“DIABETES MELITUS”
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 1 | 18
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi Maha Penyayang, penulis
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah interaksi obat
– diabetes melitus. Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, penulis menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi sususan kalimat maupun tata
bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah interaksi obat – diabetes melitus ini mampu memberikan manfaat dan wawasan
inspirasi terhadap para pembaca.
Penulis
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 2 | 18
LATAR BELAKANG
Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit,
membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat ialah suatu bahan atau
paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis,
mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit,
luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok
atau memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional.
Interaksi adalah suatu jenis tindakan yang terjadi ketika dua atau lebih objek
mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam konsep
interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab akibat.
Interaksi obat adalah suatu perubahan atau efek yang terjadi pada suatu obat ketika obat
tersebut digabungkan dengan pemakaian obat yang lain, makanan, obat-obatan tradisional
ataupun senyawa kimia yang lain. Meskipun demikian tidak semua interaksi obat berbahaya
bagi tubuh. Seperti obat-obat yang berinteraksi akan tetapi efeknya tidak signifikan sehingga
tidak berbahaya bagi tubuh. Atau bahkan interaksi obat yang justru menguntungkan karena
dapat meningkatkan efek suatu obat.
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 3 | 18
BAB I
PENDAHULUAN
Interaksi obat adalah suatu keadaan ketika terjadi interaksi antar obat, obat dengan
ramuan herbal, atau obat dengan makanan yang menimbulkan perubahan efek dari obat
tersebut. Perubahan efek ini dapat berupa peningkatan atau penurunan efek obat tersebut,
atau timbulnya efek baru. Interaksi antar obat yang dikonsumsi bersamaan dapat
menyebabkan berkurang atau hilangnya khasiat obat tersebut atau yang lebih parah dapat
meningkatkan efek samping dari obat-obatan tertentu sehingga membahayakan
kesehatan.
Interaksi obat tidak hanya melibatkan reaksi antar obat saja namun juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor penunjang seperti usia pasien, berat badan pasien, apakah
pasien sedang dalam masa kehamilan atau menyusui, variasi diurenal, toleransi, suhu
tubuh, kondisi patologik, genetik, serta waktu pemberian obat.
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 4 | 18
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolic kronik yang mengenai segala
lapis masyarakat dunia. Penyakit ini sering disebut the great imitator karena penyakit ini dapat
mengenai semua ogan dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Penyakit ini tidak dapat
sembuh meskipun dapat diatasi. Berdasarkan klasifikasi yang baru diabetes dibagi menjadi
beberapa kelas dan yang termasuk dalam kelas utama ialah diabetes tipe I dan diabetes tipe II.
Sebanyak lebig dari 85 % kasus DM adalah DM tipe 2. DM dapat menimbulkan berbagai
komplikasi baik akut maupun komplikasi kronik. Oleh karena itu perlu penanganan serius
terhadap diabetes yang dilakukan melalui Panca Usaha Pengolahan Diabetes yaitu edukasi,
pengaturan makan, latihan jasmani, penggunaan obat serta mengatasi gangguan dan komplikasi
juga perubahan pola hidup penderita diabetes mellitus.
Dalam makalah ini penulis tertarik untuk menulis mengenai interaksi obat dan
makanan terhadap penderita diabetes mellitus tipe II.
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 5 | 18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. INTERAKSI OBAT
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug related
problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat
mempengaruhi outcome klinis pasien. Interaksi obat terjadi jika suatu obat mengubah efek obat
lain menjadi lebih atau kurang aktif, interaksi obat dapat menimbulkan efek yang berbahaya
bagi setiap pasien.
Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel
organism. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimia dan fisiologi
yang merupakan respons khas untuk obat tersebut.
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 6 | 18
Obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh
Obat tidak menimbulkan fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang
sudah ada.
Obat antidiabetes adalah obat yang digunakan untuk mengatur diabetes mellitus,
suatu penyakit dimana terdapat kerusakan sebagian atau keseluruhan dari sel beta
pankreas untuk menghasilkan insulin yang cukup, salah satu hormon yang diperlukan
untuk mengatur kadar glukosa. Dalam beberapa kasus, terdapat beberapa bukti bahwa
penyakit ini disebabkan karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi aktifitas
insulin.
Dengan kekurangan insulin, jaringn tubuh tidak mampu menangkap dan mencerna
glukosa yang terdapat dalam sirkulasi darah. Oleh karena itu, glukosa yang sebagian
besar diperoleh dari makanan yang dikonsumsi, dab secara normal dieliminasi dan
disimpan di jaringan, kadarnya meningkat dalam darah dan ginjal tidak mampu
memprosesnya.
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 7 | 18
Secara umum, terdapat dua tipe diabetes :
PENGERTIAN
C. FARMAKOLOGI
1. Farmakokinetik
a. Absorpsi
Absorpsi adalah proses masuknya obat dari tempat pemberian ke
dalam darah. Bergantung dari cara pemberiannya, tempat pemberian obat
adalah saluran cerna ( mulut sampai dengan rectum), kulit, paru, otot, dan
lain – lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral, dengan
cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki
permukaan absorpsi yang sangat luas.
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 8 | 18
Pemberia obat dibawah lidah hanya untuk obat yang larut dalam
lemak, karena luas absorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut dan
diabsorpsi dengan sangat cepat, misalnya nitroglisin.
Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagian
barier absorpsi adalah membrane sel epitel saluran cerna, yang seperti
halnya semua membrane sel tubuh kita, merupakan lipid bilayer. Dengan
demikian, agar dapat melintasi membrane sel tersebut, molekul obat harus
memiliki kelarutan lemak(setelah terlebih dahulu larut dalam air).
Kecepatan difusi berbanding lurus dengan derajat kelarutan lemak
molekul obat ( selain dengan perbedaan kadar obat lintas membrane, yang
merupakan driving force proses difusi, dan dengan luasnya area
permukaan membrane difusi).
Kebanyakan obat merupakan elektolit lemah, yakni asam lemah
atau basa lemah. Dalam air, elektolit lemah ini akan terionisasi menjadi
bentuk ionnya. Derajat ionisasi obat tergantung pada konstanta ionisasi
obat dan pH larutan di mana obat berada.
b. Distribusi
Dalam darah, obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai
ikatan lemah. Ada bebrapa macam protein plasma:
Albumin : mengikat obat – obat asam dan obat – obat netral
serta bilirubin dan asam – asam lemak.
α-glikoprotein: mengikat obat – obat basa
CBG ( corticosteroid-binding globulin): khusus mengikat
kortikosteroid
SSBG ( sex steroid-binding globulin): khusus mengikat
hormone kelamin.
Obat – obat pada protein plasma akan dibawa oleh darah ke seluruh
tubuh. Komplek obat – protein terdisosiasi dengan sangat cepat. Obat
bebas akan keluar ke jaringan: ke tempat kerja obat, ke jaringan tempat
depotnya, ke hati ( dimana obat mengalami metabolism menjadi metabolit
yang dikeluarkan melalui empedu atau masuk kembali ke darah), dan ke
ginjal ( dimana obat/ metabolitnya diekskesi ke dalam urin).
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 9 | 18
Interaksi pergeseran protein. Obat – obat asam akan bersaing untuk
berikatan dengan albumin di tempat ikatan yang sama, dan obat - obat
akan bersaing untuk berikatan dengan α-glikoprotein. Karena tempat
ikatan pada protein plasma tersebut terbatas, maka obat yang pada dosis
terapi telah menyebabkan jenuhnya ikatan akan menggeser obat lain yang
terikat pada tempat ikatan yang sama sehingga obat yang bergeser ini akan
lebih banyak yang bebas. Selanjutnya obat yang bebas ini akan keluar dari
pembuluh darah dan menimbulkan efek farmakologik atau dieliminasi
dari tubuh. Interaksi pergeseran protein akan bermakna secara klinik jika
obat yang digeser memenuhi 3 syarat berikut:
Ikatan protein tinggi: ≥ 85%, sehingga kadar obat bebas rendah,
akibatnya pergeseran sedikit saja sudah meningkatkan jumlah
obat bebas secara bermakna.
Volume distribusi kecil (≤ 0,15 L/kg), sehingga peningkatan
jumlah obat bebas tidak habis terdistribusi tapi memberikan
peningkatan kadar plasma yang cukup bermakna
Margin of safety ( batas keamanan) sempit, sehingga
peningkatan kadar plasma yang relative kecil sudah bermakna
secara klinis.
c. Metabolisme
Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membrane
endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol . tempat metabolism
yang lain ( ekstrahepatik) adalah: dinding usus, ginjal, paru, darah, otak,
dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus).
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar
(larut lemak) menjadi polar ( larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal
atau empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umumnya iubah menjadi
inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif (jika asalnya prodrug),
kurang aktif, atau menjadi toksik.
Reaksi metabolisme terdiri dari reaksi fase I dan reaksi fase II.
Reaksi fase I terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, yang mengubah
obat menjadi lebih polar, dengan akibat menjadi inaktif, lebih aktif, atau
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 10 | 18
kurang aktif. Sedangkan reaksi II merupakan reaksi konjungasi dengan
substrat endogen: asam glukoronat, asam sulfat, asam asetat, atau asam
amino, dan hasilnya menjadi sangat polar, dengan demikian hampir selalu
tidak aktif. Obat dapat mengalami reaksi fase I saja, atau reaksi fase II
saja, atau reaksi I yang diikuti reaksi fase II. Pada reaksi fase I, obat
dibubuhi gugus polar seperti gugus hidroksil, gugus amino, karboksil,
sulfihidril, dsb, untuk dapat bereaksi dengan substrat endogen pada reaksi
fase II. Karena itu obat yang sudah mempunyai gugus – gugus tersebut
langsung bereaksi dengan substrat endogen (reaksi fase II). Hasil eaksi
fase I dapat juga sudah cukup polar untuk langsung diekskresikan lewat
ginjal tanpa harus melalui reaksi fase II lebih dulu.
Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim
cytochrome P450 ( CYP), yang disebut juga enzim mono – oksigenase,
atau MFO ( mixed- function oxidase), dalam endoplasmic reticulum (
mikrosom) hati.
Interaksi dalam metabolisme obat berupa induksi atau inhibisi
enzim metabolism, terutama enzim CYP. Induksi berarti peningkatan
sintesis enzim metabolisme pada tingkat transkrispsi sehingga terjadi
peningkatan kecepatan metabolisme obat yang menjadi substrat enzim
yang bersangkutan, akibatnya diperlukan peningkatan dosis obat tersebut,
berarti terjadi toleransi farmokinetik. Karena melibatkan sintesis enzim
maka diperlukan waktu pajanan beberapa hari sebelum dicapai efek yang
maksimal. Induksi dialami oleh semua enzim mikrosomal. Jadi enzim
CYP dan UGT.
Inhibisi enzim metabolisme : hambatan terjadi secara langsung,
dengan akibat peningkatkan kadar obat yang menjadi substrat dari enzim
yang dihambat juga terjadi secara langsung. Untuk mencegah terjadinya
toksisitas, diperlukan penurunan dosis obat yang bersangkutan atau
bahkan tidak boleh ddiberikan bersama penghambatnya.
Metabolisme obat akan terganggu pada pasien penyakit hati seperti
sirosis, hati berlemak, dan kanker hati. Pada sirosis yang parah,
metabolisme obat berkurang antara 30 – 50 %, ini dapat meningkatkan
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 11 | 18
bioavailabilitas 2-4 kali pada obat – obat yang mengalami metabolisme
lintas pertama. Enzim – enzim CYP lebih terpengaruh dibanding reaksi –
reaksi fase II seperti glukuronidasi. Metabolisme obat juga terganggu oleh
adanya penyakit yang mengurangi perfusi hati seperti gagal jantung dan
syok.
Enzim – enzim metabolisme fase I dan fase II mencapai kematangan
setelah tahun pertama kehidupan, kecuali enzim UGT untuk bilirubin
mencapai nilai dewasa pada decade kedua kehidupan.
d. Ekskresi
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi
melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi
dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat
melalui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni filtrasi
glomerulus, sekresi aktif tubulus proksimal dan reabsorbsi pasif di
sepanjang tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12
bulan, dan setelah dewasa menurun 1% per tahun.
Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan
fungsi ginjal.
Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu ke dalam
usus dan keluar bersama feses. Obat dan metabolit yang larut lemak dapat
direabsorbsi kembali ke dalam tubuh dari lumen usus. Metabolit dalam
bentuk glukuronat dapat dipecah dulu oleh enzim glukuronidase yang
dihasilkan oleh flora usus menjadi bentuk obat awalnya yang mudah
diabsosrpsi kembali. Akan tetapi, bentuk konjugat juga dapat langsung
diabsorpsi melalui transporter membrane OATP di dinding usus, dan baru
dipecah dalam darah oleh enzim esterase. Siklus enterohepatik ini dapat
memperpangjang efek obat, misalnya estrogen dalam kontrasepsi oral.
Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anestetik umum.
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 12 | 18
2. Farmakodinamik
Farmakodinamik ialah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek
biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari
mekanisme kerja obat adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui
interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spectrum efek
dan respons yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan
dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru.
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 13 | 18
D. KLASIFIKASI OBAT DIABETES MELITUS (DM)
1. ANTIDIABETES PARENTERAL
a. Analog amilin
b. Increatin mimetic
c. Insulin
2. ANTIDIABETES ORAL
a. Aldose reduktase inhibitor
Epalrestat menghambat enzim aldose reduktase, dimana mengubah
glukosa menjadi sorbitol. Akumulasi dari sorbitol mungkin
memainkan peran dalam sebagian komplikasi diabetes
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 14 | 18
b. Alfa-glukosidase inhibitor
Akarbose, miglitol, dan voglibose bekerja menghambat alfa
glukosidase, dan secara spesifik menghambar sucrase dalam usus
untuk memperlambat pencernaan dan absorpsi dari monosakarida dari
pati dan sukrosa
c. Biguanida
Mekanisme aksi dari biguanida seperti metformin tidak jelas, namun
mereka tidak menstimulasi pankreas seperti sulfonilurea untuk
melepaskan insulin, namun bekerja memfasilitasi uptake dan
pemanfaatan glukosa dalam sel. Penggunaan ini terbatas pada diabetes
tipe 2 karena tidak efektif, kecuali terdapat insulin
d. Meglitinida
Meglitinida (contoh : repaglinida) meningkatkan sekresi insulin
endogenous dan digunakan pada penderita diabetes tipe 2
e. Sulfonilurea
Sulfonilurea dan senyawa yang mirip sulfonamida seperti
klorpropamid dan tolbutamid merupakan senyawa sintetik pertama
yang digunakan dalam pengobatan antidiabetes. Aksinya menstimulasi
sel beta dari pankras untuk menghasilkan insulin dengan diet yang
terbatas mengatur kadar glukosa darah dan memungkinkan
metabolisme yang normal. Hanya efektif pada diabetes dimana
pankreas memiliki kapasitas untuk menghasilkan insulin
f. Tiazolidindion
Tiazolidindion (contoh : rosiglitazone) bekerja menurunkan resisten
insulin dengan mengkatifasi gamma-PPAR (peroxisome
proliferator0activated receptor). Digunakan pada penderita diabetes
mellitus tipe 2.
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 15 | 18
TABEL INTERAKSI OBAT ANTIDIABETES
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 16 | 18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa :
Interaksi obat adalah suatu perubahan atau efek yang terjadi pada suatu obat ketika obat
tersebut digabungkan dengan pemakaian obat yang lain, makanan, obat-obatan tradisional
ataupun senyawa kimia yang lain. Meskipun demikian tidak semua interaksi obat berbahaya
bagi tubuh. Seperti obat-obat yang berinteraksi akan tetapi efeknya tidak signifikan sehingga
tidak berbahaya bagi tubuh. Atau bahkan interaksi obat yang justru menguntungkan karena
dapat meningkatkan efek suatu obat.
Interaksi obat tidak hanya melibatkan reaksi antar obat saja namun juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor penunjang seperti usia pasien, berat badan pasien, apakah pasien sedang
dalam masa kehamilan atau menyusui, variasi diurenal, toleransi, suhu tubuh, kondisi
patologik, genetik, serta waktu pemberian obat.
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 17 | 18
DAFTAR PUSTAKA
http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-interaksi-obat/
https://id.wikipedia.org/wiki/Obat
https://id.wikipedia.org/wiki/Interaksi
https://www.alodokter.com/dampak-interaksi-obat-kepada-tubuh-anda
https://www.alodokter.com/diabetes.html
Kharroubi, A. Darwish H. (2015). Diabetes Mellitus: The epidemic of The Century. World J
Diabetes. 6(6), pp. 850–867.
Ramachandran, A. (2014). Know The Signs and Symptoms of Diabetes. Indian J Med Res.
140(5), pp. 579–581.
https://www.researchgate.net/publication/319164386_Interaksi_Obat_Antidiabetes_Oral_dan
_Antihipertensi_pada_Pasien_Diabetes_Millitus_Tipe_2
Baxter, K. (2008). Stockley’s Drug Interaction. Eighth Edition. London : Pharmaceutical Press.
ISFI (2008). Informasi Spesialite Obat Indonesia. Volume 43. Jakarta : Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia.
http://www.hindawi.com/isrn/pharmacology/2012/659478/
I n t e r a k s i O b a t D i a b e t e s M e l l i t u s 18 | 18