“Implementasi Nilai – Nilai Pancasila dalam Kilasan Sejarah dari Masa ke Masa”
Disusun oleh :
Dosen Pengampu:
Ir. Heru Santosa, M.Hum
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai
”Implementasi Nilai – Nilai Pancasila dalam Kilasan Sejarah dari Masa ke Masa”.
Makalah ini dibuat dengan metode analisis dari berbagai sumber, diantaranya: buku,
internet dan fakat sosial tentang implementasi nilai-nilai Pancasila. Kami mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Ir. Heru Santosa, M.Hum yang telah memberikan tugas makalah
ini. Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
pembuatan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu kami berharap kepada pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang
membangun untuk penyempurnaan makalah kedepannya.
Penyusun juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca dan dapat memberikan contoh tentang implementasi nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat.
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
A. Kesimpulan ................................................................................................................24
B. Saran ..........................................................................................................................24
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian pancasila itu, perlu
diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai
luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap
penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan,
baik di pusat maupun di daerah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Pancasila dari zaman kuno hingga pelaksanaan demokrasi saat
ini?
2. Bagaimana pemahaman Pancasila sebagai ideologi bangsa?
3. Bagaimana pelaksanaan demokrasi dan sistem pemerintahan di Indonesia?
4. Bagaimana implementasi nilai-nilai Pancasila bagi mahasiswa?
C. Tujuan
1. Untuk memahami alur sejarah Pancasila dari zaman kuno hingga pelaksanaan
demokrasi saat ini.
2. Untuk memahami Pancasila sebagai ideologi bangsa.
3. Untuk memahami pelaksanaan demokrasi dan sistem pemerintahan di Indonesia.
4. Untuk memahami dan melaksanakan implementasi nilai-nilai Pancasila bagi
mahasiswa.
D. Metode
Dalam perencanaan dan pembuatan makalah ini, metode yang digunakan
pengumpulan data dan penganalisisan berbagai sumber untuk mendapatkan data dan
informasi. Informasi bersifat teoritis dan analitik. Sebagai referensi kami mengambil
dari buku dan situs web di internet yang membahas mengenai Pancasila dan
implementasi nilai-nilainya.
4
E. Hipotesis
Sejarah terbentuknya Pancasila melalui suatu proses mulai dari zaman
kerajaan, masa penjajahan, masa kemerdekaan, hingga reformasi saat ini. Pancasila
sebagai ideologi memuat nilai-nilai dimensi-dimensi. Pancasila juga sebagai ideologi
yang terbuka. Bangsa Indonesia memiliki jiwa dan kepribadian yang sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila yang telah dimiliki sejak zaman nenek moyang. Nilai-nilai
tersebut dicerminkan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila itu penting dalam
kehidupan kampus, tanpa adanya nilai Pancasila tidak akan tercipta keharmonisan dan
kemakmuran.
5
BAB II
PEMBAHASAN
b. Kerajaan Sriwijaya
d. Zaman Majapahit
6
istilah pancasila. Empu Tantular menulis “Sutasoma” yang di dalamnya terdapat
seloka persatuan: Bhinneka Tunggal Ika. Bunyi lengkapnya: Bhinneka Tunggal Ika
Tan Hana Dharma Mangrua (walaupun berbeda namun satu jua adanya, sebab tidak
ada agama yang memiliki Tuhan yang berbeda). Semboyan ini dibuktikan dengan
adanya kerukunan beragama, agama Hindu dan Budha hidup berdampingan,bahkan
Kerajaan Pasai yang menjadi bawahannya beragama Islam.
Zaman keemasan Majapahit adalah ketika diperintah oleh Raja Hayam Wuruk
dengan mahapatihnya, Gajah Mada. Sumpah Palapa yang diikrarkan Gajah Mada di
dalam sidang Ratu dan menteri-menteri untuk mempersatukan nusantara raya (Gurun,
Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dpo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik).
7
Belanda (nusantara) kepada negera Belanda. Politik etis diwujudkan dalam 3 hal yaitu
edukasi, irigasi, transmigrasi.
Dengan politik etis dalam bidang edukasi, rakyat mulai bersekolah walaupun
masih ada diskriminasi karena sekolah Belanda hanya boleh untuk anak kaum
bangsawan yang orang tuanya menjadi pejabat Belanda,sedangkan rakyat biasa
bersekolah di sekolah rakyat.
3. Kebangkitan Nasional
Pada awal abad XX mulailah fajar baru dalam perjuangan bangsa Indonesia
melawan penjajah yang termotivasi oleh kebangkitan Philipina di bawah perjuangan
Jose Rizal, gerakan nasionalisme Cina oleh dr. Sun Yat Sen, gerakan partai kongres
india di bawah pimpinan Tilak dan Gandhi, serta kemenangan Jepang atas Rusia
semakin menyadarkan para pemuda pejuang si Indonesia bahwa bangsa-bangsa timur
tidak kalah dengan bangsa eropa.
Dengan bekal yang dimiliki, maka perjuangan untuk kemerdekaan tidak lagi
bersifat fisik, melainkan bersifat intelektual. Kesadaran untuk bersatu dalam wadah
organisasi yang berusaha memajukan pendidikan para anggotanya mulai dirintis oleh
dr. Wahidin Soedirohoesodo yang kemudian membawa idenya ini ke Jakarta.
Kemudian berdirilah Budi Utomo pada tanggal 29 Mei 1908 dengan ketuanya, dr.
Soetomo. Tujuannya adalah kemajuan begi Hindia.
Setelah itu mulai banyak organisasi yang lain seperti Sarekat Dagang Islam
pada tahun 1909 di bawah pimpinan HOS. Cokroaminoto yang kemudian menjadi
Sarekat Islam pada 1911. Muncul pula Indische Partij pada tahun 1913 dengan tiga
serangkai nya, yaitu dr. Douwes Dekker, Suryadi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara)
dan dr. Ciptomangunkusumo. Pada tahun 1927 berdiri pula Partai Nasional Indonesia
dengan tokohnya Soekarno, Sartono, dan Ciptomangunkusumo.
Pada tahun 1928 terjadi peristiwa bersejarah lainnya, yaitu Sumpah Pemuda.
Para pemuda yang mengikuti kongres kedua di Jakarta terdiri dari berbagai organisasi
pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatera Bond, Jong Islamiten Bond, Jong Ambon,
Jong Celebes, dan lain-lain. Mereka semua bersatu dalam Perhimpunan Pemuda-
pemuda Indonesia (PPPI) dan bersumpah bahwa mereka mengaku bertanah air satu,
berbangsa satu, dan berbahasa satu, Indonesia. Pada saat itu lagu Indonesia pertama
kali dikumandangkan dengan iringan biola WR. Soepratman. Tahun 1933 berdiri pula
pendidikan nasional indonesia dibawah kepemimpinan Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.
Umumnya partai-partai politik yang didirikan tidak bertahan lama karena
banyak pemimpinnya yang ditahan, bahkan dibuang ke daerah lain oleh Belanda.
Tetapi secara diam-diam mereka mulai menyusun kekuatan baru dengan cara gerakan
bawah tanah.
8
pemimpin Asia. Dengan itu Jepang mengambil hati bangsa Indonesia untuk
membantu perang asia timur raya. Namun, justru rakyat Indonesia semakin
sengsara dan menderita.
Tanda-tanda kekalahan Jepang tampak disana-sini dan ini mendorong
para pemimpi Jepang untuk mengambil langkah-langkah konkret bagi
Indonesia. Sebagai realisasi janji Jepang yang akan memerdekakan Indonesia,
maka pada tanggal 29 April 1945 dibentuklah Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyunbii
Tioosakai dengan ketua nya dr. Radjiman Wedjodiningrat dan wakil ketua,
Raden Panji Soeroso. Wakil ketua dari pihak jepang adalah Ichubangase.
Jumlah anggotanya 60 orang.
9
Kelima hal tersebut diberinya nama Pancasila. Tetapi jika anggota sidang
tidak menghendaki yang lima, maka kelima dasar itu dapat pula diperas
menjadi tiga (trisila), yaitu:
Sosio-nasionalisme
Sosio-demokrasi
Ketuhanan
Jika tidak menyenangi yang tiga tersebut,maka dapat pula diperas
menjadi satu saja (Ekasila), yaitu gotong royong.
4) Pembentukan Panitia Kecil (panitia delapan)
Setelah sidang pertama selesai pada tanggal 1 Juni 1945, maka
dibentuklah suatu panitia kecil yang berjumlah 8 orang. Tugas panitia kecil ini
adalah menggolong-golongkan usulan yang masuk. Setelah anggota panitia
meneliti usulan yang masuk, diketahui adanya perbedaan pendapat antar
golongan nasionalis dan golongan islam mengenai hubungan antara negara
dan agama. Golongan islam menghendaki negara berdasarkan syariat islam
sedangkan golongan nasionalis menghendaki negara tidak berdasarkan hukum
agama tertentu.
10
b. Sidang Kedua BPUPKI (10-16 Juli 1945)
Pada sidang tanggal 10 Juli 1945 Ir. Soekarno memaparkan kerja
Panitia Kecil dan Panitia Sembilan ke hadapan anggota BPUPKI. Setelah itu
sidang dilanjutkan untuk membicarakan tentang bentuk Negara . Hasil voting
anggota memutuskan suara terbanyak adalah bentuk republic (55 suara dari 64
suara).
Keesokan harinya, tanggal 11 juli 1945 diadakan pemungutan suara
untuk menentukan wilayah negara. Suara terbanyak (39 suara) memilih
wilayah negara meliputi Hindia Belanda ditambah Malaya, Borneo Utara,
Papua, Timor Portugis dan pulau-pulau sekelilingnya.
Pembicaraan selanjutnya adalah mengenai warga negara dan setelah itu
pembentukan tiga Panitia Kecil, yaitu:
1) Panitia Perancang Undang-Undang Dasar diketuai oleh Ir.Soekarno
2) Panitia Ekonomi & Keuangan diketuai oleh Drs. Moh. Hatta
3) Panitia Pembela Tanah Air diketuai oleh Abikusno Tjokrosurjoso
5. Proklamasi Kemerdekaan RI
Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu setelah dua bom dijatuhkan di
Hirosima dan Nagasaki. Para pemuda Indonesia yang mendengar berita ini segera
meminta kepada pemimpin bangsa waktu itu (Ir. Soekarno, dkk.) agar segera
menyatakan kemerdekaan Indonesia. Tetapi, dengan pertimbangan yang hati-hati
golongan tua belum mau mememnuhi permintaan para pemuda itu. Maka, para
pemuda kemudian menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok
untuk merundingkan pernyataan kemerdekaan tanpa pengaruh Jepang. Setelah
dicapai kesepakatan maka mereka menyusun acara untuk proklamasi
kemerdekaan keesokan harinya.
11
Hari Jumat, tanggal 17 Agustus 1945 dibacakan proklamasi kemerdekaan oleh
Bung Karno didampingi Bung Hatta sebagai wakil dari bangsa Indonesia. Bendera
merah putih dinaikkan dan lagu Indonesia Raya dikumandangkan.
B. Etika
1. Asal-usul kata
Etika (Etimologik), menurut Bertens (1993: 4), berasal dari kata Yunani ethos
yang berarti watak kesusilaan atau adat. Etika identik dengan kata moral yang ber-
asal dari kata Latin mos, yang dalam bentuk jamaknya mores yang juga berarti
adat atau cara hidup. Etika dan moral sama artinya, namun dalam pemakaian se-
hari-hari ada sedikit perbedaan, moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan
yang sedang dinilai, sedang-kan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai
yang ada. Kemudian istilah Etis menurut Franz Magnis Suseno (1993: 9) adalah
"sesuai dengan tanggung jawab moral”. Istilah ini digunakan untuk mengambil
sikap yang wajar dalam suasana pluralisme moral yang merupakan ciri khas
zaman sekarang.
Istilah lain yang identik dengan etika, adalah:
susila (Sansekerta), yang lebih menunjuk kepada dasar, prinsip, aturan
hidup (atau Sila) yang lebih baik (Su);
akhlak (Arab) moral, berarti akhlak, etika berarti ilmu akhlak.
Etika merupakan cabang dari filsafat. Etika men-cari kebenaran, dan
sebagai filsafat, etika menerima keterangan (benar) yang sedalam-dalamnya.
Tugas tertentu bagi etika, yaitu mencari ukuran baik-buruk-nya tingkah laku
manusia. Etika hendak mencari, tin-dakan manusia “manakah yang baik.
(Poedjawijatna, 1972: 3)
2. Definisi etika
Beberapa definisi tentang etika dapat diklasifika-sikan dalam 3 jenis definisi,
yaitu:
a. definisi yang menekankan aspek historis;
b. definisi yang menekankan secara deskriptif;
c. definisi yang menekankan pada sifat dasar etika se-bagai ilmu yang normatif
dan bercorak kefilsafatan.
3. Objek etika
Objek etika menurut Franz Von Magnis (1979: 15-16) adalah pernyataan
moral. Dari semua jenis moral, pada dasarnya hanya ada dua jenis moral:
pernyataan tentang tindakan manusia dan pernyataan tentang manusia sendiri atau
tentang unsur-unsur kepribadian manusia seperti motif-motif, maksud dan watak.
Menurut Poedjawijatna (1986: 6), objek material etika adalah manusia,
sedangkan objek formalnya adalah tindakan manusia yang dilakukan dengan
sengaja.
4. Macam-macam Etika
12
a. Etika deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, baik dan
buruk, tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif
menurut Bertens (1993: 15):
“Mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-individu tertentu, dalam
kebudayaan-kebudayaan atau substruktural-substruktural tertentu dalam satu
periode sejarah, dan sebagainya.” Contohnya: sejarah etika.
b. Etika normatif
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang tempat
diskusi-diskusi yang paling me-narik tentang masalah-masalah moral
berlangsung. Di sini ahli yang bersangkutan tidak bertindak sebagai penonton
netral, seperti halnya dalam etika deskriptif, tapi harus melibatkan diri dengan
mengemukakan pe-nilaiannya tentang perilaku manusia. Bertens (1993: 17)
menjelaskan, etika normatif dapat dibagi menjadi:
Etika Umum
Etika umum memandang tema-tema umum seperti: apa itu norma etis?
Jika ada banyak norma etis, bagaimana hubungannya satu sama lain?
Mengapa norma moral mengikat kita? Apa itu nilai dan apakah
kekhususan nilai moral? Bagaimana hubungan antara tanggung jawab
manusia dan ke-bebasan? Tema-tema seperti inilah yang menjadi objek
penyelidikan etika umum.
Etika Khusus
Etika khusus mempunyai tradisi, yang kerapkali dilanjutkan dengan
memakai suatu norma baru, yaitu “etika terapan” (applied ethics).
Etika individu
Etika individu merupakan etika yang objeknya ting-kah laku manusia
sebagai pribadi, misalnya: tujuan hidup manusia. (Sunoto, 1989: 41)
Etika sosial
Etika sosial membicarakan tingkah laku dan perbuatan manusia dalam
hubungannya dengan manusia lain, misalnya: hubungan dalam keluarga,
dalam masya-rakat, dalam negara dan lain-lain. (Sunoto, 1984: 41)
Etika terapan
Mengenai etika terapan, Bertens (1993: 268) menyoroti: “Suatu profesi
atau suatu masalah. Sebagai contoh, etika terapan yang membahas profesi
dapat disebut: etika ke-dokteran, etika politik, dan sebagainya. Di antara
masalah yang dibahas oleh etika terapan dapat disebut: peng-gunaan
senjata nuklir, pencemaran lingkungan hidup dan sebagainya.”
Cara lain untuk membagi etika terapan adalah dengan membedakan antara
makroetika dan mikro-etika. Bertens (1993: 269) menjelaskan.
1) Makroetika
Makroetika membahas masalah-masalah moral pada skala besar, artinya,
masalah-masalah ini menyang-kut suatu bangsa seluruhnya atau bahkan
13
seluruh umat manusia.
2) Mikroetika
Mikroetika membicarakan pernyataan-pernyataan etis tempat individu
terlibat, seperti kewajiban dokter terhadap pasiennya.
Di antara makroetika dan mikroetika disisipkan lagi jenis etika terapan
yang ketiga, yaitu mesoetika, yang menyoroti masalah-masalah etis yang
berkaitan dengan suatu kelompok atau profesi, misalnya kelompok
ilmuwan, profesi wartawan, dan sebagainya.
Metaetika
Cara lain lagi untuk mempraktikkan etika sebagai ilmu adalah metaetika.
Awalan “meta” mempunyai arti "melebihi”, “melampaui”. Istilah ini
diciptakan untuk menunjukkan bahwa yang dibahas di sini bukanlah
mentalitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan di bidang
mentalitas.
14
dengan kebiasaan yang tetap, dari suatu kelompok manusia, karena
manusia dapat men-cap salah satu di antara kebiasaan yang tetap itu
sendiri sebagai sesuatu yang tidak susila. (Suyono Sumargono, 1992: 351)
2. Peranan Ideologi
Menurut filosof Perancis Jacques Ellul dan Prof. Dr. Paul Ricour dalam
bukunya yang berjudul, ideologie und ideologi Kritelek, dijelaskan bahwa
ideologi mempunyai peranan sebagai berikut.
a. Sebagai jawaban atas kebutuhan akan citra atau jati diri suatu kelompok
social, komunitas, organisasi atau bangsa.
b. Berfungsi untuk menjembatani antara founding father dan para generasi
penerus.
c. Berfungsi menanamkan keyakinan atau kebenaran perjuangan kelompok yang
berpegang pada ideologi tersebut.
d. Ideologi sebagai suatu kode atau keyakinan para pendiri yang menguasai,
mempengaruhi seluruh kegiatan sosial.
15
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku atau tertutup, tetapi bersifat
reformatif, dinamis dan terbuka. Dalam ideologi terbuka terdapat cita-cita dan
nilai mendasar yang bersifat tetap dan tidak berubah sehingga tidak langsung
bersifat operasional, sehingga harus dieksplistikan.
Berdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka tersebut nilai yang terkandung
dalam ideologi Pancasila, sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut
a. Nilai Dasar
Nilai dasar merupakan esensi dari sila-sila Pancasila yang bersifat universal
sehingga dalam nilai dasar tersebut terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-niai
yang baik dan benar.
b. Nilai Instrumental
Nilai ini merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga
pelaksanaannya. Hal ini juga merupakan eksplistasi, penjabaran lebih lanjut
dari nilai dasar Pancasila.
c. Nilai Praktis
Merupakan perwujudan, realita dan niai instrumental dalam kehiudpan sehari-
hari, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Karena itu Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga
dimensi, yaitu:
a. Dimensi Idealitas
Yaitu nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak dan universal ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
b. Dimensi Normatif
Dimensi Idealistik perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, seperti tersusun
dalam susunan peraturan-peraturan kenegaraan dari yang tertinggi sampai
yang terendah
c. Dimensi Realistis
Ideologi harus mampu mencerminkan realitas hidup yang berkembang dalam
masyarakat. Nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia tidak sekedar bersifat
ideal, namun harus mampu diaplikasikan dan diterima oleh masyarakat. Jadi
secara tidak langsung aplikasi real nilai-nilai Pancasila harus selalu sesuai
dengan nilai-nilai yang ada dan tumbuh dalam masyarakat. Dapat dikatakan
bahwa hakikat Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah nilai-nilai dasar yang
bersifat universal dan tetap selalu dijabarkan dan dieksplisitkan secara
dinamis, reformatif, disesuaikan dengan dinamika aspirasi masyarakat.
16
5. Pancasila di antara Ideologi-Ideologi Besar Lainnya
Untuk kajian terlah mendalam maka ideologi pancasila kita bandingkan
dengan ideologi komunis dan liberalis.
Faktor objektif atau faktor intrinsik dalam hal ideologi pancasila tidak
dipermasalahkan. Kebenaran nilai-nilai pancasila dapat diterima siapapun, di
17
manapun dn kapan juga. Tetapi yang biasanya memunculkan masalah adalah faktor
subjektif yaitu:
D. DEMOKRASI
1. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan
a. Pengertian demokrasi secara etimologis
Istilah demokrasi berasal dari bahasa yunani demokratia, dari dua kata,
demos = rakyat dan kratos = kekuatan. Jadi secara harafiah semokrasi adalah
kekuatan rakyat atau bentuk pemerintahan negara dengan rakyat sebagai
pemegang kedaulatanya atau bisas disebut pemerintahan rakyat.
Sejak abad ke-6 SM, bentuk pemerintahan negara negara kota (polis) di
yunani berdasarkan demkorasi. Atena membuktikan dalam sejarah tentang
demokrasi tertua diseluruh dunia. Pemerintah pemerintahan demokrasi yang
tulen merupakan pemerintah yang sesungguh-sungguh melaksanakan kehendak
rakyat dengan sebenarnya. Akan tetapi penafsiran atasn demokrasi itu berubah
menjadi suara terbanyak dari rakyat bayak.
Tafsiran terakhir ini tidak benar karena demokrasi sebagai pelaksanan
pemungutan suara yang lebih banyak dari rakyat banyak. Jadi hal ini
melaksanakan kehendak seluruh rakyat. Dalam hal ini demokrasi dapat
disalahgunakan oleh golongan yang lebih besar dalam suatu negara untuk
memperoleh pengaruh pada pemerintahan negara dengan selalu mengalahkan
kehendak golongan yang kecil jumlah anggotanya. Dalam demokrasi yang tulen
dijadikan hak-hak kebebasan tiap-tiap orang dalam suatu negara.
2. Ciri-Ciri Demokrasi
Dalam demokrasi pengambilan keputusan didasarkan pada kelebihan suara,
hal ini berimplikasi pada perjuangan untuk mendapat suara terbanyak pada setiap
persoalan dan dalam setiap pengambilan keputusan. Dalam demokrasi golongan
besar akan mendapat suara terbanyak sebaliknya dengan golongan kecil yang hanya
akan mendapat sedikit suara. Akan tetapi, sedikit suara dari golongan kecil tetap
dihargai dalam demokrasi. Hal ini berlainan dengan sistem autokrasi ataupun
diktator karena suara golongan kecil (rakyat) tidak dihargai dan tidak berarti sama
sekali.
Nilai demokrasi menurut Henry B Mayo “Demokrasi ialah di mana
kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi
secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas
prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan
politik”.
19
Kompromi merupakan upaya untuk memperoleh kesepakatan di antara dua
pihak yang saling berbeda pendapat atau pihak yang berselisih paham. Dalam
demokrasi kompromi merupakan faktor penentu untuk demokrasi.Di dalamnya ada
kelemahan tetapi juga kekuatan, Kelemahanya adalah usaha-usaha pemerintah harus
terhenti sementara untuk mengadakan kompromi tersebut. Sebaliknya, kekuatan
adanya kompromi itu adalah kehendak dan kepentingan golongan kecil dapat
tersampaikan dan diperhatikan. Cakupan perhatian pemerintah menjadi lebih luas
meliputi seluruh elemen masyarakat baik golongan kecil maupun golongan besar.
4. Demokrasi Pancasila
Pada hakikatnya demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berketuhanan Yang
Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia dan
yang bersama-sama menjiwai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara
Republik Indonesia adalah Negara demokrasi monodualis.Hal ini bersumber dari
sifat kodrat manusia sebagai makhluk individual dan sosial. Demokrasi monodualis
bukan demokrasi perseorangan atau demokrasi liberal, bukan juga demokrasi
golongan (kelas), juga bukan demokrasi organis, yaitu massa sebagai suatu kesatuan
hanya menganggap manusia sebagai mahluk sosial.
Ada tiga unsur yang terkandung dalam sila keempat sebagai dasar filsafat dan
dasar politik Negara yaitu:
a. Kerakyatan
b. Permusyawaratan Perwakilan
c. Kedaulatan Rakyat
Hubungan yang terkandung di tiga unsur diatas sebagai berikut. Kedaulatan
rakyat merupakan penjelmaan dari sila keempat pancasila. Kerakyatan ini
merupakan cita-cita kefilsafatan dari demokrasi Pancasila yaitu:
21
b. Kedua, menghimpun gagasan dan pemikiran terutama dalam upaya membangun
suatu masyarakat Indonesia baru yang otonom, mandiri, terbuka, menghargai
pluralisme dan toleransi, bebas, demokratis dan beradab.
c. Ketiga, memberikan wawasan bahwa reformasi dapat dilakukan secara gradual
dan konstitusional.
22
Contoh lainnya seperti saat salah satu teman kita ada yang sakit kita pasti
bermusyawarah untuk menjenguknya.
5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan berarti adanya persamaan dan saling menghargai dengan
orang lain. Misalnya, saat hendak mengikuti ujian semester, setiap
mahasiswa yang telah memenuhi syarat berhak untuk mengikuti ujian
semester dan berhak memperoleh nilai sesuai dengan kemampuannya.
Semua juga berhak mendapatkan jas almamater ketika sudah
menyelesaikan proses administrasi.
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Setelah kami menyusun makalah ini, saran yang dapat kami berikan terkait
dengan implementasi nilai–nilai Pancasila ialah setiap civitas akademika dapat
menerapkan nilai–nilai Pancasila dalam kehidupan kampus, tidak hanya secara
teoritis saja tetapi juga dalam praktiknya.
24