Anda di halaman 1dari 40

BAGIAN KEDOKTERAN OKUPASI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

TINEA PEDIS AKIBAT KERJA


PADA KARYAWAN PT. ADE SULTRA PERSADA

Oleh:
Noviarsih Muslimah, S.Ked
K1A1 13 117

Pembimbing:
dr. Satrio Wicaksono, M.Sc

KEPANITERAAN KEDOKTERAN OKUPASI


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Noviarsih Muslimah, S.Ked


Judul Laporan : Tinea Pedis Akibat Kerja Pada Karyawan PT. Ade Sultra
Persada
telah menyelesaikan tugas laporan kedoktran okupasi dalam rangka kepanitraan
klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, April 2019

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Satrio Wicaksosno, M.Sc


19830117 200912 1 005

2
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada era globalisasi dan pasar bebas yang marak dengan berbagai
persaingan, penerapan kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu
prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan
jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk
bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia
Sehat 2013 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang
penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.1
Kecelakaan kerja adalah peristiwa yang tidak diinginkan atau
diharapkan, tidak diduga, tidak sengaja terjadi dalam hubungan kerja, yang
umumnya diakibatkan oleh berbagai faktor, meliputi peristiwa kebakaran,
penyakit akibat kerja serta pencemaran pada lingkungan kerja.1
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan instrumen yang
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar
dari bahaya akibat kecelakaan kerja. K3 bertujuan mencegah, mengurangi,
bahkan menihilkan resiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep
ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan,
melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang
memberikan keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.2
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia pada tahun 1996 telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker). Dimana pada
pasal 3 diperaturan tersebut menjelaskan bahwa setiap perusahaan yang
mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih atau mengandung
potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan

3
produksi yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja seperti peledakan,
kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja, wajib menerapkan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.3
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa Negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering
terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan
pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah
tersedia. Dalam penjelasan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan
pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.4
Tinea pedis akibat kerja adalah suatu infeksi kulit dari jamur
superfisial pada kaki terutama sela jari kaki yang terjadi akibat suatu keadaan
di lingkungan kerja dan tidak terjadi pada rangsangan diluar tempat kerja.
Hampir semua orang dalam populasi umumnya terkena jamur yang
menyebabkan Tinea pedis. Sistem kekebalan tubuh masing-masing orang
menentukan apakah hasil infeksi dari eksposur tersebut. Sebagai orang usia
dewasa, retak kecil berkembang di kulit kaki, meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi tinea.5 Prevalensi Tinea pedis sekitar 10%, terutama
disebabkan oleh oklusif alas kaki.3
Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur,
sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna MS,
insidensi penyakit jamur yang terjadi di berbagai rumah sakit pendidikan di
Indonesia bervariasi antara 2,93%-27,6%. Meskipun angka ini tidak
menggambarkan populasi umum.3
Dermatomikosis atau mikosis superfisialis cukup banyak diderita
penduduk negara tropis. Di Indonesia angka yang tepat, berapa sesungguhnya

4
insiden dermatomikosis belum ada. Di Denpasar, golongan penyakit ini
menempati urutan kedua setelah dermatitis. Angka insiden tersebut
diperkirakan kurang lebih sama dengan di kota-kota besar Indonesia lainnya.4
Dari pengamatan selama 5 tahun didapatkan 19 penderita
dermatomikosis. Kasus terbanyak terjadi pada usia antara 15-24 tahun
(26,3%), penderita wanita hampir sebanding dengan laki-laki(10:9).
Dermatomikosis terbanyak ialah Tinea kapitis, Aktinomisetoma, Tinea kruris
et korporis, Kandidiasis oral, dan Kandidiasis vulvovaginalis.1,2

A. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Melakukan pendekatan diagnosis kedokteran okupasi penyakit akibat
kerja pada karyawan industri es balok PT. Ade Sultra Persada
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahuai karakteristik pasien tinea pedis pada karyawan industri
es balok PT. Ade Sultra Persada
b. Mengetahui potensi bahaya yang timbul pada karyawan industri es
balok PT. Ade Sultra Persada
c. Melakukan pendekatan diagnosis penyakit akibat kerja (PAK) dan
penyakit akibat hubungan kerja (PAHK).

B. MANFAAT
1. Manfaat Bagi Penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran okupasi, mampu
melakukan penilaian bahaya potensial dan mampu melakukan
pendekatan diagnosis penyakit akibat kerja (PAK) dan penyakit akibat
hubungan kerja (PAHK).
2. Bagi Pasien
Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakit yang diderita
akibat kerja (PAK) dan bahaya potensial yang dapat terjadi.

5
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN

A. PROFIL PERUSAHAAN

Gambar 1. PT. Ade Sultra Persada.

Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) merupakan pusat industri

perikanan terpadu di Kawasan Timur Indonesia dan khususnya di Sulawesi

Tenggara yang mempunyai pekerja 9.113 orang yang sudah termaksud

jumlah nelayan. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Pelabuhan

Perikanan Samudera ditunjang oleh pihak swasta untuk berinvestasi, sehingga

dapat memberikan dampak positif berupa kesempatan kerja dan kesempatan

berusaha bagi masyarakat perikanan. Pada kawasan industri PPS Kendari

tercatat 33 Perusahaan yang bergerak di berbagai bidang usaha salah satunya

adalah PT. Ade Sultra Persada yang bergerak di bidang pembuatan es balok

(PPS Kendari, 2018).

6
PT. Ade Sultra Persada bertempat di Kompleks PPS Kendari, Jl.

Samudra No.1, Blok. M, Puday, Sulawesi Tenggara. Industri PT. Ade Sultra

Persada yang didirikan pada tahun 2007 bergerak dalam bidang pembuatan es

balok. Perusahaan ini memproduksi es balok yang kemudian digunakan untuk

pengawetan hasil tangkapan ikan oleh nelayan maupun pengepul ikan (PT.

Ade Sultra Persada, 2018).

Saat ini Industri pembuatan es balok PT. Ade Sultra Persada dipimpin

oleh Bapak Ahmad Aljufri sejak tahun 2007 sampai sekarang. PT. Ade Sultra

Persada memiliki 12 orang karyawan, 7 karyawan tetap dan 5 karyawan

lepas, dengan jam kerja mulai dari 08.00-16.00 WITA (PT. Ade Sultra

Persada, 2018).

B. ALUR PROSES PRODUKSI


Proses pembekuan es balok melalui beberapa tahapan sebagai berikut

(PT. Ade Sultra Persada, 2018) :

1. Pengisian air

Dalam proses produksinya, air sumur bor disedot dengan mesin

pompa lalu disalurkan ke bak penampungan air kemudian dialirkan ke bak

pengisian air. Dalam pengisian air ke dalam cetakan, air yang masuk diatur

oleh pipa-pipa yang sudah diarahkan ke ice can. Ice can tersebut diisi air

dalam jumlah yang tidak penuh yaitu dari 15 cm dibawah permukaan atas

cetakan. Hal ini dilakukan agar air garam yang ada di bak pendingin tak

bercampur dengan air di cetakan.

7
2. Pembekuan air

Air yang dimasukkan ke dalam cetakan mempunyai temperatur

30oC. Selanjutnya ice can dimasukkan sebagian permukaanya ke dalam

larutan garam (brine) dalam tangki pendingin (freezing tank) dengan lama

pembekuan untuk es balok adalah 21 jam. Pada saat cetakannya direndam,

permukaan air garam harus tinggi dari permukaan air berada dalam

cetakan dengan tinggi lebih kurang 8 sentimeter. Bila suhu dingin tidak

mencapai -80C hingga -12oC maka es tersebut tidak akan menjadi beku.

3. Pemisahan es dengan ice can

Ice can dimasukkan ke dalam diptank (tahap tilting) untuk proses

pelepasan awal antara ice can dan ice can. Setelah itu, ice can diisi ulang

kembali dengan air bersih dari water reservoir dan ditempatkan kembali

pada ice bank dengan menggunakan crane untuk memproduksi ulang

kembali.

4. Penyimpanan dan Distribusi

Setelah melalui tahap pengolahan dengan prosedur yang baik maka

dapat dipastikan seluruh produk siap untuk disimpan dan atau langsung

didistribusikan pada agen kapal.

8
C. IDENTIFIKASI HAZARD

Daftar Bahaya Potensial Gangguan Resiko


Kegiatan Fisika Kimia Biologi Ergonomi Psikologi Kesehatan Kecelakaan

Pembekuan  Suhu Amonia Mikrobiologi  Berdiri lama -  Hipotermi  Tergelincir


(ABF) dingin (jamur,  Posisi  Fraktur  Terjatuh
bakteri dll) penekanan  Dislokasi
tombol  PPOK
kendali mesin  DKA
 Lantai licin  Tinea pedis
 LBP
 Carpal
Tunnel
Syndrome
Penyimpanan  Suhu Mikrobiologi  Menggancu es  Hipotermi  Tergelincir
dingin - (jamur, balok -  Fraktur  Terjatuh
bakteri dll)  Menggiling es  Dislokasi  Tertimpa es
balok  Tinea pedis balok
 Tertindis es  DKA  Teriris
balok  Vulnus  Tergores
 Berdiri lama laceratum
 Benda tajam
 Lantai licin
Distribusi - - -  Menggancu es -  Fraktur  Tergelincir
balok  Vulnus  Tertimpa es
 Menggiling es laceratum balok
balok  Dislokasi  Terjatuh
 Tertindis es  Kecelakaan
balok
 Berdiri lama
 Benda tajam
 kecelakaan
lalu lintas
 Lantai licin

9
D. PENGENDALIAN BAHAYA
Hierarki Pengendalian Upaya Pengendalian
Bahaya
Eleminasi Tidak terdapat upaya eleminasi
Substitusi Tidak terdapat upaya eleminasi, pengerjaan
masih dengan cara manual tidak
menggunakan robot.
Redesain Tidak terdapat upaya redesain
Administratif  Tidak terdapat standard operasional yang
baku untuk setiap proses produksi
 Tidak terdapat rambu-rambu peringatan
Alat Pelindung Diri  Celemek untuk menghindari pakaian
basah saat bekerja dalam mesin
pendingin
 Penggunaan sepatu boots pada saat
bekerja karena lantai yang licin dan
resiko tertindih es balok
 Penggunaan sarung tangan untuk
mencegah alat yang dipegang melukai
pekerja dan suhu dingin pada es balok
 Pengkait untuk memindahkan es balok
dan memudahkan pada saat penggilingan
 Penggunaan masker untuk melindungi
saluran pernapasan dari factor fisik
maupun kimia

10
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Usia : 26 Tahun
Status : Menikah
Pendidikan : Sekolah Menegah Atas
Agama : Islam
Suku : Bugis
Alamat : Abeli
Pekerjaan : Pekerja lepas PT. Ade Sultra Persada bagian produksi

B. ANAMNESIS KLINIS
1. Keluhan Utama : Gatal di sela jari kedua kaki
2. Anamnesis Terpimpin
Tn. S mengalami gatal-gatal pada sela jari kaki yang dirasakan sejak
6 minggu lalu. Awalnya keluhan muncul tiba-tiba pada kaki kiri terlebih
dahulu pada bagian sela-sela jari kaki, kemudian berlanjut hingga ke kaki
kanan sekitar 1 minggu kemudian. Pasien sering menggaruk kaki pasien
hingga terluka.
Tn. S adalah pekerja lepas di PT. Ade Sultra Persada yang berkerja
di bidang produksi es balok yang memungkinkan pasien terutama kaki
pasien sering terpapar dengan air, kondisi lembab dan dingin.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama (-), riwayat
keluhan sama sebelumnya (+) pasien mengaku pernah mengalami keluhan
serupa sekitar 2 bulan lalu.

11
4. Riwayat Kebiasaan
Riwayat kebiasaan dalam hal ini yaitu pola makan berlebih (-), konsumsi
karbohidrat berlebih (-), berolahraga rutin (-), riwayat merokok (+).
5. Riwayat Pengobatan
Riwayat pengobatan : Pasien pernah berobat dengan menggunakan obat
anti jamur yang dibeli sendiri pasien di apotek dan keluhan dirasakan
berkurang
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Aspek ekonomi keluarga Tn. S masuk dalam kategori menengah. Saat ini
Tn. S memiliki penghasilan tetap yang bekerja sebagai karyawan di salah
satu perusahaan es balok. Pembiayaan kesehatan Tn. S menggunakan kartu
BPJS Mandiri.

B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit ringan, kesadaran komposmentis (GCS
E4V5M6)
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Frekwensi nadi : 82 x/menit
Frekwensi napas : 17 x/menit
Suhu : 36,8oC

Status Generalisata
1. Kepala : Normosefal, rambut dalam batas normal
2. Kulit : Pucat (-), peteki (-), ekimosis (-).
3. Mata : Pupil isokor
4. Telinga : Otore (-)
5. Hidung : Rinore (-)
6. Mulut : Stomatitis (-), lidah kotor (-)
7. Tonsil : T1/T1
8. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar

12
9. Thorax
Inspeksi : Dada simetris kiri = kanan, retraksi (-),
Palpasi : Sela iga kiri=kanan, vocal fremitus normal kiri = kanan
Perkusi : sonor kiri = kanan
Auskultasi : Bronchovesikuler, BT : Rhonki -/- Wheezing : +/-
10. Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Pekak
Batas kiri pada linea midclavicularis sinistra
Batas kanan pada linea parasternalis dextra
Auskultasi: Bunyi Jantung I/II murni reguler
11. Abdomen
Inspeksi : Tampak datar
Auskultasi : Bising usus kesan normal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
12. Ekstremitas
Edema : Tidak ada edema
Akral dingin : Tidak
Cap refill : Normal
Ekstremitas Inferior : Squama eritem, papul, krusta di sela jari
kaki kanan dan kiri
Tabel 1. Pemeriksaan Kelenjar limfe
A. Leher Kanan : Normal Kiri : Normal
B. Axilla Kanan : Normal Kiri : Normal
C. Inguinal Kanan : Nomral Kiri : Normal

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

13
D. ANAMNESIS OKUPASI
1. Jenis Pekerjaan
Tabel 2. Jenis Pekerjaan Pasien
Jenis Pekerjaan Tempat kerja Masa Kerja
Karyawan bagian PT. Ade Sultra November 2018 –
penyimpanan es balok Persada April 2019
(6 bulan)

2. Uraian Tugas
Tugas
Pasien bekerja di bagian penyimpanan es balok. Pasien bertugas
memindahkan es balok dari tempat produksi ke ruang penyimpanan es
balok ataupun ke mobil pengangkut. Dalam melakukan pekerjaannya
pasien berada dalam ruangan dengan suhu yang dingin, terpapar dengan
kelembapan dan selalu menggunakan sepatu boots dalam bekerja.
Jadwal kerja
Satu minggu bekerja dengan durasi 8 jam kerja per hari yakni mulai pukul
08.00 – 16.00 WITA, dengan waktu isitrahat mulai pukul 12.00-13.00
WITA.

3. Bahaya Potensial
Tabel 3. Bahaya Potensial Di Lingkungan Kerja Pasien
Daftar Kegiatan Bahaya Potensial Gangguan Resiko

Fisika Kimia Biologi Ergonomi Psikologi Kesehatan Kecelakaan

Melakukan - - - - - - -
absensi di ruang
kantor
Melakukan Berdiri Myalgia Nyeri otot
briefing - - - lama -
Memakai APD Mikrobiolog DKA -
- - i (jamur, - - Tinea pedis
bakteri dll)

14
Melakukan Suhu - Mikrobiolog Berdiri - Asma,
pekerjaan dingin i (jamur, lama, ISPA,
bakteri dll) Tertindih es Hipotermi, Tergelincir,
balok tinea pedis terjatuh
fraktur,
dislokasi,
PPOK
Myalgia
Melakukan - - - - - - -
absensi pulang.

4. Hubungan Pekerjaan dengan Penyakit yang Dialami


Pasien mengeluhkan gatal di sela kedua jari kaki yang dirasakan
semenjak bekerja di perusahaan pengolahan es balok ditempat pasien
bekerja. Dalam melakukan pekerjaannya pasien berada dalam ruangan
yang memiliki kelembaban dan suhu yang dingin. Pasien selalu memakai
Alat Pelindung Diri (APD) berupa sepatu boots.

E. RESUME
Tn. S, 28 tahu, mengalami gatal-gatal pada sela jari kaki yang
dirasakan sejak 6 minggu lalu. Awalnya keluhan muncul tiba-tiba pada kaki
kiri terlebih dahulu pada bagian sela-sela jari kaki, kemudian berlanjut hingga
ke kaki kanan sekitar 1 minggu kemudian. Pasien sering menggaruk kaki
pasien hingga terluka. Riwayat keluhan sama sebelum nya (+) 2 bulan lalu.
Riwayat pengobatan (+) Pasien pernah berobat dengan menggunakan obat
anti jamur yang dibeli sendiri pasien di apotek dan keluhan dirasakan
berkurang
Tn. S adalah pekerja lepas di PT. Ade Sultra Persada yang berkerja di
bidang produksi es balok yang memungkinkan pasien terutama kaki pasien
sering terpapar dengan air, kondisi lembab dan dingin.
Sehari-hari pasien bekerja sebagai karyawan di PT. Ade Sultra
Persada. Pasien bekerja di bagian penyimpanan es balok dengan jadwal kerja
7 hari dalam seminggu dengan durasi 8 jam perhari yakni mulai pukul 08.00-
16.00 WITA. Dalam melakukan pekerjaannya pasien berada dalam ruangan

15
yang memiliki suhu yang rendah, pasien sering mengenakan Alat PElindung
Diri (APD) berupa sarung tangan dan sepatu boots.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal.
pemeriksaan jantung, thoraks dan abdomen dalam batas normal. Pada
pemeriksaan pemeriksaan ekstremitas inferior didapatkan, squama eritem,
papul dan krusta di sela jari kedua kaki.

F. DIAGNOSIS OKUPASI
Diagnosis penyakit akibat kerjadilaksanakan dengan pendekatan 7
(tujuh) langkah yang meliputi:7

Gambar 2. Tujuh langkah diganosis penyakit akibat kerja.7

1. Penegakkan Diagnosis Klinis


Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik dapat
disimpulkan bahwa pasien menderita tinea pedis.

16
2. Penetuan Pajanan yang Dialami pekerja ditempat kerja
Biologi Mikroorganisme (jamur, bakteri, dll)
Kimia Amonia
Fisika Suhu dingin
Ergonomi Berdiri lama, posisi serong, posisi mengangkat es
balok, lantai licin
Psikososial -

3. Penentuan Hubungan antara Pajanan dengan Penyakit


Tinea pedis adalah infeksi kulit dari jamur superfisial pada kaki.
Tinea pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai
sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis merupakan golongan dermatofitosis
pada kaki.
Tinea pedis disebabkan oleh Trichophyton rubrum (umumnya),
Trichophyton mentagrophytes, Epidermophyton floccosum. Namun,
penyebab utama dari setiap pasien rumit dengan adanya jamur saprofit,
ragi dan /bakteri. Karakteristik dari T.rubrum menghasilkan jenis yang
relatif tidak ada peradangan dari dermatofitosis dengan eritema kusam dan
sisik keperakan yang melibatkan seluruh telapak kaki dan sisi kaki
menampilkan moccasin. Hampir semua orang dalam populasi umumnya
terkena jamur yang menyebabkan tinea pedis. Sistem kekebalan tubuh
masing-masing orang menentukan apakah hasil infeksi dari eksposur
tersebut. Sebagai orang usia dewasa, retak kecil berkembang di kulit kaki,
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi tinea.
Tinea pedis akibat kerja adalah suatu infeksi kulit dari jamur
superfisial pada kaki terutama sela jari kaki yang terjadi akibat suatu
keadaan di lingkungan kerja dan tidak terjadi pada rangsangan diluar
tempat kerja.

17
4. Penentuan Kecukupan Pajanan
Masa kerja 6 bulan dengan durasi kerja 8 jam perhari (7 Hari kerja
dalam seminggu).

5. Penentuan Faktor Individu


Pasien selalu mengenakan sepatu boots yang cukup lembab saat bekerja di
ruang kerja pasien.

6. Penetuan Faktor Lain Di luar Tempat Kerja


Saat diluar dari pekerjaannya, pasien jarang menggunakan sepatu boots,
pasien lebih sering mengenakan sandal jepit saat beraktivitas diluar
pekerjaan pasien.

7. Penetuan Diagnosis Okupasi


Berdasarkan 6 tahapan diatas, dapat disimpulkan bahwa tinea pedis pada
pasien merupakan penyakit akibat kerja (PAK).

G. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Anti histamine : Cetrizine 10 mg 2 x 1tab
Anti fungal : Ketoconazole cream 2% 3 x 1
2. Non Medikamentosa
 Mengedukasi pasien tentang penyakit tinea pedis
 Mengedukasi pasien untuk sealu menghindari faktor-faktor risiko tinea
pedis
3. Okupasi
 Melakukan penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja

18
H. PROGNOSIS
Prognosis kondisi Tn. S tergantung dari banyak aspek diantaranya
tingkat kepatuhan dalam berobat serta upaya pencegahan terhadap faktor
risiko tinea pedis dan pengobatan penyakit, secara umum prognosisnya
adalah:
1. Ad vitam : Sanm
2. Ad functionam : Sanam
3. Ad sanationam : Sanam

19
BAB IV
PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN
1. DEFINISI

Tinea pedis adalah infeksi kulit dari jamur superfisial pada


kaki.1 Tinea pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama
mengenai sela jari dan telapak kaki.2 Tinea pedis merupakan golongan
dermatofitosis pada kaki.3
Istilah dermatofitosis harus dibedakan dengan dermatomikosis.
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat
tanduk atau stratum korneum pada lapisan epidermis di kulit, rambut
dan kuku yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.
Dermatomikosis merupakan arti umum, yaitu semua penyakit jamur
yang menyerang kulit.2

2. EPIDEMIOLOGI

Hampir semua orang dalam populasi umumnya terkena jamur


yang menyebabkan tinea pedis. Sistem kekebalan tubuh masing-
masing orang menentukan apakah hasil infeksi dari eksposur
tersebut.4 Sebagai orang usia dewasa, retak kecil berkembang di kulit
kaki, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi tinea.5 Prevalensi
Tinea pedis sekitar 10%, terutama disebabkan oleh oklusif alas kaki.3
Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan
jamur, sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut
Adiguna MS, insidensi penyakit jamur yang terjadi di berbagai rumah
sakit pendidikan di Indonesia bervariasi antara 2,93%-27,6%.
Meskipun angka ini tidak menggambarkan populasi umum.2
Dermatomikosis atau mikosis superfisialis cukup banyak
diderita penduduk negara tropis. Di Indonesia angka yang tepat,

20
berapa sesungguhnya insiden dermatomikosis belum ada. Di
Denpasar, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah
dermatitis. Angka insiden tersebut diperkirakan kurang lebih sama
dengan di kota-kota besar Indonesia lainnya. Di daerah pedalaman
angka ini mungkin akan meningkat dengan variasi penyakit yang
berbeda.Sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan pada penderita
dermatomikosis yang dirawat di IRNA Penyakit Kulit Dan Kelamin
RSU Dr. Soetomo Surabaya dalam kurun waktu antara 2 Januari 1998
sampai dengan 31 Desember 2002. Dari pengamatan selama 5 tahun
didapatkan 19 penderita dermatomikosis. Kasus terbanyak terjadi pada
usia antara 15-24 tahun (26,3%), penderita wanita hampir sebanding
dengan laki-laki(10:9). Dermatomikosis terbanyak ialah Tinea kapitis,
Aktinomisetoma, Tinea kruris et korporis, Kandidiasis oral, dan
Kandidiasis vulvovaginalis.6

3. ETIOLOGI
Tinea pedis disebabkan oleh Trichophyton rubrum
(umumnya), Trichophyton mentagrophytes, Epidermophyton
floccosum. Namun, penyebab utama dari setiap pasien rumit dengan
adanya jamur saprofit, ragi dan /bakteri. Telah di observasi bahwa 9%
dari kasus tinea pedis diakibatkan oleh agen infeksi selain dermatofit.
Karakteristik dari T.rubrum menghasilkan jenis yang relatif tidak ada
peradangan dari dermatofitosis dengan eritema kusam dan sisik
keperakan yang melibatkan seluruh telapak kaki dan sisi kaki
menampilkan moccasin. Erosi juga terbatas pada infeksi jamur pada
jari kaki atau bawah jari kaki, kadang-kadang bersisik dan meluas
sampai pada badan, gluteus, dan extremiti. Individu dengan imun yang
rendah mudah terkena infeksi, HIV/AIDS, transplantasi organ,
kemoterapi, steroid dan nutrisi parenteral diakui dapat menurunkan
resistansi pasien terhadap infeksi dermatofitosis. Kondisi seperti
umur, obesitas, diabetes melitus juga mempunyai dampak negatife

21
terhadap kesehatan pasien secara keseluruhan dan dapat menurunkan
imunitas dan meningkatkan terjadinya tinea pedis. Diabetes melitus
itu sendiri dikategorikan sebagai penyebab infeksi, pasien dengan
penyakit ini 50% akan terkena infeksi jamur.1,5
Secara histologi, hiperkeratotis tinea pedis memiliki
karakteristi berupa akantosis, hiperkeratosis, dan infiltrasi perivaskular
yag dangkal, kronik dan dapat menyebar pada dermis. Bentuk vesicle-
bula menampilkan spongiosis, parakeratosis, dan subkornea atau
spongiosis intraepitel vesiculasi dengan kedua tipe, foci dari neutrofil
biasanya dapat dilihat pada daerah stratum korneum. PAS atau
pewarnaan silver methenamine menampilkan organisme jamur. 7

4. ETIOPATOGENESIS
Patogenesis dermatofita memiliki 3 step: 7
1. Adherence/pengikatan. Fungi selalu mempunyai hambatan
dalam proses infeksinya, fungi harus resisten terhadap sinar UV,
tahan terhadap berbagai temperatur dan kelembaban, kompetisi
dengan flora normal kulit, spingosine yang di hasilkan oleh
keratinosit. Asam lemak yg diproduksi oleh glandula sebasea
bersifat fungistatik (menghambat pertumbuhan jamur).
Mulainya diproduksi asam lemak pada anak anak post-pubertas
mungkin menerangkan menurunnya kejadian Tinea kapitis
secara drastis.7
2. Penetrasi setelah fase adherence, spora akan tumbuh dan
memasuki stratum korneum dengan kecepatan yang lebih cepat
dari waktu deskuamasi epidermis. Penetrasi juga di dukung
dengan keluarnya enzim proteinase, lipase dan musinolitik yang
juga membantu dalam pembuatan nutrisi fungi. Trauma dan
maserasi merupakan faktor penting dalam memudahkan
penetrasi fungi terutama pada kasus Tinea pedis. Fungal
mannans yang ada di dinding sel dermatofita juga dapat

22
menurunkan poliferasi sel keratinosit. Pertahanan terbaru pada
lapisan epidermis yang lebih dapat tercapai diantaranya
berkompetisi dengan besi dan juga penghambatan pertumbuhan
jamur oleh progesteron.7
3. Development a host response/respon host. Proses inflamasi yang
terjadi sangat tergantung dari sistem imun host dan juga oleh
jenis organisme. Beberapa fungi dapat menghasilkan faktor
kemotaktik dengan berat melekul rendah seperti yang dihasilkan
bakteri. Antibodi tidak terlihat pada infeksi dermatofita, tetapi
hanya menggunakan jalur reaksi hipersensitivitas tipe IV.
Infeksi yang sangat ringan sering hanya menimbulkan inflamasi
yang ringan juga, pertama muncul berupa eritema dan scale /
skuama yang menandakan terjadinya peningkatan pergantian
keratinosit(keratinocyte turnover). Antigen dermatofit diproses
oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan di nodus
limpa lokal menuju ke limfosit T. Kemudian limfosit T
mengalami poliferasi dan bermigrasi ke lokasi untuk membunuh
jamur dan pada waktu ini lesi menjadi mendadak inflamasi.
Oleh sebab ini barier epidermal menjadi permeable terhadap
transferin dan migrasi sel.7

5. GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinis dari tinea pedis dapat dibedakan berdasarkan tipe:
a. Interdigitalis. Di antara jari IV danjari V terlihat fisura yang
dilingkari sisik halus dan tipis, dapat meluas ke bawah jari
(subdigital) dan telapak kaki. Kelainan kulit berupa kelompok
vesikel. Sering terjadi maserasi pada sela jari terutama sisi
lateral berupa kulit putih dan rapuh, berfisura dan sering disertai
bau. Bila kulit yang mati dibersihkan, akan terlihat kulit baru
yang pada umumnya telah diserang jamur. Bentuk klinis ini
dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit

23
keluhan atau tanpa keluhan. Pada suatu ketika dapat disertai
infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis,
limfangitis, limfadenitis dan erisipelas, dengan gejala-gejala
konstitusi.8

Gambar 3. Tinea pedis, Interdigitalis 9

b. Moccasin foot, tipe papuloskuamosa hiperkeratotik yang


menahun. Pada seluruh kaki, dari telapak, tepi sampai punggung
kaki terlihat kulit menebal dan bersisik; eritema biasanya ringan
dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi
dapat pula dilihat papul dan kadang-kadang vesikel. Sering
terdapat di daerah tumit, telapak kaki, dan kaki bagian lateral,
dan biasanya bilateral.8

Gambar 4. Tinea pedis pada telapak kaki 8

c. Pada bentuk subakut terlihat vesikel, vesiko-pustul dan kadang-


kadang bula. Kelainan ini mula-mula terdapat di pada daerah
sela jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki,
dan jarang pada tumit. Lesi-lesi ini mungkin berasal dari

24
perluasan lesi daerah interdigital. Isi vesikel berupa cairan jernih
yang kental. Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik
berbentuk lingkaran yang disebut kolaret. Infeksi sekunder dapat
terjadi, sehingga dapat menyebabkan selulitis, limfangitis, dan
kadang-kadang menyerupai erisipelas. Jamur terdapat pada
bagian atap vesikel. Untuk menemukannya, sebaiknya diambil
atap vesikel atau bula untuk diperiksa untuk diperiksa secara
sediaan langsung atau untuk dibiak.8

Gambar 5. Tinea pedis; Vesiko Bulosa, dengan hiperpigmentasi dari lesi


yang inflamasi.8

d. Bentuk yang terakhir adalah bentuk akut ulseratif pada telapak


dengan maserasi, madidans, dan bau. Diagnosis Tinea pedis
lebih sulit karena pemeriksaan kerokan kulit dan kultur sering
tidak ditemukan jamur.8

Gambar 6. Tinea pedis tipe Ulseratif.8

25
6. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan langsung
menggunakan mikroskop, mula-mula dengan pembesaran 10x10,
kemudian dengan pembesaran 10x45. Pemeriksaan dengan
pembesaran 10x100 biasanya tidak diperlukan. Sediaan basah
dilakukan dengan meletakkan bahan diatas gelas alas, kemudian
ditambah 1-2 tetes larutan KoH. Konsentrasi larutan untuk sediaan
rambut adalah 10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan
dicampur dengan larutan KoH, ditunggu 15-20 menit hal ini
diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses
pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah diatas api kecil.
Pada saat mulai keluar uap pada sediaan tersebut, pemanasan sudah
cukup. Bila terjadi penguapan, maka akan terbentuk kristal KoH,
sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat
elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan
KoH, misalnya tinta Parker superchoom blue black. Pada sediaan
kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai 2 garis sejajar,
terbagi oleh sekat, dan bercabang maupun spora berderet (artrospora)
pada kelainan kulit lama dan/atau sudah diobati.2
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk
menyokong pemeriksaan langsung sediaanbasah dan untuk
menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling
baik pada waktu ini adalah medium agar dextrosa Sabouraud. Pada
agar Sabouraud dapat ditambahkan antibiotik saja (kloramfenikol)
atau ditambah pula klorheksimit. Kedua zat tersebut diperlukan
untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur
kontaminan.2

26
Gambar 7. KOH: Tampak hifa dan spora (mikrokonidia)9

Gambar 8. Gambaran histopatologi dari tinea pedis; hifa pada lapisan superfisial
dari epidermis 9

7. DIAGNOSA BANDING
Tinea pedis harus dibedakan dari beberapa penyakit lain dikaki
sebagai diagnosis banding diantaranya10
a. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis dengan gejala gatal disertai eritema, vesikel,
skuamasi terutama pada jari-jari, punggung, dan kaki.
Diakibatkan oleh kontak dengan zat yang menyebabkan alergi.
b. Psoriasis Pustulosa
Kelainan kulit berupa plak bersisik putih yang terdapat pada
daerah lutut, siku, dan kulit kepala. Selain itu juga, terdapat pada
jari-jari tangan dan jari-jari kaki dengan penampakan plak-plak
yang licin dan merah dan permukaan yang mengalami maserasi.
c. Skabies Pada Kaki
Gejala gatal pada badan, sela jari tangan, lipat paha, dan lipatan
siku yang disebabkan oleh tungau (kutu) skabies.

27
8. DIAGNOSIS
Athlet’s foot biasanya dapat didiagnosis dengan inspeksi dari
kulit, tetapi jika diagnosis tidak pasti, maka dilakukan pemeriksaan
kalium hidroksida dari kerokan kulit dan diperiksa menggunakan
mikroskop (dikenal sebagai tes KOH). Tes ini dapat membantu
penegakan diagnosis dari Athlet’s foot dan membantu menyingkirkan
kemungkinan penyebab yang lain, seperti kandidiasis, keratolisis,
erithrasma, dermatitis kontak, eksim, atau psoriasis. Dermatofitosis
diketahui menyebabkan Athlet’s foot dan akan menunjukkan beberapa
hifa bersepta dan bercabang pada mikroskop.11
Pada lampu wood (black light), meskipun berguna dalam
mendiagnosis infeksi jamur pada kulit kepala (tinea kapitis), biasanya
tidak membantu dalam mendiagnosis Athlet’s foot, karena dermatofit
umum yang menyebabkan penyakit ini tidak berfluoresensi dibawah
sinar ultraviolet.10

9. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan tinea pedis didasarkan atas klasifikasi
dan tipenya.1,3,5

Tabel 3. Klasifikasi Jenis Tinea Pedis dan Pengobatannya


Tipe Organisme Gejala Klinis Pengobatan
Penyebab
Moccasin Trichophyton Hiperkeratosis Antifungal
rubrum yang difus, eritema topikal disertai
dan retakan pada dengan obat-
Epidermophyton permukaan telapak obatan
floccosum kaki; pada keratolitik asam
Scytalidium umumnya sifatnya salisilat, urea
hyalinum kronik dan sulit dan asam laktat
disembuhkan; untuk
S. dimidiatum
berhubungan mengurangi
dengan defisiensi hiperkeratosis;
Cell Mediated dapat juga

28
Immunity (CMI) ditambahkan
dengan obat-
obatan oral
Interdigital T. Tipe yang paling Obat-obatan
mentagrophytes sering; eritema, topikal; bisa
krusta dan juga
(var. maserasi yang menggunakan
interdigitale) terjadi pada sela- obat-obatan oral
T. rubrum sela jari kaki, dan pemberian
antibiotik jika
E. floccosum
terdapat infeksi
S. hyalinum bakteri; kronik :
S. dimidiatum ammonium
klorida
Candida spp. hexahidrate 20
%
Inflamasi / T. Vesikel dan bula Obat-obatan
Vesikobulosa mentagrophytes pada pertengahan topikal biasanya
kaki; berhubungan cukup pada fase
(var. dengan reaksi akut, namun
mentagrophytes) dermatofit apabila dalam
keadaan berat
maka indikasi
pemberian
glukokortikoid
Ulseratif T. rubrum Eksaserbasi pada Obat-obatan
daerah interdigital; topikal;
T. Ulserasi dan erosi; antibiotik
mentagrophytes biasanya terdapat digunakan
E. floccosum infeksi sekunder apabila terdapat
oleh bakteri; infeksi sekunder
biasanya terdapat
pada pasien
imunokompromais
dan pasien diabetes

1. ANTIFUNGAL TOPIKAL
Obat topikal digunakan untuk mengobati penyakit jamur yang
terlokalisir. Efek samping dari obat-obatan ini sangat minimal,

29
biasanya terjadi dermatitis kontak alergi, yang biasanya terbuat dari
alkohol atau komponen yang lain.1,5,9,10
a. Imidazol Topikal. Efektif untuk semua jenis Tinea pedis tetapi
lebih cocok pada pengobatan tinea pedis interdigitalis karena
efektif pada dermatofit dan kandida.
1. Klotrimazole 1 %. Antifungal yang berspektrum luas
dengan menghambat pertumbuhan bentuk yeast jamur. Obat
dioleskan dua kali sehari dan diberikan sampai waktu 2-4
minggu. Efek samping obat ini dapat terjadi rasa terbakar,
eritema, edema dan gatal.
2. Ketokonazole 2 % krim merupakan antifungal berspektrum
luas golongan Imidazol; menghambat sintesis ergosterol,
menyebabkan komponen sel yang mengecil hingga
menyebabkan kematian sel jamur. Obat diberikan selama 2-
4 minggu.
3. Mikonazol krim, bekerja merusak membran sel jamur
dengan menghambat biosintesis ergosterol sehingga
permeabilitas sel meningkat yang menyebabkan keluarnya
zat nutrisi jamur hingga berakibat pada kematian sel jamur.
Lotion 2 % bekerja pada daerah-daerah intertriginosa.
Pengobatan umumnya dalam jangka waktu 2-6 minggu.
b. Tolnaftat 1% merupakan suatu tiokarbamat yang efektif untuk
sebagian besar dermatofitosis tapi tidak efektif terhadap
kandida. Digunakan secara lokal 2-3 kali sehari. Rasa gatal
akan hilang dalam 24-72 jam. Lesi interdigital oleh jamur yang
rentan dapat sembuh antara 7-21 hari. Pada lesi dengan
hiperkeratosis, tolnaftat sebaiknya diberikan bergantian dengan
salep asam salisilat 10 %.
c. Piridones Topikal merupakan antifungal yang bersifat spektrum
luas dengan antidermatofit, antibakteri dan antijamur sehingga
dapat digunakan dalam berbagai jenis jamur.

30
Sikolopiroksolamin. Pengunaan kliniknya untuk dermatofitosis,
kandidiasis dan tinea versikolor. Sikolopiroksolamin tersedia
dalam bentuk krim 1 % yang dioleskan pada lesi 2 kali sehari.
Reaksi iritatif dapat terjadi walaupun jarang terjadi.
d. Alilamin Topikal. Efektif terhadap berbagai jenis jamur. Obat
ini juga berguna pada Tinea pedis yang sifatnya berulang
(seperi hiperkeratotik kronik).
 Terbinafine (Lamisil®), menurunkan sintesis ergosterol,
yang mengakibatkan kematian sel jamur. Jangka waktu
pengobatan 1 sampai 4 minggu. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan bahwa terbinafine 1% memiliki
keefektifan yang sama dengan terbinafine 10% dalam
mengobati tine pedis namun dalam dosis yang lebih kecil
dan lebih aman.
e. Antijamur Topikal Lainnya.
 Asam benzoat dan asam salisilat. Kombinasi asam benzoat
dan asam salisilat dalam perbandingan 2 : 1 (biasanya 6 %
dan 3 %) ini dikenal sebagai salep Whitfield. Asam
benzoat memberikan efek fungistatik sedangkan asam
salisilat memberikan efek keratolitik. Asam benzoat hanya
bersifat fungistatik maka penyembuhan baru tercapai
setelah lapisan tanduk yang menderita infeksi terkelupas
seluruhnya. Dapat terjadi iritasi ringan pada tempat
pemakaian, juga ada keluhan yang kurang menyenangkan
dari para pemakainya karena salep ini berlemak.
 Asam Undesilenat. Dosis dari asam ini hanya
menimbulkan efek fungistatik tetapi dalam dosis tinggi
dan pemakaian yang lama dapat memberikan efek
fungisidal. Obat ini tersedia dalam bentuk salep
campuran yang mengandung 5 % undesilenat dan 20%
seng undesilenat.

31
 Haloprogin. Haloprogin merupakan suatu antijamur
sintetik, berbentuk kristal kekuningan, sukar larut dalam
air tetapi larut dalam alkohol. Haloprogin tersedia dalam
bentuk krim dan larutan dengan kadar 1 %.
2. ANTIFUNGAL SISTEMIK
Pemberian antifungal oral dilakukan setelah pengobatan topikal
gagal dilakukan. Secara umum, dermatofitosis pada umumnya
dapat diatasi dengan pemberian beberapa obat antifungal di bawah
ini antara lain 1,2,8
a. Griseofulvin merupakan obat yang bersifat fungistatik.
Griseofulvin dalam bentuk partikel utuh dapat diberikan
dengan dosis 0,5 – 1 g untuk orang dewasa dan 0,25 - 0,5 g
untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kg BB. Lama
pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab
penyakit, dan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis
dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif. Dosis harian yang
dianjurkan dibagi menjadi 4 kali sehari. Di dalam klinik cara
pemberian dengan dosis tunggal harian memberi hasil yang
cukup baik pada sebagian besar penderita. Griseofulvin
diteruskan selama 2 minggu setelah penyembuhan klinis.
Efek samping dari griseofulvin jarang dijumpai, yang
merupakan keluhan utama ialah sefalgia yang didapati pada
15 % penderita. Efek samping yang lain dapat berupa
gangguan traktus digestivus yaitu nausea, vomitus dan diare.
Obat tersebut juga dapat bersifat fotosensitif dan dapat
mengganggu fungsi hepar.
b. Ketokonazole. Obat per oral, yang juga efektif untuk
dermatofitosis yaitu ketokonazole yang bersifat fungistatik.
Kasus-kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat
diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg per hari selama 10

32
hari – 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazole
merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar.
c. Itrakonazole. Itrakonazole merupakan suatu antifungal
yangdapat digunakan sebagai pengganti ketokonazole yang
bersifat hepatotoksik terutama bila diberikan lebih dari
sepuluh hari. Itrakonazole berfungsi dalam menghambat
pertumbuhan jamur dengan mengahambat sitokorm P-45
yang dibutuhkan dalam sintesis ergosterol yang merupakan
komponen penting dalam sela membran jamur. Pemberian
obat tersebut untuk penyakit kulit dan selaput lendir oleh
penyakit jamur biasanya cukup 2 x 100-200 mg sehari dalam
selaput kapsul selama 3 hari. Interaksi dengan obat lain
seperti antasida (dapat memperlambat reabsorpsi di usus),
amilodipin, nifedipin (dapat menimbulkan terjadinya edema),
sulfonilurea (dapat meningkatkan resiko hipoglikemia).
Itrakonazole diindikasikan pada Tinea pedis tipe moccasion.
d. Terbinafin. Terbinafin berfungsi sebagai fungisidal juga
dapat diberikan sebagai pengganti griseofulvin selama 2-3
minggu, dosisnya 62,5 mg – 250 mg sehari bergantung berat
badan. Mekanisme sebagai antifungal yaitu menghambat
epoksidase sehingga sintesis ergosterol menurun. Efek
samping terbinafin ditemukan pada kira-kira 10 % penderita,
yang tersering gangguan gastrointestinal di antaranya nausea,
vomitus, nyeri lambung, diare dan konstipasi yang umumnya
ringan. Efek samping lainnya dapat berupa gangguan
pengecapan dengan presentasinya yang kecil. Rasa
pengecapan hilang sebagian atau seluruhnya setelah beberapa
minggu makan obat dan bersifat sementara. Sefalgia ringan
dapat pula terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada
3,3 % - 7 % kasus. Terbinafin baik digunakan pada pasien
Tinea pedis tipe moccasion yang sifatnya kronik. Pada suatu

33
penelitian ternyata ditemukan bahwa pengobatan Tinea pedis
dengan terbinafine lebih efektif dibandingkan dengan
pengobatan griseofulvin.

10. PROGNOSIS

Pengobatan yang diterapkan dalam beberapa minggu pada kaki


biasanya dapat menyembuhkan tinea pedis pada penderita dengan
gejala yang baru. Infeksi tinea pedis kronis atau berulang juga bisa
disembuhkan dengan cara ini, tetapi mungkin memerlukan perubahan
signifikan dalam perawatan kaki dan beberapa minggu pengobatan.
Kasus yang lebih parah mungkin memerlukan obat oral. Bahkan
setelah pengobatan berhasil, penderita tetap berisiko terhadap infeksi
ulang jika mereka tidak mengikuti pedoman pencegahan.8,9
Sebagian besar kasus Athlete’s foot sembuh dalam waktu dua
minggu. Kasus yang lebih parahdapat mencapai waktu satu bulanatau
bahkan lebih lamadengan asumsipenyebabnya adalahinfeksi jamur.9

H. PENCEGAHAN
Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai pentingnya kebersihan
pada kaki, menjaga kaki tetap kering , membersikan kuku kaki, menggunakan
sepatu yang pas dan kaos kaki kering dan bersih, serta menggunakan sandal
atau flip-flop pada tempat mandi umum atau kolam renang dapat mencegah
terjadinya tinea pedis. Diagnosis yang tepat serta pengobatan terhadap pasien
yang menderita diabetes mellitus, HIV, trasplantasi organ penting untuk
pencegahan infeksi tinea pedis.1,10

34
BAB V
PENUTUP

A. SIMPULAN
1. Tinea pedis akibat kerja adalah suatu infeksi kulit dari jamur superfisial
pada kaki terutama sela jari kaki yang terjadi akibat suatu keadaan di
lingkungan kerja dan tidak terjadi pada rangsangan diluar tempat kerja.
2. Identifikasi hazard pada pasien yang bekerja di industry es balok antara
lain
Biologi ; Mikroorganisme (jamur, bakteri, dll)
Kimia : Amonia
Fisika : Suhu dingin
Ergonomi : Berdiri lama, posisi serong, posisi mengangkat es
balok, lantai licin
Psikososial :-
3. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan penilaian bahaya potensial
di lingkungan kerja pasien maka dapat disimpulkan bahwa penyakit tinea
pedis yang di derita pasien saat ini termasuk ke dalam Penyakit Akibat
Kerja (PAK).

B. SARAN
1. Menyarankan agar pihak industri untuk melakukan tindakan pencegahan
terhadap penyakit sesuai dengan identifikasi hazard
2. Agar pihak industri melakukan peninjauan bahaya potensial secara berkala
serta memperbaiki sistim pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3).
3. Melakukan pertemuan berkala untuk membahas masalah-masalah yang
dihadapi dalam kesehatan dan keselamatan kerja.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 6thedition. Jakarta; Fk-UI.,2013

2. Chamlin L Sarah, Lawley P Leslie. Fitzpatrick’s Dermatology in General

Medicine. Tinea Pedis. 7th edition.2. New York; McGraw-Hill Medicine

2008; 697

3. Kumar V, Tilak R, Prakash P, Nigam C, Gupta R. Asian journal of medical

science. Tinea Pedis, 2011; p134- 135

4. Al Hasan. M., Fitzgerald.S.M., Saoudian. M., et al., Dermatology for the

practicing allergist : Tinea pedis and its complicatios. BioMedCentral. 2004.

5. Kurniati, C.R., Jurnal Etiopatogenesis Dermatofitosis. 2008. Vol. 20. No.3

6. Cheung, H.C. 2012. Management of tinea pedis in a private clinic Hong Kong
J. Dermatol. Venereol;20, 21-22

7. Hapcioglu, B., Yegenoglu Y., Disci R. 2006. Epidemiology of superficial


mycosis (tinea pedis, onychomycosis) in elementary school children in
Istanbul, Turkey. Coll Antropol; 30: 119-24.

8. Perea, S., Ramos MJ., Garau M., Gonzalez A., Noriega AR., Palacio AD.
2000. Prevalence and risk factors of tinea ungium and tinea pedis in the
general population in Spain. J Clin Microbiolog; 38:3226-30.

9. Szepietowski, JC., Reich A, Garlowska E etal. Factors influencing


coexistence of toenail onychomycosis with tinea pedis and other
dermatomycoses. Arch Dermatol 2006; 142:1279-84.

10. Unandar, B. Mikosis. In. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. 2007. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai penerbitan FKUI.

36
11. Wahab, M. A., Rokeya Begum., Biswas Shaheen Hassan. 2010. Tinea pedis:
a clinical dilemma in Bangladeshi population. Journal of Pakistan
Association of Dermatologists; 20: 23-7.

37
Dokumentasi 1.Proses Pembuatan Es Balok Dibantu dengan Alat Crane

Dokumentasi 2.Ruang Penyimpanan Es Balok

38
Dokumentasi 3. Mesin Pembuat Es

39
40

Anda mungkin juga menyukai