FARMASI DI PT.MEPROFARM
Disusun oleh :
1
S1 FARMASI NONREGULER 2015
LEMBAR PENGESAHAN
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Meprofarm Bandung dan menyusun laporan KKL
ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa berkat kerja sama, bantuan, pengarahan, saran dan
dukungan dari berbagai pihak, pelaksanaan KKL hingga proses penyusunan
laporan ini dapat berjalan dengan baik.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua bantuan yang telah diberikan
kepada penulis. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi almamater dan
mahasiswa .
penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB I Pendahuluan
1.Latar Belakang
Sediaan farmasi dapat berupa obat, bahan obat, kosmetika, dan alat kesehatan.
Obat merupakan suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan,
menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan fisik atau psikis
pada manusia atau hewan, temasuk memperindah tubuh atau bagian tubuh
manusia. Produk Obat diproduksi di industri tersendiri yaitu industri farmasi.
Menurut Permenkes No.1799 tentang Industri Farmasi, Industri farmasi adalah
badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Fungsi dari industri farmasi antara lain:
Setiap sediaan obat harus memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan efikasi.
Persyaratan mutu obat serta bahan obat tercantum dalam Farmakope Indonesia.
Untuk menjamin keamanan, efikasi dan mutu obat, maka industri farmasi di
Indonesia harus menerapkan ketentuan yang tercantum dalam CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik). CPOB mencakup beberapa aspek dalam industri
farmasi antara lain:
a. Manajemen Mutu
b. Personalia
c. Bangunan dan fasilitas
d. Peralatan
e. Sanitasi dan higienie
f. Produksi
g. Pengawasan mutu
h. Inspeksi diri dan audit
i. Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali
produk dan produk kembalian.
j. Dokumentasi
k. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
l. Kualifikasi dan validasi
5
Untuk dapat memperdalam ilmu dan pengetahuan dalam bidang pembuatan obat
dan mengetahui implementasi dari CPOB di Industri Farmasi, maka perlu
dilakukan kerja praktek di Industri bagi mahasiswa profesi apoteker, sebagai
persiapan dalam menghadapi dunia kerja.
2.Tujuan
Tujuan dilakukannya kegiatan kuliah kunjungan lapangan ( KKL) di industri
farmasi adalah untuk menambah wawasan mahasiswa dalam dunia industri obat
serta menyamakan teori yang diajarkan di bangku kuliah dengan kenyataan di
lapangan.
6
(MEPRO-1) beroperasi sejak 1995 dengan luas 30.000 m2 dan luas bangunan
sekitar 10.000 m2. Meprofarm didirikan pada tahun 1973. Pada awalnya dimulai
sebagai industri rumahan yang hanya memiliki 5 orang karyawan dengan
beberapa fasilitas industri tradisional. Fasilitas MEPRO-1 memperoleh sertifikat
GMP rating A dari badan POM pada tahun 2004, yang hanya diberikan pada 20
industri farmasi dari 200 industri farmasi yang ada saat itu. PT. Meprofarm
menerapkan system “Quality and Enviroment Management System” dan telah
mendapat sertifikat ISO 9001 dan 14001 sejak tahun 2007.
Pada tahun 2006 dibangun Fasilitas MEPRO UNIT 2 (MEPRO-2) yang terletak
dibelakang bangunan MEPRO-1. Dengan luas area sekitar 400 m2, dan luas
bangunan sekitar 25.000 m2. Fasilitas MEPRO-2 difokuskan untuk produksi
sediaan injeksi, sirup, krim dan suppositoria.
7
2.3 Lokasi PT. MEPROFARM
PT. Meprofarm terletak dijalan Soekarno-Hatta no 789,km 11, Gedebage Bandung
40294
8
2.4 Struktur Organisasi PT. MEPROFARM
5
2.5 Visi dan Misi PT. MEPROFARM
Adapun visi dan misi perusahaan PT. Meprofarm adalah sebagai berikut :
2.5.1 Visi
2.5.2 Misi
PT. Meprofarm juga membagi area produksi menjadi 4 area produksi. Area
tersebut adalah area produksi sedian solid non-(beta-sefa), area produksi sediaan
semisolid dan cair (steril dan nonsteril) non-(beta-sefa), area produksi sediaan
solid betalaktam, dan area produksi sediaaan solid sefalosporin (steril/nontseril)
(Gambar 5.2).
Bentuk sediaan yang diproduksi antara lain: tablet plain, tablet salut (salut
enterik dan salut film), kapsul gelatin keras, kapsul lunak, sirup kering, tablet
betalaktam, injeksi kering sefalosporin, dan tablet sefalosporin.
b. Produksi Mepro 2
Bentuk sediaan yang diproduksi antara lain: injeksi steril, krim, suppo, ovula,
sirup, suspensi, dan larutan per-oral.
Secara garis besar, proses produksi untuk setiap produk yang ada di PT.
Meprofarm dapat dijelaskan sebagai berikut. Aktivitas pertama yang dilakukan
adalah diterbitkannya batch record oleh departemen PPIC sebagai tahap pertama
untuk menyusun perencanaan produk yang akan diproduksi. Batch record atau
disebut dengan Prosedur Pengelolahan Induk (PPI) dibuat oleh pihak R&D dan
telah disetujui oleh berbagai pihak di Meprofarm baik manager produksi,
manager QC, manager pabrik, manager QA, maupun vice president
manufacturing.
Manager produksi akan melakukan penyusunan jadwal produksi sesuai dengan
waktu, kapasitas personil, dan kapasitas mesin. Setelah jadwal produksi disusun,
maka proses produksi dapat dimulai sesuai jadwal produksi. Tahap awal proses
produksi adalah dilakukannya serah terima bahan awal/pengemas dari pihak
gudang dengan pihak produksi. Bahan yang diterima ini harus sudah dinyatakan
lulus memenuhi persyaratan oleh bagian Quality Control (QC). Bahan yang telah
disetujui oleh QC ini diberi label „DILULUSKAN‟ dengan kertas berwarna
hijau. Setelah serah terima bahan, bahan awal/bahan pengemas mengalami
beberapa proses sebelum masuk ke area batch staging. Untuk bahan awal
dilakukan penimbangan oleh pihak produksi di area khusus penimbanagn sesuai
dengan kebutuhan masing-masing bahan yang akan digunakan dalam proses
produksi. Sementara untuk bahan pengemas, ada yang melalui tahap pencucian
atau tanpa pencucian sebelum masuk ke area produksi. Prosedur ini tergantung
jenis bahan pengemas yang diterima. Bahan pengemas jenis kaca akan
dibersihkan terlebih dahulu dengan purified water (PW) untuk sediaan nonsteril
atau dengan water for injection (WFI) untuk sediaan steril kemudian dikeringkan
dengan panas kering. Pemanasan kering tersebut dapat dimanfaatkan baik untuk
proses pengeringan pasca pencucian maupun proses depyrogenasi. Proses
pengeringan kemasan plastik/kaca/botol dilakukan pada suhu 80 untuk botol
plastik dan pada suhu 130°C untuk botol kaca selama 2 jam pada sistem off-line
untuk sediaan nonsteril. Pada sistem in-line, pemanasan kering dilakukan selama
15 menit pada suhu 110°C untuk kemasan kaca. Proses depirogensi dilakukan
pada suhu 260°C selama 1 jam untuk kemasan untuk produk steril seperti ampul
dan vial. Untuk bahan pengemas lain seperti strip, blister, botol plastik, dan tube
umumnya tidak dilakukan proses pencucian karena telah dianggap bersih dari
supplier dan akan digunakan untuk kemasan sediaan solid/semisolid nonsteril.
Setelah proses tersebut, bahan awal/bahan pengemas dapat langsung
digunakan/disimpan dahulu di ruangan batches staging hingga proses produksi
untuk produk tersebut dimulai. Proses produksi selanjutnya adalah proses
pencampuran bahan awal menjadi satu batch. Prosedur pencampuran berbagai
sediaan tersebut berbeda-beda tergantung jenis sediaaan yang akan dibuat.
Setelah proses pencampuran selesai tahap selanjutnya adalah proses pencetakan
untuk tablet atau pengisian untuk sediaan cair, semisolid, dan sirup kering ke
dalam kemasan primer. Bahan yang telah dikemas dengan kemasan primer telah
menjadi produk jadi. Produk ini selanjutnya akan masuk kedalam tahap
pengemasan sekunder dan akan dilakukan proses pemeriksan mutu produk oleh
QC dan review batch record oleh QA. Bila produk telah memenuhi persyaratan
mutu maka produk diberi keterangan release oleh QA dan telah diperbolehkan
untuk dijual ke pasaran. Sebelum dijual, produk akan disimpan di Gudang
Produk Jadi (GPJ) dibawah koordinasi departemen PPIC sesuai kondisi
penyimpanannya. Semua kegiatan proses produksi tersebut mulai dari awal
hingga akhir dilakukan sesuai batch record atau PPI dan semua kegiatan tersebut
harus terdokumentasi dalam batch record atau disebut dengan Prosedur
Pengelolahan Induk (PPI).
Selama proses produksi berlangsung, dilakukan pengawasan dan pemeriksaan
terhadap proses, produk antara, dan produk ruahan yang dinamakan IPC (In
Process Control). IPC dilakukan terhadap batch produksi yang diambil pada
awal, tengah, dan akhir proses oleh petugas khusus IPC. In Process Control
(IPC) merupakan suatu prosedur pemeriksaan yang dilakukan selama proses
produksi untuk memastikan bahwa spesifikasi/mutu produk selama proses
produksi terjamin dan terpenuhi. Selain itu, tujuan pemeriksaan ini adalah untuk
memantau hasil dan kinerja dari proses produksi. Dengan demikian, jika terjadi
variasi karakteristik/deviasi produk selama proses produksi akan dapat
memudahkan penelusuran penyebabnya dan dapat dilakukan upaya perbaikan
lebih awal sehingga akan mengurangi resiko kegagalan mutu produk.
3.2.1 Proses Produksi Betalaktam
Proses produksi betalaktam dilakukan pada gedung yang terpisah dengan produksi non
betalaktam untuk menghindari terjadinya pencemaran silang, karena produk betalaktam yaitu
amoxicillin memiliki sensitivitas tinggi. Gedung produksi betalaktam telah dilengkapi dengan
system pengaturan udara (Air Handling System), air shower, dan ruang penyangga (air
lock). Lantai, dinding dan langit-langit dilapisi oleh bahan epoksi untuk memudahkan
pembersihan.
Bentuk sediaan yang diproduksi antara lain: tablet ,kapsul , tablet salut film (co-amoxiclav)
dan sirup kering.
Ruangan di betalaktam terdiri dari ruang grey area dan black area,yang termasuk kedalam
ruang grey area yaitu ruang timbang, staging ,ruang mixing , ruang cetak, ruang coating ,
ruang pengisian dry sirup, ruang pengemasan primer, ruang pengisian kapsul, ruang botol
bersih, ruang penyimpanan alat, ruang cuci alat, ruang IPC, ruang supervisor, ruang antara
orang, ruang antara barang, janitor.sedangkan yang termasuk kedalam black area yaitu
gudang bahan baku, bahan kemas, ruang pengemasan skunder,ruang cuci botol, laboratorium,
toilette,kantin,mushola,locker pria dan wanita.
Kondisi ruangan di Betalaktam selalu diukur secara berkala untuk mengukur pertukaran
udara, suhu udara, kelembaban dan jumlah partikel. Setiap personel yang masuk keruangan
betalaktam diharuskan menggunakan pakaian khusus lengkap dengan aksesorisnya yang
berupa masker, sepatu dan sarung tangan. Sebelum memasuki ruangan dan saat keluar dari
ruangan diharuskan melewati air shower yang dimaksudkan untuk menghilangkan partikel-
partikel pengotor yang melekat. Setelah selesai melaksanakan kegiatan produksi, setiap
personel diharuskan untuk membersihkan diri dengan mandi.
Ruangan gedung produksi beta-laktam dilengkapi dengan system pengaturan udara (Air
Handling System). Untuk mengukur perbedaan tekanan pada masing-masing ruang digunakan
alat pengukur beda tekanan yaitu magnehelic. Dimana tekanan udara di koridor dibuat lebih
positif dibandingkan dengan ruang unit proses agar partikel-partikel obat dari ruang unit
proses tidak mencemari ruang lain dan koridor. Perbedaan juga terdapat diantara ruang
produksi dengan ruang antara. Tekanan ruang antara dibuat minimal sama besar dengan
koridor grey area, sedangkan gedung beta laktam, tekanan ruang antara dibuat lebih negatif
dibandingkan ruang produksi agar debu-debu dari ruang produksi tidak keluar tanpa
pengolahan terlebih dulu menggunakan sistem sing bubble airlock. Perbedaan ini tergantung
dari kegiatan produksi diruang produksi. Jika produksi menghasilkan banyak debu, tekanan
ruang produksi dibuat lebih negatif dari koridor.
Secara garis besar, proses produksi untuk setiap produk yang ada di PT. Meprofarm
dapat dijelaskan sebagai berikut. Aktivitas pertama yang dilakukan adalah adanya serah
terima bahan dari pihak gudang dengan pihak produksi. Bahan yang diterima ini harus sudah
dinyatakan lulus memenuhi persyaratan oleh bagian Quality Control (QC). Bahan yang telah
disetujui oleh QC ini diberi label ‘DILULUSKAN’ dengan kertas berwarna hijau. Selain
bahan, dilakukan pula serah terima bahan kemasan. Bahan kemasan inipun juga harus melalui
proses pengujian oleh bagian QC sama halnya pada bahan untuk produk obat. Setelah serah
terima bahan, kemudian dilakukan penimbangan oleh pihak produksi sesuai dengan
kebutuhan masing-masing bahan yang akan digunakan dalam proses produksi. Bahan-bahan
yang sudah ditimbang ini kemudian disimpan di ruang batches staging hingga proses
produksi untuk obat tersebut dimulai.
Untuk proses produksi selanjutnya, masing-masing berbeda untuk tiap
sediaan/produk. Alur ini akan dijelaskan lebih lanjut per masing-masing bentuk sediaan.
Selama proses produksi berlangsung, dilakukan pemeriksaan IPC (In Process Control) bets
produksi yang diambil pada awal, tengah, dan akhir proses oleh petugas khusus IPC. In
Process Control (IPC) merupakan suatu prosedur pemeriksaan yang dilakukan selama proses
produksi untuk memastikan bahwa proses produksi yang berlangsung tersebut sesuai dengan
prosedur yang seharusnya. Dengan begitu, dapat diperoleh keseragaman bets dan kualitas
produk yang dihasilkan tercapai sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Selain itu,
tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memantau hasil dan kinerja dari proses produksi.
Dengan begitu, jika terjadi variasi karakteristik produk selama proses produksi, dapat
memudahkan penelusuran penyebabnya dan dapat dilakukan upaya perbaikan lebih awal
sehingga akan mengurangi biaya produksi yang besar.
Dalam proses produksi, dikenal adanya istilah produk antara dan produk ruahan.
Produk antara adalah bahan atau campuran bahan yang masih memerlukan satu atau lebih
tahap pengolahan lebih lanjut untuk menjadi produk ruahan, sedangkan produk ruahan
merupakan bahan yang telah selesai diolah dan hanya memerlukan satu tahap kegiatan lagi
untuk menjadi produk yang siap jual (hanya perlu pengemasan sekunder). Produk yang sudah
jadi kemudian dilakukan pengemasan sekunder yang prosedurnya juga sudah ditetapkan
dalam Prosedur Pengemasan Induk (PPI), yaitu dibuat oleh bagian Research and
Development (R&D) dan telah disetujui oleh bagian Pemastian Mutu/Quality Assurance
(QA). Selama proses pengemasan tersebut, petugas IPC juga melakukan pemeriksaan untuk
memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam PPI tersebut. Obat jadi
tersebut dikarantina terlebih dahulu sampai dinyatakan lulus oleh Bagian Pengawasan Mutu
(QC). Jika diluluskan, maka produk tersebut akan direlease ke pasar. Sebelum
didistribusikan, obat jadi disimpan di dalam gudang obat jadi berdasarkan stabilitasnya dan
disusun berdasarkan jenis sediaan. Selain itu, selama proses distribusi kondisi tranportasi
harus menjamin produk tersebut tetap stabil hingga ke tangan konsumen. Berikut akan
dipaparkan masing-masing tahapan/alur proses produksi dari masing-masing bentuk sediaan.
a.Proses produksi sediaan Tablet
PROSES HASIL
PENIMBANGAN
MIXING
PRODUK ANTARA
CETAK
PENYALUTAN
1) Penimbangan
Ruang penimbangan yang berada di gedung betalaktam dirancang dengan kondisi
tekanan udara yang lebih rendah daripada ruang antara dan jalur koridor. Hal ini
dimaksudkan agar bahan-bahan obat yang berupa serbuk-serbuk tidak keluar ruang
penimbangan dan mencemari ruangan lainnya karena udara masuk dari luar ke ruangan
timbang. Bahan baku masuk menuju ruang penimbangan dari gudang bahan baku melalui
pass through yang diterima di ruang antara untuk dibersihkan terlebih dahulu sebelum
masuk ke ruang penimbangan.
Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk memastikan bahwa bahan baku tersebut
adalah benar yang tercantum dalam protap produksi, dalam kondisi baik, dan telah
diluluskan oleh Bagian Pengawasan Mutu (QC). Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
nama bahan baku, tanggal kadaluwarsa, pemerian fisik, warna, bau, dan benda asing yang
terdapat pada bahan baku. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan keberadaan label status
bahan “DILULUSKAN” yang berasal dari QC dan kemudian dilakukan pencatatan
nomor analisa bahan pada batch record.
Persyaratan suhu dan kelembaban diruang penimbangan untuk suhu ≤ 27oC dan
kelembaban udara (RH) ≤ 70%.
Untuk bahan baku pottasium clavulanat memiliki penanganan khusus karena
harus di timbang pada ruang penimbangan yang khusus yaitu low RH yang artinya
ruangan telah diatur suhu dan kelambaban udara (RH) sesuai syarat yang di tentukan
yaitu ≤ 23oC dan RH ≤ 30%. Dan pada penimbangan mengguanakan plastik rangkap 4
diberi silika gel. Hal ini dilakukan untuk melindungi bahan dari pengaruh suhu dan
kelembaban.
Masing-masing bahan baku diambil dan ditimbang sesuai dengan urutan yang
tertera pada batch record. Bahan-bahan baku yang telah ditimbang dimasukkan dalam
wadah plastik besar yang diletakkan di atas palet dan kemudian diberi label yang jelas.
Bahan-bahan ini disimpan di ruang staging hingga proses produksi selanjutnya akan
dimulai. Bahan-bahan sisa yang tidak digunakan untuk proses produksi dilakukan proses
rekonsiliasi/dicatat dalam kartu stok bahan baku sehingga dapat diketahui jumlah bahan
yang dipakai maupun tidak terpakai. Bahan yang tidak terpakai akan dikembalikan ke
gudang bahan baku. Hal ini untuk memudahkan pengendalian bagian PPIC terhadap
jumlah bahan baku yang ada.
2).Mixing
Proses mixing dilakukan dengan cara mixing kering.sebelumnya bahan baku di cek
terlebih dahulu jumlah dan kesesuaian no.batch yang akan di mixing dengan yang tertera di
catatan batch. Proses pencampuran bahan menggunakan alat “Triplicity cone mixer”atau
“Drum mixer 300L”dengan kecepatan 14 rpm selama 30 menit. Kemudian masa di timbang
dan dimasukan ke dalam staging selama menunggu proses selanjutnya.proses mixing berjalan
sesuai dengan prosedur yang tertera pada catatn batch.
3).Pencetakan
a. Hopper sebagai tempat menyimpan, memasukkan granulat yang akan dikempa, dan
mengalirkan massa cetak yang akan dikempa. Berdasarkan jumlah Hopper, mesin
tablet juga dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu Single Hopper (SH) dan
Double Hopper (DH). Umumnya mesin tablet DH digunakan untuk menghasilkan
tablet lapis ganda (double layer) yang memerlukan dua kali pengempaan massa cetak.
Jumlah tablet yang dapat dicetak dalam satu siklus oleh sebuah mesin dapat bervariasi
bergantung pada jumlah station punches dan dies yang terpasang. Mesin tablet yang
digunakan di betalaktam adalah mesin tablet dengan jenis Shing Tse.
b. Die yang menentukan bentuk dan ukuran/diameter tablet. Berdasarkan diameter die
yang digunakan, terdapat dua tipe tooling mesin tablet, yaitu tipe B dan tipe D. Mesin
tipe B memiliki die dengan diameter 1,9 cm sedangkan mesin tipe D memiliki die
dengan diameter 1 inchi (2,54 cm). Mesin tipe D umumnya digunakan untuk tablet-
tablet dengan ukuran besar karena memiliki daya tekan yang lebih besar.
c. Punch digunakan untuk mengempa granulat yang terdapat di dalam die.
d. Jalur cam untuk mengatur gerakan punch
4).Penyalutan
1) Penimbangan
Tahap penimbangan sama seperti pada penimbangan produksi sediaan tablet.
2) Pengeringan bahan pembantu
Untuk produk yang menggunakan zat aktif pottasium clavulanat,dan bahan yang memiliki
kadar air tinggi.
Pengeringan bahan pembantu bertujuan agar bahan pembantu yang digunakan memiliki
kadar air tertentu sesuai dengan spesifikasi kadar air yang tertera pada batch record.
3) Pencampuran bahan
Pencampuran bahan umumnya dilakukan dalam Drum Mixer. Sediaan sirup kering harus
dikemas dalam botol sehingga pengemasan primer untuk sirup kering mencakup
pengisian massa ke dalam botol dan penutupan botol secara otomatis menggunakan mesin
Filling & Capping Jih Cheng JC-PCB.
4) Pengemasan primer
Botol-botol dan cap-nya sebagai bahan kemas harus dibersihkan terlebih dulu dengan
cara pencucian otomatis dalam mesin Rotary bottle washing kemudian dikeringkan
dalam Doubledoor dryung oven bersuhu 125 C dan didinginkan sampai suhu sekitar 40
o
C. Proses pengisian dimulai dengan penempatan botol bersih dalam conveyor, pengisian
massa serbuk ke dalam Hopper mesin Filling, dan pengisian cap ke dalam Hopper mesin
Capping.dan dilakukan penyortiran botol dan tutup untuk memeriksa kesesuaian isi ,tidak
ada botol yang pecah atau retak,serta tutup botol yang sobek.
5) Pengemasan Sekunder
Pemasangan etiket pada botol dilakukan menggunakan mesin di mana etiket yang sudah
berkode dan bahan perekat diposisikan sedemikian rupa agar botol yang berjalan dalam
conveyor dapat langsung ditempel dengan etiket. Setelah itu, botol dimasukkan ke dalam
outerbox dalam dus induk beserta brosur dan sendok takarnya, kemudian dilakukan
penimbangan dan pelabelan setiap dus induk sebelum produk masuk ke gudang produk jadi.
Titik kritis pengemasan sekunder untuk botol sirup kering terletak pada kesiapan jalur
pengemasan agar mencegah mix-up bahan kemas sekunder.
Proses Hasil
Pengemasan Primer
(pengisian kedalam Produk Ruahan
botol)
2) Pencampuran (mixing)
Bahan awal yang sudah siap untuk diolah akan dikirim dari ruang staging ke
ruang pencampuran (mixing). Alat mixing untuk sediaan suspensi dan sirup
adalah Tetra Pack Mixer.
Alat Tetra Pack Mixer memilki 3 tanki pencampuran yaitu tanki T-01, T-02, dan
T-03. Tanki T-01 memiliki kapasitas hingga 1000 L dan memiliki hight shear
mixer didasar bak. Hight shear mixer ini berfungsi sebagai pemecah massa bulk
menjadi lebih homogen. Oleh sebab itu, alat ini dimanfaatkan untuk proses
pencampuran sediaan suspensi atau emulsi. Tank T-02 memiliki kapasitas hingga
1000 L dan hanya memiliki agitator saja. Oleh sebab itu, tank T-02 digunakan
untuk pencampuran sediaan sirup atau larutan. Sementara, tank T-03 memiliki
kapasitas 300 L dan hight shear mixer. Maka, tank T-03 digunakan sama seperti
tanki T-01. Namun, tanki T-03 juga biasa digunakan sebagai tanki pencampuran
awal sediaan suspensi/emulsi kemudian ditransfer secara otomatis ke mesin tanki
T-01 untuk menjadi massa bulk.
Alat Tetra Pack Mixer merupakan alat mixing otomatis. Alat ini dapat diatur
secara otomatis. Pengaturan dan pengontrolan yang dapat dilakukan adalah suhu
pencampuran, kecepatan pencampuran, lama pencampuran, penimbangan
material dalam tanki, hingga proses clean in place (CIP). Masing-masing mesin
tanki dapat melakukan CIP selama 1 jam. Proses CIP yang dilakukan oleh mesin
dengan cara bilasan pertama dengan recycle purified water (PW), bilasan kedua
menggunakan Tap Water, dan bilasan ketiga bilasan terakhir menggunakan air
PW. Pada saat bersamaan dangan CIP, mesin tanki lain yang telah bersih dapat
dimanfaatkan untuk pencampuran sediaan lainnya. Oleh sebab itu, alat ini
berjalan lebih produktif, effisien, dan efektif dibandingkan dengan cara manual.
Pencampuran yang dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama adalah
memasukkan bahan awal ke dalam tanki dengan sistem vakum. Proses
pencampuran menggunakan purified water (PW). Prosedur pencampuran
dilakukan sesuai dengan batch record. Produk-produk yang telah selesai
dicampurkan ada yang bersifat pararel dan non-pararel. Produk pararel adalah
produk yang dapat langsung filling tanpa menunggu pemeriksaan kadar terlebih
dahulu oleh bagian QC, karena pemeriksaan kadar dilakukan bersamaan dengan
proses filling. Sementara, produk nonpararel merupakan produk yang harus
menunggu hasil pemeriksaan kadar dari QC sampai dinyatakan “LULUS” baru
dapat dilakukan proses filling. Bagi produk-produk yang tidak stabil dengan
oksigen maka selama proses mixing dialirkan gas N2.
3) Pengemasan Primer
Botol yang akan digunakan sebagai wadah primer adalah wadah botol kaca atau
botol plastik. Wadah botol kaca dicuci secara otomatis menggunakan mesin
pencuci botol dengan menggunakan air recycle yang selanjutnya botol dibilas
dengan PW dan dikeringkan. Proses pengeringan dapat dilakukan secara in-line
atau off-line. Pengeringan secara inline dilakukan dalam tunnel selama 15 menit
pada suhu 110°C. Sementara, pengeringan secara off-line dilakukan dalam oven
bersuhu 20-150°C selama dua jam. Untuk wadah botol plastik, dikeringkan pada
suhu 80°C selama dua jam pada sistem off-line. Untuk tutup botol, dibersihkan
dengan cara direndam dalam alkohol dan dikeringkan. Pengisian dan penutupan
botol dilakukan menggunakan mesin Filling Jih Cheng JC -FL6 dan mesin
Filling Jih Cheng JC-FML 12. Pada proses pengisian sediaan suspensi, produk
ruahan harus selalu diaduk untuk menjamin keseragaman dosis dalam produk dan
mencegah terbentuknya endapan. Selain itu, saat pengisian petugas IPC akan
melakukan sampling untuk pemeriksaan volume terpindahkan setiap 30 menit.
Selama proses filling, IPC juga akan mengambil sampel awal, tengah, dan akhir
untuk pengujian kimia dan fisika. Pengujian kimia meliputi pH, mikro, BJ
maupun kadar. Sementara, pengujian fisika meliputi pemerian dan hasil sealing.
Untuk produk-produk yang mudah teroksidasi, selama proses filling dialiri
dengan gas N2. Sesaat sebelum sealing, diberikan aliran N2 ke dalam sediaan. Ini
dilakukan untuk menghiangkan gas O2 dalam sediaan.
Proses fillling dapat dilakukan pada sistem in-line dan off-line. Mesin filling
inline pada line 1 memiliki 12 nozzle. Mesin filling in-line memiliki kapasitas
18.000 botol per hari dan volume filling 10-120 mL. Sementara, mesin filling
offline pada line 3 memiliki 6 nozzle. Mesin line 3 memiliki kapasitas 8000
botol/hari dan volume filling 10- 225ml.
4) Pengemasan Sekunder
Kemasan sekunder produk sirup cair dan suspensi meliputi label, etiket, brosur,
sendok takar, pipet tetes, outterbox, dan dus induk. Pengemasan sekunder
dilakukan di area pengemasan, di luar ruang produksi. Kontrol produk yang
telah diberi kemasan sekunder mencakup pemeriksaan fisik kemasan dan bobot
akhir produk dalam kemasan, kebersihan ruangan, serta kesiapan jalur yang
dilakukan oleh bagian packaging. Selanjutnya produk dikirim ke Gudang Produk
Jadi (GPJ) dengan label “KARANTINA”. Setelah mendapat persetujuan
“DILULUSKAN” dari bagian QC dan review batch record QA, maka produk
dapat dijual ke pasaran.
b. Alur Proses Produksi Sediaan Semisolid (Krim)
Pencampuran Pencampura
fase air nfase minyak
Pencampuran akhir
Pengemasan Primer
Produk Ruahan
( pengisiankedalamtube) )
1) Penimbangan
Proses pengolahan dimulai dengan memanaskan tanki fase air dan fase minyak
masing-masing pada suhu 70-80°C.Pembuatan fase minyak menggunakan alat
Axomtic FUS 75 kemudian di pindahkan dengan melewati penyaring khusus
untuk memisahkan pengotor. Apabila suhu sudah mencapai 70–80°C, dilakukan
pencampuran fase minyak dan fase air. Pengadukan fase minyak dan fase air
harus dilakukan pada kecepatan yang konstan agar terbentuk basis krim yang
baik. Pengadukan ini dilakukan menggunakan alat Under-Vacuum Emulsifying
Mixer Axomatic 100 LT. Selanjutnya suhu tanki diturunkan hingga 45-50°C. Alat
Axomatic 100 LT memiliki turbin dan agitator. Turbin dan agitator berguna untuk
proses homogenisasi. Sesaat setelah basis krim terbentuk, maka turbin dihentikan
untuk mencegah terjadinya pemisahan basis krim. Sementara agitator, berfungsi
untuk menguraikan agregat-agregat besar atau emulsi menjadi agregat yang lebih
halus dan homogen.
3) Pencampuran Akhir
Zat aktif yang telah didispersikan ditambahkan ke dalam basis krim. Kemudian
dilakukan pengadukan dengan mixer selama 30 menit menggunakan alat
UnderVacuum Emulsifying Mixer Axomatic 100 LT. Sampel kemudian diambil
dan dikirim ke bagian IPC dan QC untuk diperiksa pada tiga titik, yaitu atas,
tengah dan bawah. Pemeriksaan yang dilakukan IPC adalah pemeriksaan
konsistensi krim menggunakan alat penetrometer. Sementara QC, akan
memeriksa secara spesifikasi kimia. Penambahan zat pewangi dilakukan pada
suhu 35–40 °C sebab zat pewangi mudah menguap pada suhu tinggi dan dapat
mengganggu penentuan kadar zat aktif yang menggunakan metode High
Performance Liquid Chromatography (HPLC). Sediaan krim juga dibagi dua
perlakukan yaitu pararel dan nonpararel. Namun, kebanyakan sediaan semisolid
bersifat non-pararel maka harus menunggu proses pelulusan dari pihak QC
sebelum dilakukan proses filling.
4) Pengemasan Primer
5) Pengemasan Sekunder
Kemasan sekunder sediaan krim terdiri dari brosur, dus krim, dan dus induk. Dus induk yang
telah diisi dengan produk selanjutnya ditimbang dan diberi label. Kebenaran pengemasan
diperiksa oleh Kepala Seksi Pengemasan. Sama seperti pengemasan sekunder sediaan
lainnya, titik kritis pengemasan krim juga terletak pada kesiapan jalur pengemasan. Jika jalur
pengemasan telah siap, baru dilakukan penyiapan bahan kemas sesuai dengan yang
dibutuhkan dan tertera pada batch record. Selanjutnya produk jadi diserahkan ke GPJ. Sisa
bahan kemas yang memiliki label identitas nomor batch dan Exp date dihancurkan sedangkan
sisa brosur dihitung jumlahnya dan dikembalikan ke Gudang Bahan Kemas (GBK).
Pengemasan Primer(
pengisian kedalam
rotoplast ) Produk Ruahan
Coding
1) Penimbangan
2) Pencampuran
Proses pengolahan basis dimulai dengan memanaskan tanki basis suppo pada
suhu 40-50°C. Pengadukan basis harus dilakukan pada kecepatan yang konstan
agar terbentuk basis yang baik. Pengadukan ini dilakukan pada alat Under-
Vacuum Emulsifying Mixer Axomatic 100 LT atau wadah stainless untuk
kapasitas kecil dengan menggunakan Mixer Silverson L5T. Zat aktif
ditambahkan dalam basis. Kemudian dilakukan pengadukan dengan mixer selama
1 jam. Setelah selesai pencampuran, maka disimpan dalam area staging hingga
dinyatakan „LULUS‟ oleh QC.
3) Pengemasan Primer
4) Pengemasan Sekunder
Kemasan sekunder sediaan krim yaitu brosur, dus krim, dan dus induk. Dus
Induk yang telah diisi dengan produk, ditimbang dan diberi label. Kebenaran
pengemasan diperiksa oleh Kepala Seksi Pengemasan. Sama seperti pengemasan
sekunder sediaan lainnya, titik kritis pengemasan krim juga terletak pada
kesiapan jalur pengemasan. Jika jalur pengemasan telah siap, baru dilakukan
penyiapan bahan kemas sesuai dengan jumlah dan jenis kemasan yang
dibutuhkan, sesuai dengan yang tertera pada batch record. Selanjutnya produk
jadi diserahkan ke GPJ. Sisa bahan kemas dihitung jumlahnya dan dikembalikan
ke GBK. Produk jadi diberi label “KARANTINA”. Setelah mendapat persetujuan
“DILULUSKAN” dari bagian QC dan review batch record oleh QA, maka
produk dapat dijual di pasaran.
a. Teknik Aseptis
Proses produksi sediaan steril dapat dilakukan secara aseptis dan dengan
sterilisasi akhir. Proses aseptis adalah rangkaian tindakan yang dilakukan untuk
menghindari kontaminasi produk oleh mikroba. Produk-produk tersebut juga
tidak dapat disterilisasi akhir dengan panas karena pertimbangan stabilitas zat
aktif.
b. Teknik Sterilisasi Akhir
Proses sterilisasi akhir adalah proses sterilisasi dilakukan pada sediaan jadi
dengan cara panas. Berdasarkan kondisi produksi, kegiatan produksi sediaan
steril dapat dilakukan pada kondisi aseptis/sterilisasi akhir, sehingga kondisi
penyiapan bahan, pencampuran, dan pengisian kedua kondisi tersebut pun
berbeda.
Proses produksi sediaan steril harus harus divalidasi terlebi dahulu sebelum
digunakan. Salah satu validasi proses produksi sediaan steril adalah dengan
melakukan uji sterilitas proses produksi dengan media fill. Media fill adalah
metode pengujian untuk melihat apakah suatu proses produksi sediaan steril
tersebut berjalan secara steril atau tidak. Cara pengujian dengan media fill adalah
melakukan proses produksi rutin, tetapi bahan-bahan dan produk yang digunakan
diganti dengan dengan media pertumbuhan TSB/TSA. Media akan melalui segala
tahapan sesuai alur proses produksi. Kemudian, media diinkubasi dan diamati
apakah terjadi pertumbuhan mikroba atau tidak. Jika terjadi pertumbuhan, hal
tersebut menunjukkan bahwa proses tidak berjalan steril. Media fill penting
dilakukan untuk memvalidasi proses produksi sediaan steril terutama untuk
metode aseptis.
Steril adalah keadaan bebas dari mikroorganisme hidup (viable). Sterilitas adalah
konsep ketiadaan mutlak dari mikroorganisme hidup. Sterilisasi adalah inaktivasi
atau pengurangan mikroba hidup sampai batas yang dapat diterima, yang
dilakukan dengan cara yang sesuai (CPOB 2012).
Metode sterilisasi dapat dilakukan dengan cara panas basah, panas kering, gas,
radiasi, dan filtrasi membran. Sterilisasi cara panas basah (autoklaf) adalah proses
sterilisasi dengan panas uap bertekanan pada suhu 121°C selama 15 menit
dengan tekanan 1 atm. Suhu dan waktu tersebut ditetapkan berdasarkan hasil
steriliasi indikator biologis paling stabil terhadap panas yaitu Bacillus
stearothermophylus. Proses sterilisasi umumnya dilakukan selama 30 menit pada
suhu 121°C untuk meyakinkan bahwa seluruh mikroba hidup telah terbunuh
(overkill). Sterilisasi panas kering dilakukan bagi produk tahan panas tetapi tidak
tahan kelembapan. Sterilisasi panas kering dilakukan pada suhu minimum 250°C
selama 1 jam. Sterilisasi gas mengunakan gas etilen osksida. Metode ini terlalu
toksik dan tidak digunakan di PT. Meprofarm. Steriliasi radiasi adalah metode
sterilisasi menggunakan radiasi sinar gamma atau sinar UV. Metode ini
dimanfaatkan apabila produk tidak tahan panas dan lembap. Radiasi gamma
dilkukan di instansi lain yang telah tersertifikasi. Sterilisasi filtrasi membran
adalah metode sterilisasi menggunakan membrane filter 0.45 µm atau 0.22 µm.
Uji sterilitas dapat dilakukan dua cara yaitu inokulasi langsung dan filtrasi
membran. Inokulasi langsung dilakukan dengan cara menumbuhkan sampel
produk pada media pertumbuhan TSB/TSA, kemudian diinkubasi dan diamati.
Metode filtrasi membran dilakukan dengan cara menyaring sampel produk
dengan membrane, kemudian membrane filter ditumbuhkan pada media
pertumbuhan, diinkubasi dan diamati. Untuk sediaan tertentu yang mengandung
zat pengawet atau zat antimikroba, sebelum dilakukan uji sterilitas zat-zat
tersebut harus diinaktivasi terlebih dahulu. Inaktivasi pengawet dilakukan dengan
cara mengencerkan sampel produk yang mengandung pengawet. Sementara,
inaktivasi zat antimikroba dilakukan dengan mengencerkan sampel produk atau
dengan menambahkan inaktivator, misalnya enzim pendegradasi.
Uji endotoksin adalah uji yang dilakukan untuk menentukan jumlah atau
kosentrasi endotoksin dalam suatu sediaan.. Uji endotoksin in-vivo dilakukan
dengan menggunakan kelinci sebagai hewan uji (durasi uji: 24±5 jam) Namun,
untuk memastikan apirogenisitas produk tidak dapat dilakukan sebelum
pelulusan/penggunaan produk. Uji endotoksin in vitro dilakukan dengan
menggunakan metode Limulus Amoebocyte Lysate (LAL). Metode pengujian
pirogen paling modern dan sederhana adalah metode uji pirogen secara in-vitro.
Partikulat merupakan cemaran berupa benda asing yang ada di udara ruangan
berkelas. Persyaratan jumlah partikulat yang diperbolehkan di ruangan berkelas
(A-D) berbeda untuk kondisi operasional atau nonoperasional. Oleh sebab itu,
ruangan berkelas harus dilakukan kualifikasi dan rekualifikasi secara periodik
untuk memastikan bahwa kondisi ruang produksi memenuhi persyaratan produksi
sediaan steril. Kelas A merupakan ruangan dengan jumlah cemaran parikulat
paling rendah dibandingkan ruangan berkelas lainnya.
Sistem tata udara (HVAC) merupakan bagian penting dalam mengatur cemaran
parikulat di ruangan berkelas. Sistem tata udara harus didesain dan dikualifikasi
secara baik. Sistem tata udara akan mengambil udara bebas dari lingkungan luar
dan mengalami berbagai proses pengelolahan sebelum akhirnya didistribusikan
ke ruangan berkelas. Udara yang didistribusikan merupakan udara bersih bebas
pengotor. Udara luar akan mengalami berberapa tahapan. Tahap pengolahan
udara bebas menjadi udara bersih dimulai dari plenum sebagai penangkap udara
bebas. Selanjutnya udara melewati pre-filter E4 dengan efisiensi penyaringan
sebesar 30-40%. Kemudian, udara melewati cooling coil yang akan mengatur
kelembapan. Ada juga Eletric filter yang mengatur kelembapan. Kemudian,
udara melewatti blower supply yang akan mendistribusikan udara. Tahap
selanjutnya udara melewati medium filter dengan efisiensi penyaringan sebesar
70-80%. Tahap paling akhir udara melewati HEPA Filter H-13 atau H-14.
Pengujian cemaran partikulat dapat dilakukan dua metode yaitu metode visual
dan nonvisual. Metode visual dilakukan dengan cara mengamati kejernihan
sediaan dengan mata telanjang dengan latar belakang pengamatan yang kontras
dengan sediaan. Metode yang kedua adalah metode nonvisual. Metode ini
dilakukan dengan prinsip hamburan cahaya dan mikroskopis. Metode hamburan
cahaya ialah menghitung jumlah cemaran dengan menggunakan cahaya yang
ditembakkan oleh alat dan akan langsung diperoleh data kuantitatif jumlah
cemaran parikulat dalam sediaan steril. Sementara metode mikroskopis dilakukan
dengan mengamati sediaan di bawah mikroskop dengan meletakan sampel uji
pada plat mikrometer. Pengujian ini dilakukan sesuai dengan persyaratan yang
ada di kompedial.
Tahap awal proses produksi sediaan steril adalah dengan memeriksa kesiapan
jalur (line clearance) pencucian dan sterilisasi. Jalur pencucian yang diperiksa
meliputi kesiapan jalur pencucian ampul, vial, rubber stopper, alumunium cap
(flip-off), dan baju kerja steril. Bagian lain yang perlu diperiksa meliputi
pengecekan kebersihan lantai dan ruangan steril. Lantai dan ruangan steril
dipastikan telah disanitasi dan disterilisasi sesuai protap sanitasi dan sterilisasi
ruangan steril. Label bersih dari ruangan dan mesin pencucian ditempelkan pada
PPI. Sebelum memulai, harus diperiksa label status kalibrasi/kualifikasi mesin
pencucian. Setelah bangunan dan peralatan diperiksa, selanjutnya dilakukan
pengecekan kesesuaian komponen-komponen yang akan dicuci seperti
kesesuaian spesifikasi ampul/vial, kesesuaian warna dan spesifikasi rubber
stopper, warna, logo, dan spesifikasi flip-off, serta perlengkapan pakaian steril.
Pencucian dan sterilisasi tersebut dilakukan terhadap lantai, ruangan, bahan awal,
bahan pengemas, peralatan yang akan digunakan dalam proses steril, dan pakaian
kerja personil. Semua komponen tersebut harus dalam keadaan bersih dan steril
sebelum digunakan dalam proses produksi steril. Hal ini dilakukan untuk
meminialisir resiko kontaminasi mikroba selama proses produksi. Bahan
pengemas primer (ampul & vial), disterilisasi dan depyrogenasi dengan cara
panas kering pada suhu 260oC selama 1 jam. Komponen lain seperti tutup rubber
stopper, tutup alucap vial, baju steril, dan alat-alat kerja dibungkus dengan
kain/plastik khusus sterilisasi kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu
121oC selama 30 menit. Untuk bahan awal steril dan media pertumbuhan harus
ditutup dan dibungkus dengan plastic kemudian dimasukkan kedalam pass box
UV selama 15 menit sebelum diambil dari dalam ruangan steril. Namun, bagi
peralatan yang tidak dapat dipindahkan (non-portable) maka dilakukan CIP
(Cleaning In Place) dan SIP (Sterilization In Place) di ruang produksi tempat alat
tersebut berada. SIP dapat diakukan dengan metode kimia menggunakan
desinfektan.
Ruangan produksi steril harus disanitasi dan dijaga higienitasnya. Proses sanitasi
dapat dilakukan dengan metode kimia. Proses sanitasi dilakukan dengan
melakukan fogging ruangan dengan menggunakan senyawa desinfektan. Salah
satu desinfektan yang dapat digunakan adalah hidrogen peroksida (H2O2) yang
bersifat korosif. Karena H2O2 bersifat korosif maka ditambahkan asam parasetat
untuk menghidari efek korosif dari H2O2. Prosedur densifeksi dilakukan setiap
minggu dan desinfektan yang digunakan harus secara rutin diganti untuk
mencegah resistensi mikroba terhadap desinfektan. Daftar desinfektan untuk
sanitsai dan protap pembersihan ruangan steril terdapat pada POP-CPOB 2006
dan POP CPOB 2012.
Setelah selesai dilakukan proses pencucian dan sterilisasi komponen-komponen
tersebut, personil akan masuk ke dalam area steril dengan mengikuti protap tata
cara berganti pakaian dan memasuki ruangan steril. Sebelum masuk ke ruangan
steril personil akan melalui berberapa airlock. Pada saat melewati airlock, pesonil
diwajibkan membersihkan diri dan berganti pakaian produksi nonsteril dengan
pakaian produksi steril. Personil yang telah masuk ke ruangan steril selanjutnya
mengambil bahan dan alat yang telah dicuci dan disterilisasi ke dalam area
produksi steril. Baju steril, tutup rubber stopper, alucap, dan alat-alat kerja
diambil dari autoklaf. Vial dan ampul diambil dari oven. Sementara bahan awal
dan media pertumbuhan diambil dari pass box UV. Bahan awal yang telah
diambil dari pass box UV didensifeksi kembali dengan alkohol 80%. Bahan awal
dan bahan pengemas kemudian dibawa ke ruang pencampuran dan pengisian
dibawah LAF. Untuk media pertumbuhan, hanya boleh dibuka dan diletakan
pada titik kritis ruangan produksi steril.
Bahan awal akan diproses dengan metode sterilisasi akhir, ditimbang dibawah
LAF kelas A latar belakang kelas C. Bagi bahan awal untuk produk yang akan
diproduksi dengan metode aseptis, umumnya sudah berada dalam keadaan steril
ketika dibeli dari supplier dan jumlahnya telah disesuaikan dengan kebutuhan
atau akan ditimbang dengan kondisi aseptis di kelas A latar B. Barang yang telah
ditimbang dicatat dalam PPI dan dilakukan proses rekonsiliasi bahan awal. Bila
berlebih dikembalikan kembali ke pihak GBA.
Proses filling dan sealing produk steril dilakukan secara pararel. Bahan pengemas
primer yang digunakan adalah ampul kaca. Ampul kaca sebelum masuk ke area
steril harus didepyrogenasi terlebih dahulu dengan metode panas kering pada
suhu 260oC selama 60 menit pada sistem off-line. Pada sistem in-line,
depyrogenasi dilakukan pada suhu 300oC selama minimal 8 menit. Kemudian
ampul steriltersebut dapat diambil dan dibawa ke area steril. Proses filling
umumnya dilakukan di kelas A latar B. Bagi produk yang mudah teroksidasi,
selama proses filling produk harus selalu dialiri dengan gas N2 untuk mengusir
oksigen.
Kemasan sekunder sediaan injeksi yaitu brosur, dus ampul, dan dus induk. Dus
Induk yang telah diisi dengan produk selanjutnya ditimbang dan diberi label.
Kebenaran pengemasan diperiksa oleh Kepala Seksi Pengemasan. Sama seperti
pengemasan sekunder sediaan lainnya, titik kritis pengemasan injeksi juga
terletak pada kesiapan jalur pengemasan. Jika jalur pengemasan telah siap, baru
dilakukan penyiapan bahan kemas sesuai dengan yang dibutuhkan dan tertera
pada batch record. Selanjutnya produk jadi diserahkan ke GPJ. Sisa bahan kemas
dihitung jumlahnya dan dikembalikan ke gudang bahan pengemas. Produk jadi
diberi label “KARANTINA”. Setelah mendapat persetujuan “DILULUSKAN”
dari bagian QC dan review batch record oleh QA, maka produk dapat dijual ke
pasaran.
BAB IV PENUTUP