Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

KANDIDIASIS VULVOVAGINAL

Disusun oleh:

Amalia Zahra D 150070200011184

Nurul Widhawaty 150070200011211

Meilinda Susilorini 150070200011173

Lovita Octiara 135070100111061

Erien Guswidtri 150070200011041

PEMBIMBING:

Dr.dr. Dhelya Widasmara , Sp.KK

SMF/LABORATORIUM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG

AGUSTUS 2017
BAB 1
PENDAHULUAN

Keputihan merupakan salah satu masalah yang cukup berpengaruh pada wanita.
Secara Fisiologis keputihan adalah suatu hal yang normal dan tidak menganggu, tetapi
apabila berlebihan dan disertai dengan keluhan lain seperti rasa gatal, dan rasa nyeri pada
saat berhubungan seksual maka keputihan dapat menganggu aktifitas dan keharmonisan
rumah tangga.1,2
Sepanjang hidupnya seorang wanita diperkirakan pernah mengalami keputihan (fluor
albus) minimal satu kali. Fluor albus banyak dialami oleh wanita usia reproduktif. Keputihan
dalam kehamilan sering dianggap sebagai hal yang biasa terjadi dan sering luput dari
perhatian ibu dan petugas kesehatan yang melakukaan pemeriksaan kehamilan. Dari
bermacam keputihan yang dapat terjadi pada kehamilan, tiga besar yang sering ditemukan
adalah kandidiasis vulvovaginal, bakterial vaginosis dan trichomoniasis vaginalis.1,2
Kandidiasis vulvovaginal (KVV) adalah infeksi vagina yang disebabkan Candida
albicans atau spesies Candida lainnya.1 Candida albicans adalah jamur dimorfik, komensal
pada genital dan saluran gastrointestinal. Menurut penelitian penyebab yang utama KVV
adalahCandida albicans, yaitu antara 80-90%.2 Namun sekarang ini diketahui bahwa
prevalensi C.albicans dalam menyebabkan kandidiasis menurun, sementara yang non-
albicans semakin meningkat seperti C.glabrata, C.parapsilosis, C.tropicalis, C.krusei, C.kefyr,
C.gulliermondi, C.lusitaniae dan C.dublisiensis.1 Jamur Candida dapat tumbuh dengan variasi
pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH 4,5-6,5. Pada penderita
kandidiasis vulvovaginalis kadar pH vagina biasanya normal berkisar 4.0-4.5.1
Awalnya infeksi vagina simtomatis ini disebut dengan candida vaginitis, sejak gejala
dan tanda hampir seluruhnya mengenai vulva sehingga terminologi kandidiasis vulvovaginal
lebih menunjukkan penyakitnya. Laporan tentang KVV pertama sekali ditulis oleh Hipocrates
dan Galen, kemudian Frank menuliskan gambaran klinis KVV pada tahun 1792 dan Candida
sebagai faktor penyebab pertama sekali dilaporkan oleh Wilkinson pada tahun 1894.1
Adanya faktor-faktor predisposisi dapat menyebabkan perubahan pada jamur Candida
yang semula saprofit menjadi patogen sehingga terjadi kandidiasis vulvovaginalis. Faktor
predisposisi tersebut di antaranya adalah perubahan hormonal (kehamilan), penggunaan
antibiotik, penyakit metabolik dan penggunaan obat-obatan.1,2 Pada kehamilan terjadi
peningkatan kerentanan terhadap infeksi Candida, terutama pada trimester ketiga. Hal ini
diperkirakan karena meningkatnya kadar hormon reproduksi, yaitu estrogen yang
menyebabkan konsentrasi glikogen yang tinggi pada epitel vagina sehingga menjadi substrat
yang baik (karbon) untuk pertumbuhan jamur Candida dan peningkatan estrogen akan
meningkatkan perlengketan sel-sel jamur pada mukosa vagina.1
Informasi tentang prevalensi KVV belum diketahui dengan pasti namun, merupakan
infeksi tersering di seluruh dunia dengan insidensi yang meningkat beberapa tahun ini. Di
Amerika serikat KVV merupakan penyebab kedua tersering infeksi vagina setelah vaginosis
bakterialis.1,2 Sekitar 75% dari perempuan pernah mengalami kandidiasis vulvovaginal suatu
waktu dalam hidupnya, dan sekitar 5% perempuan mengalami episode rekurensi.3 Penelitian
Department of Microbiology, Lead City University, Nigeria pada tahun 2012 yang dilakukan
pada 200 orang pengunjung Association for Reproductive Family and Health (AFRH)
menyatakan infeksi Candida albicans merupakan infeksi tertinggi dengan persentase 27%.4
Angka prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi dari berbagai penelitian di Indonesia
pada kelompok perilaku risiko rendah antara tahun 1999–2000 cukup tinggi berkisar 57% dari
seluruh ISR yang diteliti. Jumlah penderita kandidiasis vulvovaginal di Indonesia berkisar
antara 20-30%.5 Angka kejadian kandidiasis vulvovaginal pada wanita meningkat secara
signifikan pada usia setelah 20 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 30 sampai 40
tahun, hal ini terkait dengan aktivitas intercourse seksual.4
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Nn.Wahyu Laili
Usia : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Turen, Malang
Status : Belum Menikah
No.RM : 004276-xx
Pekerjaan : Mahasiswi
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Pemeriksaan : 23 Agustus 2017

2.2 Anamnesis (Autoanamnesis)


2.2.1 Keluhan Utama
Terasa Gatal pada bagian kemaluan & Keluar keputihan dari kemaluan.

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan keluarnya keputihan dari bagian kemaluan sejak 2 hari yang lalu.
Keputihan dirasa pasien kental, berwarna agak kekuningan, tidak berbuih dan tidak berbau.
Keluarnya keputihan tidak dirasakan cukup banyak. pasien juga mengeuhkan adanya rasa
gatal di daerah kemaluan yang menyertai keluarnya keputihan. Selain itu pasien juga
mengeluhkan adanya rasa gatal pada bagian kemaluan yang hilang timbul, namun pasien
tidak mengeluhkan adanya demam , pusing , mual , muntah Pasien merasakan adanya luka
kemaluan yang sudah sembuh dari satu minggu yang lalu dan pasien tidak merasakan adanya
benjolan maupun kutil pada bagian kemaluan. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya nyeri
pada saat melakukan hubungan intim 2 bulan yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan adanya
nyeri saat buang air kecil maupun buang air besar .

2.2.3 Riwayat Pengobatan


Pasien sebelumnya sudah berobat ke dokter umum yang berada di puskesmas dan diberi
obat diminum 1 kali sehari selama 3 hari. Setelah minum obat tersebut keluhan membaik
namun keluhan keputihan kembali muncul setelah pasien selesai dan sebelum menstruasi ,
kemudian kembali muncul apabila pasien sedang stress atau kelelahan .
2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengeluhkan keluhan yang sama yaitu keluarnya keputihan kental namun berbau
amis pada bulan December 2017 tepatnya 8 bulan yang lalu. Dan membaik setelah berobat
ke dokter umum yang berada di puskesmas dan mendapat obat

2.2.5 Riwayat Keluarga


Pasien mengatakan bahwa ibu dan adik pasien tidak memiliki keluhan gatal dan keluar cairan
putih/ nanah dari kemaluan.

2.2.6 Riwayat Sosial


Pasien merupakan seorang mahasiswi di universitas politeknik semester 3 . Pasien mengakui
Telah melakukan hubungan intim yang aktif sejak 2 tahun yang lalu. Namun sudah 2 bulan
belakangan ini pasien tidak melukan hubungan intim dangan pacarnya . Dan saat melakukan
hubungan intim pasien terkadang mengunakan kondom dan terkadang tidak . Dan pasien
tidak mayakini bahwa pasangan pasien tidak berganti ganti pasangan . Pasien juga mengaku
sering menggunakan celana dalam yang ketat dan celana berbahan jeans yang ketat untuk
berpergian sehari hari .

2.2.7 Riwayat Seksual


Pasien sejak 2 tahun terakhir adalah seorang yang aktif dalam hubungan intim dengan pacar
pasien dan Pasien terakhir kali melakukan hubungan intim 2 bulan yang lalu. Pasien mengaku
tidak pernah melakukan hubungan intim selain dengan pacar pasien. Terkadang pasien saat
melakukan hubungan intim tidak menggunakan kondom . Dan pasien tidak mayakini bahwa
pasangan pasien tidak berganti ganti pasangan saat melakukan hubungan intim .

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Status Venereologis
1. Labia Mayor: Makula Eritema batas tegas bentuk ireguler, edem (-)
2. Vulva: Eritema (+), duh tubuh (-)
3. Urethra: Dalam batas normal
4. Vagina: Patch eritematous batas tegal multiple, duh tubuh menempel pada dinding
vagina
5. Kelenjar Bartholin: Dalam batas normal. Edema (-), Nyeri tekan (-)
Gambar 1. Genitalia eksterna Gambar 2. Vagina
2.3.2 Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS 456
Hygine : Tampak terawat (pakaian, rambut, kuku bersih)
Tanda Vital : Tekanan Darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : Tidak dilakukan pemeriksaan
RR : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tax : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kepala/Leher : Pemeriksaan KGB: Tidak dilakukan pemeriksaan
Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Edema -/-
-/-

2.4 Diagnosis Banding


1. Kandidiasis Vulvovaginal
2. Bakterial Vaginosis

2.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Pengecatan Gram didapatkan Sel PMN (+) >30/LP, pseudohifa panjang dengan budding
yeast
2. Pemeriksaan KOH didapatkan Budding yeast (+)
3. pH : 4.5
4. Tes Amin: negatif
5. Pemeriksaan sediaan basah tidak dilakukan

Gambar 3. Pemeriksaan Gram. Budding yeast (+)

Gambar 4. Pemeriksaan Gram. Pseudohifa (+), Budding yeast (+)


2.6 Diagnosis
Kandidiasis Vulvovaginal

2.7 Terapi
Fluconazole caps 150 mg PO dosis tunggal

2.8 Monitoring dan Edukasi


1. Penjelasan mengenai penyakit kandidiasis, penyebab, penularan, pengobatan,
komplikasi dan pentingnya pengobatan dengan pasangan
2. Tidak berhubungan seksual selama masih dalam masa pengobatan
3. Setia pada pasangan
4. Menggunakan kondom apabila berhubungan seksual
5. Apabila terdapat efek samping obat, maupun perburukan segera datang kembali
6. Disarankan tidak menggunakan celana ketat, dan disarankan menggunakan celana
berbahan yang mudah menyerap keringat
7. Disarankan untuk tidak menggunakan sabun-sabun kemaluan
8. Kontrol 1 minggu lagi
BAB 3
PEMBAHASAN

Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) adalah infeksi mukosa vagina dan vulva yang
disebabkan oleh spesies Candida. Penyebab terbanyak (80-90 %) adalah Candida albicans.
Spesies non albicans yang tersering adalah Candida glabrata (Turolopsis glabrata). Penyakit
ini dapat ditemukan diseluruh dunia dan merupakan yang terbanyak di antara infeksi vagina
terutama di daerah iklim subtropis dan iklim tropis. Sobel dkk melaporkan bahwa pada 20-
25% wanita sehat usia reproduksi, dijumpai Candida pada traktus genital yang bersifat
asimtomatik. Pada 29,8% wanita dengan vulvovaginitis simptomatik dapat diisolasi jamur
Candida. Rata-rata 70-75% wanita dewasa pernah satu kali ikut menderita kandidiasis vagina
selama hidupnya dan 40-50% mengalami dua kali atau lebih.1,11-13

Pasien yang dibahas dalam laporan kasus ini adalah seorang wanita, dengan nama
Ny.WL,berusia 20 tahun. Usia pasien sesuai dengan data epidemiologi kandidiasis
vulvovaginal yang banyak ditemukan pada wanita usia reproduksi aktif dan banyak di daerah
iklim tropis, termasuk Indonesia.

Pruritus akut dan keputihan (fluor albus) merupakan keluhan awal yang dimiliki oleh
pasien. Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal yang hebat. Gejala ini memang tidak spesifik
karena pada suatu penelitian diketahui hanya 38% pasien yang mengeluhkan gatal hebat,
tetapi pada penelitian lain, 100% wanita mengeluhkan gatal. Sekret vagina berwarna putih,
seperi krim susu/keju atau kuning tebal, tetapi dapat juga cair seperti air atau tebal homogen.
Bau sekret minimal atau kadang berbau asam dan tidak mengganggu. 1,11,20 Gejala lain yang
dirasakan adalah rasa panas dan terkadang rasa sakit terutama pada saat berkemih (disuria
eksternal), saat berhubungan seksual (dispareunia), setelah pemeriksaan ginekologi atau
setelah mandi atau berendam dengan air hangat. Keluhan seringkali sangat ringan (bahkan
tidak diperhatikan pasien karena telah terbiasa) dan keluhan bisa hilang timbul.11,22

Keluhan utama yang menyebabkan pasien berobat ke rumah sakit yaitu Terasa Gatal
pada bagian kemaluan & Keluar keputihan dari kemaluan Dan Pasien mengeluhkan keluarnya
keputihan dari bagian kemaluan sejak 2 hari yang lalu. Keputihan dirasa pasien kental,
berwarna agak kekuningan, tidak berbuih dan tidak berbau. Keluarnya keputihan tidak
dirasakan cukup banyak. pasien juga mengeuhkan adanya rasa gatal di daerah kemaluan
yang menyertai keluarnya keputihan. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya rasa gatal
pada bagian kemaluan yang hilang timbul, namun pasien tidak mengeluhkan adanya demam
, pusing , mual , muntah Pasien merasakan adanya luka kemaluan yang sudah sembuh dari
satu minggu yang lalu dan pasien tidak merasakan adanya benjolan maupun kutil pada bagian
kemaluan. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya nyeri pada saat melakukan hubungan intim
2 bulan yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri saat buang air kecil maupun buang
air besar . Keluhan keputihan (fluor albus) dengan sekret yang kental dan tidak berbau, rasa
gatal (pruritus akut) dan rasa panas di daerah kemaluan, serta rasa nyeri saat melakukan
hubungan seksual (dyspareunia) yang dialami oleh pasien ini sesuai dengan teori yang
dibahas pada paragraf sebelumnya.

Pada keadaan vulvovaginitis siklik dapat timbul rasa gatal, panas atau bahkan nyeri
pada vulvovagina pada tiap siklus menstruasi (beberapa saat sebelum, selama, dan sesudah
menstruasi). Keadaan ini biasanya disebabkan oleh hipersensitifitas terhadap antigen
Candida yang tumbuh subur pada masa siklus menstruasi. Pemberian antibiotik pada wanita
dapat mengeliminasi proteksi flora normal bakteri, sehingga terjadi peningkatan pertumbuhan
Candida di vagina dan traktus gastrointestinal. Berkurangnya bakteri di dalam vagina
menyebabkan Candida dapat tumbuh dengan subur karena tidak ada lagi persaingan dalam
memperoleh makanan yang menunjang pertumbuhan jamur tersebut.1,14 Obesitas dan
pemakaian celana ketat dapat meningkatkan temperatur lokal dan kelembapan sehingga
cocok untuk pertumbuhan jamur. Pemakaian pembersih dan pengharum vagina juga dapat
berpengaruh karena dapat mengubah lingkungan normal dalam vagina.1,17,18 Sumber infeksi
lainnya yaitu melalui hubungan seksual. Kolonisasi kelamin laki-laki asimtomatik dengan
spesies Candida adalah empat kali lebih sering terjadi pada pasangan seksual laki-laki dari
perempuan yang terinfeksi. Organisme Candida penis hadir di sekitar 20% dari mitra wanita
dengan KVV rekuren. Organisme Candida paling sering ditemukan pada penis yang berlum
disirkumsisi, biasanya tanpa gejala. Pasangan yang terinfeksi biasanya membawa strain
identik; Namun, kontribusi transmisi seksual pada patogenesis infeksi masih belum diketahui.
Dari prevalensi positif penis dan kultur uretra, tampak bahwa peran penyebaran seksual
terbatas. Bukti terbatas mengatakan bahwa kontak anogenital dan khususnya orogenital
menularkan infeksi.

Pasien sebelumnya sudah berobat ke dokter umum yang berada di puskesmas dan
diberi obat diminum 1 kali sehari selama 3 hari. Setelah minum obat tersebut keluhan
membaik namun keluhan keputihan kembali muncul setelah pasien selesai dan sebelum
menstruasi , kemudian kembali muncul apabila pasien sedang stress atau kelelahan. Hal ini
sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pemakaian antibiotik dapat mengurangi flora
normal vagina, sehingga Candida dapat tumbuh subur. Pasien mengatakan bahwa suami
pasien juga memiliki keluhan gatal dan keluar cairan putih/ nanah dari kemaluan namun sudah
berobat ke dokter umum dan keluhan membaik. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa biasanya kolonisasi Candida pada kelamin laki-laki lebih sering
asimtomatis. Pasien sering menggunakan celana ketat yang berbahan jins. Hal ini sesuai
dengan teori dimana penggunaan celana ketat dapat meningkatkan temperatur lokal dan
kelembapan sehingga cocok untuk pertumbuhan jamur.

Pemeriksaan klinis kandidiasis vulvovaginal dapat ditemukan mukosa vagina yang


kemerahan dan pembengkakan labia dan vulva sering disertai pustulopapular di sekeliling
lesi. Ekskoriasi bisa timbul. Serviks biasanya normal, atau sedikit eritem disertai sekret putih
yang menempel pada dindingnya.1,11,20 Vulva tampak eritem, edema, basah dan kadang
tampak papul, vesikel, pustul, erosi dan eksoriasi atau maserasi dengan hiperemi pada
introitus vagina dan dapat dijumpai adanya gumpalan-gumpalan putih serta lesi satelit.11,21

Pada pasien ini, pemeriksaan yang dilakukan yaitu pemeriksaan fisik, yaitu inspeksi
genitalia eksterna. Pada pemeriksaan fisik pasien ini, ada makula eritema berbatas tegas
dengan bentuk ireguler di labia mayor. Vulva pasien ditemukan eritema. Vagina pasien
ditemukan patch eritematous berbatas tegas, jumlah multipel, dan duh tubuh yang menempel
pada dinding vagina.

Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis kandidiasis vulvovaginal berupa


sediaan basah dan pewarnaan Gram, pemeriksaan KOH 10%, pemeriksaan biakan jamur,
dan pemeriksaan pH cairan vagina. Preparat yang dipakai adalah preparat segar. Sekret
vagina dapat dikerok/apus dan diperiksa secara lansung dengan menggunakan NaCl
fisiologis (sediaan basah), KOH 10 % atau dengan diwarnai dahulu dengan pewarnaan gram.
Pada pemeriksaan sediaan basah, ditemukan adanya sel-sel ragi (yeast) dan miselia.11,14,20
Pemeriksaan ini harus secara rutin dilakukan, tidak hanya untuk mengidentifikasi adanya sel
ragi dan miselia tetapi juga untuk mengeluarkan adanya “clue cells” dan trichomad motile.
KOH 10 % lebih sensitif dalam mengidentifikasi ragi (65-85%). Spesimen dari sekret dinding
vagina dan serviks yang diambil langsung akan lebih berguna.1,14,23 Kadar pH vagina biasanya
normal (4.0-4.5) pada kandidiasis vulvovagina. Ditemukannya pH lebih dari 5 biasanya
mengidentifikasikan adanya BV, trichomoniasis, atau infeksi campuran.21 Pemeriksaan pH
vagina adalah dengan cara meletakkan kertas pH pada dinding vagina dan menghindari
kontak dengan mukosa serviks yang memiliki pH tinggi.11,26 Tes Fermentasi dan asimilasi
karbohidrat merupakan tes tambahan pada pemeriksaan kultur yang bertujuan untuk
mengetahui spesies Candida. Pada tes ini Candida akan menfermentasikan gula-gula dan
membentuk karbondioksida dan alkohol.17,20

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien ini adalah pewarnaan Gram,
pemerisaan KOH 10%, pemeriksaan pH, dan tes Amin. Dari pewarnaan Gram, hasil yang
didapatkan yaitu ditemukan sel PMN (+) >30/LP dan pseudohifa panjang dengan budding
yeast. Dari pemeriksaan KOH 10%, hasil yang didapatkan yaitu didapatkan adanya budding
yeast. pH cairan vagina pasien yaitu sebesar 4.5. Hasil tes Amin pasien tidak di lakukan pada
pasien ini. Pemeriksaan sediaan basah tidak dilakukan pada pasien ini.

Diagnosis banding pada pasien ini yaitu bakterial vaginosis dan trikomoniasis
vaginalis. Diagnosis banding kandidiasis vulvovaginal dapat dibedakan dengan mudah
melalui pemeriksaan perkiraan pH dan secara mikroskopis. Lebih sulit memisahkan jika
penderita kandidiasis vulvovaginalis dengan hasil mikroskopis negatif dan pH vagina normal.
Pada Trichomoniasis, sekret banyak dan encer, warna kekuningan, berbusa, berbau tidak
enak dan jarang terdapat lesi kulit. Pada bakterial vaginosis, sekret encer, tipis dan homogen,
warna putih atau keabu-abuan serta berbau amis, dan idak diketahui inflamasi pada vagina
dan vulva.

Untuk pengobatan, pasien mendapatkan Fluconazole kapsul 150 mg per oral dosis
tunggal. Pasien kandidiasis vulvovaginal biasaya mendapatkan terapi antijamur, yaitu
Fluconazole 150 mg tablet oral dalam dosis tunggal. Pilihan lainnya yaitu clotrimazole 500 mg
supposituria vaginal. Terapi dosis tunggal pada berbagai rute efektif dalam penyakit ringan
sampai sedang. Banyak dari obat dosis tunggal seperti clotrimazole vaginal dan flukonazol
memiliki sifat farmakokinetik sehingga konsentrasi antimikotik bertahan dalam vagina hingga
5 hari setelah pemberian tunggal agen ini. Oleh karena itu, terapi dosis tunggal mungkin lebih
dari terapi "satu hari". Pasien juga diedukasi untuk tidak berhubungan seksual selama masih
dalam masa pengobatan, menggunakan kondom apabila berhubungan seksual, disarankan
untuk tidak menggunakan celana ketat, menggunakan celana yang mudah menyerap
keringat, dan tidak menggunakan sabun-sabun pembersih kemaluan.
BAB 4

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasienatas nama Ny.WL, berusia 20 tahun, dengan Terasa Gatal
pada bagian kemaluan & Keluar keputihan dari kemaluan . Pasien mengeluhkan keluarnya
keputihan dari bagian kemaluan sejak 2 hari yang lalu. Keputihan dirasa pasien kental,
berwarna agak kekuningan, tidak berbuih dan tidak berbau.

Keluarnya keputihan tidak dirasakan cukup banyak. pasien juga mengeuhkan adanya
rasa gatal di daerah kemaluan yang menyertai keluarnya keputihan. Selain itu pasien juga
mengeluhkan adanya rasa gatal pada bagian kemaluan yang hilang timbul, namun pasien
tidak mengeluhkan adanya demam , pusing , mual , muntah Pasien merasakan adanya luka
kemaluan yang sudah sembuh dari satu minggu yang lalu dan pasien tidak merasakan adanya
benjolan maupun kutil pada bagian kemaluan.

Pasien juga tidak mengeluhkan adanya nyeri pada saat melakukan hubungan intim 2
bulan yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri saat buang air kecil maupun buang
air besar.

Pasien sebelumnya sudah berobat ke dokter umum yang berada di puskesmas dan
diberi obat diminum 1 kali sehari selama 3 hari. Setelah minum obat tersebut keluhan
membaik namun keluhan keputihan kembali muncul setelah pasien selesai dan sebelum
menstruasi , kemudian kembali muncul apabila pasien sedang stress atau kelelahan. Pasien
sering menggunakan celana ketat yang berbahan jins.

Pada pemeriksaan fisik pasien ini, ada makula eritema berbatas tegas dengan bentuk
ireguler di labia mayor. Vulva pasien ditemukan eritema. Vagina pasien ditemukan patch
eritematous berbatas tegas, jumlah multipel, dan duh tubuh yang menempel pada dinding
vagina. Duh tubuh juga ditemukan di cervix.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien ini adalah pewarnaan Gram,
pemerisaan KOH 10%, pemeriksaan pH, dan tes Amin. Dari pewarnaan Gram, hasil yang
didapatkan yaitu ditemukan sel PMN (+) >30/LP dan pseudohifa panjang dengan budding
yeast. Dari pemeriksaan KOH 10%, hasil yang didapatkan yaitu didapatkan adanya budding
yeast. pH cairan vagina pasien yaitu sebesar 4.5. Tes Amin pada pasien ini tidak dilakukan.
Pemeriksaan sediaan basah tidak dilakukan pada pasien ini.
Untuk pengobatan, pasien mendapatkan Fluconazole kapsul 150 mg per oral dosis
tunggal. Pasien juga diedukasi untuk tidak berhubungan seksual selama masih dalam masa
pengobatan, menggunakan kondom apabila berhubungan seksual, disarankan untuk tidak
menggunakan celana ketat, menggunakan celana yang mudah menyerap keringat, dan tidak
menggunakan sabun-sabun pembersih kemaluan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sobel JD. Vulvovaginal Candidiasis. Dalam : Holmes KK dkk. Sexually Transmitted Protozoa,
Fungi and Ectoparasites part-7. New York: McGraw-Hill;2008.h.823-36.
2. Musafirah ST, Djawad K, Amin S. Kandidosis Vulvovaginal. Dalam: Amiruddin MD. Penyakit
Menular Seksual. LkiS Pelangi aksara; 2004.h.253- 62
3. Emel, Heinz and Ozdem. 1989. Candida and Candida Mycosis. New York & London:
Federation of European Microbiological Societies.
4. Maryunani, A. dan Ummu A. 2009. Buku Saku Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi.
Penatalaksanaan di Pelayanan Kebidanan. Cetakan Pertama. Jakarta: Trans Info Media.
5. Hanafiah TM. Penyebab Keputihan pada Akseptor IUD, Pil dan Injeksi KB dp PKBRS RSUD
Pirngadi Medan. Medan : Karya Tulis; 1981
6. Mahadi IDR. Pemeriksaan Penyebab Fluor Albus di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSU
Dr. Pirngadi Medan. Medan : Karya Tulis; 1982
7. Barus IG. Karakteristik Penderita dan Penyebab Keputihan di Poliklinik UPF Kebidanan dan
Penyakit Kandungan RSUD Dr. Pirngadi Medan. Medan : Karya Tulis; 1997
8. Anindita W. Faktor resiko kandidiasis vaginalis pada akseptor KB. Universitas Airlangga
Surabaya: Karya Tulis; 2000
9. Darmani EH. Hubungan antara pemakaian AKDR dengan kandidiasis vagina di RSUP Dr
Pirngadi Medan; Karya Tulis; 2001
10. Yosi A. Proporsi Spesies Candida dan Faktor Predisposisi yang Mempengaruhinya pada
Penderita Kandidiasis Vaginalis di RSUP H.Adam Malik Medan : Karya Tulis ; 2007
11. Paramitha DA. Analisis kadar zinc plasma pada penderita Kandidiasis vulvovaginalis rekuren
di RSUP H.Adam Malik Medan : Karya tulis; 2012
12. Trush (Candidiasis, Candida). Trush Candidiasis (Editorial).2010
13. Sobel JD. Microbiology. In: Vulvovaginal Candidiasis.New York: Revan Press,
LTD.2007.h.1961
14. Andriani T. Penyebab Kandidiasis Vaginalis. Karya Akhir Pendidikan Spesialis Kulit dan
Kelamin FK.UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya 2004.
15. Soedarmadi. Kandidasis Vulvovaginal. Dalam : Penyakit Menular Seksual, Jakarta : FKUI;
2007.h.87-9
16. Matthew PJ. Michael PH. Yeast Infection. In : Fitzpatrick TB. Dermatology in General Medicine
7th ed, New York : Mc. Graw Hill Inc.2008 :1822-30
17. Siregar R.S. Kandidiasis.Penyakit Jamur Kulit. EGC; 2005.h.45
18. Rippon.WJ. Candidiasis. In : Medical Mycology The Patholgenic Fungi and The Pathogenic
Actinomycetes.3rd ed, Philadelphia;1988.h.536-80
19. Cohen MS, Anderson DJ. Genitourinary Mucosal Defenses. Dalam : Holmes KK, Sparling PF,
Mardh PA, et al, editors. Sexually Transmitted Disease. 6rd ed. USA : McGraw-Hill;2009.h.203-
15
20. Harijati E, Murtiastutik D. Kandidiasis vulvovaginalis pada wanita imunokompromais karena
infeksi HIV. Berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; 2008.h.57-64
21. Al-Sadeq A, Hamad M et al. Pattern of expreession of vaginal T-cell activation markers dueing
estrogen-maintained vaginal candidiasis. In : Original article Alergy, Asthma and Clinical
Imunology;2008.h.157-63
22. John WW, editor. Vulvovaginal Candidiasis. Dalam :Sexually Transmitted Disease Treatment
Guideline. Center for Disease Control and Prevention. MMWR;2011 .h. 45-8
23. Odom RB et all. Andrew’s-Diseases of the skin, edisi ke-11. Philadelphia : WB Saunders
Company; 2011.h.451-63
24. Candidal Vulvovaginitis (editorial) 2012
25. Gordon JD, Fadir Y, El-Sayed Y. Handbook of Obstetri gynecologyand infertility. Boston :
McGraw-Hill;2007.h. 522-3, 574-5
26. Chander J. Textbook of medical mycology. New Dehli : Mehta publisher ; 2003 .h. 219-35

Anda mungkin juga menyukai