Laporan KEdokteran Okupasi Tinea Pedis
Laporan KEdokteran Okupasi Tinea Pedis
Oleh:
Noviarsih Muslimah, S.Ked
K1A1 13 117
Pembimbing:
dr. Satrio Wicaksono, M.Sc
Mengetahui,
Pembimbing
2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada era globalisasi dan pasar bebas yang marak dengan berbagai
persaingan, penerapan kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu
prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan
jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk
bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia
Sehat 2013 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang
penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.1
Kecelakaan kerja adalah peristiwa yang tidak diinginkan atau
diharapkan, tidak diduga, tidak sengaja terjadi dalam hubungan kerja, yang
umumnya diakibatkan oleh berbagai faktor, meliputi peristiwa kebakaran,
penyakit akibat kerja serta pencemaran pada lingkungan kerja.1
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan instrumen yang
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar
dari bahaya akibat kecelakaan kerja. K3 bertujuan mencegah, mengurangi,
bahkan menihilkan resiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep
ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan,
melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang
memberikan keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.2
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia pada tahun 1996 telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker). Dimana pada
pasal 3 diperaturan tersebut menjelaskan bahwa setiap perusahaan yang
mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih atau mengandung
potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan
3
produksi yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja seperti peledakan,
kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja, wajib menerapkan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.3
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa Negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering
terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan
pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah
tersedia. Dalam penjelasan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan
pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.4
Tinea pedis akibat kerja adalah suatu infeksi kulit dari jamur
superfisial pada kaki terutama sela jari kaki yang terjadi akibat suatu keadaan
di lingkungan kerja dan tidak terjadi pada rangsangan diluar tempat kerja.
Hampir semua orang dalam populasi umumnya terkena jamur yang
menyebabkan Tinea pedis. Sistem kekebalan tubuh masing-masing orang
menentukan apakah hasil infeksi dari eksposur tersebut. Sebagai orang usia
dewasa, retak kecil berkembang di kulit kaki, meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi tinea.5 Prevalensi Tinea pedis sekitar 10%, terutama
disebabkan oleh oklusif alas kaki.3
Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur,
sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna MS,
insidensi penyakit jamur yang terjadi di berbagai rumah sakit pendidikan di
Indonesia bervariasi antara 2,93%-27,6%. Meskipun angka ini tidak
menggambarkan populasi umum.3
Dermatomikosis atau mikosis superfisialis cukup banyak diderita
penduduk negara tropis. Di Indonesia angka yang tepat, berapa sesungguhnya
4
insiden dermatomikosis belum ada. Di Denpasar, golongan penyakit ini
menempati urutan kedua setelah dermatitis. Angka insiden tersebut
diperkirakan kurang lebih sama dengan di kota-kota besar Indonesia lainnya.4
Dari pengamatan selama 5 tahun didapatkan 19 penderita
dermatomikosis. Kasus terbanyak terjadi pada usia antara 15-24 tahun
(26,3%), penderita wanita hampir sebanding dengan laki-laki(10:9).
Dermatomikosis terbanyak ialah Tinea kapitis, Aktinomisetoma, Tinea kruris
et korporis, Kandidiasis oral, dan Kandidiasis vulvovaginalis.1,2
A. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Melakukan pendekatan diagnosis kedokteran okupasi penyakit akibat
kerja pada karyawan industri es balok PT. Ade Sultra Persada
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahuai karakteristik pasien tinea pedis pada karyawan industri
es balok PT. Ade Sultra Persada
b. Mengetahui potensi bahaya yang timbul pada karyawan industri es
balok PT. Ade Sultra Persada
c. Melakukan pendekatan diagnosis penyakit akibat kerja (PAK) dan
penyakit akibat hubungan kerja (PAHK).
B. MANFAAT
1. Manfaat Bagi Penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran okupasi, mampu
melakukan penilaian bahaya potensial dan mampu melakukan
pendekatan diagnosis penyakit akibat kerja (PAK) dan penyakit akibat
hubungan kerja (PAHK).
2. Bagi Pasien
Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakit yang diderita
akibat kerja (PAK) dan bahaya potensial yang dapat terjadi.
5
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
A. PROFIL PERUSAHAAN
adalah PT. Ade Sultra Persada yang bergerak di bidang pembuatan es balok
6
PT. Ade Sultra Persada bertempat di Kompleks PPS Kendari, Jl.
Samudra No.1, Blok. M, Puday, Sulawesi Tenggara. Industri PT. Ade Sultra
Persada yang didirikan pada tahun 2007 bergerak dalam bidang pembuatan es
pengawetan hasil tangkapan ikan oleh nelayan maupun pengepul ikan (PT.
Saat ini Industri pembuatan es balok PT. Ade Sultra Persada dipimpin
oleh Bapak Ahmad Aljufri sejak tahun 2007 sampai sekarang. PT. Ade Sultra
lepas, dengan jam kerja mulai dari 08.00-16.00 WITA (PT. Ade Sultra
Persada, 2018).
1. Pengisian air
pengisian air. Dalam pengisian air ke dalam cetakan, air yang masuk diatur
oleh pipa-pipa yang sudah diarahkan ke ice can. Ice can tersebut diisi air
dalam jumlah yang tidak penuh yaitu dari 15 cm dibawah permukaan atas
cetakan. Hal ini dilakukan agar air garam yang ada di bak pendingin tak
7
2. Pembekuan air
larutan garam (brine) dalam tangki pendingin (freezing tank) dengan lama
permukaan air garam harus tinggi dari permukaan air berada dalam
cetakan dengan tinggi lebih kurang 8 sentimeter. Bila suhu dingin tidak
mencapai -80C hingga -12oC maka es tersebut tidak akan menjadi beku.
pelepasan awal antara ice can dan ice can. Setelah itu, ice can diisi ulang
kembali dengan air bersih dari water reservoir dan ditempatkan kembali
kembali.
dapat dipastikan seluruh produk siap untuk disimpan dan atau langsung
8
C. IDENTIFIKASI HAZARD
9
D. PENGENDALIAN BAHAYA
Hierarki Pengendalian Upaya Pengendalian
Bahaya
Eleminasi Tidak terdapat upaya eleminasi
Substitusi Tidak terdapat upaya eleminasi, pengerjaan
masih dengan cara manual tidak
menggunakan robot.
Redesain Tidak terdapat upaya redesain
Administratif Tidak terdapat standard operasional yang
baku untuk setiap proses produksi
Tidak terdapat rambu-rambu peringatan
Alat Pelindung Diri Celemek untuk menghindari pakaian
basah saat bekerja dalam mesin
pendingin
Penggunaan sepatu boots pada saat
bekerja karena lantai yang licin dan
resiko tertindih es balok
Penggunaan sarung tangan untuk
mencegah alat yang dipegang melukai
pekerja dan suhu dingin pada es balok
Pengkait untuk memindahkan es balok
dan memudahkan pada saat penggilingan
Penggunaan masker untuk melindungi
saluran pernapasan dari factor fisik
maupun kimia
10
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Usia : 26 Tahun
Status : Menikah
Pendidikan : Sekolah Menegah Atas
Agama : Islam
Suku : Bugis
Alamat : Abeli
Pekerjaan : Pekerja lepas PT. Ade Sultra Persada bagian produksi
B. ANAMNESIS KLINIS
1. Keluhan Utama : Gatal di sela jari kedua kaki
2. Anamnesis Terpimpin
Tn. S mengalami gatal-gatal pada sela jari kaki yang dirasakan sejak
6 minggu lalu. Awalnya keluhan muncul tiba-tiba pada kaki kiri terlebih
dahulu pada bagian sela-sela jari kaki, kemudian berlanjut hingga ke kaki
kanan sekitar 1 minggu kemudian. Pasien sering menggaruk kaki pasien
hingga terluka.
Tn. S adalah pekerja lepas di PT. Ade Sultra Persada yang berkerja
di bidang produksi es balok yang memungkinkan pasien terutama kaki
pasien sering terpapar dengan air, kondisi lembab dan dingin.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama (-), riwayat
keluhan sama sebelumnya (+) pasien mengaku pernah mengalami keluhan
serupa sekitar 2 bulan lalu.
11
4. Riwayat Kebiasaan
Riwayat kebiasaan dalam hal ini yaitu pola makan berlebih (-), konsumsi
karbohidrat berlebih (-), berolahraga rutin (-), riwayat merokok (+).
5. Riwayat Pengobatan
Riwayat pengobatan : Pasien pernah berobat dengan menggunakan obat
anti jamur yang dibeli sendiri pasien di apotek dan keluhan dirasakan
berkurang
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Aspek ekonomi keluarga Tn. S masuk dalam kategori menengah. Saat ini
Tn. S memiliki penghasilan tetap yang bekerja sebagai karyawan di salah
satu perusahaan es balok. Pembiayaan kesehatan Tn. S menggunakan kartu
BPJS Mandiri.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit ringan, kesadaran komposmentis (GCS
E4V5M6)
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Frekwensi nadi : 82 x/menit
Frekwensi napas : 17 x/menit
Suhu : 36,8oC
Status Generalisata
1. Kepala : Normosefal, rambut dalam batas normal
2. Kulit : Pucat (-), peteki (-), ekimosis (-).
3. Mata : Pupil isokor
4. Telinga : Otore (-)
5. Hidung : Rinore (-)
6. Mulut : Stomatitis (-), lidah kotor (-)
7. Tonsil : T1/T1
8. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
12
9. Thorax
Inspeksi : Dada simetris kiri = kanan, retraksi (-),
Palpasi : Sela iga kiri=kanan, vocal fremitus normal kiri = kanan
Perkusi : sonor kiri = kanan
Auskultasi : Bronchovesikuler, BT : Rhonki -/- Wheezing : +/-
10. Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Pekak
Batas kiri pada linea midclavicularis sinistra
Batas kanan pada linea parasternalis dextra
Auskultasi: Bunyi Jantung I/II murni reguler
11. Abdomen
Inspeksi : Tampak datar
Auskultasi : Bising usus kesan normal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
12. Ekstremitas
Edema : Tidak ada edema
Akral dingin : Tidak
Cap refill : Normal
Ekstremitas Inferior : Squama eritem, papul, krusta di sela jari
kaki kanan dan kiri
Tabel 1. Pemeriksaan Kelenjar limfe
A. Leher Kanan : Normal Kiri : Normal
B. Axilla Kanan : Normal Kiri : Normal
C. Inguinal Kanan : Nomral Kiri : Normal
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
13
D. ANAMNESIS OKUPASI
1. Jenis Pekerjaan
Tabel 2. Jenis Pekerjaan Pasien
Jenis Pekerjaan Tempat kerja Masa Kerja
Karyawan bagian PT. Ade Sultra November 2018 –
penyimpanan es balok Persada April 2019
(6 bulan)
2. Uraian Tugas
Tugas
Pasien bekerja di bagian penyimpanan es balok. Pasien bertugas
memindahkan es balok dari tempat produksi ke ruang penyimpanan es
balok ataupun ke mobil pengangkut. Dalam melakukan pekerjaannya
pasien berada dalam ruangan dengan suhu yang dingin, terpapar dengan
kelembapan dan selalu menggunakan sepatu boots dalam bekerja.
Jadwal kerja
Satu minggu bekerja dengan durasi 8 jam kerja per hari yakni mulai pukul
08.00 – 16.00 WITA, dengan waktu isitrahat mulai pukul 12.00-13.00
WITA.
3. Bahaya Potensial
Tabel 3. Bahaya Potensial Di Lingkungan Kerja Pasien
Daftar Kegiatan Bahaya Potensial Gangguan Resiko
Melakukan - - - - - - -
absensi di ruang
kantor
Melakukan Berdiri Myalgia Nyeri otot
briefing - - - lama -
Memakai APD Mikrobiolog DKA -
- - i (jamur, - - Tinea pedis
bakteri dll)
14
Melakukan Suhu - Mikrobiolog Berdiri - Asma,
pekerjaan dingin i (jamur, lama, ISPA,
bakteri dll) Tertindih es Hipotermi, Tergelincir,
balok tinea pedis terjatuh
fraktur,
dislokasi,
PPOK
Myalgia
Melakukan - - - - - - -
absensi pulang.
E. RESUME
Tn. S, 28 tahu, mengalami gatal-gatal pada sela jari kaki yang
dirasakan sejak 6 minggu lalu. Awalnya keluhan muncul tiba-tiba pada kaki
kiri terlebih dahulu pada bagian sela-sela jari kaki, kemudian berlanjut hingga
ke kaki kanan sekitar 1 minggu kemudian. Pasien sering menggaruk kaki
pasien hingga terluka. Riwayat keluhan sama sebelum nya (+) 2 bulan lalu.
Riwayat pengobatan (+) Pasien pernah berobat dengan menggunakan obat
anti jamur yang dibeli sendiri pasien di apotek dan keluhan dirasakan
berkurang
Tn. S adalah pekerja lepas di PT. Ade Sultra Persada yang berkerja di
bidang produksi es balok yang memungkinkan pasien terutama kaki pasien
sering terpapar dengan air, kondisi lembab dan dingin.
Sehari-hari pasien bekerja sebagai karyawan di PT. Ade Sultra
Persada. Pasien bekerja di bagian penyimpanan es balok dengan jadwal kerja
7 hari dalam seminggu dengan durasi 8 jam perhari yakni mulai pukul 08.00-
16.00 WITA. Dalam melakukan pekerjaannya pasien berada dalam ruangan
15
yang memiliki suhu yang rendah, pasien sering mengenakan Alat PElindung
Diri (APD) berupa sarung tangan dan sepatu boots.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal.
pemeriksaan jantung, thoraks dan abdomen dalam batas normal. Pada
pemeriksaan pemeriksaan ekstremitas inferior didapatkan, squama eritem,
papul dan krusta di sela jari kedua kaki.
F. DIAGNOSIS OKUPASI
Diagnosis penyakit akibat kerjadilaksanakan dengan pendekatan 7
(tujuh) langkah yang meliputi:7
16
2. Penetuan Pajanan yang Dialami pekerja ditempat kerja
Biologi Mikroorganisme (jamur, bakteri, dll)
Kimia Amonia
Fisika Suhu dingin
Ergonomi Berdiri lama, posisi serong, posisi mengangkat es
balok, lantai licin
Psikososial -
17
4. Penentuan Kecukupan Pajanan
Masa kerja 6 bulan dengan durasi kerja 8 jam perhari (7 Hari kerja
dalam seminggu).
G. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Anti histamine : Cetrizine 10 mg 2 x 1tab
Anti fungal : Ketoconazole cream 2% 3 x 1
2. Non Medikamentosa
Mengedukasi pasien tentang penyakit tinea pedis
Mengedukasi pasien untuk sealu menghindari faktor-faktor risiko tinea
pedis
3. Okupasi
Melakukan penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja
18
H. PROGNOSIS
Prognosis kondisi Tn. S tergantung dari banyak aspek diantaranya
tingkat kepatuhan dalam berobat serta upaya pencegahan terhadap faktor
risiko tinea pedis dan pengobatan penyakit, secara umum prognosisnya
adalah:
1. Ad vitam : Sanm
2. Ad functionam : Sanam
3. Ad sanationam : Sanam
19
BAB IV
PEMBAHASAN
I. PENDAHULUAN
1. DEFINISI
2. EPIDEMIOLOGI
20
berapa sesungguhnya insiden dermatomikosis belum ada. Di
Denpasar, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah
dermatitis. Angka insiden tersebut diperkirakan kurang lebih sama
dengan di kota-kota besar Indonesia lainnya. Di daerah pedalaman
angka ini mungkin akan meningkat dengan variasi penyakit yang
berbeda.Sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan pada penderita
dermatomikosis yang dirawat di IRNA Penyakit Kulit Dan Kelamin
RSU Dr. Soetomo Surabaya dalam kurun waktu antara 2 Januari 1998
sampai dengan 31 Desember 2002. Dari pengamatan selama 5 tahun
didapatkan 19 penderita dermatomikosis. Kasus terbanyak terjadi pada
usia antara 15-24 tahun (26,3%), penderita wanita hampir sebanding
dengan laki-laki(10:9). Dermatomikosis terbanyak ialah Tinea kapitis,
Aktinomisetoma, Tinea kruris et korporis, Kandidiasis oral, dan
Kandidiasis vulvovaginalis.6
3. ETIOLOGI
Tinea pedis disebabkan oleh Trichophyton rubrum
(umumnya), Trichophyton mentagrophytes, Epidermophyton
floccosum. Namun, penyebab utama dari setiap pasien rumit dengan
adanya jamur saprofit, ragi dan /bakteri. Telah di observasi bahwa 9%
dari kasus tinea pedis diakibatkan oleh agen infeksi selain dermatofit.
Karakteristik dari T.rubrum menghasilkan jenis yang relatif tidak ada
peradangan dari dermatofitosis dengan eritema kusam dan sisik
keperakan yang melibatkan seluruh telapak kaki dan sisi kaki
menampilkan moccasin. Erosi juga terbatas pada infeksi jamur pada
jari kaki atau bawah jari kaki, kadang-kadang bersisik dan meluas
sampai pada badan, gluteus, dan extremiti. Individu dengan imun yang
rendah mudah terkena infeksi, HIV/AIDS, transplantasi organ,
kemoterapi, steroid dan nutrisi parenteral diakui dapat menurunkan
resistansi pasien terhadap infeksi dermatofitosis. Kondisi seperti
umur, obesitas, diabetes melitus juga mempunyai dampak negatife
21
terhadap kesehatan pasien secara keseluruhan dan dapat menurunkan
imunitas dan meningkatkan terjadinya tinea pedis. Diabetes melitus
itu sendiri dikategorikan sebagai penyebab infeksi, pasien dengan
penyakit ini 50% akan terkena infeksi jamur.1,5
Secara histologi, hiperkeratotis tinea pedis memiliki
karakteristi berupa akantosis, hiperkeratosis, dan infiltrasi perivaskular
yag dangkal, kronik dan dapat menyebar pada dermis. Bentuk vesicle-
bula menampilkan spongiosis, parakeratosis, dan subkornea atau
spongiosis intraepitel vesiculasi dengan kedua tipe, foci dari neutrofil
biasanya dapat dilihat pada daerah stratum korneum. PAS atau
pewarnaan silver methenamine menampilkan organisme jamur. 7
4. ETIOPATOGENESIS
Patogenesis dermatofita memiliki 3 step: 7
1. Adherence/pengikatan. Fungi selalu mempunyai hambatan
dalam proses infeksinya, fungi harus resisten terhadap sinar UV,
tahan terhadap berbagai temperatur dan kelembaban, kompetisi
dengan flora normal kulit, spingosine yang di hasilkan oleh
keratinosit. Asam lemak yg diproduksi oleh glandula sebasea
bersifat fungistatik (menghambat pertumbuhan jamur).
Mulainya diproduksi asam lemak pada anak anak post-pubertas
mungkin menerangkan menurunnya kejadian Tinea kapitis
secara drastis.7
2. Penetrasi setelah fase adherence, spora akan tumbuh dan
memasuki stratum korneum dengan kecepatan yang lebih cepat
dari waktu deskuamasi epidermis. Penetrasi juga di dukung
dengan keluarnya enzim proteinase, lipase dan musinolitik yang
juga membantu dalam pembuatan nutrisi fungi. Trauma dan
maserasi merupakan faktor penting dalam memudahkan
penetrasi fungi terutama pada kasus Tinea pedis. Fungal
mannans yang ada di dinding sel dermatofita juga dapat
22
menurunkan poliferasi sel keratinosit. Pertahanan terbaru pada
lapisan epidermis yang lebih dapat tercapai diantaranya
berkompetisi dengan besi dan juga penghambatan pertumbuhan
jamur oleh progesteron.7
3. Development a host response/respon host. Proses inflamasi yang
terjadi sangat tergantung dari sistem imun host dan juga oleh
jenis organisme. Beberapa fungi dapat menghasilkan faktor
kemotaktik dengan berat melekul rendah seperti yang dihasilkan
bakteri. Antibodi tidak terlihat pada infeksi dermatofita, tetapi
hanya menggunakan jalur reaksi hipersensitivitas tipe IV.
Infeksi yang sangat ringan sering hanya menimbulkan inflamasi
yang ringan juga, pertama muncul berupa eritema dan scale /
skuama yang menandakan terjadinya peningkatan pergantian
keratinosit(keratinocyte turnover). Antigen dermatofit diproses
oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan di nodus
limpa lokal menuju ke limfosit T. Kemudian limfosit T
mengalami poliferasi dan bermigrasi ke lokasi untuk membunuh
jamur dan pada waktu ini lesi menjadi mendadak inflamasi.
Oleh sebab ini barier epidermal menjadi permeable terhadap
transferin dan migrasi sel.7
5. GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinis dari tinea pedis dapat dibedakan berdasarkan tipe:
a. Interdigitalis. Di antara jari IV danjari V terlihat fisura yang
dilingkari sisik halus dan tipis, dapat meluas ke bawah jari
(subdigital) dan telapak kaki. Kelainan kulit berupa kelompok
vesikel. Sering terjadi maserasi pada sela jari terutama sisi
lateral berupa kulit putih dan rapuh, berfisura dan sering disertai
bau. Bila kulit yang mati dibersihkan, akan terlihat kulit baru
yang pada umumnya telah diserang jamur. Bentuk klinis ini
dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit
23
keluhan atau tanpa keluhan. Pada suatu ketika dapat disertai
infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis,
limfangitis, limfadenitis dan erisipelas, dengan gejala-gejala
konstitusi.8
24
perluasan lesi daerah interdigital. Isi vesikel berupa cairan jernih
yang kental. Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik
berbentuk lingkaran yang disebut kolaret. Infeksi sekunder dapat
terjadi, sehingga dapat menyebabkan selulitis, limfangitis, dan
kadang-kadang menyerupai erisipelas. Jamur terdapat pada
bagian atap vesikel. Untuk menemukannya, sebaiknya diambil
atap vesikel atau bula untuk diperiksa untuk diperiksa secara
sediaan langsung atau untuk dibiak.8
25
6. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan langsung
menggunakan mikroskop, mula-mula dengan pembesaran 10x10,
kemudian dengan pembesaran 10x45. Pemeriksaan dengan
pembesaran 10x100 biasanya tidak diperlukan. Sediaan basah
dilakukan dengan meletakkan bahan diatas gelas alas, kemudian
ditambah 1-2 tetes larutan KoH. Konsentrasi larutan untuk sediaan
rambut adalah 10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan
dicampur dengan larutan KoH, ditunggu 15-20 menit hal ini
diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses
pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah diatas api kecil.
Pada saat mulai keluar uap pada sediaan tersebut, pemanasan sudah
cukup. Bila terjadi penguapan, maka akan terbentuk kristal KoH,
sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat
elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan
KoH, misalnya tinta Parker superchoom blue black. Pada sediaan
kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai 2 garis sejajar,
terbagi oleh sekat, dan bercabang maupun spora berderet (artrospora)
pada kelainan kulit lama dan/atau sudah diobati.2
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk
menyokong pemeriksaan langsung sediaanbasah dan untuk
menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling
baik pada waktu ini adalah medium agar dextrosa Sabouraud. Pada
agar Sabouraud dapat ditambahkan antibiotik saja (kloramfenikol)
atau ditambah pula klorheksimit. Kedua zat tersebut diperlukan
untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur
kontaminan.2
26
Gambar 7. KOH: Tampak hifa dan spora (mikrokonidia)9
Gambar 8. Gambaran histopatologi dari tinea pedis; hifa pada lapisan superfisial
dari epidermis 9
7. DIAGNOSA BANDING
Tinea pedis harus dibedakan dari beberapa penyakit lain dikaki
sebagai diagnosis banding diantaranya10
a. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis dengan gejala gatal disertai eritema, vesikel,
skuamasi terutama pada jari-jari, punggung, dan kaki.
Diakibatkan oleh kontak dengan zat yang menyebabkan alergi.
b. Psoriasis Pustulosa
Kelainan kulit berupa plak bersisik putih yang terdapat pada
daerah lutut, siku, dan kulit kepala. Selain itu juga, terdapat pada
jari-jari tangan dan jari-jari kaki dengan penampakan plak-plak
yang licin dan merah dan permukaan yang mengalami maserasi.
c. Skabies Pada Kaki
Gejala gatal pada badan, sela jari tangan, lipat paha, dan lipatan
siku yang disebabkan oleh tungau (kutu) skabies.
27
8. DIAGNOSIS
Athlet’s foot biasanya dapat didiagnosis dengan inspeksi dari
kulit, tetapi jika diagnosis tidak pasti, maka dilakukan pemeriksaan
kalium hidroksida dari kerokan kulit dan diperiksa menggunakan
mikroskop (dikenal sebagai tes KOH). Tes ini dapat membantu
penegakan diagnosis dari Athlet’s foot dan membantu menyingkirkan
kemungkinan penyebab yang lain, seperti kandidiasis, keratolisis,
erithrasma, dermatitis kontak, eksim, atau psoriasis. Dermatofitosis
diketahui menyebabkan Athlet’s foot dan akan menunjukkan beberapa
hifa bersepta dan bercabang pada mikroskop.11
Pada lampu wood (black light), meskipun berguna dalam
mendiagnosis infeksi jamur pada kulit kepala (tinea kapitis), biasanya
tidak membantu dalam mendiagnosis Athlet’s foot, karena dermatofit
umum yang menyebabkan penyakit ini tidak berfluoresensi dibawah
sinar ultraviolet.10
9. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan tinea pedis didasarkan atas klasifikasi
dan tipenya.1,3,5
28
Immunity (CMI) ditambahkan
dengan obat-
obatan oral
Interdigital T. Tipe yang paling Obat-obatan
mentagrophytes sering; eritema, topikal; bisa
krusta dan juga
(var. maserasi yang menggunakan
interdigitale) terjadi pada sela- obat-obatan oral
T. rubrum sela jari kaki, dan pemberian
antibiotik jika
E. floccosum
terdapat infeksi
S. hyalinum bakteri; kronik :
S. dimidiatum ammonium
klorida
Candida spp. hexahidrate 20
%
Inflamasi / T. Vesikel dan bula Obat-obatan
Vesikobulosa mentagrophytes pada pertengahan topikal biasanya
kaki; berhubungan cukup pada fase
(var. dengan reaksi akut, namun
mentagrophytes) dermatofit apabila dalam
keadaan berat
maka indikasi
pemberian
glukokortikoid
Ulseratif T. rubrum Eksaserbasi pada Obat-obatan
daerah interdigital; topikal;
T. Ulserasi dan erosi; antibiotik
mentagrophytes biasanya terdapat digunakan
E. floccosum infeksi sekunder apabila terdapat
oleh bakteri; infeksi sekunder
biasanya terdapat
pada pasien
imunokompromais
dan pasien diabetes
1. ANTIFUNGAL TOPIKAL
Obat topikal digunakan untuk mengobati penyakit jamur yang
terlokalisir. Efek samping dari obat-obatan ini sangat minimal,
29
biasanya terjadi dermatitis kontak alergi, yang biasanya terbuat dari
alkohol atau komponen yang lain.1,5,9,10
a. Imidazol Topikal. Efektif untuk semua jenis Tinea pedis tetapi
lebih cocok pada pengobatan tinea pedis interdigitalis karena
efektif pada dermatofit dan kandida.
1. Klotrimazole 1 %. Antifungal yang berspektrum luas
dengan menghambat pertumbuhan bentuk yeast jamur. Obat
dioleskan dua kali sehari dan diberikan sampai waktu 2-4
minggu. Efek samping obat ini dapat terjadi rasa terbakar,
eritema, edema dan gatal.
2. Ketokonazole 2 % krim merupakan antifungal berspektrum
luas golongan Imidazol; menghambat sintesis ergosterol,
menyebabkan komponen sel yang mengecil hingga
menyebabkan kematian sel jamur. Obat diberikan selama 2-
4 minggu.
3. Mikonazol krim, bekerja merusak membran sel jamur
dengan menghambat biosintesis ergosterol sehingga
permeabilitas sel meningkat yang menyebabkan keluarnya
zat nutrisi jamur hingga berakibat pada kematian sel jamur.
Lotion 2 % bekerja pada daerah-daerah intertriginosa.
Pengobatan umumnya dalam jangka waktu 2-6 minggu.
b. Tolnaftat 1% merupakan suatu tiokarbamat yang efektif untuk
sebagian besar dermatofitosis tapi tidak efektif terhadap
kandida. Digunakan secara lokal 2-3 kali sehari. Rasa gatal
akan hilang dalam 24-72 jam. Lesi interdigital oleh jamur yang
rentan dapat sembuh antara 7-21 hari. Pada lesi dengan
hiperkeratosis, tolnaftat sebaiknya diberikan bergantian dengan
salep asam salisilat 10 %.
c. Piridones Topikal merupakan antifungal yang bersifat spektrum
luas dengan antidermatofit, antibakteri dan antijamur sehingga
dapat digunakan dalam berbagai jenis jamur.
30
Sikolopiroksolamin. Pengunaan kliniknya untuk dermatofitosis,
kandidiasis dan tinea versikolor. Sikolopiroksolamin tersedia
dalam bentuk krim 1 % yang dioleskan pada lesi 2 kali sehari.
Reaksi iritatif dapat terjadi walaupun jarang terjadi.
d. Alilamin Topikal. Efektif terhadap berbagai jenis jamur. Obat
ini juga berguna pada Tinea pedis yang sifatnya berulang
(seperi hiperkeratotik kronik).
Terbinafine (Lamisil®), menurunkan sintesis ergosterol,
yang mengakibatkan kematian sel jamur. Jangka waktu
pengobatan 1 sampai 4 minggu. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan bahwa terbinafine 1% memiliki
keefektifan yang sama dengan terbinafine 10% dalam
mengobati tine pedis namun dalam dosis yang lebih kecil
dan lebih aman.
e. Antijamur Topikal Lainnya.
Asam benzoat dan asam salisilat. Kombinasi asam benzoat
dan asam salisilat dalam perbandingan 2 : 1 (biasanya 6 %
dan 3 %) ini dikenal sebagai salep Whitfield. Asam
benzoat memberikan efek fungistatik sedangkan asam
salisilat memberikan efek keratolitik. Asam benzoat hanya
bersifat fungistatik maka penyembuhan baru tercapai
setelah lapisan tanduk yang menderita infeksi terkelupas
seluruhnya. Dapat terjadi iritasi ringan pada tempat
pemakaian, juga ada keluhan yang kurang menyenangkan
dari para pemakainya karena salep ini berlemak.
Asam Undesilenat. Dosis dari asam ini hanya
menimbulkan efek fungistatik tetapi dalam dosis tinggi
dan pemakaian yang lama dapat memberikan efek
fungisidal. Obat ini tersedia dalam bentuk salep
campuran yang mengandung 5 % undesilenat dan 20%
seng undesilenat.
31
Haloprogin. Haloprogin merupakan suatu antijamur
sintetik, berbentuk kristal kekuningan, sukar larut dalam
air tetapi larut dalam alkohol. Haloprogin tersedia dalam
bentuk krim dan larutan dengan kadar 1 %.
2. ANTIFUNGAL SISTEMIK
Pemberian antifungal oral dilakukan setelah pengobatan topikal
gagal dilakukan. Secara umum, dermatofitosis pada umumnya
dapat diatasi dengan pemberian beberapa obat antifungal di bawah
ini antara lain 1,2,8
a. Griseofulvin merupakan obat yang bersifat fungistatik.
Griseofulvin dalam bentuk partikel utuh dapat diberikan
dengan dosis 0,5 – 1 g untuk orang dewasa dan 0,25 - 0,5 g
untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kg BB. Lama
pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab
penyakit, dan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis
dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif. Dosis harian yang
dianjurkan dibagi menjadi 4 kali sehari. Di dalam klinik cara
pemberian dengan dosis tunggal harian memberi hasil yang
cukup baik pada sebagian besar penderita. Griseofulvin
diteruskan selama 2 minggu setelah penyembuhan klinis.
Efek samping dari griseofulvin jarang dijumpai, yang
merupakan keluhan utama ialah sefalgia yang didapati pada
15 % penderita. Efek samping yang lain dapat berupa
gangguan traktus digestivus yaitu nausea, vomitus dan diare.
Obat tersebut juga dapat bersifat fotosensitif dan dapat
mengganggu fungsi hepar.
b. Ketokonazole. Obat per oral, yang juga efektif untuk
dermatofitosis yaitu ketokonazole yang bersifat fungistatik.
Kasus-kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat
diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg per hari selama 10
32
hari – 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazole
merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar.
c. Itrakonazole. Itrakonazole merupakan suatu antifungal
yangdapat digunakan sebagai pengganti ketokonazole yang
bersifat hepatotoksik terutama bila diberikan lebih dari
sepuluh hari. Itrakonazole berfungsi dalam menghambat
pertumbuhan jamur dengan mengahambat sitokorm P-45
yang dibutuhkan dalam sintesis ergosterol yang merupakan
komponen penting dalam sela membran jamur. Pemberian
obat tersebut untuk penyakit kulit dan selaput lendir oleh
penyakit jamur biasanya cukup 2 x 100-200 mg sehari dalam
selaput kapsul selama 3 hari. Interaksi dengan obat lain
seperti antasida (dapat memperlambat reabsorpsi di usus),
amilodipin, nifedipin (dapat menimbulkan terjadinya edema),
sulfonilurea (dapat meningkatkan resiko hipoglikemia).
Itrakonazole diindikasikan pada Tinea pedis tipe moccasion.
d. Terbinafin. Terbinafin berfungsi sebagai fungisidal juga
dapat diberikan sebagai pengganti griseofulvin selama 2-3
minggu, dosisnya 62,5 mg – 250 mg sehari bergantung berat
badan. Mekanisme sebagai antifungal yaitu menghambat
epoksidase sehingga sintesis ergosterol menurun. Efek
samping terbinafin ditemukan pada kira-kira 10 % penderita,
yang tersering gangguan gastrointestinal di antaranya nausea,
vomitus, nyeri lambung, diare dan konstipasi yang umumnya
ringan. Efek samping lainnya dapat berupa gangguan
pengecapan dengan presentasinya yang kecil. Rasa
pengecapan hilang sebagian atau seluruhnya setelah beberapa
minggu makan obat dan bersifat sementara. Sefalgia ringan
dapat pula terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada
3,3 % - 7 % kasus. Terbinafin baik digunakan pada pasien
Tinea pedis tipe moccasion yang sifatnya kronik. Pada suatu
33
penelitian ternyata ditemukan bahwa pengobatan Tinea pedis
dengan terbinafine lebih efektif dibandingkan dengan
pengobatan griseofulvin.
10. PROGNOSIS
H. PENCEGAHAN
Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai pentingnya kebersihan
pada kaki, menjaga kaki tetap kering , membersikan kuku kaki, menggunakan
sepatu yang pas dan kaos kaki kering dan bersih, serta menggunakan sandal
atau flip-flop pada tempat mandi umum atau kolam renang dapat mencegah
terjadinya tinea pedis. Diagnosis yang tepat serta pengobatan terhadap pasien
yang menderita diabetes mellitus, HIV, trasplantasi organ penting untuk
pencegahan infeksi tinea pedis.1,10
34
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Tinea pedis akibat kerja adalah suatu infeksi kulit dari jamur superfisial
pada kaki terutama sela jari kaki yang terjadi akibat suatu keadaan di
lingkungan kerja dan tidak terjadi pada rangsangan diluar tempat kerja.
2. Identifikasi hazard pada pasien yang bekerja di industry es balok antara
lain
Biologi ; Mikroorganisme (jamur, bakteri, dll)
Kimia : Amonia
Fisika : Suhu dingin
Ergonomi : Berdiri lama, posisi serong, posisi mengangkat es
balok, lantai licin
Psikososial :-
3. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan penilaian bahaya potensial
di lingkungan kerja pasien maka dapat disimpulkan bahwa penyakit tinea
pedis yang di derita pasien saat ini termasuk ke dalam Penyakit Akibat
Kerja (PAK).
B. SARAN
1. Menyarankan agar pihak industri untuk melakukan tindakan pencegahan
terhadap penyakit sesuai dengan identifikasi hazard
2. Agar pihak industri melakukan peninjauan bahaya potensial secara berkala
serta memperbaiki sistim pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3).
3. Melakukan pertemuan berkala untuk membahas masalah-masalah yang
dihadapi dalam kesehatan dan keselamatan kerja.
35
DAFTAR PUSTAKA
2008; 697
6. Cheung, H.C. 2012. Management of tinea pedis in a private clinic Hong Kong
J. Dermatol. Venereol;20, 21-22
8. Perea, S., Ramos MJ., Garau M., Gonzalez A., Noriega AR., Palacio AD.
2000. Prevalence and risk factors of tinea ungium and tinea pedis in the
general population in Spain. J Clin Microbiolog; 38:3226-30.
10. Unandar, B. Mikosis. In. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. 2007. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai penerbitan FKUI.
36
11. Wahab, M. A., Rokeya Begum., Biswas Shaheen Hassan. 2010. Tinea pedis:
a clinical dilemma in Bangladeshi population. Journal of Pakistan
Association of Dermatologists; 20: 23-7.
37
Dokumentasi 1.Proses Pembuatan Es Balok Dibantu dengan Alat Crane
38
Dokumentasi 3. Mesin Pembuat Es
39
40