Anda di halaman 1dari 25

KARYA TULIS ILMIAH

PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA

Dosen Pengampu: Sadimin, S.Si.T, M.Kes


Disusun Oleh:
1. Afina Khoirul Ummah P1337425222067
2. Annisa Firsta Anugrahayuningtyas P1337425222091
3. Ardita Nurul Azizah P1337425222099
4. Elvina Putri Indrasta P1337425222081
5. Ismatul Amalia P1337425222087
6. Karlinna Wahyu Agustine P1337425222048
7. Muhammad Aqly Syarifuddin P1337425222077
8. Naila Raihan Ikhsan P1337425222055
9. Ninda Ayu Sartika P1337425222059
10. Nur Apipah P1337425222001
11. Nur Sa’adah P1337425222062
12. Pasha Pangestika Cahyani P1337425222047
13. Sekar Falen’t Fabriana P1337425222002
14. Sherlita Ananda Putri P1337425222063
15. Yosinta Agustina P1337425222054

PROGRAM STUDI TERAPI GIGI SARJANA TERAPAN


JURUSAN KESEHATAN GIGI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT dan Baginda Rasulullah SAW
yang telah memberikan rakhmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan kajian ilmiah dengan tema “Pencegahan Kecelakaan Kerja” yang
dibuat guna memenuhi penilaian UTS untuk mata kuliah Kesehatan Keselamatan
Kerja (K3). Kami menyadari bahwa penulisan kajian ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan keberhasilan dalam penyusunan karya tulis ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Dalam
kesempatan ini, Kami ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa.


2. Bapak Dr. drg. Marsum, BE,S.Pd, M.HP selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang.
3. Bapak Sadimin, S.Si.T, M.Kes Selaku dosen koordinator mata kuliah
kesehatan keselamatan kerja di Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
4. Teman-teman sekelompok yang bekerja keras dalam penulisan kajian ilmiah
ini.

Semoga segala kebaikan dan pertolongan dari semua pihak mendapatkan berkah
dari Allah SWT. Akhir kata kami mohon maaf apabila masih banyak kekurangan
dalam penulisan kajian ilmiah. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak. Aamin.

Semarang, 13 September 2022


Kelompok 3
BAB 1
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Kecelakaan kerja merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi di
perusahaan dimana kecelakaan tersebut sering menimpa para pekerjanya dan
menyebabkan keparahan tingkat luka pada fisik pekerja. Perkembangan industri
yang sangat pesat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
menyebabkan meningkatnya penggunaan peralatan mesin serta bahan-bahan
kimia dalam proses produksi yang bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk
atau jasa dengan kualitas baik agar dapat bersaing di pasaran. Namun, pesatnya
perkembangan industri dan kemajuan dibidang IPTEK dapat menimbulkan
berbagai permasalahan pada keselamatan dan kesehatan para pekerja di
perusahaan, seperti bertambahnya sumber bahaya, meningkatnya potensi bahaya,
dan penyakit akibat kerja di tempat kerja.

Masih tingginya tingkat kecelakaan kerja di Indonesia membutuhkan


perhatian yang serius. Menurut data internal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS), ketenagakerjaan sepanjang tahun 2018 tercatat ada 157.313 kasus
kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia. Provinsi Jawa Tengah juga merupakan
provinsi yang mempunyai tingkat kecelakaan kerja yang tergolong cukup tinggi.
Menurut data dari Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan
(Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah, menyatakan bahwa angka kecelakaan kerja
cenderung fluktuatif. Angka kecelakaan kerja pada tahun 2016 sebesar 3.665
kasus, pada tahun 2017 menurun menjadi 3.083 kasus, dan pada tahun 2018
mengalami penurunan 48% menjadi 1.468 kasus. Berdasarkan data kecelakaan
tersebut, diharapkan dapat mendorong seluruh pihak untuk peduli dalam upaya
menekan angka kecelakaan kerja yang terjadi. Tidak hanya para pekerja, tetapi
semua elemen seperti asosiasi buruh dan pekerja, pengusaha, manajemen
perusahaan, dan masyarakat juga harus peduli dan ikut bergerak dalam
melakukan sosialisasi pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah
kecelakaan kerja, yaitu harus mengetahui factor-faktor yang menjadi penyebab
kecelakaan kerja. Menurut (Elisa, 2017) menjelaskan bahwa kecelakaan kerja
yang sering terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan tempat kerja, rambu-rambu
keselamatan, pekerja, dan cara kerja. Berdasarkan jurnal (Shirali, Noroozi and
Malehi, 2018) menyatakan bahwa dampak dari kecelakaan kerja berupa
keparahan tingkat luka dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, penyebab
terjadinya kecelakaan, tingkat pendidikan dan tempat kecelakaan. Dari
permasalahan tersebut, perusahaan perlu mengetahui faktor yang berpengaruh
terhadap dampak kecelakaan kerja yang menyebabkan keparahan tingkat luka
pada pekerja diperusahaan. Setelah mengetahui faktor yang mempengaruhi
keparahan tingkat luka pekerja, maka perusahaan perlu melakukan berbagai
tindakan perbaikan atau kebijakan sebagai upaya dalam menurunkan tingkat
keparahan luka yang akan dialami pekerja apabila terjadi kecelakaan kerja.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan dan
identifikasi masalah yang timbul yang patut diteliti, yaitu:
1. Apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja?
2. Solusi seperti apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir masalah
kecelakaan kerja?
3. Mengapa kemajuan di bidang IPTEK dapat menimbulkan berbagai
permasalahan pada keselamatan dan kesehatan para pekerja?
4. Bagaimana upaya/tindakan perusahaan ketika terjadi kecelakaan kerja?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penelitian sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kecelakaan kerja.
2. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir
kecelakaan kerja.
3. Untuk mengetahui permasalahan keselamatan dan kesehatan para pekerja
akibat pengaruh kemajuan di bidang IPTEK.
4. Untuk mengetahui upaya/tindakan perusahaan ketika terjadi kecelakaan
kerja.
BAB 2
Pembahasan

Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang berkaitan dengan mesin,


pesawat, alat, bahan, proses pengolahan, landasan tempat kerja dan lingkungan
tempat kerja serta cara melakukan pekerjaannya. Keselamatan kerja bertujuan
untuk mengamankan aset dan memperlancar proses produksi dengan disertai
perlindungan tenaga kerja khususnya dan masyarakat pada umumnya agar
terbebas dari kemungkinan bahaya kecelakaan, kebakaran, peledakan, penyakit
akibat kerja dan pencemaran lingkungan serta terhindar dari dampak negatif
kemajuan teknologi (Suma’mur, 1996). Keselamatan kerja adalah suatu upaya
yang bertujuan untuk melindungi pekerja, menjaga keselamatan orang lain,
melindungi peralatan, tempat kerja dan bahan produksi, menjaga kelestarian
lingkungan hidup dan melancarkan proses produksi. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam keselamatan (safety). Mengendalikan kerugian dari
kecelakaan (control of accident loss). Kemampuan untuk mengidentifikasikan dan
menghilangkan resiko yang tidak bisa diterima (the ability to identify and
eliminate unacceptable risks).

Menurut OHSAS 18001:2007 menyatakan bahwa kecelakaan kerja


didefinisikan sebagai kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat
menyebabkan cidera atau kesakitan (tergantung dari keparahannya), kejadian
kematian, atau kejadian yang dapat menyebabkan kematian.

Menurut Pemerintah Departemen Tenaga Kerja RI, arti kecelakaan kerja


adalah suatu kejadian yang tiba-tiba atau yang tidak disangka-sangka dan tidak
terjadi dengan sendirinya akan tetapi ada penyebabnya.
Menurut Heinrich, H.W (1980) Kejadian yang dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan atau yang berpontensi menyebabkan merusak
lingkungan.Selain itu, kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat kerja adalah suatu
kejadian yang tidak terencana dan tidak terkendali akibat dari suatu tindakan atau
reaksi suatu objek, bahan, orang, atau radiasi yang mengakibatkan cidera atau
kemungkinan akibat lainnya.

Keselamatan Kerja telah diatur dalam Undang-Undang No.1 tahun 1970


tentang keselamatan kerja dalam pasal 3 ayat (1) dan pasal 9 ayat (3), yang
berbunyi, Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan
kerja untuk:
a) Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c) Mencegah dan mengurangi bahaya peledak.
d) Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
e) Memberi pertolongan pada kecelakaan.
f) Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja.
g) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physic
maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.
h) Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
i) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan cara dan
proses kerjanya.
j) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya bertambah tinggi.

2.1 Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja


Kecelakaan dapat disebabkan oleh pekerja atau keadaan lingkungan kerja
pada suatu perusahaan yang tidak tertata atau teratur. Penyebab atau potensi
bahaya yang menimbulkan celaka sering kali tidak dihiraukan karena belum
merupakan hal yang merugikan perusahaan, sampai terjadi kecelakaan barulah
perusahaan mulai menghiraukannya. Pekerja juga sering melakukan tindakan
bahaya tanpa disadari, walaupun sudah mengetahui tindakan tersebut berbahaya
tetap saja pekerja tersebut melakukannya. Dari data statistik kecelakaan
didapatkan bahwa 85% sebab kecelakaan adalah karena faktor manusia.
(Suma’mur PK., 1989:3). Setiap kecelakaan mempunyai penyebab banyak. Semua
penyebab kalau dicari penyebabnya sampai penyebab dasar akan menuju pada
disfungsi manajemen. Faktor penyebab kecelakaan yang langsung berkaitan
dengan kecelakaan disebut sebagai penyebab langsung. Penyebab langsung
disebabkan oleh faktor lain yang disebut penyebab tidak langsung (Syukri Sahab,
2001:176).

Kecelakaan biasanya timbul sebagai hasil gabungan dari beberapa faktor.


Tiga yang paling utama adalah faktor peralatan teknis, lingkungan kerja dan
pekerja itu sendiri (ILO, 1989: 15). Kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh
banyak faktor dan sering diakibatkan oleh berbagai penyebab (AM. Sugeng
Budiono, 2003:237). Teori tentang terjadinya kecelakaan banyak dikemukakan,
antara lain: (1) Teori Kebetulan Murni (Pure Chance Theory). Merupakan teori
yang menyatakan bahwa kecelakaan terjadi atas “Kehendak Tuhan” sehingga
tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwa. Karena itu kecelakaan terjadi
secara kebetulan, (2) Teori Kecenderungan Kecelakaan (Accident Prone Theory).
Pada pekerja tertentu lebih sering tertimpa kecelakaan karena sifat-sifat
pribadinya yang cenderung mengalami kecelakaan, (3) Teori Tiga Faktor Utama
(Three Main Factor Theory) yang menyebutkan bahwa suatu penyebab
kecelakaan adalah peralatan, lingkungan, dan faktor manusia pekerja itu sendiri,
(4) Teori Dua faktor (Two Factor Theory). Dimana kecelakaan disebabkan oleh
kondisi berbahaya (Unsafe Condition) dan tindakan atau perbuatan yang
berbahaya (Unsafe Act), (5) Teori faktor Manusia (Human Factor Theory).
Menekankan bahwa akhirnya semua kecelakaan kerja langsung atau tidak
langsung disebabkan karena kesalahan manusia (AM. Sugeng Budiono,
1992:224).
2.1.1 Teori Tiga Faktor Utama (Three Main Factor Theory)
Dari beberapa teori tentang faktor penyebab kecelakaan yang ada, salah
satunya yang sering digunakan adalah teori tiga faktor utama (Three Main Factor
Theory). Menurut teori ini disebutkan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan
terjadinya kecelakaan kerja. Ketiga faktor tersebut dapat diuraikan menjadi:

a) Faktor Manusia
1. Umur
Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik,
mental, kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Umur pekerja juga
diatur oleh Undang-Undang Perburuhan yaitu Undang-Undang tanggal 6 Januari
1951 No.1 Pasal 1 (Malayu S. P. Hasibuan, 2003:48). Karyawan muda umumnya
mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tetapi cepat bosan, kurang
bertanggung jawab, cenderung absensi, dan turnover-nya rendah (Malayu S. P.
Hasibuan, 2003:54). Umum mengetahui bahwa beberapa kapasitas fisik, seperti
penglihatan, pendengaran dan kecepatan reaksi, menurun sesudah usia 30 tahun
atau lebih. Sebaliknya mereka lebih berhati-hati, lebih dapat dipercaya dan lebih
menyadari akan bahaya dari pada tenaga kerja usia muda. Efek menjadi tua
terhadap terjadinya kecelakaan masih terus ditelaah. Namun begitu terdapat
kecenderungan bahwa beberapa jenis kecelakaan seperti terjatuh lebih sering
terjadi pada tenaga kerja usia 30 tahun atau lebih dari pada tenaga kerja berusia
sedang atau muda.

2. Jenis Kelamin
Jenis pekerjaan antara pria dan wanita sangatlah berbeda. Pembagian kerja
secara sosial antara pria dan wanita menyebabkan perbedaan terjadinya paparan
yang diterima orang, sehingga penyakit yang dialami berbeda pula. Kasus wanita
lebih banyak daripada pria (Juli Soemirat, 2000:57). Secara anatomis, fisiologis,
dan psikologis tubuh wanita dan pria memiliki perbedaan sehingga dibutuhkan
penyesuaian-penyesuaian dalam beban dan kebijakan kerja, diantaranya yaitu
hamil dan haid. Dua peristiwa alami wanita itu memerlukan penyesuaian
kebijakan yang khusus.

3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan
bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses
sosial yakni orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan
terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh
atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
optimal (Achmad Munib, dkk., 2004:33). Pendidikan adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau
masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:16). Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka mereka cenderung untuk menghindari potensi bahaya yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan.

4. Perilaku
Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan
bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses
sosial yakni orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan
terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh
atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
optimal (Achmad Munib, dkk., 2004:33). Pendidikan adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau
masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:16). Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka mereka cenderung untuk menghindari potensi bahaya yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan.

5. Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk
memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang
berlaku dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan metode yang lebih
mengutamakan praktek daripada teori, dalam hal ini yang dimaksud adalah
pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003:200).
Timbulnya kecelakaan bekerja biasanya sebagai akibat atas kelalaian tenaga kerja
atau perusahaan. Adapun kerusakan-kerusakan yang timbul, misalnya kerusakan
mesin atau kerusakan produk, sering tidak diharapkan perusahaan maupun tenaga
kerja. Namun tidak mudah menghindari kemungkinan timbulnya risiko
kecelakaan dan kerusakan. Apabila sering timbul hal tersebut, tindakan yang
paling tepat dan harus dilakukakan manajemen tenaga kerja adalah melakukan
pelatihan. Penyelenggaraan pelatihan dimaksudkan agar pemeliharaan terhadap
alat-alat kerja dapat ditingkatkan. Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah
mengurangi timbulnya kecelakaan kerja, kerusakan, dan peningkatan
pemeliharaan terhadap alat-alat kerja (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003:213 ).

6. Peraturan K3
Menurut Suma’mur PK (1996) dalam Gempur Santoso (2004:8)
menyebutkan bahwa peraturan perundangan adalah ketentuan-ketentuan yang
mewajibkan mengenai kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi,
perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan
industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, P3K dan
perawatan medis. Ada tidaknya peraturan K3 sangat berpengaruh dengan kejadian
kecelakaan kerja. Untuk itu, sebaiknya peraturan dibuat dan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan.

b) Faktor Lingkungan
1. Kebisingan
Bising adalah suara/bunyi yang tidak diinginkan (AM. Sugeng Budiono,
2003:32). Kebisingan pada tenaga kerja dapat mengurangi kenyamanan dalam
bekerja, mengganggu komunikasi/percakapan antar pekerja, mengurangi
konsentrasi, menurunkan daya dengar dan tuli akibat kebisingan. Sesuai dengan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, Intensitas kebisingan yang
dianjurkan adalah 85 dBA untuk 8 jam kerja.

2. Suhu Udara
Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia
akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24°C27°C.
Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi
otot. Suhu panas terutama berakibat menurunkan prestasi kerja pekerja, 27
mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan
keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf
perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang (Suma’mur PK.,
1996:88). Sedangkan menurut Grandjean (1986) dalam Eko Nurmianto
(2003:278) kondisi panas sekeliling yang berlebih akan mengakibatkan rasa letih
dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka kesalahan
kerja. Hal ini akan menurunkan daya kreasi tubuh manusia untuk menghasilkan
panas dengan jumlah yang sangat sedikit.

3. Penerangan
Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek yang
dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya tidak perlu (Suma’mur PK.,
1996:93). Penerangan adalah penting sebagai suatu faktor keselamatan dalam
lingkungan fisik pekerja. Beberapa penyelidikan mengenai hubungan antara
produksi dan penerangan telah memperlihatkan bahwa penerangan yang cukup
dan diatur sesuai dengan jenis pekerjaan yang harus dilakukan secara tidak
langsung dapat mengurangi banyaknya kecelakaan. Faktor penerangan yang
berperan pada kecelakaan antara lain kilauan cahaya langsung pantulan benda
mengkilap dan bayang-bayang gelap (ILO, 28 1989:101). Selain itu pencahayaan
yang kurang memadai atau menyilaukan akan melelahkan mata. Kelelahan mata
akan menimbulkan rasa kantuk dan hal ini berbahaya bila karyawan
mengoperasikan mesin-mesin berbahaya sehingga dapat menyebabkan kecelakaan
(Depnaker RI, 1996:45).

4. Lantai Licin
Lantai dalam tempat kerja harus terbuat dari bahan yang keras, tahan air dan
bahan kimia yang merusak (Bennet NB. Silalahi, 1995:228). Karena lantai licin
akibat tumpahan air, minyak atau oli berpotensi besar terhadap terjadinya
kecelakaan, seperti terpeleset.

c) Faktor Peralatan
1. Kondisi Mesin
Dengan mesin dan alat mekanik, produksi dan produktivitas dapat
ditingkatkan. Selain itu, beban kerja faktor manusia dikurangi dan pekerjaan dapat
lebih berarti (Suma’mur PK., 1989:203). Apabila keadaan mesin rusak, dan tidak
segera diantisipasi dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.

2. Ketersediaan Alat Pengaman Mesin


Mesin dan alat mekanik terutama diamankan dengan pemasangan pagar dan
perlengkapan pengamanan mesin ata disebut pengaman mesin. Dapat ditekannya
angka kecelakaan kerja oleh mesin adalah akibat dari secara meluasnya
dipergunakan pengaman tersebut. Penerapan tersebut adalah pencerminan
kewajiban perundang-undangan, pengertian dari pihak yang bersangkutan, dan
sebagainya (Suma’mur PK., 1989:203).

3. Letak Mesin
Terdapat hubungan yang timbal balik antara manusia dan mesin. Fungsi
manusia dalam hubungan manusia mesin dalam rangkaian produksi adalah
sebagai pengendali jalannya mesin tersebut. Mesin dan alat diatur sehingga cukup
aman dan efisien untuk melakukan pekerjaan dan mudah (AM. Sugeng Budiono,
2003:65). Termasuk juga dalam tata letak dalam menempatkan posisi mesin.
Semakin jauh letak mesin dengan pekerja, maka potensi bahaya yang
menyebabkan kecelakaan akan lebih kecil. Sehingga dapat mengurangi jumlah
kecelakaan yang mungkin terjadi.

2.1.2 Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja


Suatu pencegahan kecelakaan yang efektif memerlukan pelaksanaan
pekerjaan dengan baik oleh setiap orang ditempat kerja. Semua pekerja harus
mengetahui bahaya dari bahan dan peralatan yang mereka tangani, semua bahaya
dari operasi perusahaan serta cara pengendaliannya. Untuk itu diperlukan
pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja atau dijadikan satu paket dengan pelatihan lain (Depnaker RI,
1996:48). Pencegahan kecelakaan berdasarkan pengetahuan tentang sebab
kecelakaan. Sebab disuatu perusahaan diketahui dengan mengadakan analisa
kecelakaan. Pencegahan ditujukan kepada lingkungan, mesin, alat kerja, perkakas
kerja, dan manusia (Suma’mur PK., 1996:215). Menurut Bennett NB. Silalahi
(1995:107) ditinjau dari sudut dua sub sistem perusahaan teknostruktural dan
sosio proseksual, teknik pencegahan kecelakaan harus didekati dari dua aspek,
yakni aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak dan
sebagainya) dan perangkat lunak (manusia dan segala unsur yang berkaitan).
Menurut Julian B. Olishifski (1985) dalam Gempur Santoso (2004:8) bahwa
aktivitas pencegahan kecelakaan dalam keselamatan kerja professional dapat
dilakukan dengan memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan,
memberikan alat pengaman, memberikan pendidikan (training), dan Memberikan
alat pelindung diri. Menurut ILO dalam ILO (1989:20) berbagai cara yang umum
digunakan untuk meningkatkan keselamatan kerja bidang industri dewasa ini
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peraturan
Peraturan merupakan ketentuan yang harus dipatuhi mengenai hal-hal yang
seperti kondisi kerja umum, perancangan, kontruksi, pemeliharaan, pengawasan,
pengujian dan pengoperasian peralatan industri, kewajiban para pengusaha dan
pekerja, pelatihan, pengawasan kesehatan, pertolongan pertama, dan pemeriksaan
kesehatan.

2. Standarisasi
Yaitu menetapkan standar resmi, setengah resmi, ataupun tidak resmi,
misalnya mengenai konstruksi yang aman dari jenis peralatan industri tertentu,
kebiasaan yang aman dan sehat, ataupun tentang alat pengaman perorangan.

3. Pengawasan
Untuk meningkatkan keselamatan kerja perlu dilakukan pengawasan yang
berupa usaha penegakan peraturan yang harus dipatuhi. Hal ini dilakukan supaya
peraturan yang ada benar-benar dipatuhi atau tidak dilanggar, sehingga apa yang
menjadi sasaran maupun tujuan dari peraturan keselamatan kerja dapat tercapai.
Bagi yang melanggar peraturan tersebut sebaiknya diberikan sanksi atau
punishment.

4. Riset Teknis
Hal yang termasuk dalam riset teknis berupa penyelidikan peralatan dan
ciri-ciri dari bahan berbahaya, penelitian tentang perlindungan mesin, pengujian
masker pernafasan, dan sebagainya. Riset ini merupakan cara paling efektif yang
dapat menekan angka kejadian kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja.

5. Riset medis
Termasuk penyelidikan dampak fisiologis dan patologis dari faktor
lingkungan dan teknologi, serta kondisi fisik yang amat merangsang terjadinya
kecelakaan. Setelah diketahui faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
kecelakaan, maka seseorang dapat menghindari dan lebih berhati-hati dengan
potensi bahaya yang ada.
6. Riset Psikologis
Sebagai contoh adalah penyelidikan pola psikologis yang dapat menyebabkan
kecelakaan. Psikologis seseorang sangat membawa pengaruh besar dengan
kecelakaan. Karena apa yang dirasakan/sedang dialami cenderung terus menerus
berada dalam pikiran, hal inilah yang dapat mempengaruhi konsentrasi saat
bekerja sehingga adanya bahaya kadang terabaikan.

7. Riset Statistik
Digunakan untuk mengetahui jenis kecelakaan yang terjadi, berapa banyak,
kepada tipe orang yang bagaimana yang menjadi korban, dalam kegiatan seperti
apa, dan apa saja yang menjadi penyebabnya. Riset seperti ini dapat dijadikan
sebagai pelajaran atau acuan agar dapat terhidar dari kecelakaan, kerena belajar
dari pengalaman yang terdahulu.

8. Pendidikan
Hal ini meliputi pengajaran subyek keselamatan sebagai mata ajaran dalam
akademi teknik, sekolah dagang ataupun kursus magang. Pemberian pendidikan
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja pada usia sekolah diharapkan sebelum
siswa terjun ke dunia kerja sudah memiliki bekal terlebih dahulu tentang
bagaimana cara dan sikap kerja yang yang aman dan selamat, sehingga ketika
terjun ke dunia kerja mereka mampu menghindari potensi bahaya yang dapat
menyebabkan celaka.

9. Pelatihan
Salah satu contoh pelatihan yaitu berupa pemberian instruksi praktis bagi
para pekerja, khususnya bagi pekerja baru dalam hal keselamatan kerja. Perlunya
pemberian pelatihan karena pekerja baru cenderung belum mengetahui hal-hal
yang ada di perusahaan yang baru ditempatinya. Karena setiap tempat kerja
mempunyai kebijakan dan peraturan yang tidak sama dengan tempat kerja lain.
Bahaya kerja yang ada juga sangat berbeda.
10. Persuasi
Penerapan berbagai metode publikasi dan imbauan untuk mengembangkan
”kesadaran akan keselamatan” dapat dijadikan sebagai contoh dari persuasi.
Persuasi dapat dilakukan anatar individu maupun melalui media seperti poster,
spanduk, dan media lainnya.

11. Asuransi
Dapat dilakukan dengan cara penyediaan dana untuk untuk meningkatkan
upaya pencegahan kecelakaan. Selain itu asuransi juga dapat digunakan untuk
membantu meringankan beban korban kecelakaan karena sebagian dari biaya di
tanggung asuransi.

12. Tindakan Pengamanan oleh Masing-masing Individu.


Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kesadaran tiap individu terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja. Peningkatan kesadaran dimulai dari diri sendiri
kemudian menularkannya kepada orang lain.

2.1.3 Kemajuan IPTEK dan Pencegahan Kecelakaan Kerja


Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi terasa semakin cepat, khususnya sebagai akibat berkembangnya
teknologi dalam bidang industri dan informatika, terlebih lagi ketika manusia
mampu menciptakan alat dan teknologi tinggi, manusia dapat mengubah
lingkungan hidupnya sendiri (Somad, 2013). Hal tersebut yang mendukung
penggunaan peralatan atau mesin dan bahan- bahan kimia dalam proses produksi
untuk menghasilkan produk atau jasa yang bagus agar dapat bersaing di pasaran.
Namun, disisi lain kemajuan dan perkembangan tersebut memicu berbagai
masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3), seperti bertambahnya sumber
bahaya, meningkatnya potensi bahaya, penyakit akibat kerja di tempat kerja
(Notoatmodjo, 2007).
Perkembangan IPTEK di bidang industri dan ketenagakerjaan tentunya
membuahkan hasil positif bagi mobilitas pekerja. Hal ini dikarenakan kemajuan
IPTEK tadi dapat membantu mempercepat pekerjaan tenaga kerja. Namun, tentu
saja kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh perkembangan ini tidak dapat
dipungkiri. Inovasi tiada henti dan berkelanjutan yang dilakukan oleh sebuah
industri mampu menghasilkan produk-produk yang bermutu tinggi. Hal ini tidak
lepas dari peran vital manusia sebagai sumber daya manusia dalam industri
tersebut. Sebuah industri dalam melakukan aktivitasnya memerlukan sumber
daya manusia yang mendukung usaha untuk mencapai visi dan misi yang telah
ditetapkan. Sumber daya non-manusia, seperti peralatan dan mesin yang lengkap
dan canggih tidak mampu menggantikan peran vital dari sumber daya manusia
dalam mencapai sebuah keberhasilan. Keberhasilan dapat tercapai ketika sumber
daya manusia dalam sebuah industri mengambil bagian untuk berperan aktif
dalam mengelola, mengendalikan dan mendayagunakan sumber-sumber daya non
manusia yang ada. Sumber daya manusia berperan penting dalam keberhasilan
suatu perusahaan sebab manusia adalah aset hidup yang perlu dipelihara dan
dikembangkan sehingga industri perlu memberikan perhatian khusus kepada
karyawannya. Kenyataan bahwa manusia bertindak sebagai aset utama yang
harus mendapatkan perhatian khusus dan serius serta dikelola sebaik mungkin
ditujukan agar mampu memberikan kontribusi optimal dalam upaya pencapaian
visi dan misi sebuah industri. Salah satu bentuk upaya perhatian khusus adalah
dengan memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja kepada para
karyawannya. Penggunaan peralatan dan mesin berteknologi tinggi sebagai akibat
dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk
membantu pekerjaan 2 karyawan, tidak lepas dari dampak buruk yang terjadi
baik berskala ringan maupun berat. Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
karyawan dalam hal ini sangat dibutuhkan agar tercipta kondisi dan lingkungan
kerja yang terintegrasi dalam rangka mengurangi kecelakaan. Karyawan terbebas
dari rasa cemas dan takut ketika bekerja sehingga diharapkan kinerja karyawan
menjadi baik.
2.1.4 Tindakan Perusahaan Terkait Pencegahan Kecelakaan Kerja
Menurut OHSAS 18001:2007 disebutkan bahwa Kecelakaan Kerja ialah
insiden yang menimbulkan cedera, penyakit akibat kerja (PAK) ataupun
kefatalan (kematian) (Ramli, 2010). Dalam perundangan Republik Indonsesia
kecelakaan kerja didefinisikan sebagai kecelakaan yang terjadi dalam hubungan
kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju
tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja
dan dalam industri kecelakaan secara umum disebabkan oleh 2 hal pokok yaitu
perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya
(unsafe condistions). Beberapa hasil penelitian menunjukkkan bahwa faktor
manusia memegang peranan penting timbulnya kecelakaan kerja (Kemenaker RI,
2015). Kerugian yang bisa ditimbulkan oleh kecelakaan kerja ini ada 2 Jenis
kerugian yaitu direct cost atau biaya langsung. Kerugian ini berbentuk biaya yang
harus dibayar secara langsung berupa biaya untuk pekerja, pengobatan, alat-alat,
serta penggantian alat sementara indirect cost atau dikenal juga dengan biaya
yang tidak langsung. Pada kerugian ini bentuknya dibagi lagi menjadi beberapa
macam, yaitu: biaya kehilangan waktu dari penderita atau korban, biaya karena
waktu yang hilang dari pekerja-pekerja lain yang berhenti bekerja karena adanya
kecelakaan,biaya karena waktu para pengawas yang hilang untuk membantu atau
menolong korban, mengatur ulang pekerja untuk mengganti korban, penyelidikan
terhadap penyebab kecelakaan, mempersiapkan laporan kecelakaan.biaya yang
disebabkan karena rusaknya mesin-mesin industri akibat kecelakaan,biaya yang
disebabkan karena menurunnya produksi dimana pekerja mengalami efek
psikologi sehingga produktivitas perkerja menjadi menurun (Ramli,2010). Setiap
insiden kecelakaan kerja, Pengurus wajib melaporkan tiap kecelakaan yang
terjadi dalam tempat kerja yang dipimpin pada pejabat yang ditunjuk oleh
Menaker sebagaimana amanat dalam UU No. 1 tahun 1970 adapun Tata cara
pelaporan diatur di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
NOMOR : PER.03/MEN/1998 tentang tata cara pelaporan pemeriksaan
kecelakaan kerja (Kemanaker RI,1998). 3 Pelaporan kecelakaan kerja selain
merupakan sebuah kewajiban juga memiliki data kecelakaan kerja, memudahkan
mengidentifikasi & menganalisis kecelakaan kerja guna menemukan penyebab
utama kecelakaan (mempelajari & menilai secara tepat), dapat memberikan
syarat perbaikan agar kecelakaan tidak terulang kembali (perencanaan), dan
mengendalikan kerugian dari kecelakaan (control of accident loss) (Syamsuddin,
2009). Sistem pelaporan dan pencatatan kecelakaan kerja pada dasarnya adalah
kewajiban bagi setiap perusahaan dan Indonesia telah mengaturnya melalui
undang-undang guna melindungi hak setiap pekerja.
Program pencegahan kecelakaan kerja yang diterapkan guna menghindari
kecelakaan yang serupa merupakan hal sangat perlu ketelitian dalam hal ini
tentunya tidak lepas dari manajemen kontrol untuk mempermudah pencegahan
kecelakaan. Manajemen kontrol dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian tingkat yang
besar, antara lain :
a) Kontrol sebelum kontak (pre-contact control) Hal ini merupakan
tingkatan yang termasuk segala sesuatu yang kita lakukan untuk
mengembangkan dan melaksanakan suatu program untuk menghindari
resiko-resiko, mencegah kecelakaan atau kerugian yang terjadi dan
rencana tindakan untuk mengurangi kerugian jika dan sewaktu kontak
terjadi. Kontrol sebelum kontak adalah tingkatan yang paling bermanfaat
karena bisa mengembangkan suatu program yang optimal, membuat
standart yang optimal, memelihara prestasi umpan balik yang berhasil
guna dan mengelola pelaksanaan dengan prestasi yang standart. Sasaran
utama dari tindakan pre contact control adalah pencegahan.

b) Kontrol sewaktu kontak (contact control) Kecelakaan biasanya adalah


kontak dengan suatu sumber energi atau bahan diatas ambang batas yang
ada di lingkungan kerja. Pengendalian pada waktu kontak tidak untuk
mencegah kecelakaan akan tetapi untuk mengurangi sejumlah tenaga
yang berpotensi besar terjadinya kontak.
c) Kontrol setelah kontak (post-contact control) Kontrol setelah kontak tidak
juga mencegah atau mengurangi kecelakaan, akan tetapi mampu
memperkecil kerugian yang diderita.

Setelah kecelakaan atau kontak tingkat kerugian dapat pula dikendalikan dengan
beberapa cara, antara lain:
1) Pelaksanaan rencana emergency (emergency respon plan)
2) Pertolongan dan perawatan korban
3) Pengendalian kebakaran
4) Pemindahan peralatan dan bahan-bahan yang rusak
5) Pembersihan bekas tempat terjadinya kecelakaan dan lingkungan sekitar
kejadian kecelakaan
6) Melakukan rehabilitasi karyawan yang cidera agar bisa segera melakukan
kerja.
Kecelakaan kerja dapat diminimalisir dengan cara:
1) Pematuhan peraturan perundangan yang telah diberlakukan oleh
pemerintah
2) Penetapan standart-standart resmi mengenai keselamatan dan kesehatan
kerja.
3) Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundangan yang telah
diterapkan.
4) Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis
dan patologis, faktor-faktor lingkungan dan teknologis dan keadaan fisik
yang mengakibatkan kecelakaan.
5) Latihan-latihan dalam keselamatan kerja yaitu praktek kerja khususnya
bagi tenaga kerja baru.
6) Peningkatan kesadaran mengenai pentingnya keselamatan dan kesehatan
kerja diterapkan (safety awareness)

Dalam usaha menerapkan prinsip K3, perusahaan dapat mengadakan


upaya pendekatan-pendekatan berupa:
1) Safety talk adalah pembicaraan mengenai K3 oleh pengawas ataupun
orang yang memahami tentang bahasan K3 yang dihadiri oleh semua atau
sebagian karyawan agar karyawan dalam melakukan kerja bekerja sesuai
dengan prosedur kerja yang aman.
2) Toolbox meeting adalah Rapat keselamatan kerja yang dilakukan sebelum
pekerjaan dimulai dengan topik yang bervariasi yang berkaitan dengan
pengamanan peralatan kerja dan keselamatan tenaga kerja.
3) Manajemen K3 adalah Suatu ilmu perilaku yang mencakup aspek sosial
dan eksak tidak terlepas dari tanggung jawab, kesehatan dan keselamatan
kerja, baik dari segi perencanaan maupun pengambilan keputusan dan
organisasi. Namun tidak semua manajemen mempunyai pikiran yang
sama, hal tersebut dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk bahaya
pencegahan bahaya kerja dapat dihitung sedangkan keuntungan yang
diperoleh tidak dapat dihitung (Silalahi, 1995)
4) Kampanye K3 adalah Pengenalan mengenai pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja kepada seluruh karyawan melalui sebuah semboyan
ataupun slogan lewat poster, stiker, baliho maupun peringatan bulan K3.
5) Training K3 adalah Kegiatan terstruktur terhadap kondisi fisik tertentu
pada konstruksi bangunan, peralatan kerja, alat pencegah bahaya, bahan
dan material serta keadaan lingkungan.
BAB 3
Penutup

A. Kesimpulan
Keselamatan kerja adalah suatu upaya yang bertujuan untuk melindungi
pekerja, menjaga keselamatan orang lain, melindungi peralatan, tempat kerja dan
bahan produksi, menjaga kelestarian lingkungan hidup dan melancarkan proses
produksi. Kecelakaan biasanya timbul sebagai hasil gabungan dari beberapa
factor, tiga yang paling utama adalah faktor peralatan teknis, lingkungan kerja dan
pekerja itu sendiri. Kemajuan dan perkembangan IPTEK dapat memicu berbagai
masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3), seperti bertambahnya sumber
bahaya, meningkatnya potensi bahaya, penyakit akibat kerja di tempat kerja.
pencegahan kecelakaan yang efektif memerlukan pelaksanaan pekerjaan dengan
baik oleh setiap orang ditempat kerja. Semua pekerja harus mengetahui bahaya
dari bahan dan peralatan yang mereka tangani, semua bahaya dari operasi
perusahaan serta cara pengendaliannya. Untuk itu diperlukan pelatihan untuk
meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.

B. Saran
Melalui uraian yang telah dipaparkan, berikut adalah beberapa saran yang
diberikan untuk arahan selanjutnya:
1. Mengingat pentingnya pengaruh pelaksanaan program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) terhadap produktivitas tenaga kerja, maka di masa
mendatang sangat diharapkan perusahaan dapat lebih menerapkan
pelaksanaan program pencegahan untuk mengurangi angka kecelakaan
kerja.
2. Setiap perusahaan hendaknya memberikan pelatihan program Keselamatan
dan Kesehatan Kerja(K3) secara berkala.
3. Pemerintah hendaknya mengeluarkan peraturan mengenai standar
pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang lebih
baru dan lebih jelas agar pelaksanaan program ini dapat berjalan dengan
baik.
Daftar Pustaka

Purba, D. H. (2017). PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


BAGI TENAGA MEDIS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH PORSEA KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN
2017. Kabanjahe: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN.
Triyono, B., & dkk. (2014). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Yuliandi, C. D., & Ahman, E. (2019). Penerapan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) di Lingkungan Kerja Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang.
Manajerial, 98.

Anda mungkin juga menyukai