auditor dapat menguji dokumen pendukung
sebagai sampel untuk retur dan cadangan penjualan yang dicatat selama
periode berikut sampai tanggal penutupan untuk menentukan tanggal
penjualan. Jika auditor melihat bahwa jumlah yang dicatat selama
periode berikut secara signifikan berbeda dari retur dan cadangan
penjualan di awal periode audit, maka mereka perlu melakukan
penyesuaian. Sebagai contoh, suatu perusahaan bisa mengalami
kenaikan retur penjualan saat melakukan penjualan melalui internet. Hal
ini disebabkan karena pembeli tidak bisa memeriksa produk sebelum
dibeli. Sebagai tambahan, jika evaluasi pengendalian internal atas
pencatatan retur dan cadangan penjualan hasilnya tidak efektif, maka
akan ada lebih banyak sampel dibutuhkan untuk melakukan verifikasi
terhadap cutoff.
c) Pisah Batas Penerimaan Kas
Pengujian pisah batas penerimaan kas dirancang dengan maksud
untuk mendapatkan jaminan yang layak bahwa penerimaan kas telah
dicatat pada periode akuntansi terjadinya penerimaan. Apabila auditor
bisa hadir pada tanggal tutup buku, maka ia akan dapat mengamati
bahwa semua peneriman kas sebelum penutupan buku telah termasuk
dalam kas yang ada diperusahaan atau telah disetor ke bank dan telah
dikreditkan ke rekening piutang usaha. Auditor dapat juga me-review
dokumen pendukung seperti ikhtisar kas harian dan bukti setoran ke bank
per tanggal tutup buku. Tujuan dari review ini adalah untuk memastikan
bahwa total dalam bukti setoran ke bank sama dengan jumlah yang
tercantum dalam ikhtisar kas harian atau singkatnya auditor juga bisa
memastikan bahwa penerimaan telah dicatat pada tanggal tutup buku.
Dalam audit, biasanya penentuan pisah batas penerimaan kas
dianggap tidak terlalu penting dibandingkan pisah batas untuk penjualan,
retur, dan cadangan penjualan. Hal ini dikarenakan penentuan pisah
batas penerimaan kas yang kurang tepat hanya akan mempengaruhi saldo

16
kas dan piutang dagang, bukan laba (income). Jika salah saji tersebut
material, maka hal tersebut dapat memengaruhi penyajian wajar atas
akun-akun ini, terutama ketika jumlah kas kecil atau bersaldo negatif.
Pengujian untuk salah saji pisah batas penerimaan kas (holding the cash
receipts book open) cukup mudah dilakukan, yaitu dengan menelusuri
pencatatan penerimaan kas ke setoran bank pada periode berikut yang
terdapat di laporan bank. Jika beberapa hari tertunda (deposit in transit),
maka terdapat indikasi salah saji dalam penentuan cutoff. Pada tingkat
tertentu, auditor dapat mengandalkan konfirmasi atas piutang dagang
untuk menemukan salah saji pada pisah batas penjualan, retur, dan
cadangan penjualan, dan penerimaan kas. Sulit membedakan salah saji
cutoff dari suatu beda waktu (timing difference) normal yang terjadi
karena pengiriman dan pembayaran dalam perjalanan pada akhir
periode. Sebagai contoh, jika pembeli mengirimkan dan mencatat
pembayaran cek kepada klien untuk rekening yang belum dibayar
tanggal 30 Desember sedangkan klien menerima dan mencatatnya
tanggal 2 Januari, maka pencatatan oleh pembeli dan klien akan berbeda
pada tanggal 31 Desember. Hal ini bukan salah saji, melainkan terdapat
beda waktu sehubungan dengan waktu pengiriman. Sulit bagi auditor
untuk menentukan apakah situasi seperti ini disebut salah saji atau beda
waktu, jika jawaban konfirmasi dijadikan sumber informasi. Situasi
tersebut membutuhkan penyelidikan lebih lanjut, misalnya dengan
pemeriksaan dokumen pendukung.

2.4.7. Piutang Telah Dinilai Secara Pantas (Realizable Value)


Pengujian terhadap apakah piutang telah dinilai secara pantas perlu
untuk dilakukan, termasuk penilaian terhadap cadangan untuk piutang yang
tidak dapat ditagih. GAAP mensyaratkan perusahaan mencatat piutang
dagang dalam jumlah tertinggi yang dapat ditagih. Nilai terealisasi piutang
dagang sama dengan jumlah total piutang dagang dikurangi dengan cadangan
piutang tak tertagih. Untuk menghitung cadangan, klien mengestimasi jumlah
total piutang dagang yang diperkirakan tidak dapat ditagih. Prediksi atau
estimasi ini tentunya tidak dapat dilakukan secara tepat, tetapi auditor perlu
mengevaluasi apakah klien sudah menetapkan cadangannya secara masuk

17
akal dengan mempertimbangkan semua fakta yang ada. Untuk melakukan
evaluasi ini, auditor sering kali menyiapkan skedul audit yang menganalisis
cadangan piutang tak tertagih.
Untuk memulai evaluasi cadangan atas piutang tak tertagih, auditor
menganalisis hasil pengujian pengendalian mengenai kebijakan kredit klien.
Jika kebijakan ini tidak berubah dan hasil pengujian kebijakan kredit dan
persetujuan kredit konsisten dengan tahun sebelumnya, maka perubahan
saldo cadangan piutang tak tertagih seharusnya hanya merefleksikan
perubahan kondisi ekonomi dan volume penjualan. Jika kebijakan kredit
klien berubah secara signifikan, maka auditor harus berhati-hati dalam
mempertimbangkan dampak dari perubahan ini. Auditor sering kali
mengevaluasi kecukupan cadangan atas piutang tak tertagih dengan
memeriksa akun-akun jangka panjang pada neraca saldo secara hati-hati
untuk menentukan mana yang belum dibayar setelah tanggal neraca. Besaran
saldo dan umur piutang yang belum dibayar dapat dibandingkan dengan
informasi serupa tahun-tahun sebelumnya untuk mengevaluasi apakah
jumlah piutang jangka panjang meningkat atau menurun selama kurun waktu
tersebut. Auditor dapat juga menilai kolektibilitas piutang dagang dengan
memeriksa berkas-berkas kredit, mendiskusikan dengan manajer kredit dan
menganalisis berkas korespondensi klien. Prosedur ini menjadi penting jika
terdapat hanya sedikit rekening bersaldo tinggi yang tidak terbayarkan pada
basis regular.
Auditor menghadapi dua kesalahan yang biasa terjadi saat mengevaluasi
cadangan dengan memeriksa saldo jangka panjang secara individu pada
neraca saldo. Pertama, mereka mengabaikan tingkat kecukupan cadangan
untuk akun jangka pendek, meskipun beberapa akun ini jelas-jelas tak
tertagih. Kedua, sulit untuk membandingkan hasil tahun berjalan dengan
tahun-tahun sebelumnya dalam basis yang tidak terstruktur. Jika akun-akun
ini secara progresif tidak tertagih selama beberapa tahun, maka akun ini
otomatis telah diabaikan. Untuk menghindari dua kesalahan tersebut, klien
dapat menyusun sejarah penghapusan piutang tak tertagih (bad debt write-
offs) selama kurun waktu tertentu sebagai referensi dalam mengevaluasi
cadangan tahun berjalan. Sebagai contoh, klien dapat menetapkan 2% dari
akun berjalan, 10% dari akun berumur 30-90 hari, dan 35% dari semua saldo

18
yang berumur lebih dari 90 hari dianggap tidak tertagih. Auditor dapat
memberlakukan persentase ini ke neraca saldo dan membandingkan hasilnya
dengan saldo pada akun cadangan. Auditor tentunya harus mem-verifikasi
kewajaran dari persentase yang digunakan dan berhati-hati dalam
memperhitungkan perubahan kondisi.
a) Piutang Tak Tertagih (Bad Debt Expense)
Setelah auditor puas dengan akun cadangan, mudah baginya untuk
memeriksa dan menentukan jumlah piutang tak tertagih. Diasumsikan
bahwa:
 Saldo awal akun cadangan diverifikasi sebagai bagian dari audit
sebelumnya.
 Jumlah tak tertagih yang dihapus diverifikasi sebagai bagian dari
pengujian substantive atas transaksi.
 Saldo akhir akun cadangan diverifikasi untuk berbagai tujuan.
Piutang tak tertagih merupakan saldo sisa yang diverifikasi dari
perhitungan kembali.

2.4.8. Klien Berhak atas Piutang Dagang


Hak klien atas piutang dagang biasanya tidak menyebabkan masalah
audit karena piutang umumnya memang milik klien. Dalam beberapa kasus,
ada bagian dari piutang dagang yang dijadikan jaminan, ditujukan untuk
pihak lain, atau dijual dengan nilai lebih rendah. Umumnya, pelanggan tidak
tahu-menahu tentang hal tersebut, sehingga konfirmasi piutang pun tidak
dapat memberikan kejelasan. Untuk mendapatkan informasi mengenai
keterbatasan hak klien atas piutangnya, auditor perlu mendiskusikan dengan
klien, melakukan konfirmasi ke bank, atau memeriksa kontrak utang sebagai
bukti bahwa piutang dagang dipakai sebagai jaminan, dan memeriksa berkas
korespondensi. Singkatnya auditor perlu meneliti apakah ada sebagian
piutang yang digunakan sebagai jaminan, di-factoring-kan, atau dijual
dengan discount.

19
2.4.9. Penyajian dan Pengungkapan Piutang Dagang
Pengujian dari keempat tujuan audit-terkait penyajian dan pengungkapan
dilakukan sebagai bagian dari penyelesaian tahapan audit. Beberapa
pengujian atas penyajian dan pengungkapan dilakukan untuk memenuhi
tujuan audit-terkait saldo. Contohnya, ketika pengujian penjualan dan piutang
dagang dilakukan, auditor harus memahami dan mengevaluasi kewajaran
kebijakan klien atas pengakuan pendapatan untuk mengetahui
pengungkapannya secara wajar dalam laporan keuangan. Auditor juga perlu
memutuskan apakah klien secara wajar telah menghitung saldo dan
menyajikan informasi dari pihak-pihak terkait. Untuk mengevaluasi
kecukupan penyajian dan pengungkapan tersebut, auditor perlu memiliki
pemahaman SAK dan persyaratan penyajian dan pengungkapan secara
menyeluruh.
Bagian penting dari evaluasi meliputi keputusan apakah klien telah
memisahkan hal-hal material yang memerlukan pengungkapan terpisah
dalam laporan keuangan. Contohnya, piutang dari pegawai atau perusahaan
afiliasi harus dipisahkan dari piutang dengan pelanggan lainnya, jika
jumlahnya material. Dengan cara yang serupa, SEC mensyaratkan juga
bahwa perusahaan harus memisahkan pengungkapan penjualan dan asset dari
segmen bisnis yang berbeda. Buku besar gabungan dalam laporan keuangan
juga perlu memisahkan saldo akun-akun yang tidak relevan dengan pengguna
eksternal laporan. Jika seluruh akun gabungan yang dimasukkan dalam buku
besar diungkapkan secara terpisah dalam laporan, maka hal ini akan
membingungkan pengguna laporan.

2.5. Account Receivable Confirmation Letter


2
KLIEN DEBITOR

1 3
KAP

Gambar diatas menunjukkan alur konfirmasi piutang usaha. Pertama, KAP


akan meminta kepada klien mengenai keinginannya untuk mendapatkan konfirmasi
dan pernyataan langsung dari klien mengenai kebenaran utangnya. Setelah itu,

20
manajemen perusahaan (klien) akan meminta konfirmasi kebenaran piutangnya
kepada debitor. Debitor akan memberikan pernyataan konfirmasi apakah
piutangnya tersebut telah sesuai atau tidak. Konfirmasi tersebut selanjutnya akan
dikirimkan kepada auditor klien di KAP.
Contoh surat konfirmasi piutang usaha

Standard audit mensyaratkan konfirmasi piutang dagang dalam kondisi


normal. PSA 07 (SSA 330) menyebutkan tiga pengecualian terhadap persyaratan
konfirmasi tersebut, yaitu :
1. Piutang dagang jumlahnya tidak material. Hal ini biasa terjadi pada
perusahaan tertentu, misalnya toko diskon dengan penjualan tunai dan kartu
kredit.
2. Auditor mempertimbangkan bahwa konfirmasi merupakan bukti yang tidak
efektif karena tingkat respon yang rendah atau tidak dapat diandalkan. Dalam
industry tertentu, seperti rumah sakit, tingkat respon untuk konfirmasi itu
sangat rendah.

21
3. Kombinasi dari tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian adalah rendah
dan bukti substantive lain dapat diakumulasikan sebagai bukti yang cukup.

2.6. Penentuan Konfirmasi


Dalam melaksanakan konfirmasi, auditor harus menentukan jenis konfirmasi,
waktu pelaksanaan, sample size, dan individual item yang dipilih.

2.6.1. Jenis konfirmasi


1. Konfirmasi Positif
Konfirmasi yang ditujukan kepada debitur agar yang bersangkutan
menunjukkan apakah piutang yang dimilikinya dalam perusahaan
memang benar sesuai yang dicantumkan dalam surat konfirmasi.
Apabila saldo piutang tidak sama, debitur harus menunjukkan perbedaan
saldo piutang tersebut apakah kurang atau lebih. Bentuk konfirmasi
positif lain tidak menyebutkan jumlah (atau informasi lain) pada
permintaan konfirmasi tetapi meminta responden untuk mengisi saldo
atau informasi lain pada ruang kosong yang disediakan dalam formulir
permintaan konfirmasi. Bentuk konfirmasi positif menyediakan bukti
hanya jika jawaban diterima oleh auditor dari penerima permintaan
konfirmasi. Permintaan konfirmasi yang tidak dijawab tidak
memberikan bukti audit mengenai asersi laporan keuangan yang dituju
oleh prosedur konfirmasi. Apabila surat konfirmasi tidak kembali sesuai
dengan jadwal maka dapat dilakukan prosedur alternative, yaitu tindak
lanjut terhadap konfirmasi positif yang tidak dikembalikan oleh debitur.
Prosedur alternatif dapat dilakukan dengan memeriksa bukti
pelunasan piutang oleh debitur bersangkutan setelah tanggal neraca.
Konfirmasi positif ada 2 macam yaitu :
a) Formulir Konfirmasi kosong : Adalah jenis konfirmasi positif yg
tidak menyebutkan jumlah yg dikonfirmasi, tetapi mensyaratkan
penerima untuk mengisi jumlahnya atau memasukkan informasi
lain. konfirmasi yang berisi ruangan kosong yang harus diisi oleh
responden dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah jawaban
konfirmasi yang diterima oleh auditor karena diperlukan usaha
tambahan dari pihak penerima permintaan konfirmasi; sebagai

22
akibatnya, auditor kemungkinan harus melaksanakan lebih banyak
prosedur alternatif.
b) Konfirmasi tagihan : Adalah bentuk lain konfirmasi positif yang
merupakan konfirmasi individual bukan saldo keseluruhan piutang
pelanggan.
Contoh konfirmasi positif

2. Konfirmasi negatif
Konfirmasi negatif yang ditujukan kepada debitur, tetapi hanya
meminta respon jika debitur tidak menyetujui jumlah yang dinyatakan
dalam konfirmasi.
Auditor berhak menentukan jenis konfirmasi yang akan digunakan
dan hal ini sebaiknya berdasarkan fakta dalam audit. PSA 07 menyatakan
bahwa konfirmasi negatif dapat dilakukan hanya jika tiga kondisi berikut
terpenuhi:
1. Piutang dagang terdiri dari sejumlah besar akun bersaldo kecil.
2. Kombinasi antara risiko pengendalian dan risiko bawaan adalah
rendah. Kombinasi risiko tidak bisa dikatakan rendah jika
pengendalian internal tidak efektif atau terdapat kemungkinan
terjadi salah saji.
3. Jika diyakini bahwa penerima konfirmasi tidak mengabaikan
konfirmasi yang diminta.

23
Biasanya jika konfirmasi negatif dilakukan maka auditor akan
memberikan penekanan pada efektifitas pengendalian internal,
pengujian substantif atas transaksi dan prosedur analitis sebagaibukti
kewajaran piutang dagang, dan mengasumsikan bahwa mayoritas
penerima konfirmasi akan membaca dengan seksama dan merespon
permintaan konfirmasi.
Sebagai contoh, dalam pemeriksaan terhadap rekening giro dalam
suatu lembaga keuangan, auditor sebaiknya menyertakan permintaan
konfirmasi negatif pada rekening koran reguler (regular bank statement)
yang dikirimkan oleh lembaga keuangan tersebut kepada nasabahnya,
jika kombinasi risiko bawaan dan risiko pengendalian taksiran pada
tingkat yang rendah dan auditor tidak mempunyai alasan untuk
meyakinkan dirinya bahwa penerima konfirmasi tidak akan
mempertimbangkan permintaan konfirmasi tersebut. Auditor harus
mempertimbangkan untuk melaksanakan prosedur substantif lain untuk
melengkapi penggunaan konfirmasi negatif.
Konfirmasi negatif juga bisa digunakan untuk audit rumah sakit,
toko ritel, bank dan industri lain yang piutang daganganya berhubungan
dengan masyarakat umum. Kombinasi konfirmasi negatif dan positif
juga bisa dilakukan dengan mengirimkan konfirmasi positif kepada
debitur dengan saldo besar dan menggunakan konfirmasi negatif kepada
debitur bersaldo kecil.
Permintaan konfirmasi negatif dapat menghasilkan jawaban yang
menunjukkan adanya salah saji, dan kemungkinan besar akan terjadi
demikian jika auditor mengirim permintaan konfirmasi negatif dalam
jumlah yang banyak dan tersebar secara luas.
Auditor harus menyelidiki informasi relevan yang dihasilkan dari
konfirmasi negatif yang diterima oleh auditor untuk menentukan
kemungkinan dampak informasi tersebut terhadap auditnya. Jika
penyelidikan auditor terhadap jawaban permintaan konfirmasi negatif
menunjukkan suatu pola salah saji, auditor harus mempertimbangkan
gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian taksiran dan
mempertimbangkan dampaknya terhadap prosedur audit yang telah
direncanakan.

24
Meskipun konfirmasi negatif yang dikembalikan dapat memberikan
bukti mengenai asersi laporan keuangan, konfirmasi negatif yang tidak
kembali jarang memberikan bukti signifikan tentang asersi laporan
keuangan selain aspek tertentu asersi keberadaan. Sebagai contoh,
konfirmasi negatif dapat memberikan beberapa bukti mengenai
keberadaan pihak ketiga jika konfirmasi negatif tersebut tidak kembali
dengan suatu petunjuk bahwa alamat yang dikirimi konfirmasi tidak
diketahui. Namun, konfirmasi negatif yang tidak kembali tidak
memberikan bukti yang eksplisit bahwa pihak ketiga yang dituju
menerima permintaan konfirmasi dan memverifikasi kebenaran
informasi yang dicantumkan dalam konfirmasi negatif tersebut.
Contoh konfirmasi negatif

2.6.2. Waktu pelaksanaan


Bukti yang paling dapat diandalkan dari konfirmasi diperoleh saat
konfirmasi tersebut dikirimkan sesegera mungkin setelah penutupan tanggal
neraca. Dengan ini auditor dapat menguji secara langsung saldo piutang
dagang dari laporan keuangan tanpa perlu memperhatikan transaksi yang
terjadi antara tanggal konfirmasi dan tanggal neraca. Auditor cenderung
mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam mengambil keputusan,
termasuk materialitas dari piutang dagang dan keberadaan tuntutan hukum
karena dapat menyebabkan kemungkinan kebangkrutan klien dan risiko
sejenisnya.

25
2.6.3. Sample size
Faktor utama yang memengaruhi jumlah sampel terbagi menjadi
beberapa kategori:
1. Salah saji yang dapat diterima.
2. Risiko yang tak terhindarkan (ukuran relatif dari total piutang dagang,
jumlah akun, hasil pengujian tahun sebelumnya, dan ekspetasi salah
saji).
3. Risiko pengendalian.
4. Risiko deteksi yang diperoleh dari pengujian subtansif lainnya.
5. Tipe konfirmasi (konfirmasi negatif biasanya membutuhkan sampel
lebih banyak).
Dalam pemilihan sampel yang akan dikonfirmasi, auditor sebaiknya
lebih menekankan pada piutang yang memiliki saldo lebih besar dan lebih
lama karena kemungkinan memiliki salah saji yang material. Auditor harus
berhati-hati apabila klien berusaha menghalangi auditor untuk
mengkonfirmasi pelanggan tertentu, kemungkinan klien berusaha menutupi
piutang fiktif atau salah saji yang diketahui.

2.6.4. Pemilihan Sampel Pengujian


Beberapa tingkatan sampel diperlukan bagi hampir seluruh jenis
konfirmasi. Dalam melakukan pendekatan untuk memilih tingkatan sampel,
auditor perlu mempertimbangkan besaran nominal akun per individu dan
jangka waktu peredaran piutang dagang. Dalam banyak kasus, auditor
mengambil sampel seluruh akun diatas jumlah nominal tertentu dan memilih
sampel acak atas sisanya.

2.6.5. Menjalankan Pengendalian


Setelah sampel konfirmasi ditentukan, auditor perlu melakukan
pengendalian konfirmasi hingga dikembalikan dari pelanggan. Jika klien
membantu menyiapkan konfirmasi, seperti memasukkan surat konfirmasi ke
dalam amplop tertutup, atau melekatkan cap pada amplop, auditor harus
melakukan pengawasan ketat.

26
2.6.6. Tindak Lanjut Bila Tidak Ada Tanggapan
Surat konfirmasi yang tidak dikembalikan oleh pelanggan tidak dapat
dianggap sebagai bukti audit. Misalnya, tidak ada tanggapan atas konfirmasi
positif bukan berarti merupakan bukti audit. Sama halnya dengan konfirmasi
negative, jika tidak ada respon maka auditor tidak boleh menyimpulkan
bahwa pelanggan menerima permintaan konfirmasi dan membenarkan
permintaan informasi.
Jika menggunakan konfirmasi positif, PS 07 mensyaratkan prosedur
tindak lanjut bila terdapat konfirmasi yang tidak diatnggapi. Biasanya, tindak
lanjut dilakukan dengan mengirimkan permintaan konfirmasi kedua atau
bahkan ketiga. Jika pelanggan tetap tidak mengembalikan surat konfoirmasi,
maka perlu dilakukan tindak lanjut dengan prosedur alternative. Tujuan dari
prosedur alternative adalah menentukan, tanpa konfirmasi, apakah akun yang
tidak dijawab memang benar ada, dan disajikan dengan benar pada tanggal
konfirmasi. Untuk setiap konfirmasi positif yang tidak dikembalikan, auditor
dapat memeriksa dokumen untuk menguji keberadaan dan akurasi transaksi
penjualan individu yang tercantum dalam saldo akhir piutang dagang.

2.7. Analisis Perbedaan


Ketika permintaan konfirmasi dikembalikan oleh pelanggan, auidtor harus
menentukan alasan jika ditemukan perbedaan. Dalam banyak kasus, perbedaan
tersebut disebabkan oleh beda waktu antara pencatatan klien dan pelanggan. Beda
waktu perlu dipisahkan dari pengecualian (exeption), yang merupakan salah saji
atas saldo piutang dagang. Jenis perbedaan yang biasa terjadi pada hasil konfirmasi
meliputi :
1. Pembayaran yang dilakukan. Perbedaan biasanya terjadi ketika pelanggan
sudah melakukan pembayaran sebelum tanggal konfirmasi, tetapi klien belum
menerima pembyaran saat pencatatan sebelum tanggal konfirmasi. Hal ini
perlu diselidiki dengan saksama dengan seksama untuk mengetahui
kemungkinan salah saji akibat pisah batas penerimaan kas, penggelapan
dengan mengguhkan pencatatan penerimaan kas (lapping), atau pencurian kas.
2. Barang Belum diterima. Perbedaan ini biasanya timbul karena klien mencatat
penjualan pada tanggal pengiriman dan pelanggan mencatat pembelian pada
saat barang diterima. Waktu ketika barang dalam masa pengiriman

27
menyebabkan perbedaan pelaporan tanggal penerimaan barang atau salah saji
akibat pisah batas pada catatan pelanggan.
3. Pengembalian Barang. Kesalahan klien dalam mencatat memo kredit dapat
terjadi karena beda waktu atau kesalahan pencatatan retur dan cadangan
penjualan. Sama halnya dengan perbedaan lain, hal ini perlu diselidiki.
4. Kesalahan Klerikal dan Jumlah yang Dipertentangkan. Perbedaan yang terjadi
dalam laporan pencatatan klien biasanya terjadi ketika pelanggan menyatakan
terjadinya kesalahanatas harga barang, kerusakan barang, jumlah barang yang
tidak diterima, dan lain-lain. Perbedaan ini perlu diselidiki untuk menentukan
apakah klien melakukan kesalahan dan berapa jumlah keslahan yang terjadi.
Dalam banyak kasus, auditor akan meminta klien merekonsiliasi perebdaan
tersebut, dan jika perlu, akan mengkomunikasikan dengan pelanggan untuk
menyelesaikan perbedaan tersebut. Auditor perlu berhati-hati dalam melakukan
verifikasi kesimpulan klien untuk setiap perbedaan yang signifikan.

2.8. Pengambilan Kesimpulan


Ketika masalah perbedaan sudah diselesaikan, termasuk perbedaan yang
ditemukan saat melakukan prosedur alternatif, auditor harus melakukan evaluasi
ulang terhadap pengendalian internal. Setiap salah saji harus harus dianalisis untuk
menentukan apakah hal ini konsisten atau tidak konsisten dengan tingkat yang
ditetapkan dalam resiko pengendalian.
Jika terdapat jumlah salah saji yang signifikan dan tidak konsisten dengan
evaluasi resiko pengendalian, maka perlu dilakukan revisi terhadap evaluasi dan
mempertimbangkan dampak revsisi tersebut terhadap audit. Auditor pada
perusahaan publik harus juga mempertimbangkan implikasi dari audit
pengendalian internal atas pelaporan keuangan.
Selain itu, perlu dipastikan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili
populasi dengan benar. Meskipun jumlah salah saji dalam sampel tidak signifikan
dalam mempengaruhi laporan keuangan, auditor perlu mempertimbangkan jika
salah saji itu menjadi material dalam populasi. Generalisasi hasil sampel ke
populasi dapat dialakukan melalui teknik pengambilan sampel sacara statistik atau
non statistik.
Auditor harus selalu mengevaluasi kondisi kualitatif dan salah saji yang
ditemukan dalam sampel, tampa memperhatikan nominal salah saji populasi yang

28
diestimasi. Bahkan, jika salah saji yang diestimasi lebih kecil dari salah saji yang
dapat diterima untuk piutang dagang, salah saji yang ditemukan dalam sampel bisa
saja merupakan gejala dari masalah yang lebih serius.
Keputusan akhir tentang piutang dagang dan penjualan adalah mengenai
apakah bukti memadai telah diperoleh melalui pengujian pengendalian dan
pengujian subtantif atas transaksi, prosedur analitis, prosedur pisah batas,
konfirmasi, dan pengujian subtantif lain untuk menguatkan pengambilan keputusan
mengenai kebenaran saldo yang disajikan.

2.9. Audit atas Penerimaan Cash (Kas dan Bank)


Kas merupakan harta lancar perusahaan yang sangat menarik dan mudah untuk
diselewengkan. Selain itu banyak transaksi perusahaan yang menyangkut
penerimaan dan pengeluaran kas. Karena itu, untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya kecurangan atau penyelewengan yang menyangkut uang kas perusahaan,
diperlukan adanya pengendalian intern (internal control) yang baik atas kas dan
setara kas. Menurut Standar Akuntansi Keuangan tahun 1994:
a) Yang dimaksud dengan kas ialah alat pembayaran yang siap dan bebas
dipergunakan untuk membiayai kegiatan umum perusahaan.
b) Yang dimaksud dengan bank ialah sisa rekening giro perusahaan yang dapat
dipergunakan secara bebas untuk membiayai kegiatan umum perusahaan.
Kelebihan kas yang diakumulasikan selama bagian tertentu dari siklus operasi
yang diperlukan dimasa mendatang biasanya disimpan dalm bentuk setara kas
jangka pendek dan sangat likuid. Setara kas, yang mungkin sangat material
jumlahnya, termasuk dalam laporan keuangan sebagai bagian dari akun kas hanya
jika bersifat investasi jangka pendek yang siap dikonversi menjadi kas dalam
jangka pendek. Contoh dari perkiraan-perkiraan yang biasa digolongkan sebagai
kas dan setara kas adalah:
 Kas kecil (Petty Cash) dalam rupiah maupun mata uang asing.
 Saldo rekening giro di Bank dalam rupiah maupun mata uang asing.
 Bon sementara (I O U).
 Bon-bon kas kecil yang belum diganti.
 Check tunai yang akan didepositkan.

29
Adapun yang tidak dapat digolongkan sebagai bagian dari kas dan setara kas pada
neraca adalah:
 Deposito berjangka (time deposit) yang jatuh tempo lebih dari 3 bulan.
 Check mundur dan check kosong.
 Dana yang disisihkan untuk tujuan tertentu (sinking fund).
 Rekening giro yang tidak dapat segera digunakan baik di dalam maupun diluar
negeri, misalnya karena dibekukan.
Setara kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat likuid,
berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu
tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan. Setara kas dimiliki untuk
memenuhi komitmen kas jangka pendek, bukan untuk investasi atau tujuan lain.
Untuk keperluan penyusunan neraca komersial dan neraca fiskal, kas dan bank
dilaporkan sebesar nilai nominal. Perlakuan terhadap kas dan bank dalam
perpajakan dan akuntansi pada umumnya tidak jauh berbeda. Ketentuan perpajakan
tidak mengatur secara rinci mengenai teknik dan metode pembukuan kas dan bank.
Oleh karena itu, praktik akuntansi komersial yang mengatur tentang teknik dan
metode pembukuan kas dan bank dapat diikuti sepenuhnya.
Untuk tujuan pengendalian kas dan bank, perusahaan pada umumnya
melakukan pemisahan dana antara kas kecil (petty cash) dan kas besar (cash on
hand). Kas kecil umumnya dipakai untuk pengeluaran harian perusahaan yang
sifatnya rutin dan tidak besar jumlahnya. Kas besar pada umumnya dipakai oleh
perusahaan untuk pengeluaran tertentu dan disimpan oleh perusahaan di dalam
brankas. Dalam kas kecil dikenal dua sistem, yaitu:
1. Imprest fund system (sistem dana tetap) dengan pencatatan transaksi dan
mutasi dana kas kecil dilakukan pada saat penggantian dana.
2. Fluctuating fund system (sistem dana tidak tetap) dengan pencatatan transaksi
dan mutasi dana setiap saat terjadinya transaksi

2.10. Tujuan Audit Penerimaan Kas


1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas kas
dan setara kas serta transaksi penerimaan dan pengeluaran kas dan bank.
2. Untuk memeriksa apakah saldo kas dan setara kas yang ada di neraca per
tanggal neraca betul-betul ada dan dimiliki perusahaan.

30
3. Untuk memeriksa apakah ada pembatasan untuk penggunaan saldo kas dan
setara kas.
4. Untuk memeriksa, seandainya ada saldo kas dan setara kas dalam valuta asing,
apakah saldo tersebut dikonversi ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs
tengah BI pada tanggal neraca dan apakah selisih kurs yang terjadi sudah
dibebankan atau dikreditkan ke laba rugi komprehensif tahun berjalan.
5. Untuk memeriksa apakah penyajian di neraca sesuai dengan standar akuntansi
keuangan di Indonesia.

2.11. Sistem Pengendalian Intern Kas


Pengendalian intern terhadap kas dapat dilakukan pada saat penerimaan uang
dan pengeluaran uang, antara lain:
a) Pada saat penerimaan uang
 Harus ditunjukkan dengan jelas fungsi-fungsi dalam penerimaan kas dan
setiap penerimaan kas harus segera dicatat dan disetor ke bank.
 Diadakan pemisahan fungsi antara pengurusan kas dengan pencatatan kas.
 Diadakan pengawasan yang ketat terhadap fungsi penerimaan dan
pencatatan kas.
 Dibuat laporan kas untuk setiap hari sebagai pertanggung jawaban kas.
b) Pada saat pengeluaran uang
 Pengeluaran uang harus menggunakan cek, kecuali pengeluaran-
pengeluaran yang jumlahnya kecil, yaitu menggunakan kas kecil.
 Dibentuk kas kecil.
 Diadakan pemisahan antara pihak yang mengumpulkan bukti
pengeluaran, yang menulis cek dan yang menandatangani cek serta yang
mencatat pengeluaran kas.
 Pemeriksaan internal pada jangka waktu yang tidak tentu.
 Dibuat laporan pengeluaran kas harian sebagai pertanggungjawaban.

Ada beberapa petunjuk/pedoman umum yang berguna bagi auditor dalam


menilai penanganan kas, yaitu:
a) Jangan diizinkan setiap karyawan menangani transaksi dari awal hingga akhir.
b) Pisahkan penanganan kas dari pencatatannya.

31
c) Pusatkan penerimaan kas.
d) Letakkan cash register sehingga pelanggan dapat mengadakan observasi
jumlah yang dicatat.
e) Setorkan segera semua penerimaan-penerimaan kas.
f) Semua pengeluaran harus melalu cek, kecuali pengeluaran dari kas kecil.
g) Buat rekonsiliasi bank yang dilakukan oleh karyawan yang tak bertanggung
jawab terhadap pengeluaran cek atau penanganan kas.

2.12. Prosedur Pemeriksaan Kas Dan Setara Kas


A. Pahami dan evaluasi internal control atas kas dan setara kas serta transaksi
penerimaan dan pengeluaran kas dan bank. Proses memahami dan
mengevaluasi internal control atas kas dan setara kas serta transaksi
penerimaan dan pengeluaran kas dan bank merupakan bagian yang sangat
penting dalam suatu proses pemeriksaan akuntan.
Hasil evaluasi internal control atas kas dan setara kas serta transaksi
penerimaan dan pengeluaran kas dan bank berupa kesimpulan
apakah internal control tersebut berjalan efektif atau tidak. Jika auditor
menyimpulkan bahwa internal control efektif, berarti luasnya pengujian atas
kewajaran saldo kas dan setara kas per tanggal neraca bisa dipersempit,
karena kemungkinan terjadinya kesalahan adalah kecil dan jika kesalahan
terjadi akan bisa segera ditemukan oleh pihak perusahaan. Untuk
memahami internal control yang terdapat di perusahaan, auditor bisa
melakukan tanya jawab dengan klien dengan menggunakan internal
controlquestionnaires. Kemudian hasil tanya jawab digambarkan lebih lanjut
dalam flowchart, dan (jika dianggap perlu) dalam bentuk cerita (narraetive).
Berdasarkan jawaban ICQ, flowchart, dan penjelasan narrative (jika
ada), auditor bisa mengevaluasi internal control yang ada secara teoritis dan
menarik kesimpulan sementara apakahinternal control atas kas dan setara kas
serta penerimaan dan pengeluaran kas/bank baik, sedang atau lemah. Jika
disimpulkan sementara bahwa internal control baik atau sedang, auditor
harus melakukan tes ketaatan atas transaksi penerimaan dan pengeluaran
kas/bank, untuk membuktikan apakah internal control berjalan efektif atau
tidak.

32
Yang diambil sebagai sampel biasanya bukti penerimaan kas/bank dan
bukti pengeluaran kas/bank atau nomor check/giro. Jika disimpulkan
sementara bahwa internal control lemah, auditor tidak perlu mengadakan tes
ketaatan, tetapi langsung melakukan substantive test yang diperluas. Karena
biasanya jika tetap dilakukan compliance test, kesimpulan akhir tetap
menyatakan bahwa internal control lemah.
Setelah compliance test selesai dilakukan, auditor harus menarik
kesimpulan akhir apakah internal control, baik, sedang atau lemah. Setelah
itu baru dilakukan substantive test atas saldo kas/bank. Prosedur audit
untuk compliance test harus dipisahkan dari prosedur audit untuk substantive
test, begitu juga kertas kerja pemeriksaannya.
B. Buat Top Schedule kas dan setara kas per tanggal neraca (misal per 31-12-
2010), atau kalau belum selesai, boleh per 31-10-2010 atau 31-11-2010;
penambahan mutasi akan diperiksa kemudian, apakah ada hal-hal yang di
luar kebiasaan atau tidak.
C. Lakukan Cash count (perhitungan fisik uang kas) per tanggal neraca, bisa
juga sebelum atau sesudah tanggal neraca. Jika klien menggunakan imprest
fund system untuk kas kecilnya, cash count bisa dilakukan kapan saja karena
saldo kas selalu tetap. Tetapi jika digunakan fluctuating fund
system maka cash count sebaiknya dilakukan tidak jauh dari tanggal neraca
agar tidak mengalami kesulitan sewaktu melakukan perhitungan maju atau
mundur ke tanggal neraca (saldo kas per tanggal cash count ditambah atau
dikurangi dengan penerimaan atau/dan pengeluaran sebelum/sesudah tanggal
neraca).
D. Kirim konfirmasi atau dapatkan pernyataan saldo dari kasir dalam hal tidak
dilakukan kas opname. Untuk kas yang berada di cabang yang jauh dan
saldonya tidak besar, tidak perlu auditor secara khusus mengunjungi cabank
tersebut untuk melakukan kas opname, karena tidak
berimbang cost dan benefit-nya. Sehingga cukup dikirim surat konfirmasi
atau diminta pernyataan saldo dari kasir.
E. Kirim konfirmasi untuk seluruh rekening bank yang dimiliki perusahaan.

Surat konfirmasi tersebut harus ditandatangani oleh pejabat perusahaan yang


namanya dan contoh tanda tangannya tercantum di “signature card” bank

33
perusahaan (authorized signature). Konfirmasi tersebut bisa mencantumkan nomor
rekening bank perusahaan, tetapi akan lebih baik jika nomor rekening tersebut tidak
dicantumkan. Surat konfirmasi harus tetap dikirim walaupun perusahaan sudah
menerima rekening koran dari bank karena:
 Hal tersebut merupakan standar audit procedures untuk mendapatkan bahan
bukti audit (audit evidence).
 Yang ditanyakan dalam surat konfirmasi bukan hanya saldo bank tetapi banyak
hal lainnya, seperti: jumlah kredit, pendiskontoan wesel tagih, contigent
liability dan lain-lain.
 Jawaban konfirmasi diminta untuk dikirim langsung ke auditor, sedangkan
rekening koran selalu dikirim ke klien.
 Minta rekonsiliasi bank per tanggal neraca (misalkan per 31-12-2010), kalau
terpaksa, karena belum selesai yang Desember, dapat diminta per 31-11-2010.
 Lakukan pemeriksaan atas rekonsiliasi bank tersebut.

2.13. Fraud Pada Audit Penerimaan Cash


2.13.1. Lapping
Lapping adalah suatu jenis penggelapan yang dilakukan dengan cara
penundaan pembukuan atau penagihan rekening tagihan untuk
menyembunyikan adanya kekurangan uang tunai. Lapping dapat terjadi jika
penyimpanan kas merangkap fungsi sebagai pencatatan transaksi penerimaan
dan pengeluaran kas. Lapping dilakukan oleh karyawan tersebut dengan cara
tidak mencatat penerimaan kas dari debitur tertentu dan memasukkan uang
yang diterima tersebut kedalam kantongnya sendiri. Untuk menutupi
kecurangan tersebut, penerima kas berikutnya yang diterima dari debitur lain
digunakan untuk menutupi kecurangannya dengan mengkreditkan rekening
piutang debitur yang pertama. Begitu seterusnya.
Auditor dapat mengungkapkan jenis penggelapan ini dengan cara
membandingkan nama, jumlah, dan tanggal yang tercantum dalam tembusan
advice penyetoran dengan transaksi penerimaan tunai dalam jurnal
penerimaan yang berkaitan dengan slip penyetoran. Oleh karena prosedur
pengungkapan lapping tersebut akan memakan waktu, maka pemeriksaan

34
harus melakukan prosedur tersebut apabila keadaan menunjukkan adanya
kecenderungan terjadi penggelapan sebagai akibat dari sistem yang lemah.

2.13.2. Kiting
Kiting adalah penyalahgunaan penerimaan kas yang dilakukan secara
sengaja untuk sementara waktu ataupun untuk jangka waktu yang
lama/permanen. Dalam prakteknya, kiting digunakan untuk
menyembunyikan deficit ataupun menggelapkan alur aliran arus kas seperti
melakukan transfer uang dari satu ke pihak yang lain. Contoh kiting yaitu
penarikan dana di satu bank, yang akan disimpan di bank lain, kemudian
ditarik lagi dan akan disimpan di bank ketiga dan seterusnya. Kiting mungkin
dapat dilakukan pada zaman dahulu sewaktu perbankan masih dengaan
sistem manual (rekening koran manual).

35
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat kami peroleh dari pembahasan di atas adalah pelaksanaan
audit terkait saldo piutang usaha sangatlah penting dan diperlukan. Prosedur seorang
auditor dalam mengaudit kewajaran saldo piutang yang tertera dalam laporan keuangan
sangatlah beragam, salah satunya adalah dengan memanfaatkan surat konfirmasi
piutang dagang. Ketika seorang auditor akan melaksanakan tugasnya dalam mengaudit
saldo akun piutang milik klien haruslah terlebih dahulu memastikan sembilan tujuan
audit terkait terpenuhi, yakni pengujian terinci, keberadaan, kelengkapan, akurasi,
klasifikasi, pisah batas, nilai yang direalisasi, hak klien, serta penyajian dan
pengungkapan. Tujuan dilakukannya audi piutang secara umum adalah untuk
mengetahui apakah terdapat pengendalian intern (internal control) yang baik atas
piutang dan transaksi penjualan serta piutang dan penerimaan kas, untuk memeriksa
validity (keabsahan) dan authenticity (ke otentikan) dari pada piutang, untuk memeriksa
collectibility (kemungkinan tertagihnya) piutang dan cukup tidaknya perkiraan
allowance for bad debts (penyisihan piutang tak tertagih), untuk mengetahui apakah ada
kewajiban bersyarat (contingent liability) yang timbul karena pendiskontoan wesel
tagih (notes receivable), serta untuk memeriksa apakah penyajian piutang di neraca
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yaitu Standar
Akuntansi Keuangan.

36
DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi. 2014. Auditing Edisi 6, Buku 2. Jakarta. Salemba Empat.

http://www.noobakuntan.info/2014/04/pengertian -cut-off-dalam-
akuntansi.html

https://www.coursehero.com/file/p4nfmck/Pisah-Batas-Penerimaan-Kas-Dalam-audit-
biasanya-penentuan-batas-penerimaan-kas/

https://www.kompasiana.com/rezaardianti/5709dd3e2023bd07076c1200/pengujian-siklus-
penjualan-dan-penagihan-piutang-usaha?page=all

http://ajungmkaudit.blogspot.com/2012/10/

http://okta-wiskey.blogspot.com/2013/12/pengujian-siklus-penjualan-dan.html

https://www.kompasiana.com/diana_kholifah/556c47082f977339048b4567/audit-saldo-
piutang#

37

Anda mungkin juga menyukai