Denaturasi Koagulasi Dan Proses Browning
Denaturasi Koagulasi Dan Proses Browning
Enzimatis
2012
09.27
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagin tubuh. Karena zat ini
disamping berfungsi sebagai bahan – bahan dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat
pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C,H,O
dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung
mengandung pula fosfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam
seperti besi dan tembaga (Winarno,2008).
Protein merupakan polimer heterogen dari molekul asam amino. Protein sangat penting bagi
tubuh kita terutama untuk pertumbuhan dan pergantian sel – sel tubuh yang rusak karena
pertumbuhan dan pergantian sel – sel tubuh yang rusak. Oleh karena itu metabolisme protein
sangat penting dan banyak melibatkan enzim proteolitik yaitu enzim yang dapat menguraikan
atau memecah protein (Cahyati, 2009).
DENATURASI
Denaturasi adalah suatu perubahan atau modiikasi terhadap struktur sekunder, tersier,
dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan peptida. Denaturasi
protein dapat juga diartikan sebagai kerusakan struktur sekunder dan tersier protein akibat
terpecahnya ikatan hidrogen , interaksi hidrofobik atau ikatan disulfida. Reaksi denaturasi
tidak mampu memutuskan ikatan peptida sehingga struktur primer molekul protein tidak
mengalami kerusakan (Winarno,2006).
Bila susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul protein berubah, maka dikatakan
protein ini terdenaturasi. Ada dua macam denaturasi, pengembangan rantai peptida dan
pemecahan protein menjadi unit lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul. Yang
pertama kali terjadi pada pengembangan polipeptida, sedangkan yang kedua terjadi pada
bagian molekul yang bergabung dalam ikatan sekunder (Winarno,2006).
Denaturasi proteindapat terjadi dengan berbagai macam perlakuan, antara lain dengan
perlakuan panas, pH, garam,dan tegangan permukaan. Denaturasi protein merupakan suatu
keadaan dimana protein mengalami perubahan atau perusakan struktur sekunder, tersier dan
kuartenernya. Denaturasi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pemanasan,
suasana asam atau basa yang ekstrim, kation logam berat dan penambahan garam jenuh (
Purnomo,2007 ).
2. Mekanisme
Denaturasi protein terjadi bila susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul protein
berubah. Jika ikatan-ikatan yang membentuk konfigurasi molekul tersebut rusak, molekul
akan mengembang. Berikut ini merupakan beberapa mekanisme denaturasi (Purnomo,2007) :
Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non
polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan
molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan
molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan.
Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya
memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut.
Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya
menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-
kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang
berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit.
Ikatan hidrogen terjadi antara gugus amida dalam struktur sekunder protein. Ikatan hidrogen
antar rantai samping terjadi dalam struktur tersier protein dengan kombinasi berbagai asam
amino penyusunnya.
Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris yaitu ph
dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein
mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. Asam
dan basa dapat mengacaukan jembatan garam dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe
reaksi penggantian dobel terjadi sewaktu ion positif dan negatif di dalam garam berganti
pasangan dengan ion positif dan negatif yang berasal dari asam atau basa yang ditambahkan.
Reaksi ini terjadi di dalam sistem pencernaan, saat asam lambung mengkoagulasi susu yang
dikonsumsi
Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan halnya asam dan basa. Garam logam
berat umumnya mengandung Hg+2, Pb+2, Ag+1 Tl+1, Cd+2 dan logam lainnya dengan berat
atom yang besar. Reaksi yang terjadi antara garam logam berat akan mengakibatkan
terbentuknya garam protein-logam yang tidak larut
Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Pengendapan oleh ion
positif (logam) diperlukan ph larutan diatas pi karena protein bermuatan negatif,
pengendapan oleh ion negatif diperlukan ph larutan dibawah pi karena protein bermuatan
positif. Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein adalah; Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++,
Cu++ dan Pb++, sedangkan ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein adalah; ion
salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan sulfosalisilat .
Ikatan disulfida terbentuk dengan adanya oksidasi gugus sulfhidril pada sistein. Antara rantai
protein yang berbeda yang sama-sama memiliki gugus sulfhidril akan membentuk ikatan
disulfida kovalen yang sangat kuat. Agen pereduksi dapat memutuskan ikatan disulfida,
dimana penambahan atom hidrogen sehingga membentuk gugus tiol; -SH.
KOAGULASI
Koagulasi adalah suatu keadaan dimana protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu
koloid karena unit ikatan yang terbentuk cukup banyak. Koagulasi dapat juga diartikan
sebagai salah satu kerusakan protein yang terjadi akibat pemanasan dan terjadi penggumpalan
serta pengerasan pada protein karena menyerap air pada proses tersebut (Makfoeld,2008).
Koagulasi adalah penurunan daya larut molekul – molekul protein atau perubahan bentuk
cairan (sol) menjadi bentuk padat atau semu padat (gel). Kagulasi dapat disebabkan oleh
panas, pengocokan, garam, asam, basa, dan pereaksi lain seperti urea. Protein akan
mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50°C atau lebih. Koagulasi hanya terjadi
ketika protein berada di titik isolistriknya, dimana pada titik ini protein masih dapat larut
pada pH di titik luar isolistrik tersebut (Purwaningsih,2007).
2) Mekanisme
Koagulasi berawal dari pemanasan yang dapat menyebabkan pemutusan ikatan hidrogen
yang menopang struktur sekunder dan tersier suatu protein sehingga menyebabkan sisi
hidrofobik dari gugus samping polipentida akan tebuka. Hal ini menyebabkan kelarutan
protein semakin turun dan akhirnya mengendap dan menggumpal. Pada saat inilah terjadi
proses koagulasi (Winarno,2006).
Koagulasi dapat menimbulkan dampak terhadap produk, dampak tersebut diantaranya adalah
hilangnya sifat – sifat biologis suatu protein (Winarno,2006).
Pada umumnya, reaksi pencoklatan atau browning ada dua jenis, yaitu reaksi pencoklatan
enzimatis dan non-enzimatis. Reaksi pencoklatan biasa terjadi pada buah – buahan dan sayur
– sayuran seperti pada pisang, peach, salak, pala, stoberi, dan apel yang memiliki senyawa
fenolik. Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksioksidasi yang dikatalisis oleh enzim
fenol oksidase atau polifenol oksidase. Kedua enzim ini dapat mengkatalis oksidasi senyawa
fenol menjadi Quinon dan kemudian dipolimerasi menjadi pigmen melaniadin yang berwarna
coklat (Makfoeld,2008).
2) Mekanisme
Berikut ini merupakan beberapa mekanisme yang terjadi pada masing-masing jenis pada
proses Browning Non enzimatis :
Reaksi Maillard
Pada reaksi Maillard gugus karbonil dari glukosa bereaksi dengan gugus nukleofilik grup
amino dari protein yang menghasilkan warna dan aroma yang khas, proses ini berlangsung
dalam suasana basa. Namun kadang-kadang malah menjadi pertanda penurunan mutu. Reaksi
maillard yang dikehendaki misalnya pada pemanggangan daging, roti, menggoreng ubi jalar,
singkong, dll. Reaksi Maillard yang tidak dikehendaki misalnya pada pengeringan susu dan
telur. Interaksi antara gugus karbonil dan amino dapat merusak kualitas nutrisi protein
dengan cara mengurangi jumlah lysine dan beberapa jenis asam amino lain dan
membentuk zat yang menghambat atau bersifat antinutrisi. Gugus amino primer biasanya
terdapat pada bahan awal berupa asam amino ( Kurtanto,2008).
Karamelisasi
Karamelisasi merupakan proses pencoklatan non enzimatis didapat dari pemanasan larutan
sukrosa dengan amonium bisulfat yang melampaui titik leburnya, Misal pada suhu diatas
170°C dan dihasilkan lelehan gula berwarna coklat. Seperti yang digunakan pada minuman
cola, minuman asam lainnya, produk-produk hasil pemanggangan, sirup, permen, pelet, dan
bumbu kering (Makfoeld,2008).
Penggunaan vitamin C dapat mereduksi kembali quinon berwarna hasil oksidasi (o-quinon)
menjadi senyawa fenolat (o-difenol) tak berwarna. Asam askorbat selanjutnya dioksidasi
menjadi asam dehidroaskorbat. Ketika vitamin C habis, komponen berwarna coklat akan
terbentuk sebagai hasil reaksi polimerisasi dan menjadi produk antara yang irreversibel. Jadi
warna coklat hanya akan terjadi jika vitamin C yang ada habis dioksidasi dan quinon telah
terpolimerisasi (Makfoeld,2008).
3) Dampak yang Ditimbulkan pada Produk
Ketika memotong buah, misalnya apel atau pisang maka bagian yang kita potong tidak lama
kemudian akan berubah warna menjadi coklat. Perubahan warna ini tidak hanya mengurangi
kualitas visual tetapi juga menghasilkan perubahan rasa serta hilangnya nutrisi. Proses
Browning atau reaksi pencoklatan ini dapat menyebabkan kerugian perubahan dalam
penampilan dan sifat organoleptik dari makanan serta nilai pasar dari produk tersebut
(Cahyati,2009).
DAFTAR PUSTAKA
Chayati, I. 2009. Bahan Ajar Ilmu Pangan. Fakultas Teknik UNY. Yogyakarta
Kurtanto, Tomy. 2008. Reaksi Miallard pada Produk Pangan. IPB : Bogor.
Makfoeld, D. 2008. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Purnomo, H. 2007. Studi tentang Stabilitas Protein dan Dendeng Selama Penyimpanan.
Purwaningsih, E. 2007. Cara Pembuatan Tahu dan Manfaat Kedelai. Ganeca Exact : Jakarta.
Winarno, F. G. 2006. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.