Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENELITIAN

“PENGUKURAN INDEKS GILKEMIK COOKIE TEPUNG TALAS BELITUNG


(Xanthosama sagittifolium) “

Disusun oleh :

Izmi Yuliana 061191047

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

UNGARAN

APRIL , 2022
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Masalah gizi merupakan masalah global yang terjadi di Sebagian besar belahan
dunia termasuk Indonesia. Indonesai masih dihadapkan pada masalah gizi ganda yaitu
gizi kurang dan gizi lebih. Sampai saat ini permasalahan gizi kurang belum dapat
diselesaikan namun permasalahan gizi lebih semakin meningkat. Tingginya prevelensi
gizi lebih berdampak pada meningkatnya penyakit degenerative.
Penyakit degenerative seperti diabetes melitus (DM), obesitas, hipertensi,
penyakit kardiovaskular, dll merupakan penyebab utama kematian di negara maju
maupun negara berkembang termasuk di Indonesia. Berdasarkan laporan riskesdas
(2013), pravalensi diabetes melitus (DM) yang terdiagnosa dokter dengan gejala adalah
2,1% dari jumlah penduduk usia >15 tahun. Diperkirakan bahwa pada tahun 2030
prevelensi diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,,3 juta orang (diabetes care, 2004
dalam Depkes, 2009).
Salah satu cara dalam penatalaksanaan permasalahan gizi lebih maupun gizi
kurang adalah dengan cara pengaturan makan atau diet yang dapat dilkukan melalui
pemilihan jumlah dan jenis karbohidrat yang tepat dengan menggunakan konsep indeks
glikemik. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), konsepp indeks glikemik (IG)
menekankan pada pentingnya mengenal pangan (karbohidrat) berdasarkan kecepatannya
menaikan kadar glukosa darah setelah pangan tersebut dikonsumsi. Memilih makanan
dengan IG rendah secara tidak langsung berarti mengkonsumsi makann yang beraneka
ragam. Oleh karena itu, pengaturan diet dan pemilihan makanan dengan konsep IG juga
mendukung upaya penganekarragaman makanan.
Konsep IG berguna untuk membina Kesehatan, mencegah obesitas, mengurangi
resiko penyakit segeneratif dan memiloh pangan untuk berolahraga. Pangan yang
memiliki indeks glikemik rendah bermanfaat bagi orang yang sedang menurunkan berat
badan dan bagi penyandang diabetes mellitus agar dapat mengontrol kadar glukosa darah
sehingga tidak mengingkat secara drastic. Pangan yang memilki indeks glikemik tinggi
bermanfaat untuk menunjang penampilan dan daya tahan atlet (Rimbawan & Siagian
2004).
Umbi umbian merupakan salah satu bahan pangan alternatif sumber karbohidrat
yang berpotensi memiliki indeks glikemik rendah. Menurut Ratnawati, dkk. (2012)
sebagai pendertita DM dan kelebihan berat badan sering berusaha menghindarii konsumsi
nasi dan menggantinya dengan sumber karbohidrat lain seperti umbi umbian. Menurut
Nurcahya (2013), talas sebagai salah satu jenis umbi umbian dapat digunakan sebagai
pengganti nasi bagi penderita diabetes, karena talas mengandung serat dan protein yang
cukup tinggi yang bisa menurunkan kadar glukosa darah.
Beberapa penelitian yang difokuskan untuk meneliti indeks glikemik
umbiumbian, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Utami (2008) yang
menyatakan bahwa umbi suweg kukus memiliki nilai indeks glikemik sebesar 36 sedikit
lebih tinggi dari umbi garut kukus yang memiliki nilai IG sebesar 32. Menurut
Lukitaningsih (2012), umbi walur memiliki nilai indeks glikemik sangat rendah yaitu
16,9 kemudian diikuti umbi porang dengan nilai indeks glikemik sebesar 20,6 dan umbi
gayong sebesar 20,8 sedangkan nilai indeks glikemik umbi uwi dan suweg masing-
masing yaitu sebesar 23,1 dan 68,8.
Berdasarkan data penelitian dari The University Of Sydney, nilai indeks glikemik
talas (Colocasia esculenta) yaitu sebesar 54. Untuk coco yam (Xanthosoma.sp) yang
dikupas, dipotong dadu, dan direbus selama 30 menit, nilai indeks glikemiknya yaitu
sebesar 61. Sedangkan nilai indeks glikemik talas belitung (Xanthosoma sagittifolium)
yaitu sebesar 63. Nilai indeks glikemik talas belitung (Xanthosoma sagittifolium) yang
dikupas dan direbus selama 30 menit yaitu sebesar 50.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, bahan pangan yang sama memiliki
indeks glikemik berbeda-beda. Hal ini dapat disebabkan oleh varietas tanaman sumber
pangan, pengolahan (misalnya penggilingan dan pemanasan), dan pemilihan pangan
acuan (roti atau glukosa) (Rimbawan dan Siagian, 2004). Perbedaan nilai indeks glikemik
pada satu bahan pangan juga dapat terjadi karena perbedaan metode pengujian yang
dilakukan. Perbedaan dalam metode pengujian meliputi penggunaan berbagai jenis
sampel darah (kapiler atau vena), periode waktu percobaan yang berbeda, dan bagian-
bagian yang berbeda dari makanan (Foster-Powell, dkk., 2002).
Dari beberapa jenis umbi-umbian yang ada di Indonesia, talas belitung atau
kimpul (Xanthosoma sagittufolium) adalah jenis umbi yang pemanfaatannya masih
sangat terbatas. Pengolahan umbi talas belitung yang sangat sederhana seperti direbus,
dikukus, dan digoreng mengakibatkan kurangnya minat masyarakat untuk mengkonsumsi
talas tersebut. Talas belitung atau kimpul (Xanthosoma sagittifolium) merupakan salah
satu sumber pangan lokal alternatif sumber karbohidrat serta mengandung zat gizi lain
seperti protein, lemak, dan serat. Menurut Slamet (1980) dalam Gardjito, dkk. (2013),
kandungan energi pada 100 g talas belitung yaitu 145 kal, karbohidrat 34,2 g, protein 1,2
g, Lemak 0,4 g dan seratnya 1,5 g. Talas belitung juga mengandung vitamin C sebesar 2
mg dan kalsium 26 mg. Pemanfaatan talas dengan basis teknologi yang telah ada yakni
talas telah diproses dalam bentuk tepung talas. Menurut Indrasti (2004), untuk
mengurangi kandungan oksalat pada talas belitung, dilakukan perendaman dalam larutan
garam dapur 3% selama 5 menit. Selain perendaman dalam larutan garam dapur juga
dilakukan perendaman dengan larutan natrium bisulfit 0,3% selama 15 menit untuk
mempertahankan warna tepung dan mutu selama penyimpanan. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Indrasti (2004), peneliti melakukan proses pembuatan.
tepung talas belitung sesuai dengan yang dilakukan oleh Revitriani (2013), dimana untuk
mengurangi kandungan oksalat pada umbi talas belitung dilakukan perendaman pada
larutan garam dapur 30% selama ± 30 menit.
Salah satu produk olahan tepung talas yaitu dalam bentuk cookies. Adapun
pemilihan cookies sebagai bentuk makanan kesehatan adalah karena mempunyai masa
simpan yang lama, mudah dibawa (praktis), dan juga umumnya disukai oleh berbagai
kalangan masyarakat. Menurut Indrasti (2004), kandungan kimia pada cookies dengan
penambahan 40% tepung talas belitung yaitu kadar karbohidrat 65,51%, kadar air
berkisar 2,20%, kadar abu 3,26%, kadar lemak 24,14%, dan kadar protein 6,99%.
semakin tinggi kandungan tepung talas belitung dalam cookies maka semakin rendah
kandungan proteinnya.
Berdasarkan uji organoleptik cookies tepung talas belitung yang dilakukan oleh
Indrasti (2004), cookies dengan kandungan 40% tepung talas belitung masih dapat
diterima oleh panelis dari segi rasa dan warna. Aroma cookies dengan penambahan 60%
tepun talas belitung tidak berbeda dengan cookies standar tanpa tepung talas belitung.
Untuk parameter tekstur, penambahan 20% tepung talas belitung dianggap sama dengan
cookies standar. Dengan demikian secara organoletik penambahan tepung talas dalam
pembuatan cookies dapat dilakukan sampai 40%.
Pembuatan cookies dari campuran tepung terigu dan tepung talas belitung
diharapkan dapat menambah keanekaragaman pangan dan dapat mengurangi
ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap bahan pangan impor seperti terigu
sehingga dapat memperkuat ketahanan pangan nasional.
Penelitian mengenai nilai indeks glikemik pangan saat ini telah banyak dilakukan
di berbagai negara termasuk Indonesia. Namun, kajian mengenai nilai indeks glikemik
dari olahan pangan lokal alternatif sumber karbohidrat seperti umbi talas masih terbatas.
Berdasarkan hal ini penulis tertarik untuk meneliti indeks glikemik cookies tepung talas
belitung (Xanthosoma sagittifolium).

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana nilai indeks glikemi cookies dengan penambahan 40% tepung talas belitung
(xanthosoma sagittifolium).
3. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Mengetahui nilai indeks glikemik produk olahan cookies dengan penambahan
40% tepung talas belitung (xanthosoma sagittifolium).
b. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pada penelitian ini yaitu mengetahui kandungan karbohidrat
amilosa, kadar abu, kadar air, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar protein
cookies engan penambahan 40% tepung talas belitung (xanthosoma sagittifolium).
4. Manfaat Penelitaian
Memebrikan informasi mengenai indeks glikemik yang terdapat dalam produk
olahan dari talas Belitung (Xanthosoma sagittifolium). Sehingga dapat menambah
referensi makanan dengan nilai indeks glikemik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tahun 1981, David Jenkins, seorang Profesor Gizi di Universitas Toronto,
Kanada mengembangkan konsep indeks glikemik (IG). Konsep indeks glikemik
dikembangkan untuk memberikan klasifikasi numerik dari makanan sumber karbohidrat
yang diasumsikan bahwa data tersebut akan berguna dalam situasi dimana toleransi
glukosa terganggu (Jenkins, dkk., 1981). Konsep indeks glikemik adalah perpanjangan
dari hipotesis serat dari Burkitt dan Trowell yang menyatakan bahwa makanan yang
mengandung serat akan lebih lambat diserap oleh usus, sehingga makanan tersebut
memiliki manfaat metabolik dalam kaitannya dengan diabetes dan pengurangan resiko
penyakit jantung koroner (Burkitt dan Trowell, 1977 dalam Jenkins, dkk., 2002).
Menurut FAO (1998), Indeks glikemik didefinisikan sebagai luas area di bawah
kurva respon glukosa darah dari 50g karbohidrat dari makanan uji yang dinyatakan
sebagai persen terhadap 50g karbohidrat dari makanan standar yang diambil dari subjek
yang sama. Pada awalnya, pangan karbohidrat yang digunakan sebagai pangan standar
untuk mengukur IG adalah glukosa murni dengan IG sebesar 100, tetapi saat ini pangan
standar yang sering digunakan adalah roti putih (Jenkins, dkk. 2002). Menurut Cummings
dan Stephen (2007) dalam Simila (2012), indeks glikemik adalah klasifikasi fisiologis
makanan yang mengandung karbohidrat yang didasarkan pada sejauh mana makanan
tersebut meningkatkan konsentrasi glukosa darah setelah makan (postprandial)
dibandingkan dengan karbohidrat acuan dengan jumlah yang setara. Indeks glikemik
membantu penderita diabetes dalam menentukan jenis pangan karbohidrat yang dapat
mengendalikan kadar glukosa darah. Dengan mengetahui IG pangan, penderita diabetes
dapat memilih makanan yang tidak menaikkan kadar glukosa darah secara drastis
sehingga kadar glukosa darah dapat dikontrol pada tingkat yang aman. Indeks glikemik
juga membantu atlet dalam memilih makanan untuk menunjang penampilan dan daya
tahan tubuhnya. Makanan dengan indeks glikemik rendah akan dicerna dengan lambat
dan akan menyimpan glikogen otot secara perlahan sehingga glukosa ekstra akan tersedia
sampai akhir pertandingan. Dengan cara ini, pangan ber-IG rendah akan meningkatkan
daya tahan olahragawan (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Tepung talas belitung (Xanthosoma sagittifolium)
Cookies dengan penambahan 40% tepung talas belitung (Xanthosoma
sagittifolium)
 Kandungan Gizi (Air, Abu, Lemak, Protein, Serat kasar dan Karbohidrat-
amilosa)
 Nilai Indeks Glikemik
BAB III

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Eksperimen. Sebelum
dilakukan pengukuran nilai indeks glikemik, terlebih dahulu dilakukan analisis
kandungan zat gizi dari pangan uji yaitu cookies tepung talas belitung (Xanthosoma
sagittifolium) berupa analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar
karbohidrat dan kadar serat kasar serta kadar amilosa. Kemudian, pengukuran nilai
indeks glikemik dilakukan dengan cara mengambil sampel darah relawan untuk dilihat
kenaikan kadar glukosa darahnya setelah diberikan pangan acuan (roti putih) dan pangan
uji berupa cookies tepung talas belitung (Xanthosoma sagittifolium). Penelitian ini
dimulai setelah memperoleh izin dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (Ethical
clearance).

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Pembuatan tepung dan cookies tepung talas belitung dilakukan di laboratium pangan
gizi Universitas Ngudi Waluyo. Pemberian pangan uji dan pangan acuan serta
pengambilan darah relawan untuk dilihat kadar glukosa darahnya dilakukan di
Laboratorium Gizi Pangan UNW. Penelitian ini di lakukan dari bulan Juni-juli 2022.

3. Subyek dan Obyek Penelitian

Pemilihan subyek pada penelitian ini dengan metode purposive sampling.


Penarikan subyek dengan metode purposive dilakukan dengan alasan kemudahan dalam
penelitian. Subyek dalam penelitin ini yaitu enam orang mahasiswa yang terdiri dari tiga
perempuan dan tiga laki-laki. Subyek penelitian ini harus memenuhi beberapa kriteria
antara lain: subyek berusia 18-30 tahun, dalam keadaan sehat, memiliki indeks masa
tubuh normal antara 18,5-24,9 kg/m2, tidak memliki riwayat DM, tidak sedang
mengalami gangguan pencernaan, tidak sedang menjalani pengobatan, tidak
menggunakan obat-obatan terlarang dan tidak meminum minuman beralkohol serta
bersedia menjadi relawan.
4. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah cookies dengan pemanfaatan tepung talas belitung
(xanthosoma sagittifolium) sebesar 40%, hal ini sesuai dengan penelitian Indrasti (2004).
Talas belitung yang digunakan merupakan talas belitung yang tumbuh di daerah
perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun. Talas yang
digunakan adalah talas yang masih segar.

5. Defenisi Operasional

a) Indeks glikemik adalah persentase yang menunjukkan luas area dibawah kurva
respons glukosa darah setelah 2 jam terhadap pangan uji cookies tepung talas
belitung (Xanthosoma sagittifolium), dibandingkan dengan luas area dibawah
kurva respons glukosa darah setelah 2 jam terhadap pangan acuan (roti tawar).
b) Tepung talas belitung adalah umbi talas belitung yang telah dikupas, dipotong
tipis-tipis, dikeringkan, digiling kemudian diayak hingga menjadi tepung.
c) Cookies adalah makanan ringan yang renyah terbuat dari 60% tepung terigu dan
40% tepung talas belting serta ditambah beberapa bahan tambahan.

Anda mungkin juga menyukai