Anda di halaman 1dari 12

KAJIAN PEMBUATAN BERAS ANALOG BERBASIS UMBI GEMBILI

(Dioscorea Esculenta) DAN JANGKRIK (Gryllidae) UNTUK MENDUKUNG


KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA

Disusun oleh:
Abel Kristanto Widodo (21070116140152/2016)
Dita Baeti Pridiana (21030116120002)
Widhiyaningrum (21070116120050)
Dosen Pembimbing:

UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama Ketua : Abel Kristanto Widodo
Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 11 Agustus 1998
Jurusan : Teknik Industri
Universitas : Universitas Diponegoro
Nama Anggota I : Dita Baeti Pridiana
Tempat, Tanggal Lahir :
Jurusan : Teknik Kimia
Universitas : Universitas Diponegoro
Nama Anggota II : Widhiyaningrum
Tempat, Tanggal Lahir : Semarang, 23 Juni 1998
Jurusan : Teknik Industri
Universitas : Universitas Diponegoro
Dengan ini menyatakan bahwa paper dengan judul: “KAJIAN PEMBUATAN BERAS
ANALOG BERBASIS UMBI GEMBILI (Dioscorea Esculenta) DAN JANKRIK
(Gryllidae) UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA”
adalah benar – benar hasil karya sendiri dan bukan merupakan plagiat atau saduran dari
paper orang lain serta belum pernah dilombakan dan dipublikasikan dalam bentuk
apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicamtukan
dalam daftar pustaka di bagian akhir paper ini. Selain itu paper ini sudah tercatat secara
administratif dan disetujui oleh pembimbing. Apabila di kemudian hari pernyataan ini
tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh panitia
Chemistry In Action (CIA) 2018 berupa diskualifikasi dari kompetisi.
Semarang, 8 Oktober 2018
Ketua Tim

Abel Kristanto Widodo


21070116140152
KAJIAN PEMBUATAN BERAS ANALOG BERBASIS UMBI GEMBILI
(Dioscorea Esculenta) DAN JANKRIK (Gryllidae) UNTUK MENDUKUNG
KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA

Abel Kristanto Widodo


Dita Baeti Pridiana
Widhiyaningrum
UNIVERSITAS DIPONEGORO

ABSTRAK
Beras analog merupakan bahan subtitusi pengganti padi dengan umumnya
berbahan berbagai tepung lokal, seperti jagung, sagu, ataupun umbi-umbian. Umbi
gembili adalah tumbuhan sejenis umbi-umbian yang tumbuh merambat dengan duri
berwaran hitam kelam. Dalam 100 gr gembili terkandung 31.3 gr karbohidrat, 1.1 gr
protein, 0.2 lemak, 131 kalori dan senyawa bioaktif. Gembili merupakan tumbuhan
potensial dengan kandungan serat yang banyak, lebih dari 14.62% dibandingkan
tumbuhan lainnya. Selain itu, untuk meningkatkan nilai gizi beras maka diperlukan
penambahan senyawa kimia lain. Jangkrik sebagai salah satu bahan potensial yang
mengandung kadar protein tinggi yaitu berkisar 58,40 %. Dasar lain pemanfaatan
jangkrik sebagai bahan aditif beras ditinjau dari ketersediaanya yang melimpah di alam
dan meningkatkan nilai jual. Dengan adanya kombinasi antara Gembili dengan
Jangkrik akan meningkatkan kandungan karbohidrat dan protein dalam beras yang
memiliki indeks glikemik rendah.
Kata kunci : Beras Analog, Gembili, jangkrik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan mendasar yang penting bagi sumber daya
manusia. Menurut FAO (2010) pangan didefinisikan sebagai sesuatu yang dikonsumsi
secara rutin pada kuantitas tertentu yang menjadi bagian dominan dalam pola makan
serta sumber asupan energi dan gizi utama yang dibutuhkan (Prabowo, 2014). Sumber
utama kebutuhan pokok akan pangan adalah beras. Dalam sepuluh tahun terakhir, telah
terjadi peningkatan produksi akan beras yakni mencapai 81,38 ton atau setara dengan
pertumbuhan 2,56% (Kementrian Pertanian Republik Indonesia, 2018). Di Indonesia,
beras merupakan kebutuhan pokok sehari – hari akan karbohidrat. Hal tersebut
mengakibatkan masyarakat bergantung pada salah satu pangan pokok. Ketergantungan
tersebut yang dapat berdampak pada ketahanan pangan Indonesia (Noviasari,
Kusnandar, & Budijanto, 2013).
Perilaku masyarakat yang masih bergantung pada satu sumber pokok
karbohidrat, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan Peraturan Presiden No.22
Tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis
Sumber Daya Lokal. Berdasarkan data statistik, konsumsi beras di Indonesia pada
tahun 2017 mengalami penurunan yakni dalam seminggu mengonsumsi beras rerata
1,57 kg per orang (Lokadata, 2018). Adanya penurunan konsumsi beras menunjukkan
bahwa target program Kementrian Pertanian pada tahun 2012 telah tercapai. Konsumsi
beras dapat digantikan dengan sumber karbohidrat lokal. Salah satu diversifikasi
pangan dengan memanfaatkan sumber karbohidrat lokal adalah melakukan inovasi
terhadap beras analog (Yuwono & Zulfiah, 2015).
Beras analog merupakan sumber pangan karbohidrat yang terbuat dari bahan
dasar seperti umbi – umbian yang memiliki bentuk dan komposisi gizi hampir setara
dengan beras (Lumba, Mamuaja, Djarkasi, & Sumual, 2012). Proses produksi beras
analog dapat dilakukan menggunakan teknologi ekstrusi. Teknologi ekstrusi
diterapkan untuk membuat beras analog karena efektif dan mampu menghasilkan butir
beras yang menyerupai layaknya beras sesungguhnya. Prinsip penerapan ekstrusi yakni
pencampuran, pemanasan dengan suhu tinggi, pengadonan, shearing, dan
pembentukan butir beras. Beras yang dihasilkan harus dikeringkan hingga kadar air 4
– 15%, hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan usia simpan (Noviasari, Kusnandar,
& Budijanto, 2013). Pada penelitian ini, beras analog dibuat dari bahan dasar gembili
dan dicampur dengan tepung jangkrik untuk menambah nilai gizi protein.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian
adalah mengetahui tingkat keberhasilan beras analog dari bahan dasar gembili dan
tepung jangkrik, serta mengetahui kandungan gizi karbohidrat dan protein pada beras
analog tersebut.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian adalah:
1. Mengetahui formulasi beras analog dari bahan dasar gembili dan tepung
jangkrik.
2. Mengetahui kemampuan beras analog dari bahan dasar gembili dan tepung
jangkrik menjadi substitusi sumber pangan karbohidrat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beras Analog
Beras analog merupakan beras alternatif sebagai pengganti beras. Beras ini
memiliki zat gizi dan bentuk mendekati beras dengan bahan non-beras atau dikenal
dengan nama bahan subtitusi (Budijanto S, 2012). Bahan subtitusi ini dapat berupa
tepung tapioka, tepung terigu, tepung singkong, tepung jagung dan lain sebagainya.
Proses pembuatan beras analog dapat dilakukan dengan metode ekstrusi. Metode ini
menggunakan suhu tinggi dalam waktu singkat, sehingga menjadi proses yang
ekonomis dan populer untuk menghasilkan makanan sereal baru (Camire, Camire, &
Krumhar, 1990). Selama dalam proses ekstrusi, pati dari non-beras mengalami
perubahan fisikokimia yang jauh berbeda dari sifat produk awalnya dimana terjadi
tergelatinisasi dan terdenaturasi untuk menghasilkan fungsional baru (Kadan &
Pepperman, 2002). Fungsional baru ini membantu non-beras menjadi subtitusi beras
dengan bantuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2.2 Gembili (Dioscoreceae)


Gembili termasuk suku gadung-gadungan yang penanaman umum dilakukan di
pedesaan yang dapat tumbuh didataran rendah hingga ketinggian 700 m dpl. Gembili
termasuk kedalam varietas umbi yang tumbuh merambat dengan daun berwarna hijau
dan batang agak berduri dan serupa dengan gembolo tetapi berukuran lebih kecil
sebesar kepalan tangan orang dewasa serta berwarna coklat muda dengan kulit tipis.
Gembili mengandung etanol yang dapat digunakan sebagai bahan baku bio-etanol atau
minuman beralkohol (Charley, 1982).
Pemanfaatan gembili dapat dilakukan sebagai sumber karbohidrat setelah
dimasak atau dibakar dan campuran sayuran setelah dimasak, direbus atau digoreng
(Kay, 1973). Umumnya di Indonesia, gembili digunakan sebagai makanan pokok
pengganti beras. Berikut ini adalah kandungan gizi zat umbi gembili. Bukan hanya
sebagai makanan pokok dan sumber karbohidrat, gembili dapat dimanfaatkan sebagai
sumber pati dan alkohol. Pati yang dihasilkan merupakan produk yang lebih mudah
dicerna dan mampu membantu orang yang mempunyai kelainan saluran pencernaan.
Tabel 2.1 Kandungan Gizi Gembili (Dioscoreceae) (Charley, 1982)
Zat Gizi Satuan Jumlah
Karbohidrat Kkal 131
Protein g 1,1
Lemak g 0,2
Karbohidrat g 31,3
Serat g 6,3
Abu g 1,0
Kalsium mg 14
Fosfor mg 56
Besi mg 0,6
Karoten Total mg -
Vitamin A SI -
Vitamin B1 mg 0,08
Vitamin C mg 4
Air g 66,4
BDD % 85

2.3 Jangkrik (Gryllus)


Jangkrik dikenal sebagai serangga yang berkerabat dekat dengan belalang dan
kecoa dan masuk kedalam ordo Orthoptera (Kumala, 1999). Hewan ini aktif pada
malam hari dan berdarah dingin. Jangkrik yang umum beredar di masyarakat adalah
jangkrik yang bulunya bewarna hitam (biasa disebut jangkrik jliteng) dan bewarna
kecoklatan dikarenakan kemudahan dalam budidaya. Manfaat adanya jangkrik masih
belum diketahui secara luas di masyarakat, jangkrik mengandung nilai gizi tinggi
dimana kandungan proteinnya mencapai 65%, komposisi asam amino cukup lengkap,
mengandung 23 % lemak diantaranya asam lemak esensial omega-3 dan omega-6
(tidak dapat disintesis tubuh sehingga harus selalu ada dalam produk pangan yang kita
konsumsi setiap hari) serta hormon steroid (esterogen, progesteron dan testosteron)
yang biasa diproduksi pada manusia (Prayitno, 2005). Manfaat jangkrik dapat
digunakan sebagai sumber protein hewani maupun lemak dan kandungan jangkrik
dapat dijelaskan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 1.2 Kandungan Gizi Jangkrik (Yelmida, Is SulistyatI, & Yusnimar, 2012)
No. Parameter/Nutrisi Kadar (%)
1. Lemak 23.21
2. Protein 67.77
3. Karbohidrat 5.86

2.4 Ekstrusi
Proses yang melibatkan pemasakan, pencampuran dan pembentuk makanan
secara bersamaan. Proses ini sangat bermanfaat dalam memproduksi bahan pangan
seperti sereal sarapan, makanan bayi, makanan ringan, daging analog, pati yang
dimodifikasi dan pakan ternak (Singkhornart, Serge, & Gi-Hyung, 2014). Proses ini
pun mampu meningkatkan nilai nutrisi makanan dengan cara penambahan atau
pencampuran bahan sehingga dapat juga meningkatkan karakteristik fisikokimia,
fungsionalitas dan sensori dari produk yang dihasilkan (Hagenimana, Xiaolin, & Wen,
2007). Bukan hanya itu, manfaat proses ekstrusi juga menghasilkan produk dengan
kadar air rendah sehingga dapat disimpan pada suhu kamar (Sharif, Rizvi, & Paraman,
2013).

2.5 Protein dan Indeks Glikemik


Protein merupakan salah satu zat yang sangat penting bagi tubuh. Selain
berfungsi sebagai bahan bakar, protein juga berfungsi sebagai zat pembangun dan
pengatur dalam tubuh. Sebagai zat pembangun, protein dapat membentuk jaringan baru
yang sering terjadi dalam tubuh. Protein juga merupakan sumber asam-asam amino
yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat yang mengandung unsurunsur C, H, O
dan N. Fungsi utama dari protein ini adalah sebagai pembentuk jaringan baru dan
mempertahankan jaringan yang telah ada dalam tubuh. Terdapat 50% protein dalam
jaringan tubuh. Apabila keperluan energi dalam tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat
dan lemak, maka protein dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti dalam tubuh
(Winarno, 2004).
Indeks glikemik pangan merupakan indeks (tingkatan) pangan menurut efeknya
dalam meningkatkan kadar gula darah. Pangan yang mempunyai IG tinggi bila
dikonsumsi akan meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cepat dan tinggi.
Sebaliknya, seseorang yang mengonsumsi pangan ber-IG rendah maka peningkatan
kadar gula dalam darah berlangsung lambat dan puncak kadar gulanya rendah
(Widowati, 2007). Konsep IG ini menganggap bahwa semua pangan berkarbohidrat
menghasilkan pengaruh yang sama pada kadar gula darah dan dikembangkan untuk
memberikan klasifikasi numerik pangan sumber karbohidrat. Makanan yang memiliki
indeks glikemik rendah dapat meningkatkan rasa kenyang dan menunda lapar,
sedangkan makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi mampu meningkatkan kadar
glukosa darah dengan cepat (Widowati, 2007). Selain itu, adanya glikemik rendah juga
mampu menyimpan glikogen otot secara perlahan sehingga glukosa ekstra dan
meningkatkan daya tahan olahragawan (Rimbawan & Siagian, 2004).
BAB III
METODE PENELITIAN
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai