Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

“Implementasi Nilai – Nilai Pancasila dalam Kilasan Sejarah dari Masa ke Masa”

Disusun oleh :

1. Ruth Dinten Pembayun (143170065)


2. Sigit Budiyarto (143170066)
3. Muhammad Arif Saputro (143170067)
4. Hesa Murti Cahyo Jati (143170068)
5. Tapri Nur Hidayah (143170069)
6. Ade Yustri R. Saragih (143170070)
7. Muhammad Dimas A. P. P (143170071)

Dosen Pengampu:
Ir. Heru Santosa, M.Hum

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai
”Implementasi Nilai – Nilai Pancasila dalam Kilasan Sejarah dari Masa ke Masa”.

Makalah ini dibuat dengan metode analisis dari berbagai sumber, diantaranya: buku,
internet dan fakat sosial tentang implementasi nilai-nilai Pancasila. Kami mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Ir. Heru Santosa, M.Hum yang telah memberikan tugas makalah
ini. Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
pembuatan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu kami berharap kepada pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang
membangun untuk penyempurnaan makalah kedepannya.

Penyusun juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca dan dapat memberikan contoh tentang implementasi nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Yogyakarta, 1 September 2017

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................2

DAFTAR ISI..........................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................4

A. Latar Belakang ...........................................................................................................4


B. Rumusan Masalah ......................................................................................................4
C. Tujuan ........................................................................................................................4
D. Metode .......................................................................................................................4
E. Hipotesis ....................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................6

A. Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia .......................................................................6


B. Etika ...........................................................................................................................12
C. Pancasila Sebagai Ideologi ........................................................................................15
D. Demokrasi ..................................................................................................................18

BAB III PENUTUP ...............................................................................................................24

A. Kesimpulan ................................................................................................................24
B. Saran ..........................................................................................................................24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara yuridis-konstitusional kedudukan Pancasila sudah jelas, bahwa pancasila


adalah pandangan hidup bangsa, dasar Negara Republik Indonesia, dan sebagai
ideologi nasional. Sebagai pandangan hidup bangsa, pancasila merupakan kristalisasi
nilai-nilai yang kebenarannya diakui, dan menimbulkan tekad untuk dilaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari. Sejarah telah mengungkapkan bahwa pancasila adalah
jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa
Indonesia serta membimbingnya dalam mengajar kehidupan lahir batin yang semakin
baik, didalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian pancasila itu, perlu
diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai
luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap
penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan,
baik di pusat maupun di daerah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Pancasila dari zaman kuno hingga pelaksanaan demokrasi saat
ini?
2. Bagaimana pemahaman Pancasila sebagai ideologi bangsa?
3. Bagaimana pelaksanaan demokrasi dan sistem pemerintahan di Indonesia?
4. Bagaimana implementasi nilai-nilai Pancasila bagi mahasiswa?

C. Tujuan
1. Untuk memahami alur sejarah Pancasila dari zaman kuno hingga pelaksanaan
demokrasi saat ini.
2. Untuk memahami Pancasila sebagai ideologi bangsa.
3. Untuk memahami pelaksanaan demokrasi dan sistem pemerintahan di Indonesia.
4. Untuk memahami dan melaksanakan implementasi nilai-nilai Pancasila bagi
mahasiswa.

D. Metode
Dalam perencanaan dan pembuatan makalah ini, metode yang digunakan
pengumpulan data dan penganalisisan berbagai sumber untuk mendapatkan data dan
informasi. Informasi bersifat teoritis dan analitik. Sebagai referensi kami mengambil
dari buku dan situs web di internet yang membahas mengenai Pancasila dan
implementasi nilai-nilainya.

4
E. Hipotesis
Sejarah terbentuknya Pancasila melalui suatu proses mulai dari zaman
kerajaan, masa penjajahan, masa kemerdekaan, hingga reformasi saat ini. Pancasila
sebagai ideologi memuat nilai-nilai dimensi-dimensi. Pancasila juga sebagai ideologi
yang terbuka. Bangsa Indonesia memiliki jiwa dan kepribadian yang sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila yang telah dimiliki sejak zaman nenek moyang. Nilai-nilai
tersebut dicerminkan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila itu penting dalam
kehidupan kampus, tanpa adanya nilai Pancasila tidak akan tercipta keharmonisan dan
kemakmuran.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia


1. Zaman Kuno
a. Kerajaan Kutai

Sejarah Indonesia dapat ditelusuri sejak zaman kerajaan-kerajaan, masa itu


disebut sebagai masa kuno. Tulisan awal yang menandai adanya sejarah Indonesia
adalah prasasti kutai,berupa 7 yupa (tiang Batu). Diceritakan bahwa Raja
Mulawarman mengadakan kenduri dan memberi sedekah kepada para Brahmana.
Dapat diketahui bahwa saat itu telah ada system pemerintahan kerajaan yang
didalamnya mengandung nila-nillai social-politik ketuhanan.

b. Kerajaan Sriwijaya

Didirikan oleh wangsa Syailendra di Palembang. Dalam prasasti Kedukan


dinyatakan bahwa sistem perdagangan dengan mempersatukan pedagang pengrajin
dan pegawai raja (Tuha An Vatakvurah) sebagai pengawas dan pengumpul barang.
System pemerintahan berdasarkan nilai ketuhanan. Cita-cita kerajaaan Sriwijaya
adalah Marvuat Vanua Criwijaya Siddhayatra Subhiksa (negara adil dan makmur).

c. Zaman Kerajaan Sebelum Majapahit

Selain Majapahit, di nusantara telah banyak kerajaan-kerajaan kecil yang


tercatat dalam sejarah, khususnya di jawa seperti:

 Kerajaan Kalingga pada abad VII


 Kerajaan Sanjaya pada abad VIII
 Kerajaan Isana pada abad IX
 Kerajaan Darmawangsa pada abad X
 Kerajaan Airlangga pada abad XI
 Kerajaan Singasari pada abad XII

Diketahui bahwa umumnya didalam kehidupan masyarakat kerajaan kuno itu


agama budha dan hindu (Wisnu, Syiwa) hidup berdampingan dan tumbuh dengan
toleransi. Pembangunan waduk, tangguk sudah dimulai. Demikian pula hubungan
dengan kerajaan diluar nusantara seperti kerajaan benggala, chola, dan champa.

d. Zaman Majapahit

Zaman Majapahit dianggap sebagai masa keemasan dalam sejarah Indonesia


kuno. Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya (menantu Kertanegara) di
Desa Trowulan.

Zaman Majapahit terdapat banyak pujangga keraton yang menulis buku


seperti Empu Prapanca menulis “Negara Kertagama”. Di dalam kitab ini terdapat

6
istilah pancasila. Empu Tantular menulis “Sutasoma” yang di dalamnya terdapat
seloka persatuan: Bhinneka Tunggal Ika. Bunyi lengkapnya: Bhinneka Tunggal Ika
Tan Hana Dharma Mangrua (walaupun berbeda namun satu jua adanya, sebab tidak
ada agama yang memiliki Tuhan yang berbeda). Semboyan ini dibuktikan dengan
adanya kerukunan beragama, agama Hindu dan Budha hidup berdampingan,bahkan
Kerajaan Pasai yang menjadi bawahannya beragama Islam.

Zaman keemasan Majapahit adalah ketika diperintah oleh Raja Hayam Wuruk
dengan mahapatihnya, Gajah Mada. Sumpah Palapa yang diikrarkan Gajah Mada di
dalam sidang Ratu dan menteri-menteri untuk mempersatukan nusantara raya (Gurun,
Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dpo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik).

Hubungan luar negeri telah dilakukan dengan Tiongkok, Ayodya, Champa,


dan Kamboja. Kerajaan juga mempunyai penasehat pemerintahan, yaitu Rakyan I
Hino, I Sirikan dan I Halu (seperti nilai -nilai musyawarah). Majapahit runtuh karena
perselisihan dan perang saudara.

2. Zaman Penjajahan Belanda

Sebelum penjajah datang ke Indonesia, agama islam telah masuk terlebih


dahulu dan berkembang dengan baik. Agama islam dibawa para pedagang dari India
dan Arab karena memang sejak dulu nusantara menjadi tujuan para pedagang.
Raja-raja di nusantara banyak menganut agama islam sehingga corak
pemerintahannya tidak lagi berdasarkan sistem pemerintahan dalam agama Hindu
(raja adalah titisan dewa), tetapi sudah berbentuk kesultanan. Kerajaan islam pertama
di jawa adalah Kerajaan Demak, dan yang terakhir adalah Kerajaan Mataram.
Pada masa ini nusantara mulai didatangi bangsa eropa seperti Portugis dan
Spanyol untuk mencari rempah-rempah dan menyebarkan agama kristen, terutama di
nusantara bagian timur.
Bangsa Belanda datang pertama kali pada tahun 1596 dengan tujuan pertama
kali untuk mencari rempah-rempah dan barang lain yang juga sangat laku di pasaran
Eropa. Kemudian tahun 1602 Belanda mendirikan perusahaan perdagangan yang
diberi nama Verenigne Ost Indie Company, disingkat VOC. Kedudukan Belanda
dengan adanya VOC mulai mengancam posisi pemerintah kerajaan -kerajaan di
nusantara, maka kerap kali raja-raja itu melawan Belanda seperti serangan Sultan
Agung ke Batavia dan perlawanan Sultan Hasanuddin di Makasar.
VOC kemudian bangkrut dan Belanda banyak menanggung utang. Salah satu
upaya mencari penghasilan adalah membuat pemerintahan kolonial Belanda pada
tahun 1800 dengan menerapkan Sistem Tanam Paksa.
Perlawanan penguasa dan rakyat di nusantara terhadap Belanda selalu muncul
silih berganti di berbagai tempat. Namun, peralatan perang yang digunakan para
pejuang di nusantara kurang canggih, perlawanan masih bersifat kedaerahan, maka
perlawan yang dilakukan mudah dipatahkan.
Pada akhir abad XIX Belanda mulai dengan suatu politik baru yang disebut
politik etis, sebagai upaya balas budi atas kemakmuran yang sudah diberikan Hindia

7
Belanda (nusantara) kepada negera Belanda. Politik etis diwujudkan dalam 3 hal yaitu
edukasi, irigasi, transmigrasi.
Dengan politik etis dalam bidang edukasi, rakyat mulai bersekolah walaupun
masih ada diskriminasi karena sekolah Belanda hanya boleh untuk anak kaum
bangsawan yang orang tuanya menjadi pejabat Belanda,sedangkan rakyat biasa
bersekolah di sekolah rakyat.

3. Kebangkitan Nasional
Pada awal abad XX mulailah fajar baru dalam perjuangan bangsa Indonesia
melawan penjajah yang termotivasi oleh kebangkitan Philipina di bawah perjuangan
Jose Rizal, gerakan nasionalisme Cina oleh dr. Sun Yat Sen, gerakan partai kongres
india di bawah pimpinan Tilak dan Gandhi, serta kemenangan Jepang atas Rusia
semakin menyadarkan para pemuda pejuang si Indonesia bahwa bangsa-bangsa timur
tidak kalah dengan bangsa eropa.
Dengan bekal yang dimiliki, maka perjuangan untuk kemerdekaan tidak lagi
bersifat fisik, melainkan bersifat intelektual. Kesadaran untuk bersatu dalam wadah
organisasi yang berusaha memajukan pendidikan para anggotanya mulai dirintis oleh
dr. Wahidin Soedirohoesodo yang kemudian membawa idenya ini ke Jakarta.
Kemudian berdirilah Budi Utomo pada tanggal 29 Mei 1908 dengan ketuanya, dr.
Soetomo. Tujuannya adalah kemajuan begi Hindia.
Setelah itu mulai banyak organisasi yang lain seperti Sarekat Dagang Islam
pada tahun 1909 di bawah pimpinan HOS. Cokroaminoto yang kemudian menjadi
Sarekat Islam pada 1911. Muncul pula Indische Partij pada tahun 1913 dengan tiga
serangkai nya, yaitu dr. Douwes Dekker, Suryadi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara)
dan dr. Ciptomangunkusumo. Pada tahun 1927 berdiri pula Partai Nasional Indonesia
dengan tokohnya Soekarno, Sartono, dan Ciptomangunkusumo.
Pada tahun 1928 terjadi peristiwa bersejarah lainnya, yaitu Sumpah Pemuda.
Para pemuda yang mengikuti kongres kedua di Jakarta terdiri dari berbagai organisasi
pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatera Bond, Jong Islamiten Bond, Jong Ambon,
Jong Celebes, dan lain-lain. Mereka semua bersatu dalam Perhimpunan Pemuda-
pemuda Indonesia (PPPI) dan bersumpah bahwa mereka mengaku bertanah air satu,
berbangsa satu, dan berbahasa satu, Indonesia. Pada saat itu lagu Indonesia pertama
kali dikumandangkan dengan iringan biola WR. Soepratman. Tahun 1933 berdiri pula
pendidikan nasional indonesia dibawah kepemimpinan Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.
Umumnya partai-partai politik yang didirikan tidak bertahan lama karena
banyak pemimpinnya yang ditahan, bahkan dibuang ke daerah lain oleh Belanda.
Tetapi secara diam-diam mereka mulai menyusun kekuatan baru dengan cara gerakan
bawah tanah.

4. Zaman Penjajahan Jepang


Tahun 1942 Jepang masuk ke Indonesia. Belanda menyerah pada Jepang dan
mulailah periode penjajahan Jepang di Indonesia. Awalnya Jepang berpropaganda
bahwa kedatangannya untuk menyelamatkan bangsa-bangsa asia. Propaganda itu
menyatakan bahwa Jepang Cahaya Asia, Jepang saudara tua Asia, Jepang

8
pemimpin Asia. Dengan itu Jepang mengambil hati bangsa Indonesia untuk
membantu perang asia timur raya. Namun, justru rakyat Indonesia semakin
sengsara dan menderita.
Tanda-tanda kekalahan Jepang tampak disana-sini dan ini mendorong
para pemimpi Jepang untuk mengambil langkah-langkah konkret bagi
Indonesia. Sebagai realisasi janji Jepang yang akan memerdekakan Indonesia,
maka pada tanggal 29 April 1945 dibentuklah Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyunbii
Tioosakai dengan ketua nya dr. Radjiman Wedjodiningrat dan wakil ketua,
Raden Panji Soeroso. Wakil ketua dari pihak jepang adalah Ichubangase.
Jumlah anggotanya 60 orang.

a. Sidang Pertama BPUPKI (29 Mei – 1 Juni 1945)


Pada awal sidang BPUPKI dr. Radjiman sebagai ketua meminta kepada
anggotanya agar membicarakan terlebih dahulu mengenai dasar-dasar bagi
Indonesia merdeka.
1) Pidato Moh. Yamin
Didalam bukunya, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945
menyatakan bahwa beliau berpidato tanggal 29 Mei 1945 dan mengusulkan
dasar bagi Indonesia merdeka,yaitu:
 Peri Kebangsaan
 Peri Kemanusiaan
 Peri Ketuhanan
 Peri Kerakyatan
 Kesejahteraan Rakyat
2) Pidato Mr. Soepomo
Soepomo berpidato tanggal 31 Mei 1945. Soepomo mengusulkan agar
negara yang didirikan hendaknya didasarkan pada teori negara integralistik,
yaitu negara persatuan yang melindungi segenap bangsa negara yang
mengatasi segala paham dan golongan. Negara yang pemimpinnya bersatu
dengan rakyat. Soepomo menolak negara yang berdasarkan paham
individualisme.
3) Pidato Ir. Soekarno 1 juni 1945
Ir. Soekarno mengatakan bahwa dasar-dasar Indonesia merdeka sebagai
mana yang diminta oleh ketua BPUPKI adalah philospiche grondslag, yaitu
fundamen, filsafat, jiwa, pikiran, hasrat yang sedalam-dalamnya yang di
atasnya didirikan negara Indonesia yang merdeka. Dasar-dasar bagi
Indonesia merdeka yang diusulkannya adalah:
 Kebangsaan atau nasionalisme
 Kemanusiaan (internasionalisme)
 Musyawarah,mufakat,perwakilan
 Kesejahteraan sosial
 Ketuhanan yang berkebudayaan

9
Kelima hal tersebut diberinya nama Pancasila. Tetapi jika anggota sidang
tidak menghendaki yang lima, maka kelima dasar itu dapat pula diperas
menjadi tiga (trisila), yaitu:

 Sosio-nasionalisme
 Sosio-demokrasi
 Ketuhanan
Jika tidak menyenangi yang tiga tersebut,maka dapat pula diperas
menjadi satu saja (Ekasila), yaitu gotong royong.
4) Pembentukan Panitia Kecil (panitia delapan)
Setelah sidang pertama selesai pada tanggal 1 Juni 1945, maka
dibentuklah suatu panitia kecil yang berjumlah 8 orang. Tugas panitia kecil ini
adalah menggolong-golongkan usulan yang masuk. Setelah anggota panitia
meneliti usulan yang masuk, diketahui adanya perbedaan pendapat antar
golongan nasionalis dan golongan islam mengenai hubungan antara negara
dan agama. Golongan islam menghendaki negara berdasarkan syariat islam
sedangkan golongan nasionalis menghendaki negara tidak berdasarkan hukum
agama tertentu.

5) Pembentukan Panitia Kecil (panitia sembilan)

Sebagai langkah lanjut dari upaya mempertemukan perbedaan


pendapat antara golongan islam dan golongan nasionalis, maka ketua Panitia
Delapan (Ir.Soekarno) membentuk Panitia Sembilan. Anggotanya sembilan
orang, yaitu Ir. Soekarno (ketua), Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Yamin, Mr. A.A.
Maramis, Ahmad Soebardjo, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar
Muzakkir, A. Wachid Hasjim dan Haji Agus Salim.

Panitia sembilan ini bersidang pada tanggal 22 Juni 1945 yang


kemudian dicapai kesepakatan bersama sebagai jalan tengah. Kesepatan
mengenai dasar negara tertuang didalam suatu naskah rancangan
preambule/mukadimah hukum dasar (cikal bakal pembukaan UUD 1945).
Pada alinea keempat dari rancangan preambule itu dinyatakan bahwa negara
berdasarkan:

 Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagj


pemeluk-pemeluknya.
 Kemanusiaan yang adil dan beradab.
 Persatuan Indonesia.
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mr. Moh. Yamin mempopulerkan kesepakatan tersebut dengan nama Piagam
Jakarta.

10
b. Sidang Kedua BPUPKI (10-16 Juli 1945)
Pada sidang tanggal 10 Juli 1945 Ir. Soekarno memaparkan kerja
Panitia Kecil dan Panitia Sembilan ke hadapan anggota BPUPKI. Setelah itu
sidang dilanjutkan untuk membicarakan tentang bentuk Negara . Hasil voting
anggota memutuskan suara terbanyak adalah bentuk republic (55 suara dari 64
suara).
Keesokan harinya, tanggal 11 juli 1945 diadakan pemungutan suara
untuk menentukan wilayah negara. Suara terbanyak (39 suara) memilih
wilayah negara meliputi Hindia Belanda ditambah Malaya, Borneo Utara,
Papua, Timor Portugis dan pulau-pulau sekelilingnya.
Pembicaraan selanjutnya adalah mengenai warga negara dan setelah itu
pembentukan tiga Panitia Kecil, yaitu:
1) Panitia Perancang Undang-Undang Dasar diketuai oleh Ir.Soekarno
2) Panitia Ekonomi & Keuangan diketuai oleh Drs. Moh. Hatta
3) Panitia Pembela Tanah Air diketuai oleh Abikusno Tjokrosurjoso

c. Pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)


BPUPKI telah selesai dengan tugasnya , tinggal menunggu janji
kemerdekaan dari Jepang. Di lain pihak, karena kekalahan Jepang atas Sekutu
sudah diambang pintu, maka pembesar Jepang untuk wilayah selatan
memanggil para pemimpin Indonesia ke Saigon, yaitu dr.Radjiman, Ir.
Soekarno, dan Drs. Moh. Hatta. Ringkasnya, untuk merealisasikan
kemerdekaan Indonesia, maka dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Zyunbi Inkai pada tanggal 9 Agustus 1945
dengan ketua, Ir. Soekarno; wakil ketua, Drs. Moh. Hatta dan anggota dr.
Radjiman.
Dengan demikian PPKI berfungsi sebagai komite nasional pembentuk
negara. Sebagian anggota adalah mantan anggota BPUPKI , tetapi ada pula
utusan Indonesia bagian timur yang menjadi anggotanya.

5. Proklamasi Kemerdekaan RI
Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu setelah dua bom dijatuhkan di
Hirosima dan Nagasaki. Para pemuda Indonesia yang mendengar berita ini segera
meminta kepada pemimpin bangsa waktu itu (Ir. Soekarno, dkk.) agar segera
menyatakan kemerdekaan Indonesia. Tetapi, dengan pertimbangan yang hati-hati
golongan tua belum mau mememnuhi permintaan para pemuda itu. Maka, para
pemuda kemudian menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok
untuk merundingkan pernyataan kemerdekaan tanpa pengaruh Jepang. Setelah
dicapai kesepakatan maka mereka menyusun acara untuk proklamasi
kemerdekaan keesokan harinya.

11
Hari Jumat, tanggal 17 Agustus 1945 dibacakan proklamasi kemerdekaan oleh
Bung Karno didampingi Bung Hatta sebagai wakil dari bangsa Indonesia. Bendera
merah putih dinaikkan dan lagu Indonesia Raya dikumandangkan.

B. Etika
1. Asal-usul kata
Etika (Etimologik), menurut Bertens (1993: 4), berasal dari kata Yunani ethos
yang berarti watak kesusilaan atau adat. Etika identik dengan kata moral yang ber-
asal dari kata Latin mos, yang dalam bentuk jamaknya mores yang juga berarti
adat atau cara hidup. Etika dan moral sama artinya, namun dalam pemakaian se-
hari-hari ada sedikit perbedaan, moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan
yang sedang dinilai, sedang-kan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai
yang ada. Kemudian istilah Etis menurut Franz Magnis Suseno (1993: 9) adalah
"sesuai dengan tanggung jawab moral”. Istilah ini digunakan untuk mengambil
sikap yang wajar dalam suasana pluralisme moral yang merupakan ciri khas
zaman sekarang.
Istilah lain yang identik dengan etika, adalah:
 susila (Sansekerta), yang lebih menunjuk kepada dasar, prinsip, aturan
hidup (atau Sila) yang lebih baik (Su);
 akhlak (Arab) moral, berarti akhlak, etika berarti ilmu akhlak.
Etika merupakan cabang dari filsafat. Etika men-cari kebenaran, dan
sebagai filsafat, etika menerima keterangan (benar) yang sedalam-dalamnya.
Tugas tertentu bagi etika, yaitu mencari ukuran baik-buruk-nya tingkah laku
manusia. Etika hendak mencari, tin-dakan manusia “manakah yang baik.
(Poedjawijatna, 1972: 3)

2. Definisi etika
Beberapa definisi tentang etika dapat diklasifika-sikan dalam 3 jenis definisi,
yaitu:
a. definisi yang menekankan aspek historis;
b. definisi yang menekankan secara deskriptif;
c. definisi yang menekankan pada sifat dasar etika se-bagai ilmu yang normatif
dan bercorak kefilsafatan.

3. Objek etika
Objek etika menurut Franz Von Magnis (1979: 15-16) adalah pernyataan
moral. Dari semua jenis moral, pada dasarnya hanya ada dua jenis moral:
pernyataan tentang tindakan manusia dan pernyataan tentang manusia sendiri atau
tentang unsur-unsur kepribadian manusia seperti motif-motif, maksud dan watak.
Menurut Poedjawijatna (1986: 6), objek material etika adalah manusia,
sedangkan objek formalnya adalah tindakan manusia yang dilakukan dengan
sengaja.

4. Macam-macam Etika

12
a. Etika deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, baik dan
buruk, tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif
menurut Bertens (1993: 15):
“Mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-individu tertentu, dalam
kebudayaan-kebudayaan atau substruktural-substruktural tertentu dalam satu
periode sejarah, dan sebagainya.” Contohnya: sejarah etika.

b. Etika normatif
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang tempat
diskusi-diskusi yang paling me-narik tentang masalah-masalah moral
berlangsung. Di sini ahli yang bersangkutan tidak bertindak sebagai penonton
netral, seperti halnya dalam etika deskriptif, tapi harus melibatkan diri dengan
mengemukakan pe-nilaiannya tentang perilaku manusia. Bertens (1993: 17)
menjelaskan, etika normatif dapat dibagi menjadi:
 Etika Umum
Etika umum memandang tema-tema umum seperti: apa itu norma etis?
Jika ada banyak norma etis, bagaimana hubungannya satu sama lain?
Mengapa norma moral mengikat kita? Apa itu nilai dan apakah
kekhususan nilai moral? Bagaimana hubungan antara tanggung jawab
manusia dan ke-bebasan? Tema-tema seperti inilah yang menjadi objek
penyelidikan etika umum.
 Etika Khusus
Etika khusus mempunyai tradisi, yang kerapkali dilanjutkan dengan
memakai suatu norma baru, yaitu “etika terapan” (applied ethics).
 Etika individu
Etika individu merupakan etika yang objeknya ting-kah laku manusia
sebagai pribadi, misalnya: tujuan hidup manusia. (Sunoto, 1989: 41)
 Etika sosial
Etika sosial membicarakan tingkah laku dan perbuatan manusia dalam
hubungannya dengan manusia lain, misalnya: hubungan dalam keluarga,
dalam masya-rakat, dalam negara dan lain-lain. (Sunoto, 1984: 41)
 Etika terapan
Mengenai etika terapan, Bertens (1993: 268) menyoroti: “Suatu profesi
atau suatu masalah. Sebagai contoh, etika terapan yang membahas profesi
dapat disebut: etika ke-dokteran, etika politik, dan sebagainya. Di antara
masalah yang dibahas oleh etika terapan dapat disebut: peng-gunaan
senjata nuklir, pencemaran lingkungan hidup dan sebagainya.”
Cara lain untuk membagi etika terapan adalah dengan membedakan antara
makroetika dan mikro-etika. Bertens (1993: 269) menjelaskan.
1) Makroetika
Makroetika membahas masalah-masalah moral pada skala besar, artinya,
masalah-masalah ini menyang-kut suatu bangsa seluruhnya atau bahkan

13
seluruh umat manusia.
2) Mikroetika
Mikroetika membicarakan pernyataan-pernyataan etis tempat individu
terlibat, seperti kewajiban dokter terhadap pasiennya.
Di antara makroetika dan mikroetika disisipkan lagi jenis etika terapan
yang ketiga, yaitu mesoetika, yang menyoroti masalah-masalah etis yang
berkaitan dengan suatu kelompok atau profesi, misalnya kelompok
ilmuwan, profesi wartawan, dan sebagainya.
 Metaetika
Cara lain lagi untuk mempraktikkan etika sebagai ilmu adalah metaetika.
Awalan “meta” mempunyai arti "melebihi”, “melampaui”. Istilah ini
diciptakan untuk menunjukkan bahwa yang dibahas di sini bukanlah
mentalitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan di bidang
mentalitas.

5. Persoalan dalam Etika


a. Persoalan nilai etika
1) Apa yang seharusnya dilakukan
Etika adalah cabang filsafat atau cabang aksiologi yang membicarakan manusia
terutama tingkah laku dan perbuatan yang dilakukan dengan sadar dan dilihat dari
kacamata baik buruk (Sunoto, 1983:1). Etika menurut Franz Von Magnis (1975:
15) adalah:
2) Ruang lingkup etika
Etika menaruh perhatian pada pembicaraan mengenai prinsip pembenaran tentang
keputusan yang telah ada. Etika tidak akan memberikan kepada manusia arah
yang khusus atau pedoman yang tegas dan tetap tentang cara hidup dengan
kebajikan.
3) Kesusilaan dan ketidaksusilaan
Kesusilaan dan ketidaksusilaan tidak hanya bersangkutan dengan tingkah laku
dalam masalah seksual semata. Mencuri, berbuat tidak adil, dan kejam dapat
dipandang sebagai tindakan orang yang tidak susila.
4) Arti etika
Etika digunakan dalam dua arti, seperti dijelaskan oleh Suyono Sumargono (1992:
35).
 Terlibat dalam pernyataan seperti “saya mempelajari etika”. Dalam
penggunaan ini, etika dimaksudkan sebagai suatu kumpulan penge-tahuan
mengenai penilaian perbuatan yang dilakukan orang.
 Istilah etika dipakai bila orang mengatakan: “ia seorang yang bersifat
etis”, “ia seorang yang adil”, atau “pembunuhan dan bohong itu tidak
susila". Dalam hal ini “etis” adalah suatu pre-dikat yang digunakan untuk
membedakan ba-rang-barang, perbuatan-perbuatan atau orang-orang
tertentu dengan yang lain. “Etis” dalam arti ini sama dengan “susila”
(moral). Untuk dikatakan bersifat susila tidak perlu sama atau sesuai

14
dengan kebiasaan yang tetap, dari suatu kelompok manusia, karena
manusia dapat men-cap salah satu di antara kebiasaan yang tetap itu
sendiri sebagai sesuatu yang tidak susila. (Suyono Sumargono, 1992: 351)

C. Pancasila Sebagai Ideologi


1. Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari bahas Yunani “edios”, atau dalam bahasa latin
“idea”, yang berarti pengertian ide, atau gagasan. Adapun kata “logi” berasal dari
bahasa Yunani “logos” yang berarti gagasan, pengertian, perkataan dan ilmu. Jadi
secara etimologis, kata ideologi berarti pengertian tentang ide atau “science of
ideas”.
Pada abad XVIII, seorang pilot kebangsaan Perancis , Dastutt de tracy (1796)
menggunakan kata ideologi untuk merujuk pada suatu ilmu, yaitu sebagai analisis
ilmiah dari pikiran manusia. Pada jaman Napoleon kata ideologi mempunyai
makna konotatif yaitu cacian atau hinaan terhadap bawahannya yang suka
berkhayal, maka kata ideologi kemudian berkembang menjadi kumpulan ide atau
pendapat yang abstrak (tidak realistis).
Ideologi negara dalam arti cita-cita negara, atau cita-cita yang menjadi basis
bagi suatu teori atau system kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang
bersangkutan, pada hakikatnya merupakan asas kerohanian, yang antara lain
memiliki ciri sebagai berikut:
a. Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kenegaraan dan
kebangsaan.
b. Oleh karena itu, ideologi mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan
dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipeihara,
dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya,
diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.

2. Peranan Ideologi
Menurut filosof Perancis Jacques Ellul dan Prof. Dr. Paul Ricour dalam
bukunya yang berjudul, ideologie und ideologi Kritelek, dijelaskan bahwa
ideologi mempunyai peranan sebagai berikut.
a. Sebagai jawaban atas kebutuhan akan citra atau jati diri suatu kelompok
social, komunitas, organisasi atau bangsa.
b. Berfungsi untuk menjembatani antara founding father dan para generasi
penerus.
c. Berfungsi menanamkan keyakinan atau kebenaran perjuangan kelompok yang
berpegang pada ideologi tersebut.
d. Ideologi sebagai suatu kode atau keyakinan para pendiri yang menguasai,
mempengaruhi seluruh kegiatan sosial.

3. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

15
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku atau tertutup, tetapi bersifat
reformatif, dinamis dan terbuka. Dalam ideologi terbuka terdapat cita-cita dan
nilai mendasar yang bersifat tetap dan tidak berubah sehingga tidak langsung
bersifat operasional, sehingga harus dieksplistikan.
Berdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka tersebut nilai yang terkandung
dalam ideologi Pancasila, sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut
a. Nilai Dasar
Nilai dasar merupakan esensi dari sila-sila Pancasila yang bersifat universal
sehingga dalam nilai dasar tersebut terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-niai
yang baik dan benar.
b. Nilai Instrumental
Nilai ini merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga
pelaksanaannya. Hal ini juga merupakan eksplistasi, penjabaran lebih lanjut
dari nilai dasar Pancasila.
c. Nilai Praktis
Merupakan perwujudan, realita dan niai instrumental dalam kehiudpan sehari-
hari, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Karena itu Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga
dimensi, yaitu:
a. Dimensi Idealitas
Yaitu nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak dan universal ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
b. Dimensi Normatif
Dimensi Idealistik perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, seperti tersusun
dalam susunan peraturan-peraturan kenegaraan dari yang tertinggi sampai
yang terendah
c. Dimensi Realistis
Ideologi harus mampu mencerminkan realitas hidup yang berkembang dalam
masyarakat. Nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia tidak sekedar bersifat
ideal, namun harus mampu diaplikasikan dan diterima oleh masyarakat. Jadi
secara tidak langsung aplikasi real nilai-nilai Pancasila harus selalu sesuai
dengan nilai-nilai yang ada dan tumbuh dalam masyarakat. Dapat dikatakan
bahwa hakikat Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah nilai-nilai dasar yang
bersifat universal dan tetap selalu dijabarkan dan dieksplisitkan secara
dinamis, reformatif, disesuaikan dengan dinamika aspirasi masyarakat.

4. Pembahasaan Pancasila sebagai Ideologi Negara Terbuka


Ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka merupakan suatu sistem pemikiran
terbuka. Ciri khas ideologi terbuka adalah nilai-nilai atau cita-citanya tidak
dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari harta kekayaan nurani,
moral dan budaya masyarakat itu sendiri yang diambil dari musyawarah dan
konsensus dari masyarakat tersebut. Isi dari ideologi terbuka tidak/belom
operasional karena tidak dijabarkan dalam bentuk konstribusi atau peraturan
perundangan.

16
5. Pancasila di antara Ideologi-Ideologi Besar Lainnya
Untuk kajian terlah mendalam maka ideologi pancasila kita bandingkan
dengan ideologi komunis dan liberalis.

Komunis Pancasila Liberalis


1. Atheis 1. Monotheis 1. Sekuler
2. Ham diabaikan 2. Ham dilindungi 2. Ham dijunjung
3. Nasionalisme tanpa melupakan secara mutlak
ditolak kewajiban 3. Nasionalisme
4. Keputusan di 3. Nasionalisme dijunjung tinggi
tangan partai dijunjung tinggi 4. Keputusan melalui
5. Dominasi partai 4. Keputusan melalui voting
6. Tidak ada oposisi musyawarah 5. Dominasi
7. Tidak ada mufakat dan mayoritas
perbedaan pendapat pungutan 6. Ada oposisi
8. Kepentingan negara 5. Tidak ada dominasi 7. Ada perbedaan
6. Ada oposisi dengan pendapat
alasan 8. Kepentingan
7. Ada perbedaan masyoritas
pendapat
8. Kepentingan
seluruh rakyat
Dari tabel tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ideologi pancasila
mencerminkan ada keseimbangan dan keserasian diantara unsur-unsur negara.

6. Ideologi Pancasila di Era Reformasi


Sejak terjadinya kegagalan-kegalan pemerintah kita dalam menjalankan rodo
pemerintahan, khusunya dalam pemerintahn orde baru. Maka keyakinan terhadap
kebenaran dan keteguhan nilai nilai pancasila menjadi pudar. Nilai-nilai pancasila
justru dijadikan sebagai bahan satire, ejekan, dan bila berbicara tentang nilai-nilai
pancasila orang menjadi sungkan dan malu. Mengkaji dan memebicarakan secara
ilmiah menjadi malas. Apabila kondisi tersebut terus mnerus berkelanjutan maka
apakah ideologi kita masih bisa dipertahankan?
Faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup suatu ideologi.
a. Faktor objektif
b. Faktor subjektif
 Pemahaman pendukungnya
 Kadar keyakinan pendukungnya
 Dinamika ketaatan pendukungnya

Faktor objektif atau faktor intrinsik dalam hal ideologi pancasila tidak
dipermasalahkan. Kebenaran nilai-nilai pancasila dapat diterima siapapun, di

17
manapun dn kapan juga. Tetapi yang biasanya memunculkan masalah adalah faktor
subjektif yaitu:

 Bagaimaa pemahaman seluruh rakyat Indonesia mengenai Pancasila?


Dalam hal ini maka seluruh lembaga pendidikan yang ada harus megusahakan dan
berperan baik formal maupun non formal untuk merencanakan, mengadakan, dan
evaluasi terhadap upaya-upaya pernyebarluasan pemahaman ideologi Pancasila yang
benar.
 Bagaimana keyakinan rakyat Indonesia akan kebenaran ideologi Pancasila?
Peranan perguruan tinggilah untuk memulihkan kembali adanya keyakinan yang
kokoh dan kuat akan kebenaran dan keluhuran nilai-nilai Pancasila.
 Bagaimana dinamika ketaatan rakyat indonesia tentang ideologi pancasila?
Kedisiplinan Pancasila akhir-akhir ini mulai merosot, maka seluruh komponen bangsa
dari pimpinan di pusat sampai lapisan masyarakat bawah, secara serentak harus
mengusahakan renaissance (kelahiran kembali) ideologi Pancasila.

D. DEMOKRASI
1. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan
a. Pengertian demokrasi secara etimologis
Istilah demokrasi berasal dari bahasa yunani demokratia, dari dua kata,
demos = rakyat dan kratos = kekuatan. Jadi secara harafiah semokrasi adalah
kekuatan rakyat atau bentuk pemerintahan negara dengan rakyat sebagai
pemegang kedaulatanya atau bisas disebut pemerintahan rakyat.
Sejak abad ke-6 SM, bentuk pemerintahan negara negara kota (polis) di
yunani berdasarkan demkorasi. Atena membuktikan dalam sejarah tentang
demokrasi tertua diseluruh dunia. Pemerintah pemerintahan demokrasi yang
tulen merupakan pemerintah yang sesungguh-sungguh melaksanakan kehendak
rakyat dengan sebenarnya. Akan tetapi penafsiran atasn demokrasi itu berubah
menjadi suara terbanyak dari rakyat bayak.
Tafsiran terakhir ini tidak benar karena demokrasi sebagai pelaksanan
pemungutan suara yang lebih banyak dari rakyat banyak. Jadi hal ini
melaksanakan kehendak seluruh rakyat. Dalam hal ini demokrasi dapat
disalahgunakan oleh golongan yang lebih besar dalam suatu negara untuk
memperoleh pengaruh pada pemerintahan negara dengan selalu mengalahkan
kehendak golongan yang kecil jumlah anggotanya. Dalam demokrasi yang tulen
dijadikan hak-hak kebebasan tiap-tiap orang dalam suatu negara.

b. Pengertian demokrasi secara umum


Demokrasi ini secara umum diartikan sebagai perbandingan “separuh +
satu”. Golongan yang telah memperoleh suara “separuh + satu” menjadi
pemenang atas golongan lain. Cara demikian sudah dianggap demokrasi.
Menurut Han Kelsen, pada dasaranya demokrasi adalah permerintahan
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat artinya yang melaksanakan kekuasan
18
negara demokarasi ialah waki-wakil rakyat yang terpilih. Rakyat yang memilih
yakni bahwa segala kehendak dan kepentinganya akan diperhatiakan dalam
melaksanakan kekuasan negara.
Cara melaksanakan kekuasan negara demokrasi ialah senantiasa
mengingat kehendak dan keinginan rakyat. Jadi, tiap-tiap tindakan dalam
melaksanakan kekuasan negara tidak bertentangan dengan kehendak dan
kepentingan rakyat, dan serta dapat mungkin berusaha memenuhi segala
keiginan rakyat.
Banyak kekuasaan negara demokrasi yang boleh dilaksanakan tidaklah
dapat ditentukan dengan angka-angka, akan tetapi sebanyak mungkin untuk
memperoleh hasil yang diinginkan oleh rakyat, asal tidak menyimpang dari
dasar-dasar pokok demokrasi.

2. Ciri-Ciri Demokrasi
Dalam demokrasi pengambilan keputusan didasarkan pada kelebihan suara,
hal ini berimplikasi pada perjuangan untuk mendapat suara terbanyak pada setiap
persoalan dan dalam setiap pengambilan keputusan. Dalam demokrasi golongan
besar akan mendapat suara terbanyak sebaliknya dengan golongan kecil yang hanya
akan mendapat sedikit suara. Akan tetapi, sedikit suara dari golongan kecil tetap
dihargai dalam demokrasi. Hal ini berlainan dengan sistem autokrasi ataupun
diktator karena suara golongan kecil (rakyat) tidak dihargai dan tidak berarti sama
sekali.
Nilai demokrasi menurut Henry B Mayo “Demokrasi ialah di mana
kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi
secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas
prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan
politik”.

 Syarat-syarat terselenggaranya pemerintahan demokratis :


1) Adanya perlindungan konstitusi yang menjamin hak individu &
menentukan pula prosedur untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak
yang dijamin.
2) Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3) Kebebasan dalam menyatakan pendapat.
4) Pendidikan kewarganegaraan.
 Unsur-unsur moral dalam Demokrasi antara lain :
1) Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan melembaga.
2) Menjamin terselenggaranya perubahan di masyarakat secara damai.
3) Menyelenggarakan pergantian kepemimpinan secara teratur.
4) Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.
5) Mengakui dan menganggap keanekaragaman.
6) Menjamin tegaknya keadilan

3. Kompromi Dalam Demokrasi

19
Kompromi merupakan upaya untuk memperoleh kesepakatan di antara dua
pihak yang saling berbeda pendapat atau pihak yang berselisih paham. Dalam
demokrasi kompromi merupakan faktor penentu untuk demokrasi.Di dalamnya ada
kelemahan tetapi juga kekuatan, Kelemahanya adalah usaha-usaha pemerintah harus
terhenti sementara untuk mengadakan kompromi tersebut. Sebaliknya, kekuatan
adanya kompromi itu adalah kehendak dan kepentingan golongan kecil dapat
tersampaikan dan diperhatikan. Cakupan perhatian pemerintah menjadi lebih luas
meliputi seluruh elemen masyarakat baik golongan kecil maupun golongan besar.

4. Demokrasi Pancasila
Pada hakikatnya demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berketuhanan Yang
Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia dan
yang bersama-sama menjiwai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara
Republik Indonesia adalah Negara demokrasi monodualis.Hal ini bersumber dari
sifat kodrat manusia sebagai makhluk individual dan sosial. Demokrasi monodualis
bukan demokrasi perseorangan atau demokrasi liberal, bukan juga demokrasi
golongan (kelas), juga bukan demokrasi organis, yaitu massa sebagai suatu kesatuan
hanya menganggap manusia sebagai mahluk sosial.
Ada tiga unsur yang terkandung dalam sila keempat sebagai dasar filsafat dan
dasar politik Negara yaitu:
a. Kerakyatan
b. Permusyawaratan Perwakilan
c. Kedaulatan Rakyat
Hubungan yang terkandung di tiga unsur diatas sebagai berikut. Kedaulatan
rakyat merupakan penjelmaan dari sila keempat pancasila. Kerakyatan ini
merupakan cita-cita kefilsafatan dari demokrasi Pancasila yaitu:

 Demokrasi politik,berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan


negara dalam bidang politik atau persamaan dalam politik.
 Demokrasi sosial ekonomi, berkaitan dengan pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara di bidang sosial ekonomi atau persamaan dalam
bidang kemasyarakatan dan bidang ekonomi utnuk mewujudkan
kesejahteraan bersama.

Demokrasi Pancasila mengandung aspek aspek sebagai berikut.


a. Formal, artinya paham demokrasi menunjukkan cara partisipasi rakyat dalam
penyelenggaraan pemerintahan, yakni dengan menggunakan demokrasi perwakilan
(indirect democracy).
b. Material, artinya paham demokrasi yang memberikan penegasan dan pengakuan
bahwa manusia sebagai mahluk Tuhan mempunyai moral dan martabat yang sama.
Manusia merupakan subjek bukan objek.
c. Normatif, artinya paham demokrasi yang berdasarkan pada norma-norma persatuan
dan solidaritas.
20
d. Optatif, artinya paham demokrasi yang menitikberatkan pada tujuan atau keinginan
untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera dalam negara hukum kesejahteraan.
e. Organisasi, arrtinya menggambarkan perwujudan demokrasi dalam organisasi
pemerintahan atau lembaga-lembaga negara dan organisasi kekuatan sosial politik
serta organisasi kemasyarakatan dalam masyarakat negara.
f. Semangat, artinya menekankan bahwa dalam demokrasi Pancasila dibutuhkan
warga negara yang berkepribadian, berbudi pekerti luhur, bersikap rasional dan
tekun dalam pengabdian.
Dari aspek-aspek yang terkandung dalam prinsip demokrasi Pancasila ini kita dapat
membedakan dengan paham demokrasi yang berkembang di dunia barat.

5. Wujud Demokrasi dalam Sistem Pemerintahan


Demokrasi dalam sistem pemerintahan suatu negara dapat bermacam-macam
wujudnya, tetapi secara garis besar dikenal ada dua sistem pemerintahan yang dianut oleh
negara-negara demokrasi yaitu:
a. Sistem pemerintahan parlementer
Sistem ini merupakan sisa-sisa peninggalan sistem pemerintahan monarkhi, dimana
kepala negara mempunyai kedudukan yang tidak dapat diganggu gugat. Ciri-cirinya:
 Terdapat hubungan yang erat antara eksekutif dan legislatif.
 Eksekutif yang dipimpin Perdana Menteri dibentuk oleh parlemen.
 Kepala negara hanya berfungsi/berkedudukan sebagai kepala negara saja, tidak
sebagai kepala pemerintahan.
 Disebut sebagai sistem parlementer yang murni.

b. Sistem pemerintahan presidensiil


Sistem pemerintahan presidensiil menghendaki adanya pemisahan kekuasaan
secara tegas antara pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang kekuasaan
legislatif. Ciri-ciri:
 Terdapat pemisahan yang tegas antara badan legislatif dan eksekutif.
 Presiden dan parlemen dipilih langsung oleh rakyat.
 Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen, dan juga tidak dapat
membubarkan parlemen.
 Presiden dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir.
 Disebut sistem pemerintahan presidensiil murni.

6. Demokrasi dan agenda reformasi


Pada diskusi kerja sama Harian Kompas dan Friedrich Ebert Stiftung tanggal 25
Juni !998 di Hotel Santika menghasilkan agenda reformasi dalam 3 hal.
a. Pertama, kesamaan persepsi dalam beberapa hal yang bersangkut paut dengan
tuntutan reformasi seperti yang disuarakan oleh berbagai pihak, khususnya
mahasiswa, terutama reformasi dalam bidang pemerintahan dan negara, politik,
ekonomi dan hukum.

21
b. Kedua, menghimpun gagasan dan pemikiran terutama dalam upaya membangun
suatu masyarakat Indonesia baru yang otonom, mandiri, terbuka, menghargai
pluralisme dan toleransi, bebas, demokratis dan beradab.
c. Ketiga, memberikan wawasan bahwa reformasi dapat dilakukan secara gradual
dan konstitusional.

7. Implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kampus


1) Ketuhanan yang Maha Esa
 Di dalam kampus jam-jam untuk kuliah sudah diatur sedemikian rupa
sehingga jam kuliah tidak mengganggu waktu untuk beribadah
 Adanya masjid atau pun mushola di lingkungan kampus guna
mempermudah mahasiswa yang beragama Islam untuk menjalankan
ibadah.
 Selain itu di universitas juga terdapat UKM ( Unit Kegiatan Mahasiswa)
yang menjadi wadah berkumpulnya mahasiswa yang berbeda agama
seperti perkumpulan mahasiswa Kristen, Katolik, Islam, Budha dan Hindu.
 Adanya mata kuliah pendidikan agama untuk masing-masing agama.
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
Di dalam universitas tentu mahasiswanya terdiri dari berbagai macam
latar belakang budaya, agama, ras dan suku bangsa, tetapi dalam perbedaan itu
kita semua bersatu dalam kebersamaan. Tidak ada suatu pembedaan antara
yang satu dengan yang lainnya. Hal ini juga terlihat dari penerimaan
mahasiswa yang dibuka melalui beberapa jalur, seperti SNMPTN, SBMPTN,
Seleksi Mandiri, Bidikmisi maupun tidak juga diperlakukan dengan sama.
3) Persatuan Indonesia
Makna persatuan hakikatnya adalah satu, yang artinya bulat tidak
terpecah. Jika persatuan Indonesia dikaitkan dengan pengertian modern
sekarang ini, maka disebut nasionalisme. Nasionalisme adalah perasaan
satu sebagai suatu bangsa, satu dengan seluruh warga yang ada dalam
masyarakat. Misalnya, melalui organisasi kemahasiswaan kita dapat
membentuk suatu jaringan perkumpulan mahasiswa dari berbagai
universitas di Indonesia. Hal tersebut merupakan salah satu bukti adanya
sikap dan upaya untuk memjalin rasa kebersamaan di antara para
mahasiswa.
4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijakanaan dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan
Permusyawaratan diusahakan agar dapat menghasilkan keputusan-
keputusan yang diambil secara bulat. Apabila pengambilan keputusan
secara bulat itu tidak bisa tercapai, baru diadakan pemungutan suara.
Kebijakan ini merupakan suatu prinsip bahwa yang diputuskan itu
memang bermanfaat bagi kepentingan orang banyak. Misalnya, dalam
pemilihan calon presma maupun wakil presma di universitas sudah pasti
melalui musyawarah terlebih dahulu untuk memutuskan siapa yang
nantinya akan maju menjadi kandidat presma dan capresma itu sendiri.

22
Contoh lainnya seperti saat salah satu teman kita ada yang sakit kita pasti
bermusyawarah untuk menjenguknya.
5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan berarti adanya persamaan dan saling menghargai dengan
orang lain. Misalnya, saat hendak mengikuti ujian semester, setiap
mahasiswa yang telah memenuhi syarat berhak untuk mengikuti ujian
semester dan berhak memperoleh nilai sesuai dengan kemampuannya.
Semua juga berhak mendapatkan jas almamater ketika sudah
menyelesaikan proses administrasi.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berikut ini beberapa kesimpulan yang dapat kami sampaikan:

1. Pancasila sebagai nilai merupakan suatu ukuran, patokan, anggapan dan


keyakinan yang menjadi panutan dan juga pedoman untuk kehidupan berbangsa
dan bernegara.
2. Pancasila sebagai norma terdiri dari lima norma sebagaimana tercantum pada lima
sila Pancasila. Dan nilai-nilai moral yang terkandung di dalam pancasila bersifat
universal.
3. Dalam Pancasila keseluruhan terdapat lima nilai yaitu, nilai ideologi, nilai politik,
nilai ekonomi, nilai sosial, dan nilai kebudayaan.
4. Pembentukan Pancasila sendiri mebutuhkan proses yan panjang.
5. Penerapan atau implementasi nilai-nilai Pancasila di dalam kehidupan kampus
sudah terlihat dalam berbagai hal.

B. Saran
Setelah kami menyusun makalah ini, saran yang dapat kami berikan terkait
dengan implementasi nilai–nilai Pancasila ialah setiap civitas akademika dapat
menerapkan nilai–nilai Pancasila dalam kehidupan kampus, tidak hanya secara
teoritis saja tetapi juga dalam praktiknya.

24

Anda mungkin juga menyukai