E-mail : yyurahman@ymail.com
2. Penguasaan Pengetahuan:
a. menguasai pengetahuan tentang arti, fungsi, sejarah bahasa Indonesia, ragam
bahasa Indonesia&etika/santun berbahasa.
b. Menguasai prinsip penulisan bahasa Indonesia sesuai Ejaan Bahasa Indonesia dan
pemilihan Diksi yang tepat.
c. Menguasai prinsip penalaran dalam bahasa Indonesia
d. Menguasai prinsip penulisan resensi dalam bahasa Indonesia.
e. Menguasai prinsip penulisan surat secara baik sesuai kaidah, format, dan
keperluan sesuai dengan bidang keahliannya.
f. Menguasai tata cara berbicara dalam forum ilmiah dengan menggunakan bahasa
Indonesia yang benar dan santun.
g. Menguasai prinsip penulisan Karya Ilmiah Poluler dan Karya Ilmiah Akademik
sesuai bidang keahliannya.
3. Keterampilan Umum:
a. Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks
pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
memperhatikan dan menerapkan nilai humanis yang sesuai dengan bidang
keahliannya.
b. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu, dan terukur.
c. Mampu mengkaji implikasi pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan
dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan niklai humaniora sesuai
dengan keahliannya berdasarkan kaidah, tata cara dan etika ilmiah dalam rangka
menghasilkan solusi, gagasan, desain atau kritik seni.
d. Mampu menyusun deskripsi saintifik hasil kajian tersebut di atas dalam Skripsi
atau Laporan Tugas Akhir, dan mengunggahnya dalam laman Perguruan Tinggi.
e. Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian masalah
di bidang keahliannya, berdasarkan hasil analisis informasi dan data.
f. Mampu bertanggungjawab atas pencapaian hasil kerja kelompok dan melakukan
supervisi terhadap penyelesaian pekerjaan yang ditugaskan kepada pekerja yang
berada di bawah tanggungjawabnya.
g. Mampu melakukan proses evaluasai diri terhadap kelompok kerja yang berada di
bawah tanggungjawabnya, dan mampu mengelola pembelajaran secara mandiri.
h. Mampu mendokumentasikan, menyimpan, dan menemukan kembali data untuk
menjamin kesahihan dan mencegah tindaakan plagiasi.
4. Keterampilan Khusus:
a. Mampu mengidentifikasi arti, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia
b. Mampu menganalisis kesalahan penulisan bahasa Indonesia sesuai dengan
Ejaan Bahasa Indonesia dan Diksi yang tepat.
c. Mampu menerapkan penalaran dalam bahasa Indonesia sesuai dengan bidang
keahliannya.
d. Mampu menulis Resensi dalam bahasa Indonesia sesuai dengan bidang
keahliannya.
e. Mampu membuat surat secara baik sesuai kaidah, format, dan keperluan sesuai
dengan bidang keahliannya.
f. Mampu berbicara dalam forum ilmiah dengan menggunakan bahasa Indonesia
yang benar dan santun.
g. Mampu merencanakan dan menyusun Karya Ilmiah Akademik sesuai dengan
bidang keahliannya.
C. Standar Penilaian:
D. Referensi:
Baker Anton. 1987. Metode Filsafat. Jakarta: Gramedia.
Kunjana Rahardi. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Erlangga.
____________. 2010. Kasus-Kasus Kebahasaan dalam Karya Tulis Ilmiah: Pedoman Kebahasaan
Praktis untuk Para Mahasiswa, Karyasiswa, Dosen,, dan Peneliti dalam Menyusun
Artikel, Laporan Penelitian, Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Yogyakarta; Penerbit UAJY.
NN.2009. Buku Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Jakarta: Gramedia.
Winarno, Yunita T, dkk. 2004. Karya Tulis Ilmiah Sosial: Menyiapkan, Menulis dan
Yan Sehandi Yohanes. 1991. Tinjauan Kritis Toeri Morfologi dan Sintaksis Bahasa Indonesia.
_________. 2013. Bahasa Indonesia Dalam Penulisan di Perguruan Tinggi. Salatiga: Widyasari Pres.
Dosen Pengampu
Hakikat Menyimak:
Fungsi Menyimak/mendengarkan:
1. Membuat hubungan antar pribadi lebih efektif
2. Memperoleh informasi
3. Dapat memberi respon yangtepat
4. Mengumpulkan data agar mebuat keputusan yang tepat
Tujuan Menyimak:
Peranan Menyimak/mendengar:
Tahapan Menyimak:
KETERAMPILAN BERBICARA
Faktor yang mempengaruhi:
1. kepentingan-tujuan berbicara
2. materi yang dibicarakan
3. dengan siapa berbicara-subjek
4. dalam suasana apa
5. bagaimana berbicara
6. suara/tone
FILSAFAT BAHASA
Cabang filsafat yang mempelajari mengenai pelaksanaan/
penggunaan bahasa dan linguisstik (ilmu kebahasaan).
Filsafat disebut sebagai induk ilmu.
FENOMENA KEILMUAN
Perkembangan ilmu seiring dengan perkembangan
kebutuhan manusia.
Diperlukan landasan pikir baru dalam disiplin
metodologi ilmiah.
Ilmu berkembang karena adanya rasa ingin tahu sbg ciri
khas manusia.
Untuk mencapai ilmu dilakukan dengan riset (metode,
model, paradigma /kerangka berpikir tertentu)
Kuantitatif, kualitatif, aksi, pengembangan, percobaan,
Hakikat Bahasa:
Bahasa adalah sistem lambang bunyi
ujaran yang digunakan untuk berko-
munikasi oleh masyarakat pemakainya.
Sistem aturan dalam berbahasa mencakup:
1. Bahasa adalah sebuah sistem lambang yg dpt diuraikan atas
unsur terbatas yg dapat diramalkan, dengan subsistem
(fonologi, morfologi, gramatika, leksikon)
2. Sistem lambang tersebut bersifat konvensional berdasarkan
kesepakatan.
3. Sistem lambang dibangun berdasarkan kaidah yang bersifat
universal.
4. Bahasa sebagai sistem tanda: tanda adalah hal atau benda yg
mewakili sesuatu terhadap aksi-reaksi.
5. Bahasa adalah sistem bunyi: pada dasarnya bahasa berupa
bunyi. Tulisan adalah bahasa skunder (manusia dpt berbahasa
tanpa mengenal tulisan)
6. Supaya manusia dapat bekerjasama dan berkomunikasi, dan
bahasa dipahami berdasarkan kesepakatan.
7. Bersifat produktif: sebagai sistem dr unsur yg jumlahnya
terbatas dalam penggunaannya menjadi tak terbatas.
8. Bahasa bersifat unik: tiap bahasa memiliki sistem khas yg tdk
harus ada dalam bahasa lain (misalnya kosa kata)
9. Sering terjadi universalitas dalam bahasa: dalam berbagai
bahasa memiliki sifat-sifat yg sama.
10. Bahasa memiliki variasi (krn komunikasi yg tak terbatas
sadar atau tidak menyebabkan lahirnya variasi berbagai
bahasa)
11. Bahasa mengidentifikasi kelompok sosial masyarakat
(bahasa ilmiah, bahasa orang elite, bahasa untk orang
kebanyakan, dll)
Fungsi Bahasa:
Keberadaan bahasa, supaya manusia dapat bekerjasama dan
berkomunikasi, dan bahasa dipahami berdasarkan
kesepakatan.
Tiap-tiap bahasa memiliki sejarahnya masing-masing. Kata-kata
yang pada mulainya sama artinya atau akar katanya dalam dua
bahasa, oleh karena pemakaiannya berlainan dapat memiliki arti
yang berlainan pula.
Bahasa merupakan komunikasi antarsubjek. Dialog yang sejati
bermakna kesatuan kesosialan.
Bahasa mencerminkan pandangan dunia dr sudut sintaksis dan
leksikografisnya.
Perubahan bahasa berkorelasi dengan perubahan kebudayaan
Fungsi instrumen/alat
Fungsi Regulasi
Fungsi Representasi
Fungsi Interaksional
Fungsi Personal
Fungsi Heuristik
Fungsi Imajinatif
Fungsi Referensial
Fungsi Emotif
Fungsi Metalinguistik
Fungsi Puitik
Fungsi Pragmatik
Mametik (tiruan)
FUNGSI BAHASA DAERAH
1. Sebagai ciri atau identitas etnis
2. Sebagai alat komunikasi etnis lokal
3. Sebagai sarana mengembangkan kebudayaan
4.Sebagai sarana pendidikan (nilai, budi pekerti, filsafat, dll)
5.Sebagai alat komunikasi (religi, mantra, dll)
6.Sebagai tiang penyangga kebudayaan
7.Sebagai sarana pelestarian budaya etnis.
8.Sebagai aset kekayaan budaya nasional.
9.Sebagai sarana pengembangan sastra (puisi, cerpen, cerbung,
novel-karya sastra sejarah-antropologi-budaya, dll)
10. Alat dokumentasi budaya.
ALIENASI BAHASA
Ragam Bahasa:
1. Berdasarkan Waktu
a. Ragam bahasa lama/kuno
Ejaan Soewandi: soesoe, waroeng, aloen-aloen
kidoel, pabriek es: PETOJO
b. Ragam baru atau modern
c. Ragam kontemporer (kepo, japri, jebret, sotoy,
alay, lebay, jutek, otw, ttdj, baper, syantik,
mendownload, mengakses, merevieu, daring,
dll)
2. Berdasarkan Medianya
a. Ragam Lisan (tutur): Ragam lisan baku dan
ragam lisan tidak baku.
b. Ragam Tulis baku: (memakai ucapan baku,
memakai ejaan resmi, menghindari unsur
kedaerahan, memakai fungsi gramatikal secara
eksplisit, memakai konjungsi secara eksplisit,
pemakaian bentuk kebahasaan secara lengkap,
pemakaian partikel secara konsisten, memakai
bentuk sintaksis, dan menghindari unsur
leksikal daerah).
Berkaitan dengan itu terdapat:
1) Dialek: ragam bahasa dari sekolompok penutur
yang jumlahnya relatif, dalam suatu daerah atau
wilayah tertentu.
2) Idiolek: ragam bahasa yang unik pada individu
seseorang.
3) Logat/aksen: cara mengucapkan kata (aksen)
atau lekuk lidah yang khas yang dimiliki masing-
masing orang sesuai asal daerah/suku.
4) Kronolek: ragam bahasa yg digunakan oleh
kelompok sosial atau masyarakat tertentu
dalam waktu tertentu.
5) Sosiolek(sosio-dialek): ragam bahasa yang
berkaitan dengan kelompok/kelas sosial
tertentu)
3. Berdasarkan Pesan Komunikasinya:
a. Bahasa ragam Ilmiah, bersifat denotatif (makna
sesungguhnya): jelas struktur bahasanya;
mengemban konsep makna yang jelas; memiliki
kecermatan dalam hal diksi dan sintaksis;
bersifat objektif; bersifat konsisten, runtut
penalarannya, dan rasional serta sistematis alur
pemikirannya.
b. Bahasa ragam Sastra(konotatif)
c. Bahasa ragam Pidato, (ada pembukaan, isi,
penutup)
d. Ragam bahasa Berita (Reportase) ragam
jurnalistik: 5 W + 1 H (What, Where,When,
Who, Why + How).
SISTEMATIKA BERITA
Judul Berita(singkat, jelas, menarik pembaca)
What: apa yang diberitakan
Where: dimana peristiwa itu terjadi (tempat Peristiwa)
When: kapan peristiwa itu terjadi (waktu terjadinya peristiwa)
Who: siapa yang diberitakan (orang/tokoh yang
diberitakan)
Why: mengapa peristiwa terjadi (deskripsi latar belakang
peristiwa)
How: bagaimana peristiwa terjadi (deskripsi mengenai jalannya
peristiwa),
Tugas Individual:!
Buatlah Tulisan berupa berita:
1. Judul bebas, tugas individual
2. Sistematika tulisan sesuai tulisan berita: ada Judul
Berita, 5 W + 1 H
3. Panjang tulisan + 200 kata (1 halaman).
Membaca:
1. Aktivitas Visual (mata, indera lainnya)
2. Aktivitas psikis (minat, kesungguhan, suasana hati,
konsentrasi, dll)
3. Aktivitas intelektual/pikir (kritis: menerima,
mempersoalkan, atau menyanggah)
4. Aktivitas yg bertujuan untuk mendapatkan informasi.
Tujuan Membaca
Kegiatan membaca bertujuan untuk mendapatkan
informasi yang relevan dan diperlukan. Dalam membaca
kritis tidak begitu saja menerima informasi, tetapi
mengkritisi dengan cara mengajukan berbagai pertanyaan
apakah informasi yang dibaca tersebut teruji
kebenarannya.
Menerima/setuju
Mempertanyakan
Menolak
Sistematika:
Judul
Tugas:
1. Bentuk kelompok maksimal 5
mahasiswa.
2. Cari materi bacaan/eksplorasi materi
artikel di koran terbitan antara:
Agustus2016 – September 2016
Berupa: “Artikel Opini” bukan“berita”
3. Tentukan:
a. Tema karangan
b. Gagasan utama dari tiap paragraf
c. Kritisi dan beri tanggapan dengan
menyusun “artikel” tanggapan +4
halaman.
1. Keterampilan Menulis
Hakikat menulis: kemampuan mengungkapkan gagasan,
pendapat dan perasaan kepada pihaklain dengan
menggunakan bahasa tulis.
Karya Ilmiah
Hakikat menulis: kemampuan mengungkapkan gagasan,
pendapat dan perasaan kepada pihaklain dengan
menggunakan bahasa tulis.
2. Resensi buku
RESENSI BUKU
Resensi: melihat/membaca, menimbang,
membahas, menilai sebuah buku (bedah buku).
Biasanya yg diresensi buku yang baru terbit.
Resensi adalah suatu tulisan atau ulasan
mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku.
Tujuannya adalah menyampaikan kepada para
pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya
itu patut mendapat sambutan dari masyarakat
atau tidak.
Sasaran resensi:
1. Latar belakang (mengenalkan pengarangnya, karya-karyanya,
kepakaran, dan isi buku)
2. Macam atau jenis buku (berkaitan dengan siapa penulisnya, jenis buku,
membandingkan dengan karya lain)
3. Keunggulan buku (kerangka buku, hubungan antar bagian dlm buku
itu, logika dan runtutnya pemikiran, kecermatan dalam analisisnya,
keunggulan bahasanya, dengan bahasa yang baik akan memudahkan
bagi pembaca untuk memahami isi buku tersebut)
4. Nilai buku, penulis resensi memberikan sugesti kepada para pembaca
patut tdknya buku itu dibaca (organisasi tulisan, isi, bahasa, dan teknik).
Nilai sebuah buku akaan jelas jika dibandingkan dengan karya-karya
lain yg sejenis.
Tujuan Resensi:
1.Memberikan informasi yg komprehensif/menyeluruh
ttg sebuah buku.
2. Mengajak pembaca memikirkan, mendiskusikan isi
buku tsb.
3. Memberi pertimbangan kpd calon pembaca pantas
tidaknya buku tsb utk dibaca.
4. Memberi infomasi tentang: Judul, penulis, tujuan
menulis, dan hubungan dgn buku-buku sejenis.
5. Memberi timbangan bagi pembaca dlm memilih buku
Resenssi sekitar 4-5 halaman
CONTOH RESENSI:
Identitas buku:
Judul
REDUPNYA NASIONALISME DAN TANTANGANNYA BAGI GENERASI MUDA
INDONESIA
BAGIAN ISI/PEMBAHASAN/ANALISIS
BAGIAN PENUTUP
Daftar Pustaka.
(Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP. Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga)
ABSTRAK
Refleksi terhadap peristiwa histoiris merupakan salah satu upaya untuk mengaktualisasi
kejadian masa lampau untuk diambil nilai-nilainya sehingga dapat dimanfaatkan dalam kekinian.
Tonggak sejarah peristiwa Kebangkitan Nasional merupakan momentum yang sangat berharga dalam
menemukan jatidirinya pada tataran kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara.
Trilogi sejarah “zaman lampau yang gemilang”, “zaman kini yang gelap gulita” dan “zaman
depan yang penuh harapan”, mungkin menimbulkan suasana romantik dan patriotik, tetapi segera
kehilangan kredibilitas ketika dihadapkan kepada sejarah empirik dan ingatan kolektif. Nilai-nilai
reflektif dari Kebangkitan Nasional menyadarkan kepada segenap komponen bangsa untuk menapak
masa depan bangsa yang jaya sesuai semangat dan cita-cita para pendahulu. Kebangkitan nasional
yang didasari oleh semangat persetuan, kesatuan dan adanya kesadaran berbangsa dan bernegara
merupakan nilai-nilai luhur yang akan selalu bermakna bagi kehidupan barbangsa dan menegara kini
dan yang akan datang.
Kata kunci: Reflekksi Historis – Nilai-nilai Kebangsaan - Implementasi dalam Pendidikan.
PENDAHULUAN
Bulan Mei memiliki dua peritiwa sejarah yang sangat penting bagi bangsa Indonesia dan
menjadi momen yang baik untuk direfleksikan. Kedua peristiwa penting tersebut adalah tanggal 2 Mei
sebagai hari Pendidikan Nasional dan 20 Mei hari Kebangkitan Nasional. Tahun 2012 merupakan
peringan yang ke-104. Melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Peringatan hari Pendidikan
Nasional mengusung isue Gold Generation. Pada intinya generasi muda yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia merupakan modal dan potensi pembangunan yang sangat besar apabila dikelola secara baik.
Akan tetapi, kondisi ini akan menjadi bencana demografi di masa depan apabila salah kelola. Untuk itu
generasi muda perlu dipersiapkan secara sungguh-sungguh agar menjadi kekakayaan yang tak ternilai
bagi pembangunan bangsa.
Nama Indonesia, sebenarnya berawal dari konsepsi antropologis yang dipopulerkan oleh
Adolf Bastiaan pada akhir abad XIX. Pada saat lahirnya Indonesia modern awal abad ke-20, terjadi
pergeseran sosial budaya yang sangat kompleks termasuk intervensi pemerintah kolonial Belanda
dengan cara memanfaatkannya sebagai kekuatan politik. Dalam kaitannya dengan perkembangan
kebangsaan masalah aktual yang paling banyak dibicarakan mengenai tulisan pada dekade ini adalah
munculnya karya-karya yang bertema nasionalisme. Sartono Kartodirdjo (1990: 123) berpendapat
bahwa, ada beberapa indikator yang berpengaruh terhadap perkembangan ideologi nasionalisme di
beberapa negara post-colonial, yaitu: (1) meratanya perkembangan pendidikan dan bangkitnya
kesadaran nasonal; (2) munculnya sikap radikal sebagai penyimpangan pelaksanaan Politik Etis; dan
(3) pengaruh situasi internasional seperti perkembangan nasionalisme di berbagai negara di Asia,
Afrika, dan Amerika Latin, serta pecahnya Perang Dunia II.
Peranan kaum intelektual dalam berbagai pergerakan di Asia sebagaimana hasil analisis
Edward Shils (1966), bahwa nasionalisme, populisme, xenophobia, dan revitalisme nativistik (gerakan
kebangkitan kembali kaum pribumi), adanya rasa rendah diri, rasa ingin tahu, dan benci menghadapi
budaya metropolitan negara penjajah bangkit di seluruh benua Asia. Dengan mengorganisasikan diri
dalam suatu pergerakan politik nasionalis, kaum intelektual memainkan peranan yang penting.
Tampilnya kaum intelektual di Indonesia dalam perjuangan tidak lepas dari keberhasilannya menyerap
pendidikan dan nilai peradaban Barat melalui pendidikan yang disediakan oleh penjajah. Perluasan
pendidikan bagi pribumi dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada akhir abad XIX. Hal ini
berkaitan dengan semakin mendesaknya kebutuhan tenaga baik untuk administrasi maupun tenaga
terampil yang dapat baca-tulis. Sekolah-sekolah vokasional banyak di buka di berbagai daerah Jawa
dan Sumatera. Misalnya sekolah Pertukangan, Sekolah Pertanian dan Perkebunan, Sekolah Teknik,
Sekolah Kepandaian Putri, dan sebagainya. Perkembangan pendidikan membuka kesempatan bagi
anak-nak pribumi kelas menengah dan rakyat biasa. Para petani desa yang kaya banhyak
menyekolahkan anak-anak mereka ke kota. Mereka memilih sekolah-sekolah kejuaruan dan siap untuk
kerja. Setelah menamatkan pendidikan biasanya mereka tida pulang ke desa, tetapi bekerja di kota-kota.
Hal ini memunculkan kelas menengah profesional. Hasil pendidikan membentuk ideologi baru dan
memunculkan pemimpin-pemimpin pergerakan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial. Munculnya
kesadaran nasionalisme dan patriotisme tidak lepas dari pengaruh pendidikan yang diperolehnya (J.D.
Legge, 2003: 49). Semangat nasionalisme dan patriotisme yang berkembang saat itu berpengaruh
terhadap para seniman, baik sastrawan, pelukis, dan seminan pertunjukkan. Hal ini terlihat dari karya-
karya yang dihasilkan termasuk hadirnya karya sastra. Mereka menunjukkan karyanya yang dimotivasi
oleh gelora jiwa semangat perjuangan dengan cara masing-masing.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dalam artikel ini perumusan masalahnya sebagai
berikut:
Jack R. Fraenkel (1977: 6) “a value is an idea a concept about what some one thinks is important in
life”. Nilai atau konsep bersifat abstrak berisi tentang apa yang dipikirkan seseorang atau yang dianggap
Nilai pada dasarnya merupakan sesuatu yang inheren pada diri manusia, yang dijunjung tinggi
oleh masyarakat pendukungnya. Nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, disukai dan
paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang. Menurut pandangan filsafat, nilai
berarti ukuran yang bersifat instrinsik. Menilai berarti menimbang atau mengukur, menghubungkan
atau membandingkan sesuatu dengan sesuatu lainnya, untuk selanjutnya diambil keputusan
(N.Driyarkara,1964: 17). Sedangkan menurut Sri Susanti (1976: 346), nilai memiliki tiga komponen
yang bermakna, yaitu (1) nilai kognitif, yaitu makna tahu yang benar untuk bertindak atau berusaha;
(2) nilai afektif yaitu, seseorang dapat merasakan secara emosional tentang sesuatu hal, sehingga ia
akan menyetujui hal yang positif dan tidak menyetujui hal yang negatif; dan (3) nilai tindakan yaitu,
merupakan variabel pengantar yang memimpin pada suatu tindakan. Sesuatu dianggap bernilai apabila
Nilai sebagai fenomena psikis manusia yang menganggap bahwa, sesuatu hal bermanfaat
dan berharga dalam kehidupannya (Herman J. Waluyo, 2003: 78). Oleh karena itu nilai berfungsi untuk
Pendidikan sebagai usaha sadar bukan untuk menciptakan dan memberikan atau mengajarkan
nilai-nilai kepada peserta didik, melainkan membantu seseorang untuk dapat menyadari adanya nilai-
nilai itu, mendalaminya, selanjutnya meng-“aku”-inya dan kegunaannya dalam hidup bermasyarakat.
Dengan kata lain intisari proses pendidikan adalah proses penyadaran akan nilai-nilai dasar manusiawi.
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1, tahun 2003, menyatakan bahwa
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, banagsa dan negara” (UUSPN, 2003: 4).
Menurut N. Driyarkara (1980: 15) manusia adalah subjek yang otonom. Sebagai makhuk yang
otonom, manusia itu saling meng ”aku” i sebagai pribadi atau persona. Persona itu tidak boleh
dipandang sebagai objek, melainkan di “aku” i sebagai subjek. Atas dasar kesadaran tersebut, maka
manusia merupakan kesatuan jiwa dan badan dan merupakan suatu totalitas (badan yang menjiwa dan
jiwa dan membadan). Kesadaran manusia sebagai makhluk monodualistik, dapat merefleksi jiwa
rohaninya sebagai bagian dari alam semesta. Sebagai subjek manusia mempunyai kepribadian yang
Beberapa nilai kebangsaan yang dapat diperoleh dari peristiwa Kebangkitan Nasional, antara
lain: semangat persatuan dan kesatuan, Menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan suku, golongan, ras, agama. Menjunjung tinggi nilai keberagaman, yang menunjukkan
adanya kesadaran akan bhineka tunggal ika sebagai kondisi bangsa dan negara Indonesia.
pemanusiaan manusia muda. Hal ini mengandung pengertian hominisasi dan humanisasi. Hominisasi
dan humanisasi merupakan upaya pengangkatan martabat manusia muda sampai sedemikian tingginya,
sehingga dia dapat menjalankan hidupnya sebagai manusia dan membudayakan dirinya. Dengan kata
lain pendidikan akan membentuk hidup bersama yyang lambat laun dari sisi anak ke tingkat manusia
Manusia tidak dapat hidup bahagia tanpa nilai. Nilai sebagai sifat atau kualitas membuat
sesuatu menjadi berharga, layak diingini, dikehendaki, dipuji, dihormati, dijunjung tinggi, pantas dicari,
diupayakan, dan dicita-citakan. Menurut Max Scheler yang disitir oleh Paulus Wahana (2004: 5)
terdapat dua sifat nilai, yaitu nilai material dan nilai apriori. Nilai material dalam hal ini bukanlah dalam
arti ada kaitannya dengan materi, melainkan lawan dari formal. Nilai material berisi kualitas nilai yang
tidak berubah dengan adanya perubahan pada barang atau pada pembawanya. Misalnya nilai itu selalu
mempunyai isi “jujur”, “enak”, “kudus’, “benar”, “sehat”, “adil”. Sedangkan nilai apriori kebernilaian
nilai terletak pada nilai itu mendahului pengalaman. Misalnya kejujuran, keadilan; bahwa kejujuran dan
keadilan merupakan sebuah nilai yang kita ketahui secara langsung begitu kita menyadari apa itu
Selanjutnya, Max Scheler mengatakan bahwa hirarki nilai terdiri dari: Pertama nilai hidonis
(kesenangan), menurut pandangannya nilai ini menempati deretan terendah berupa nilai kesenangan
dan nilai kesusahan. Ke dua nilai vitalitas atau kehidupan, terdiri dari nilai-nilai rasa kehidupan yang
meliputi rasa halus, luhur, lembut. Nilai yang diturunkan berupa kesejahteraan baik pribadi maupun
komunitas. Ke tiga nilai spiritualitas, nilai ini memiliki sifat tidak tergantung pada seluruh lingkungan
badaniah serta ligkungan alam sekitar. Ada tiga jenis pokok nilai spiritual, yaitu: nilai estetis, nilai benar
dan salah atau adil, dan tidak adil, nilai dari pengetahuan murni dan demi dirinya sendiri. Ke empat
nilai kesucian dan keprofanan, nilai ini terletak pada objek yang dituju. Tingkat kesucian tidak
Nilai sebagai hakikat suatu hal, yang menyebabkan pantas untuk dikejar oleh manusia, agar
manusia dapat berkembang. Nilai sangat berkaitan dengan kebaikan yang ada dalam inti sesuatu itu.
Nilai sesuatu berkaitan dengan konteks waktu, sedangkan kebaikan melekat pada “hal” atau sesuatu
“nya”. Berkaitan dengan nilai, ada nilai yang dikejar sebagai sarana atau media values. Selain itu ada
pula yang melakukan pembagian nilai yang bersifat universal (yang berlaku bagi seluruh umat manusia
dimanapun berada), dan nilai yang bersifat partikular (nilai yang berlaku bagi sekelompok manusia
Bernilai pada dasarnya menghubungkan antara suatu hal yang baik dengan seseorang secara
konkret. Menurut Mardiatmadja(1986:21) menyatakan bahwa nilai bersifat relatif. Secara universal
ada bermacam-macam nilai, antara lain: 1) nilai absolut (nilai yang kadar relasi positif yang tetap dan
tak berubah), misalnya nilai cinta kasih. 2) nilai praktis (kadar relasi positif untuk segi praktis); 3) nilai
ekonomis ( untuk segi kepentingan ekonomi); 4) nilai estetis (untuk segi keindahan); 5) nilai sosial
(untuk segi hidup sosial); 6) nilai politis untuk segi hidup politik); 7) nilai kulural atau budaya ( untuk
segi hidup kebudayaan); 8) nilai religius (untuk segi hidup agama); dan 9) nilai susila/moral (untuk segi
hidup susila).
Pendidikan nilai dimaksudkan untuk membantu peserta didik untuk memahami dan dapat
menempatkannya secara integral dalam kehidupan mereka. Pendidikan humaniora dapat dicapai dengan
mewariskan nilai-nilai tertentu melalui pendidikan yang dijalankan. Agar pemahaman terhadap nilai
dapat dicapai secara elegan, maka pendidikan nilai harus merupakan inti dan proses pembelajaran.
Pendidikan nilai tidak hanya merupakan pembelajaran yang bersifat tambahan, dan hanya dikaitkan
atau ditempelkan dalam mata pelajaran lain, tetapi dalam konteks pendidikan nilai semestinya sebagai
mata pelajaran yang secara hakiki menduduki tempat yang sentral dalam pendidikan (Dick Hartoko,
1990: 40).
Pendidikan tidak dapat didilepaskan dari paradigma kebudayaan yang merupakan lahan bagi
tumbuhnya nilai identitas dan kepribadian bangsa. Djoko Suryo (1993: 8) berpendapat bahwa,
building atau pembentukan karakter bangsa. Dalam perspektif sejarah, karya sastra memiliki beberapa
Pendidikan sebagai salah satu upaya untuk pengembangan sumberdaya manusia dan
kebudayaan pada hakekatnya merupakan dua hal yang sangat berkaitan. Dalam kehidupan manusia
berkaitan dengan membudaya, yang bentuknya adalah kebudayaan (Soerjanto Poespowardojo dan K.
Bertens, 1979: 8). Oleh karena itu, pendidikan berlangsung dalam suasana budaya tertentu. Pendidikan
tanpa orientasi budaya akan menjadi gersang dan jauh dari nilai-nilai luhur bangsanya(Retno
Winarni,2008:2).
Peristiwa historis yang terjadi padatanggal 20 Mei 1908 lahir organisasi kebangsaan Budi Utomo,
merupakan bentuk ”kebangkitan kebangsaan pertama”. Manifestasi kesadaran sosial ini dibangkitkan
oleh kompleksitas sosial yang menghinggapi para intelegensia di STOVIA. Dr.Wahidin Sudirohusodo
dan Dr. Sutomo merupakan tokoh penting dalam melahirkan organisasi ini. Sejak awal lahirnya Budi
Utomo, adalah sebuah organisasi yang bergerak untuk tujuan sosial budaya dengan memberikan
beasiswa kepada para pemuda yang pandai tetapi mengalami kekurangan biaya (Taufik Abdullah,
2001).
Perkembangan nasionalisme Indonesia diawali dengan lahirnya Budi Utomo 20 Mei 1908,
sehingga lahirnya Budi Utomo sebagai tonggak kebangkitan kebangsaan pertama. Pada dekade 1920-
an sampai dengan 1930-an dikenal sebagai decade of ideology, yang terjadi baik di Asia, Afrika, dan
khususnya di Indonesia berupa pematangan semangat nasionalisme. Perhimpunan Indonesia (1924)
yang dipimpin Mohammad Hatta yang sedang belajar di negeri Belanda memelopori nation formation.
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang diikrarkan oleh organisasi-organisasi kepemudaan dan pelajar
bahwa nama tanah air dan bangsa Indonesia serta menjunjung tinggi bahasa persatuan Indonesia
merupakan kepastian. Titik kulminasi nasionalisme ditandai dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, yang
berarti pernyataan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berhak menentukan nasib
sendiri.
Perubahan sosial budaya masyarakat diperoleh melalui proses belajar dan memakan waktu
yang panjang. Sejak manusia dilahirkan sampai ajal proses belajar terus berlangsung. Proses belajar
dalam konteks sosial budaya bukan hanya dalam bentuk internalisasi daan sistem pengetahuan yang
diperoleh melalui pewarisan atau transmisi keluarga, namun juga melalui sistem masyarakat dan
pendidikan informal dan formal di sekolah (UU. Sisdiknas No. 20/2003). Dalam transformasi sosial
budaya sekolah memilki peranan yang strategis dalam pewarisan kepada generasi muda melalui
Menurut teori sosio-historis, prinsip dasar berpikir adalah dunia nyata yang tercerap oleh
pancaindera, realitas dan nilai tertinggi atau satu-satunya realita yang ada. Eksistensi kenyataan adi-
inderawi atau transenden, disangkal sehingga mentalitas daya terbagi dalam: (1) Inderawi aktif, yang
mendorong usaha aktif untuk memenuhi kebutuhan material dengan mengubah dunia fisik, sehingga
menghasilkan kesenangan dan kepuasan; (2) Inderawi pasif, merupakan hasrat untuk menikmati
kesenangan duniawi setinggi-tingginya; (3) Inderawi sinis, tujuan utamanya hamper sama dengan
inderawi pasif, tetapi untuk mencapai tujuan duniawi dibenarkan oleh rasionalisasi ideational. Dengan
kata lain mentalitas ini menunjukkan usaha untuk bersifat munafik yang membenarkan pencapaian
tujuan material dengan menunjukkan nilai transenden yang sebenarnya ditolak (Robert H. Lauer, 2003).
Pada hakikatnya proses belajar yang dilalui manusia dalam rangka internalisasi kebudayaan.
Indonesia sebagai negara yang open culture, dan dikenal sebagai bangsa yang teleran terhadap
masuknya budaya asing, perlu dilakukan pemilihan dan pemilahan secara cermat agar tidak merusak
budaya nasional. Pewarisan kebudayaan yang dilakukan dengan cara mengajarkan kepada generasi
yang lebih muda berupa gagasan, tradisi, adat-istiadat, dan nilai-nilai kearifan lokal dijadikan pedoman
dalam praktik kehidupan. Melalui pewarisan nilai-nilai itulah manusia mengalami berbagai komunikasi
dan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Dengan komunikasi dan interaksi dengan lingkungan, baik
lingkungan phisik maupun lingkungan manusiawi, manusia menginternalisasi bermacam-macam
Kehidupan sosial budaya masyarakat selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Perubahan yang terjadi sangat ditentukan oleh dinamika masyarakat itu sendiri. Artinya semakin
dinamis masyarakatnya semakin cepat petubahan itu terjadi dan sebaliknya. Kemajuan budaya
berkaitan dengan kreativitas manusia. Munculnya kreativitas biasanya terjadi apabila manusia
menghadapi masalah yang sulit. Manusia dengan kemampuan akal budinya mampu mengolah pikir
sehingga bekerja keras atas dasar nalar. Dalam masyarakat yang tradisonal, primitif, terasing dan
tertutup, relatif perubahan berjalan lamban. Aka tetapi, dalam masyarakat yang terbuka dan ditunjang
dengan intensitas hubungan dengan dunia luar biasanya terjadi perubahan yang cepat.
Perubahan sosial budaya masyarakat tidak selalu diawali dari aspek sosial maupun budaya.
Peristiwa politik yang diawali peristiwa ekonomi dapat berpengaruh terhadap kemunculan berbagai
masalah sosial budaya (Ankie M. M. Hoogvelt, 1995: 123). Sebagai contoh peristiwa krisis di Indonesia
tahun 1997 sampai dengan saat ini yang belum selesai dan teratasi, diawali dengan krisis ekonomi, ke
krisis politik dan akhirnya berpengaruh dalam masyarakat sosial dan budaya. Transformasi budaya
atau perubahan budaya bagi masyarakat modern merupakan hasil dari adanya kontak dengan dunia luar.
Wujud perubahannya, masyarakat memiliki karakteristik, yang tiap komunitas tidak selalu sama.
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial budaya masyarakat terdiri
atas dua hal, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari
masyarakat itu sendiri, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang dapat mempengaruhi perubahan
sosial budaya yang berasal dari luar masyarakat yang bersangkutan. Jakob Sumardjo (2002),
berpendapat bahwa, secara kodrati manusia memerlukan kondisi yang memungkinkan hidup secara
manusiawi. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat tidak terjadi secara mendadak, tetapi berproses
tahap demi tahap. Tahapan yang biasa dilalui dengan proses akulturasi, temuan atau inovasi dalam
bisa berjalan dengan cepat, tetapi dapat juga secara perlahan. Hal ini sangat tergantung pada kesiapan
masyarakat. Penerimaan masyarakat terhadap ke-baru-an tersebut mempengaruhi perasaan baik, resiko,
maupun keuntungan yang akhirnya keputusan yang diambil terhadap inovasi tersebut. Sering dalam
masyarakat terjadi defuse atau proses persebaran inovasi kepada setiap anggota masyarakat melalui
komunikasi yang efektif dan menggunakan sarana tertentu yang dipunyai oleh masyarakat. Saluran ini
Proses perubahan dalam masyarakat tidak datang secara tiba-tiba, melainkan melaluiproses
panjang. Apa yang terjadi sejalan dengan dinamika yang terjadi dalam masyarakat dari waktu ke waktu.
Pandangan masyarakat akan mengalami proses pertumbuhan dan perubahan terjadi secara
berkesinambungan. Melalui proses social evolution, dari berbagai faktor mengakibatkan pertumbuhan
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Tokoh teori evolusi adalah Herbert Spencer, yang
menyatakan bahwa perkembangan kehidupan sosial merupakan proses dari sejumlah besar bentuk-
bentuk asli ke bentuk yang baru. Dalam konteks ini terdapat kecenderungan umum bahwa dalam setiap
perkembangan baik struktur maupun organisasinya dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih
kompleks. Dari teori evolusi ada keyakinan bahwa masyarakat selalu mengalami kemajuan menurut
syarat-syarat etika dan tatanan nilai yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan
Perubahan social-budaya suatu masyarakat dapat terjadi karena pengaruh faktor dari luar.
Dalam kenyataan mereka tidak pernah mampu memenuhi semua kebutuhannya sendiri. Di samping itu,
keberadaan suatu masyarakat selalu berada di antara komunitas yang lain. Secara langsung maupun
tidak langsung pasti terjadi kontak sosial. Perubahan yang terjadi sebagai pengaruh dari hubungan
dengan masyarakat lainnya dapat berupa semua aspek yang menyangkut hubungan itu. Mengenai besar
kecilnya perubahan sangat ditentukan oleh intensitas hubungan, yaitu faktor penerima yaitu masyarakat
itu sendiri, maupun faktor yang mempengaruhi. Pengaruh yang yang berasal dari luar terhadap
purubahan sosial budaya. Misalnya, perkembangan teknologi informasi, perkembangan sarana dan
prasarana, terbukanya akses di berbagai wilayah dan fasilitas umum yang semakin lengkap. Pengaruh
iklim, berkembangnya media komunikasi baik cetak maupun elektronik, seperti surat khabar, televisi,
internet, video dan sarana lainnya semakin mempercepat perubahan yang terjadi.
Semua elemen bangsa diharapkan tidak terus-menerus mencerca negeri ini yang banyak
optimisme dan saat untuk berbenah. Merenungkan kembali cita-cita bersama berdirinya negara
kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945. Pancasila
sebagai ideologi yang mulai tergeser dengan eforia reformasi yang menuntut serba bebas harus
dikembalikan pada posisinya sebagai dasar dan cita-cita negara. Selama reformasi mulai tahun 1998,
negara mengabaikan pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Apabila hal ini berlanjut,
maka negara akan hancur dan robohnya pilar-pilar kebangsaan. Peringatan 104 tahun Kebangkitan
Nasional harus dimaknai untuk bangkit melawan berbagai masalah bangsa. Semua harus memerangi
Lembaga pendidikan merupakan tempat yang paling strategis sebagai tempat penanaman, penyemaian
dan membangun semangat nasionalisme, sekaligus pewarisan sejarah dan budaya bangsa. Untuk itu
pendidikan kebangsaan dan pendidikan karakter harus didesain sedemikian rupa sehingga mampu
menghasilkan peserta didik yang memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang diharapkan. Guru
sebagai garda terdepan dalam pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam mewujudkan
cita-cita tersebut (http://esaibuku.blogspot.com/2008/03. http://esaibuku.blogspot.com/2008/
03.Yulianto.Perlunya Hukuman Mati Bagi Para Gembong Narkotika.Diakses pada tanggal 12
Juni 2012 jam 21.45).
proses pembalajaran dan sistem evaluasi yang tepat sesuai dengan jenjang pendidikannya. Peran guru
sejarah menjadi andalan dalam usaha pendidikan yang membangun semangat nasionalisme sekaligus
F. Simpulan
Perkembangan semangat kebangsaan diawali sejak pra Indonesia, ditandai dengan lahirnya
organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Lahirnya Budi utomo merupakan tonggak
kebangkitan kebangsaan pertama. Semangat dan cita-cita perjuangan semakin hari semakin matang
dengan lahirnya Perhimpunan Indonesia yang secara tegas memiliki tujuan kemerdekaan Indonesia.
Semangat dan jiwa kebangsaan mendapatkan bentuk yang didukung oleh organisasi kepemudaan dan
pelajar yang merupakan menifestasi warga bangsa Indonesia dengan ikrar Sumpah Pemuda 28 Aktober
1928. Nasionalisme akhirnya mencapai puncaknya dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia 17
Agustus 1945.
Dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara semangat kebangsaan mengalami pasang
surut. Sejak proklamasi kemerdekaan, pada dekade tahun 1950-an sampai pertengahan tahun 1960-an,
masa Orde Baru (1966-1998), masa Reformasi yang ditandai dengan tumbungannya kekuasaan Orde
Baru digantikan Orde Reformasi, mengalami dinamika persoalan kebangsaan. Dalam pendidikan
kebangsaan tiap-tiap periode memiliki tantangan masing-masing. Di Era reformasi ini mulai nampak
usaha menghidupkan kembali hal-hal yang bersifat primordial, degradasi pluralrisme, menurunnya
semangat nasionalisme dengan terjadinya usaha disintegrasi bangsa. Fanatisme SARA, gerakan
fondamentalis berjuangmelakukan pengingkaran baik secara samar-samar maupun terang-terangan
terhadap pilar-pilar kebangsaan. Peringatan Kebangkaitan Nasional 2012 menjadi momen yang baik
untuk merefleksikan kembali nilai-nilai kebangsaan sehingga Proklamasi 17 Agustus 1945, Pancasila,
UUD 1945 dalam NKRI dalam suasana kebhinekaan sungguh-sungguh menjadi pilar penyangga
persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Daftar Pustaka:
Azumardi Azra. 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta : Penerbit Buku Kompas
Irwan Abdullah. 2009. Pendidikan Antropologi: Kearifan Lokal dan Kebijakan Berwawasan Budaya.
Kohn. H. 1965. Nationalism Is Meaning and History. Malabar Florida: Robert E. Krieger
Kolonialisme sampai dengan Nasionalisme). Jakarta: Gramedia.
Shils, Edward. 1966. The Asian Intelectual. New York: A Handbook Guy Wint
Surakarta: UNS.
Taufik Abdullah. 2001. Indonesia Menapak Abad 21: dalam Kajian Sosial dan Budaya. Jakarta:
UU.No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta; CV. Tamita Utama.
a. Jika panjang yang dikutif lima baris atau lebih (+40 kata) sekitar
5 baris.
Contoh:
Contoh:
“Program Indonesia mengajar bertujuan untuk mempercepat
Contoh:
Contoh:
………………………………………………………………………
Dari penyidikan yang dilakukan Badan Reserse
Kriminal Mabes Polri, terjaring 15.000 gelar
palsu telah berpindah tangan sejak tahun 2000
hingga 2005. Data lainnya menunjukkan bahwa
jumlah pembeli ijazah dan gelar palsu dapat
mencapai 30.000 orang dari berbagai universitas
fiktif tersebut. Gelar yang dikeluarkan meliputi
1.060 doktor, 288 PhD, 2.900 M. Sc, dan
minimal 100 untuk beberapa gelar lainnya.
Jangan lupa tulis sumbernya. (nama pengarang, tahun terbit: hal : (Kunjana Rahardi, 2009:
144-145)
Contoh:
Contoh:
Sastra Winata(2012: 201) berpendapat bahwa, pertambahan
jumlah penduduk yang semakin banyak cenderung berpengaruh
terhadap perilaku seseorang menjadi individualis.Sedangkan
menurut Prasetyo(2011: 23), menyatakan bahwa dalam banyak hal
sikap individualis mengurangi keharmonisan dalam kehidupan sosial
dan bermasyarakat.
Contoh:
Widyasari Press.
Balai Pustaka.
Gramedia.
Lembaran Sastra.
4. Pokok skripsi jangan terlalu luas (sempit dan terbatas untuk ditelaah
secara mendalam)
SISTEMATIKA SKRIPSI
Contoh Sistematika Penelitian Kualitaif
3. Lembar pengesahan
4. Kata Pengantar
5. Daftar Isi
6. Abstrak
B. Bagian Isi:
BAB I
PENDAHULUAN
B. Batasan Masalah
C. Perumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
BAB II
BAB III
METODOLOGi PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
B. Metode Penelitian
C. Sumber Data
HASIL PENELITIAN
BAB IV
A. Sajian Data
B. Pokok-pokok Temuan
C. Pembahasan
Bagian Penutup
BAB V
A. Simpulan
B. Implikasi
C. Keterbatasan penelitian
D. Saran
DAFTAR PUSTAKA
PENULISAN NOTASI
Penulisan/nomerikal Notasi sangat
variatif....yang penting konsisten
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah/Ruang Lingkup Masalah
D. Perumusan Masalah
E. Tujuan Penulisan
F. Manfaat Penulisan
1.
2.
a.
b.______ 1)
2)______ a)
b)______ (1)
(2)______
(a)
(b)..... dst