Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas merupakan masa yang dilalui oleh setiap wanita setelah
melahirkan. Pada masa tersebut dapat terjadi komplikasi persalinan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Masa nifas ini berlangsung sejak
plasenta lahir sampai dengan 6 minggu setelah kelahiran atau 42 hari
setelah kelahiran. Kunjungan selama nifas sering dianggap tidak penting
oleh tenaga kesehatan karena sudah merasa baik dan selanjutnya berjalan
dengan lancar. Konsep early ambulation dalam masa postpartum
merupakan hal yang perlu diperhatikan karena terjadi perubahan
hormonal. Pada masa ini ibu membutuhkan petunjuk dan nasihat dari
bidan sehingga proses adaptasi setelah melahirkan berlangsung dengan
baik.
Masa nifas ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga
kesehatan khususnya bidan untuk selalu melakukan pemantauan karena
pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebaban ibu mengalami
berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas
seperti sepsis puerperalis. Jika ditinjau dari penyebab kematian ibu,
infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah
perdarahan sehingga sangat tepat jika tenaga kesehatan memberikan
perhatian yang tinggi pada masa ini.(1) Cakupan kunjungan ibu nifas
pada tahun 2009 adalah 71,54%, sementara target cakupan kunjungan ibu
nifas pada tahun 2015 adalah 90%. Berdasarkan data dari profil kesehatan
tahun 2009 cakupan kunjungan masa nifas di Jawa Tengah yaitu 73,
38%. 2
Cakupan pelayanan nifas adalah pelayanan kepada ibu dan neonatal
pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan sesuai standar.
Pelayanan nifas sesuai standar adalah pelayanan kepada ibu nifas
sedikitnya tiga kali, pada enam jam pasca persalinan sampai dengan hari
ketiga, pada minggu kedua, dan pada minggu keenam termasuk
pemberian vitamin A dua kali serta persiapan dan atau penggunaan alat
kontrasepsi setelah persalinan.3

1
Perawat dan Bidan memegang peranan penting dalam upaya
pemerintah untuk meningkatkan kesehatan dan pengertian masyarakat
melalui konsep promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dalam
standar pelayanan kebidanan, bidan memberikan pelayanan bagi ibu pada
masa nifas melalui kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua dan
minggu keenam setelah persalinan untuk membantu proses pemulihan ibu
dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini,
penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa
nifas, serta memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum,
personal hygiene, nutrisi, perawatan bayi baru lahir, pemberian asi,
imunisasi dan keluaga berencana. Dari bukti-bukti terkait bidang profesi,
jelas bagi kita bahwa asuhan postpartum, sebagaimana aspek lain dalam
layanan maternitas kurang dievaluasi dan diteliti, diberikan dengan cara
yang sering kali tidak tepat dan terbagi-bagi serta memiliki fokus
manajerial yang tidak teratur yang menghambat penggunaan
sumbersumber secara efisien. 4
Sebuah sistematic review mengidentifikasi ritual umum lintas budaya
terkait dengan periode postpartum dan bukti untuk efek positif atau
negatif terhadap kesehatan mental ibu yang hasilnya berupa tema umum
yang ada diseluruh budaya mencakup dukungan yang terorganisir,
periode istirahat, pembatasan aktivitas, praktek kebersihan, diet,
perawatan bayi dan praktek untuk mempromosikan kesehatan.
Pentingnya tenaga kesehatan untuk menyadari praktek-praktek budaya
umum dan konsekuensi yang dirasakan karena tidak mengamati mereka.5
Hasil penelitian Elvina M pada tahun 2011 di Medan tentang skor
kualitas hidup postpartum berdasarkan faktor demografi ibu menyebutkan
bahwa terdapat 3 perbedaan yang bermakna berdasarkan masalah klinis
yang menyertai dan jenis persalinan. Jenis persalinan mempunyai
hubungan yang bermakna terhadap skor kualitas hidup. Sustini F,
Andajani S, Marsudiningsih A, meneliti tentang Pengaruh pendidikan
kesehatan, monitoring dan perawatan ibu pascapersalinan terhadap
kejadian morbiditas nifas di kabupaten Sidoarjo dan Lamongan Jawa
Timur yang hasilnya berupa monitoring ibu nifas terbukti berhubungan
dengan kejadian morbiditas nifas karena dapat memonitor keluhan atau
kejadian morbiditas ibu sehingga dengan monitoring ibu yang baik dapat
dideteksi morbiditas ibu lebih banyak.

2
Kurangnya monitoring ibu selama masa nifas berdampak pada
kemungkinan tidak tercatatnya morbiditas ibu. Perawatan ibu masa nifas
terbukti berhubungan dengan risiko terjadinya morbiditas nifas.
Pelaksanaan perawatan yang kurang baik dapat meningkatkan risiko
terjadinya morbiditas nifas, seperti perawatan payudara untuk mencegah
mastitis, membersihkan diri menggunakan sabun setelah buang air kecil
dan buang air besar dapat mencegah infeksi genitalia
Osman H, Chaaya M, Zein LE, Naassan G, Wick L, dalam penelitian
yang berjudul What do first time mother worry about? A study of usage
patterns and content of call made to a postpartum support telephone
hotline menyebutkan bahwa tingkat pemanfaatan layanan dukungan
telepon hotline untuk postpartum tertinggi adalah pada empat minggu
pertama dalam masa postpartum. Sebagian besar pertanyaan-pertanyaan
yang ditanyakan berhubungan dengan ASI, perawatan rutin bayi baru
lahir dan pengelolaan bayi rewel.
Steven L.C, Michael A.B, Garry A.D, Jane E, Laura M, Janet A.M, et
al dalam penelitian pada tahun 2005 yang berjudul Emergency
department use during the postpartum period : implication for current
management of the puerperium mengemukakan bahwa dari 222,084
wanita yang melahirkan sebanyak 10,751 datang ke unit gawat darurat
dalam 42 hari setelah melahirkan. 58% pasien menunjukkan kondisi yang
berhubungan dengan kehamilan; 42% pasien menunjukkan kondisi yang
tidak berhubungan dengan kehamilan.
Berdasarkan dari uraian diatas maka dirasa penting untuk melakukan
pemeriksaan umum pada ibu nifas.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana pemeriksaan fisik
umum pada ibu nifas?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dengan tersusunnya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat
mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan fisik umum pada ibu
nifas.

3
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik umum pada ibu
nifas.
b. Mahasiswa mampu melakukan pemasangann CTG.
c. Mahasiswa mampu melakukan perawatan perineum.
D. Manfaat
1. Teoritis
Dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pengembangan mata ajar
keperawatan maternitas khususnya pada ibu nifas
2. Praktisi
Dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam memberikan asuhan
keperawatan maternitas khususnya pada ibu nifas
E. Sistematika Penulisan
BAB I : Membahas tentang latar belakang masalah, tujuan umum,
tujuan khusus, manfaat dan sistematika penulisan
BAB II : Membahas tentang tinjauan pustaka pemeriksaan umum pada
ibu nifas, pemasangan CTG, Perawatan Perineum.

BAB III : Membahas tentang kesimpulan dan saran

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pemeriksaan Cardiotocography
1. Pengertian
Alat Kardiotokografi (CTG) atau juga disebut Fetal
Monitor adalah alat yang digunakan untuk memeriksa kondisi
kesehatan janin. Pemeriksaan umumnya dapat dilakukan pada usia
kehamilan 7-9 bulan dan pada saat persalinan. Pemeriksaan CTG
diperoleh informasi berupa signal irama denyut jantung janin
(DJJ), gerakan janin dan kontraksi rahim. Bila terdapat
perlambatan maka itu menandakan adanya gawat janin akibat
fungsi plasenta yang sudah tidak baik. Pada saat bersalin kondisi
janin dikatakan normal apabila denyut jantung janin dalam
keadaan reaktif, gerakan janin aktif dan dibarengi dengan
kontraksi rahim yang adekuat.
Apabila kemungkinan terdapat masalah pada janin maka
dokter akan melakukan pemeriksaan NST (non stress test) dengan
memberikan infus oksitosin untuk menimbulkan kontraksi rahim
(his) dan denyut jantung janin diperiksa dengan CTG. Apabila
tampak kelainan pada hasil pemeriksaan CTG maka dokter
kandungan akan melakukan tindakan persalinan dengan segera.
Pemeriksaan dengan CTG sangat diperlukan pada fasilitas
pelayanan persalinan. Dengan adanya kemajuan teknologi dan
produksi harga peralatan CTG dapat menjadi lebih ekonomis.
Dahulu hanya rumah sakit yang menyediakannya. Agar pelayanan
pemantauan pada ibu hamil dan bersalin berjalan dengan baik
rumah bersalin, klinik dokter bahkan bidan praktek swasta
sebaiknya memiliki CTG agar tidak ada kasus keterlambatan
dalam mendiagnosis adanya masalah pada ibu hamil dan
melahirkan.
Cara pengukuran CTG hampir sama dengan doppler hanya
pada CTG yang ditempelkan 2 alat yang satu untuk mendeteksi
DJJ yang satu untuk mendeteksi kontraksi, alat ini ditempelkan
selama kurang lebih 10-15 menit.

5
Suatu alat untuk mengetahui kesejahteraan janin di dalam
rahim, dengan merekam pola denyut jantung janin dan
hubungannya dengan gerakan janin atau kontraksi rahim.
Pemeriksaan CTG penting dilakukan pada setiap ibu hamil untuk
pemantauan kondisi janin terutama dalam keadaan:
a) Kehamilan dengan komplikasi (darah tinggi, kencing manis,
tiroid, penyakit infeksi kronis, dll),
b) Kehamilan dengan berat badan janin rendah (Intra Uterine
Growth Retriction),
c) Oligohidramnion (air ketuban sedikit sekali),
d) Polihidramnion (air ketuban berlebih).

2. Mekanisme pengaturan DJJ : (normal 120-160dpm).


a) Sistem Saraf Simpatis, yang bekerja pada miokardium, dimana
dengan obat (beta adrenergik) akan merangsang atau
meningkatkan kekuatan otot jantung, frekruensi & curah
jantung.
b) Sistem Saraf Para Simpatis, sebagian besar dipengaruhi oleh
N.Vagus yang berasal dari batang otak. Bekerja pada nodul
SA dan AV serta neuron. Rangsangan N.Vagus (ex
asetilkolin) akan menurunkan kerja jantung, frekruensi dan
curah jantung, sedangkan hambatan pada N.Vagus (ex atropin)
akan meningkatkan kerja, frekuensi dan curah jantung.
c) Baroreseptor, letaknya diarkus aorta dan sinus karotid, dimana
saat tekanan tinggi pada daerah tersebut, maka reseptor-
reseptornya akan merangsang N.Vagus untuk menurunkan
kerja, frekruensi dan curah jantung.
d) Kemoreseptor yang terletak di aorta dan badan karotid (bagian
perifer) serta di batang otak (sentral), dimana berf/ dalam
pengaturan kadar CO2 dan O2 pd darah dan cairan otak. Pada
saat O2 turun dan CO2 naik, maka reseptor sentral akan
mengakibatkan takhikardi sehingga aliran darah bnayak dan
O2 meningkat pd darah dan cairan otak.
e) Sistem Saraf Pusat, berfungsi mengatur variabilitas DJJ. Pd
keadaan tidur dimana aktivitas otak tidak ada, maka
variabilitas menurun.

6
f) Sistem Hormonal, padakeadaan stress (asfiksia) maka adrenal
mengeluarkna epi&norepi untuk meningkatkan
kerja, frekruensi dan curah jantung.

3. Karakterisitik DJJ :
a) Basa fetal hearth rate, yakni baseline dan variabilitas disaat
tidak ada gerakan dan kontraksi uterus.
b) Reactivity, merupakan perubahan pola DJJ saat ada gerakan
dan kontraksi.
c) Baseline Rate
Normal 120-160dpm, ada juga yang membuat 120-150
dpm. Takhikardi jika djj > 160dpm, dan bradikardi jika djj <
120dpm.
d) Takhikardi dapat terjadi pada keadaan : (Hipoksia janin
(ringan / kronik), Kehamilan preterm (<30 minggu), Infeksi
ibu atau janin, Ibu febris atau gelisah, Ibu hipertiroid,
Takhiaritmia janin, Obat-obatan (mis. Atropin,
Betamimetik.).

4. Variabilitas DJJ
Suatu gambaran osilasi yang tidak teratur yang tampak pada
rekaman djj, dan merupakan hasil dari interaksi antara saraf
simpatis (kardioakselerator) dengan sistem para
(kardiodeselerator). Pada keadaan hipoksia variabilitas akan
menurun sampai menghilang. Dibedakan atas dua : variabilitas
jangkla pendek dan jangka panjang. Jangka panjang dibedakan
lagi : normal (6-25dpm), berkurang (2-5dpm), menghilang
(<2dpm) dan saltatory (>25dpm).

5. Perubahan Periodik DJJ


Suatu perubahan pola djj yang berhubungan dengan kontraksi
dan gerakan janin (akselerasi dan deselerasi). Indikasi CTG :
Hipertensi, DMG, gerak janin kurang, riw. obstetri jelek, PRM,
postterm, oligohidramnion, polihidramnion, gamelli, iugr, ibu
dengan penyakit penyerta, kehamilan dengan anemia.

7
6. Syarat Pemeriksaan CTG
a) Usia kehamilan mulai 28 minggu,
b) Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan),
c) Punktum maksimun denyut jantung janin (DJJ) diketahui,
d) Prosedur pemasangan alat sesuai dengan petunjuk
penggunaan,
e) Sebaiknya dilakukan 2 jam setelah makan.
f) Waktu pemeriksaan selama 20 menit,
g) Selama pemeriksaan posisi ibu berbaring nyaman dan tak
menyakitkan ibu maupun bayi,
h) Bila ditemukan kelainan maka pemantauan dilanjutkan dan
dapat segera diberikan pertolongan yang sesuai,
i) Konsultasi langsung dengan dokter kandungan

7. Indikator Pemeriksaan CTG


Pemeriksaan CTG penting dilakukan pada:
a) Ibu dengan :
1) Pre-eklampsia-eklampsia,
2) Ketuban pecah,
3) Diabetes melitus,
4) Kehamilan 40 minggu,
5) Vitium cordis,
6) Asthma bronkhiale,
7) Inkompatibilitas Rhesus atau ABO,
8) Infeksi TORCH,
9) Bekas SC,
10) Induksi atau akselerasi persalinan,
11) Persalinan preterm,
12) Hipotensi,
13) Perdarahan antepartum,
14) Ibu perokok,
15) Berusia lanjut (>35 tahun),
16) Lain-lain : sickle cell, penyakit kolagen, anemia, penyakit
ginjal, penyakit paru, penyakit jantung, dan penyakit tiroid.,
17) Untuk kehamilan beresiko rendah untuk memonitoring
kesejahteraan janin.

8
b) Janin
1) Pertumbuhan janin terhambat (PJT),
2) Gerakan janin berkurang,
3) Suspek lilitan tali pusat,
4) Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin,
5) Hidrops fetalis,
6) Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar,
7) Mekoneum dalam cairan ketuba,
8) Riwayat lahir mati.
9) Kehamilan ganda.

B. Pemeriksaan Nifas Umum


1. Pengertian Masa Nifas (Puerperium)
Menurut Rukiyah (2011) dalam Prawirohardjo (2002)
masa nifas (puerperium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira enam minggu.
Puerperium adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput
janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya
reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil (Varney, 2007).
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keaadaan
sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu. Wanita yang melalui periode puerperium disebut puerura.
Puerperium (nifas) berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari,
merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan
pada keadaan yang normal.
Masa nifas (peurperium) adalah masa pulih kembali, mulai
dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti
pra-hamil. Lama masa nifas ini 6-8 minggu. Batasan waktu nifas
yang paling singkat (minimum) tidak ada batas waktunya, bahkan
bisa jadi dalam waktu yang relative pendek darah sudah keluar,
sedangkan batasan maksimumnya adalah 40 hari.
Jadi Masa Nifas (Puerperium) adalah masa setelah keluarnya
plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil
dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau
40 hari. (Eny Retna. 2010).

9
Wanita yang melalui periode puerperium disebut puerpura.
Batasan waktu nifas yang paling singkat tidak ada batas waktunya,
bahkan bisa jadi dalam waktu yang relatif pendek darah sudah
keluar, sedangkan batasan maksimumnya adalah 40 hari. Jadi
masa nifas adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat
reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa
nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarwati,
2008).

2. Tahapan Masa Nifas


Menurut Ai Yeyeh, dkk (2011), tahapan masa nifas meliputi:
a) Puerperium dini
Masa kepulihan antara ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan-
jalan.
b) Puerperium intermedial
Masa kepulihan menyeluruh organ-organ genetalia, kira-kira
antara 6-8 minggu.
c) Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna,
terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai
komplikasi.
Sebagai catatan waktu untuk sehat sempurna bisa cepat bila
kondisi sehat prima atau juga bisa berminggu-minggu, bulan,
bahkan tahunan, bila ada gangguan-gangguan kesehatan
lainnya (Suherni, 2008).
Menurut Haumah (2010), secara garis besar terdapat tiga
proses penting di masa nifas yaitu sebagai berikut:
a) Pengecilan rahim atau involusi Rahim adalah organ tubuh
yang spesifik dan unik, karena dapat mengecil serta
membesar dengan menambah dan mengurangi jumlah selnya.
Pada wanita yang tidak hamil, berat rahim sekitar 30 gram
dengan ukuran kurang lebih sebesar telur ayam. Selama
kehamilan rahim semakin lama akan makin membesar.
Bentuk otot rahim mirip jala berlapis tiga dengan
serat-seratnya yang melindungi kanan, kiri, dan transversal.
Di antara otot-otot itu ada pembuluh darah yang
mengalirkan darah ke plasenta. Setelah plasenta lepas, otot

10
rahim akan berkontraksi atau mengerut hingga pembuluh
darah terjepit dan perdarahan berhenti. Setelah bayi lahir,
umumnya berat rahim menjadi sekitar 1000 gram dan
dapat diraba kira-kira setinggi 2 jari di bawah umbilicus.
Setelah 1 minggu kemudian beratnya sekitar 300 gram dan
tidak dapat diraba lagi.
Secara alamiah rahim akan kembali mengecil
perlahan-lahan kebentuk semula. Setelah 6 minggu
beratnya sudah sekitar 40-60 gram. Pada saat ini dianggap
bahwa masa nifas sudah selesai. Sebenarnya rahim akan
kembali keposisinya yang normal dengan berat 30 gram
dalam waktu 3 bulan ini, bukan rahim saja yang kembali
normal, tetapi juga kondisi ibu secara keseluruhan.

b) Kekentalan darah (hemokonsentrasi) kembali normal.


Selama hamil, darah ibu relatif encer karena cairan
darah ibu banyak. Sementara sel darahnya berkurang. Bila
dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobinnya ( Hb ) akan
tampak sedikit menurun dan angka normalnya sebesar11-12
gr%. Jika hemoglobinnya terlalu rendah, maka bisa anemia
atau kekurangan darah. Oleh karena itu, selama itu perlu
diberi obat-obatan penambah darah, sehingga darahnya
bertambah dan konsentrasi darah hemoglobinnya normal atau
tidak terlalu rendah. Setelah melahirkan, sistem sirkulasi
darah ibu akan kembali seperti semula. Darah kembali
mengental, dimana kadar perbandingan sel darah dan cairan
darah kembali normal. Umumnya hal ini terjadi pada hari ke-
3 sampai ke-15 pasca persalinan.
c) Proses laktasi atau menyusui
Proses laktasi ini timbul setelah plasenta lepas. Plasenta
hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang
menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas
hormon plasenta tidak dihasilkan lagi, sehingga terjadi
produksi ASI. ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan.
Namun, hal yang luar biasa adalah sebelumnya di payudara
sudah terbentuk kolostrum yang sangat baik untuk bayi,

11
karena mengandung zat kaya gizi dan antibody pembunuh
kuman.

3. Tujuan Asuhan Masa Nifas


Menurut Rukiyah (2011) dalam Saifuddin (2006) selama
bidan memberikan
asuhan sebaiknya bidan mengetahui apa tujuan dari pemberian
asuhan pada ibu nifas. Tujuan diberikannya asuhan pada ibu
selama masa nifas antara lain :
a) untuk Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik secara fisik
maupun psikologis dimana dalam asuhan pada masa ini
peranan keluarga sangat penting, dengan pemberian nutrisi,
dukungan psikologi maka kesehatan ibu dan bayi selalu
terjaga.
b) Melaksanakan skrining yang komprehensif (menyeluruh)
dimana bidan harus melakukan manajemen asuhan kebidanan
pada ibu nifas secara sistematis yaitu mulai pengkajian data
subjektif, objektif maupun penunjang.
c) Setelah bidan melaksanakan pengkajian data maka bidan
harus menganalisa data tersebut sehingga tujuan asuhan masa
nifas ini dapat mendeteksi masalah yang terjadi pada ibu dan
bayi.
d) Mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu
maupun bayinya, yakni setelah masalah ditemukan maka
bidan dapat langsung masuk ke langkah berikutnya sehingga
tujuan diatas dapat dilaksanakan.
e) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan
kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui,
pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi
sehat.

4. Peran dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa Nifas


Menurut Rukiyah (2011) setelah proses persalinan selesai
bukan berarti tugas dan tanggung jawab seorang bidan terhenti,
karena asuhan kepada ibu harus dilakukan secara komprehensif
dan terus menerus, artinya selama masa kurun reproduksi seorang
wanita harus mendapatkan asuhan yang berkualitas dan standar,

12
salah satu asuhan berkesinambungan adalah asuhan ibu selama
masa nifas, bidan mempunyai peran dan tanggung jawab antara
lain:
a) Bidan harus tinggal bersama ibu dan bayi dalam beberapa saat
untuk memastikan keduanya dalam kondisi yang stabil.
b) Periksa fundus tiap 15 menit pada jam pertama, 20-30 menit
pada jam kedua, jika kontraksi tidak kuat. Massase Uterus
sampai keras karena otot akan menjepit pembuluh darah
sehingga menghentikan perdarahan.
c) Periksa tekanan darah, kandung kemih, nadi, perdarahan tiap
15 menit pada jam pertama dan tiap 30 menit pada jam kedua.
d) Anjurkan ibu minum untuk mencegah dehidrasi, bersihkan
perineum, dan kenakan pakaian bersih, biarkan ibu istirahat,
beri posisi yang nyaman, dukung program bounding
attachman dan ASI eksklusif, ajarkan ibu dan keluarga untuk
memeriksa fundus dan perdarahan, beri konseling tentang
gizi, perawatan payudara, kebersihan diri.
e) Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama
masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi
ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas.
f) Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta
keluarga.
g) Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan
meningkatkan rasa nyaman.
h) Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang
berkaitan ibu dan anak dan mampu melakukan kegiatan
administrasi.
i) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
j) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai
cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bhaya,
menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan
yang aman.
k) Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan
data, menetapkan diagnose dan rencana tindakan serta
melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan,
mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan
bayi selama periode nifas.

13
5. PerubahanFisiologis Masa Nifas
a) Perubahan Sistem Reproduksi
Menurut Mitayani (2009) perubahan-perubahan yang
terjadi antara lain sebagai berikut :
1) Uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu
proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
I. Iskemia Miometrium : hal ini disebabkan oleh
kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus
setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus
menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot
atrofi.
II. Atrofi jaringan : atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi
penghentian hormon esterogen saat pelepasan
plasenta.
III. Autolysis : merupakan proses penghancuran diri
sendiri yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim
proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang
telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang
sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum
hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini
disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron.
IV. Efek Oksitosin : oksitosin menyebabkan terjadinya
kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan
menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini
membantu untuk mengurangi situs atau tempat
implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.
2) Lokhia
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua
yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan.
Percampuran antara darah dan desidua inilah yang
dinamakan lokhia. Lokhia adalah ekskresi cairan rahim
selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa atau alkalis

14
yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada
kondisi asam yang ada pada vagina normal.
Lokhia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun
tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada
setiap wanita. Lokhia mengalami perubahan karena proses
involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi
lokhiarubra, sanguilenta, serosa dan alba.
Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita
postpartum dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini
terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat
wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir
keluar saat berdiri. Total jumlah rata-rata pengeluaran lokia
sekitar 240 hingga 270 ml.
3) Vagina dan perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami
penekanan serta peregangan. Rugae timbul kembali pada
minggu ke tiga. Ukuran vagina akan selalu lebih besar
dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada
saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir
dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi
dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot
perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat
mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini
dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan
harian.

b) Perubahan sistem pencernaan


Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi
oleh beberapa hal,diantaranya tingginya kadar progesteron
yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh,
meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi
otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar progesteron juga
mulai menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan
waktu 3-4 hari untuk kembali normal (Wheeler, 2003).
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada
sistem pencernaan, antara lain :

15
1) Nafsu Makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga
diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan
nafsu makan diperlukan waktu 3–4 hari sebelum faal usus
kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun
setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami
penurunan selama satu atau dua hari.
2) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus
cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi
lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke
keadaan normal.
3) PengosonganUsus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal
ini disebabkan tonus otot usus menurun selama proses
persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum
persalinan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun
laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas
membutuhkan waktu untuk kembali normal. Beberapa cara
agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:
I. Pemberian diet atau makanan yang mengandung serat.
II. Pemberian cairan yang cukup.
III. Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
IV. Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
V. Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan
pemberian huknah atau obat yang lain.
c) Perubahan Tanda-Tanda Vital
1) Suhu badan : setelah melahirkan, suhu tubuh dapat naik
kurang lebih 0,5 derajat celcius dari keadaan normal,
setelah dua jam pertama melahirkan suhu badan akan
kembali normal.
2) Nadi dan pernafasan : nadi berkisar antara 60-80 denyutan
per menit setelah melahirkan, dan dapat terjadi bradikardia.
Bila terdapat takikardia dan suhu tubuh tidak panas,
mungkin ada perdarahan berlebihan pada penderita,
sedangkan pernafasan akan sedikit lebih meningkat setelah

16
melahirkan kemudian kembali seperti keadaan seperti
semula.
3) Tekanan darah : setelah melahirkan pada kasus normal,
tekanan darah biasanya tidak berubah. Bila terjadi
hipertensi post partum akan menghilang dengan sendirinya
bila tidak ada penyakit-penyakit lain yang menyertainya
dalam setengah bulan tanpa pengobatan.

6. Kebijakan Program Nasional Nifas


Seorang bidan pada saat memberikan asuhan kepada ibu dalam
masa nifas, ada beberapa hal yang harus dilakukan, akan tetapi
pemberian asuhan kebidanan pada ibu masa nifas tergantung dari
kondisi ibu sesuai dengan tahapan perkembangannya antara lain
(Saleha, 2009).
a) Kunjungan ke-1 (6-8 jam setelah persalinan) : mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri; mendeteksi dan
merawat penyebab lain perdarahan : rujuk bila perdarahan
berlanjut; memberikan konseling pada ibu atau salah satu
anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri; pemberian ASI awal; melakukan
hubungan antara ibu dan bayi baru lahir; menjaga bayi tetap
sehat dengan cara mencegah hipotermia; jika petugas
kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu
dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau
sampai ibu dan bayi dalam keadaan sehat.
Menurut Varney (2007), selama puerperium awal bidan
sebaiknya menemui wanita sedikitnya satu hari sekali. Setiap
kunjungan meliputi aspek sebagai berikut:
1) Tinjauan Catatan Klien.
Sebelum bidan memulai kunjungan, bidan meninjau
setiap bagian perawatan kelahiran dan antepartum yang
belum diketahuinya sehingga ia dapat memiliki
pengetahuan ketika berbicara dengan ibu baru tersebut. Hal
ini meliputi kewaspadaan terhadap adanya komplikasi pada
status kesehatan bayi baru lahir. Peninjauan catatan sejak
kelahiran juga membantu bidan mengetahui catatan tanda-

17
tanda vital ibu, hasil laboratorium, penggunaan obat-
obatan, dan setiap komentar dari perawat. Catatan
perkembangan dan program sebelumnya juga ditinjau.
Waktu yang sudah berlalu sejak kelahiran, dalam jam atau
hari, dipastikan untuk mengidentifikasi temuan fisik yang
diharapkan.
2) Riwayat
Saat bidan memulai kunjungannya, topic pertamanya
adalah kelahiran. Saat wanita membagi pengalamannya, ia
memberi informasi yang dapat divalidasi atau di perbaiki,
dan memberi petunjuk topic mana yang merupakan
masalah besar baginya. Informasi tambahan dapat
ditanyakan untuk mengkaji pemulihan fisik dan kemajuan
ibu dalam belajar menjadi orang tua bagi anaknya yang
baru lahir.
3) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan selama periode pasca partum awal
meliputi sebagai berikut:
I. Pengkajian tanda-tanda vital termasuk kecenderungan
selama periode setelah kelahiran.
II. Pemeriksaan payudara termasuk menunjukkan adanya
kolostrum dan penatalaksanaan puting susu pada wanita
menyusui.
III. Auskultasi jantung dan paru-paru, sesuai indikasi
keluhan ibu, atau perubahan nyata pada penampilan
atau tanda-tanda vital.
IV. Evaluasi bagian perut ibu terhadap involusio uterus dan
kandung kemih.
V. Evaluasi nyeri tekan sudut costo-vertebral angle (CVA)
jika di indikasikan oleh keluhan maternal atau tanda-
tanda klinis.
VI. Pengkajian perineum terhadap memar, edema,
hematoma dan penyembuhan setiap jahitan.
VII. Pemeriksaan tipe, kuantitas dan bau lokhia
VIII. Pemeriksaan anus terhadap adanya haemoroid
IX. Pemeriksaan ekstremitas terhadap adanya edema, nyeri
tekan atau panas pada betis dan refleks.

18
b) Kunjungan ke-2 (6 hari setelah persalinan) : memastikan
involusio uterus berjalan normal : uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal;
memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan
istirahat; memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit; memberikan konseling
pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi
tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
c) Kunjungan ke-3 (2 minggu setelah persalinan) : disesuaikan
berdasarkan perubahan fisik, fisiologis, dan psikologis yang
diharapkan dalam dua minggu pasca partum. Perhatian khusus
harus diberikan pada seberapa baik wanita mengatasi
perubahan ini dan tanggung jawabnya yang baru sebagai orang
tua. Pada saat ini juga adalah kesempatan terbaik untuk
meninjau pilihan kontrasepsi yang ada. Banyak pasangan
memilih memulai hubungan seksual segera setelah lokhia ibu
menghilang.
d) Kunjungan ke-4 (6 minggu setelah persalinan) : menanyakan
pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami;
memberikan konseling untuk keluarga berencana secara dini,
imunisasi, senam nifas, dan tanda-tnda bahaya yang dialami
oleh ibu dan bayi. Meskipun puerperium berakhir sekitar enam
minggu, yang menunjukkan lamanya waktu yang digunakan
saluran reproduksi wanita untuk kembali ke kondisi pada saat
tidak hamil. Pemeriksaan yang dilakukan pada kunjungan ini
sering kali terdiri dari pemeriksaan riwayat lengkap, fisik, dan
panggul. Selain itu, kunjungan meliputi penapisan adanya
kontra indikasi terhadap setiap metode keluarga berencana.
Selain pengkajian yang dibahas diatas untuk penggunaan
pnggilan telepon atau kunjungan dua minggu, riwayat
tambahan lain meliputi sebagai berikut:
1) Permulaan hubungan seksual dan waktu penggunaan
kontrasepsi,
2) Metode keluarga berencana yang di inginkan,
3) Adanya gejala demam, kedinginan, pilek dan flu,
4) Payudara apakah ada masalah pada puting susu, perawatan
payudara, atau gejala mastitis.

19
5) Fungsi perkemihan,
6) Perubahan lokhia,
7) Kram atau nyeri tungkai

7. Program Tindak Lanjut Asuhan Masa Nifas di Rumah


Suatu kunjungan rumah akan mendapat lebih banyak
kemajuan apabila direncanakan dan diorganisasikan dengan baik.
Bidan perlu meninjau kembali catatan kesehatan ibu, rencana
pengajaran dan catatan lain yang bisa digunakan sebagai dasar
wawancara dan pemeriksaan serta pemberian perawatan lanjutan
yang diberikan. Setelah kunjungan tersebut direncanakan, bidan
haru mempersiapkan semua peralatan yang diperlukan, materi
instruksi dan keterangan yang dapat diberikan kepada keluarga
yang akan dikunjungi (Saleha, 2009).
Setelah melahirkan ibu memasuki masa nifas dimana sebelum
pulang dari tempat bidan, ibu harus diberikan beberapa petunjuk
untuk melakukan perawatan baik terhadap dirinya maupun
terhadap bayinya, hal ini dapat dilakukan ibu dan dibantu oleh
suami, maupun keluarganya agar ibu dapat mempelajari semua
yang harus dilakukan maka ibu diberikan buku pegangan agar jika
ibu lupa melakukannya ibu dapat melihat ulang apa yang harus
dilakukan (Saleha, 2009).
Kunjungan rumah post partum memiliki keuntungan yang
sangat jelas karena membuat bidan dapat melihat dan berinteraksi
dengan anggota keluarga di dalam lingkungan yang alami dan
aman. Bidan mampu mengkaji kecukupan sumber yang ada
dirumah, demikian pula keamanan dirumah dan lingkungn sekitar.
Kedua data tersebut bermanfaat untuk merencanakan pengajaran
atau konseling kesehatan. Kunjungan rumah lebih mudah
dilakukan untuk mengidentifikasi penyesuaian fisik dan psikologis
yang rumit (Saleha, 2009).
Menurut Saleha (2009) selain keuntungan, kunjungan rumah
post partum juga memiliki keterbatasan yang masih sering
dijumpai, yaitu sebagai berikut:
a) Besarnya biaya untuk mengunjungi pasien yang jaraknya jauh.
b) Terbatasnya jumlah bidan dalam memberi pelayanan
kebidanan.

20
c) Kekhawatiran tentang keamanan untuk mendatangi pasien di
daerah tertentu.

8. Kebutuhan Dasar dalam Masa Nifas


Menurut Dainty, dkk (2014) ada tujuh kebutuhan ibu nifas antara
lain:
a) Nutrisi dan Cairan tubuh
Ibu nifas memerlukan diet untuk mempertahankan tubuh
terhadap infeksi, mencegah konstipasi, dan untuk memulai
proses pemberian ASI eksklusif. Asupan kalori perhari
ditingkatkan sampai 2700 kalori. Asupan cairan perhari
ditingkatkan sampai 3000 ml (susu 1000 ml), suplemen zat
besi dapat diberikan pada ibu nifas selama 4 minggu pertama
setelah kelahiran.
Gizi ibu menyusui dibutuhkan untuk produksi ASI dan
pemulihan kesehatan ibu. Kebutuhan gizi yang perlu
diperhatikan antara lain:
b) Makanan dianjurkan seimbang antara jumlah dan mutunya.
c) Banyak minum, setiap hari minum lebih dari 6 gelas
d) Makan-makan yang tidak merangsang, baik secara termis,
mekanis atau kimia untuk menjaga kelancaran pencernaan.
e) Batasi makanan yang berbau keras.
f) Gunakan makanan yang dapat merangsang produksi ASI,
misalnya sayuran hijau.
g) Diet dalam masa nifas harus bergizi, bervariasi dan
seimbang. Diet ini seharusnya tinggi kalori. Total makanan
yang dikonsumsi dianjurkan mengandung 50-60%
karbohidrat, lemak sebesar 25-35% dari total makanan,
jumlah protein 10-15% zat besi, dan vitamin.
h) Eliminasi
Bidan harus mengobservasi adanya distensi abdomen
dengan mempalpasi dan mengauskultasi abdomen, terutama
pada post seksio sesaria. Rangsangan untuk berkemih dapat
diberikan dengan rendam duduk ( sith bath ) untuk
mengurangi oedema dan relaksasi sfingter, lalu kompres
hangat atau dingin. Jika perlu pasang kateter sewaktu.

21
i) Hygiene
Sering membersihkan perineum akan meningkatkan rasa
nyaman dan mencegah infeksi. Penggantian pembalut
hendaknya sering dilakukan, setidaknya setelah membersihkan
perineum, berkemih atau defekasi. Pada masa post partum ibu
rentan terhadap infeksi. Karena itu menjaga kebersihan sangat
penting untuk mencegah infeksi. Anjurkan ibu untuk menjaga
kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungannya.
j) Istirahat
Ibu nifas membutuhkan tidur dan istirahat yang cukup.
Setelah selama sembilan bulan ibu mengalami kehamilan
dengan beban kandungan yang begitu berat, banyak keadaan
yang menganggu lainnya, dan proses persalinan yang
melelahkan, ibu membutuhkan istirahat yang cukup untuk
memulihkan keadaannya. Seorang wanita dalam masa nifas
dan menyusui memerlukan waktu lebih banyak untuk istirahat
karena dalam proses penyembuhan, terutama organ-organ
reproduksi dan untuk kebutunan menyusui bayinya. Jika ibu
kurang beristirahat dapat menganggu produksi ASI,
memperlambat proses involusi, memperbanyak perdarahan,
menyebabkan depresi, dan menimbulkan rasa
ketidakmampuan merawat bayi.
k) Seksualitas
Seksualitas ibu nifas dipengaruhi oleh derajat rupture
perineum dan penurunan hormon steroid setelah persalinan.
Keinginan seksual ibu menurun karena kadar hormon rendah,
adaptasi peran baru, keletihan (kurang istirahat dan tidur).
l) Latihan dan senam nifas
Tujuan latihan pasca melahirkan adalah :
1) Menguatkan otot-otot perut sebingga menghasilkan bentuk
tubuh yang baik.
2) Mengencangkan dasar panggul sehingga mencegah atau
memperbaiki inkontinensia stress.
3) Membantu memperbaiki sirkulasi darah di seluruh tubuh.

22
C. Ambulasi Dini Post Partum
1. Pengertian
Mobilisasi dini adalah kebijakan untuk selekas mungkin
membimbing penderita keluar dari tempat tidumya dan
membimbingnya selekas mungkin berjalan (Jannah, 2011).
Mobilisasi dini adalah kebijakan untuk secepat mungkin
membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan
membimbingnya secepat mungkin untuk berjalan. Pada persalinan
normal baiknya mobilisasi dini dikerjakan setelah 2 jam, ibu boleh
miring kiri atau miring kanan untuk mencegah adanya thrombosis
(Dewi, 2011).
Mobilisasi dini adalah beberapa jam setelah melahirkan
segera bangun dari tempat tidur dan bergerak agar lebih kuat dan
lebih baik. Gangguan berkermih dan buang air besar juga dapat
teratasi (Anggraini, 2010).
Dari defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi
dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini
mungkin dengan arah membimbing penderita untuk
mempertahankan fungsi fisiologis. Mobilisasi dini tidak
dibenarkan pada ibu post partum dengan penyulit misalnya
anemia, penyakit jantung, paru-paru, demam, dan sebagainya.

2. Manfaat Mobilisasi Dini


a) Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi
puerperium,
b) Mempercepat involusi alat kandungan,
c) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan,
d) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga
mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolism.
(Manuaba, 2010).

3. Resiko Bila Tidak Melakukan Mobilisasi Dini


Menurut Manuaba (2010), berbagai masalah dapat terjadi bila
tidak melakukan mobilisasi dini, yaitu :
a) Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang
tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan

23
menyebabkan infeksi, salah satu tanda infeksi adalah
peningkatan suhu tubuh.
b) Perdarahan yang abnormal, dengan mobilisasi dini
kontraksi uterus akan baik, sehingga fundus uteri keras,
maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan.
Karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah
yang terbuka.
c) Involusi uteri yang tidak baik, apabila tidak dilakukan
mobilisasi dini akan menghambat pengeluaran darah dan
sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya
kontraksi uterus.
Selain resiko diatas, dampak yang dapat terjadi bila
mobilisasi dini tidak dilakukan adalah kurangnya suplai darah
dan pengaruh hipoksia pada luka. Luka dengan suplai darah
yang buruk akan sembuh dengan lambat. Jika factor-faktor
esensial untuk penyembuhan, seperti oksigen, asam amino,
vitamin dan mineral, sangat lambat mencapai luka karena
lemahnya vaskularisasi, maka penyembuhan luka tersebut akan
terhambat, meskipun pada pasien-pasien yang nutrisinya baik.
(Morison, 2011).

4. Rentang Gerak Mobilisasi Dini


Menurut Manuaba (2010), dalam mobilisasi dini terdapat tiga
rentang gerak yaitu:
a) Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga
kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan
otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien.
b) Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot
serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara
aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.
c) Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan
melakukan aktifitas yang diperlukan.

24
5. Tahapan-tahapan mobilisasi dini
Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan, lebih-
lebih bila persalinan berlangsung lama, karena ibu harus cukup
beristirahat, dimana ibu harus tidur telentang selama 2 jam post
partum untuk mencegah perdarahan post partum. Kemudian ibu
boleh miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah terjadinya
thrombosis dan tromboemboli. Lalu belajar duduk setelah dapat
duduk, lalu dapat jalan-jalan dan biasanya boleh pulang.
Mobilisasi dini ini tidak mutlak, bervariasi tergantung pada
adanya komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya luka.
Sebaiknya ibu nifas dapat melakukan mobilisasi dini setelah
kondisi fisiknya mulai membaik.
Menurut Ifafan (2010), mobilisasi dini dilakukan secara
bertahap yaitu:
a) Miring kiri / miring kanan setelah 2 jam post partum.
b) Duduk sendiri setelah 6-8 jam post partum.
c) Berjalan setelah 12 jam post partum.

6. Macam-Macam Mobilisasi Dini (Saifuddin, 2010)


a) Mobilisasi penuh
Yaitu seluruh anggota dapat melakukan mobilisasi secara
normal. Mobilisasi penuh mempunyai peranaan penting
dalam menjaga kesehatan baik secara fisiologis maupun
psikologis.
b) Mobilisasi sebagian
Yaitu sebagian dari anggota badan yang dapat melakukan
mobilisasi secara normal. Terjadi pada pasien dengan
gangguan saraf motoric dan sensorik, terdiri dari :
1) Mobilisasi sebagian dengan temporer, disebabkan oleh
trauma yang reversible,
2) Pada system musculoskeletal,
3) Mobilisasi sebagian permanen disebabkan karena
rusaknya system saraf yang reversible (hemiplagi karena
kecelakaan).

25
7. Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Mobilisasi
a) Factor fisiologis
Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap system
tubuh bereesiko terjadi gangguan, tingkat kepparahan dari
gangguan tersebut terganggu pada kondisi kesehatan secara
keseluruhan, serta tingkat mobilisasi yang dialami.
b) System endokrin
Merupakan produksi hormone sekresi kelenjar, membantu
mempertahankan dan mengatur fungsi vital seperti respon
terhadap stress dan cedera, pertumbuhan dan erkembangan,
reproduksi, hemoestatis ion, dan metabolism energy. Ketika
cedera atau stress terjadi, system endokrin memicu
serangkaian respon yang bertujuan mempertahankan tekanan
darah yang memelihara hidup. System endokrin berperan
dalam pengaturan lingkungan internal dengan
memmpertahankan keseimbangan natrium, kalium, air, dan
keseimbangan asam basa. Sehingga system endokrin bekerja
sebagai pengatur metabolism energy.
c) Factor emosional
Factor emosional yang mempengaruhi mobilisasi dini
adalah cemas (ansietas). Ansietas merupakan gejolak emosi
seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya
dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi
permasalahan.
d) Ketidakmampuan atau kelemahan fisik dan mental
Persalinan merupakan proses yang melelahkan, saat
persalinan ibu menggerakkan seluruh tenaganya untuk
melewati proses persalinan yang panjang, tidak jarang setelah
melahirkan ibu lebih sering memilih tidur daripada melakukan
pergerakan secara bertahap.
e) Depresi
Besar kemungkinan setelah melahirkan ibu akan
mengalami depresi. Biasanya depresi berlangsung sekitar satu
sampai dua hari, hal ini data terjadi karena perubahan
mendadak dari hormone. Gejalanya berupa mudah
tersinggung, menangis tanpa sebab, gelisah, takut pada hal
yang sepele.

26
D. Perawatan Perineal
1. Pengertian perawatan perineum
Vulva hygiene adalah membersihkan vulva dan daerah
sekitarnya pada pasien wanita yang sedang nifas atau tidak dapat
melakukannya sendiri. Pasien yang harus istirahat di tempat tidur
(misalnya, karena hipertensi, pemberian infus,section caesarea)
harus dimandikan setiap hari dengan pencucian
daerahperineum yang dilakukan dua kali sehari dan pada waktu
sesudah selesai membuang hajat. Meskipun ibu yang akan
bersalin biasanya masih muda dan sehat, daerah daerah yang
tertekan tetap memerlukan perhatian serta perawatan protektif.
Setelah ibu mampu mandi sendiri (idealnya, dua kali sehari),
biasanya daerah perineum dicuci sendiri dengan menggunakan air
dalam botol atau wadah lain yang disediakan khusus untuk
keperluan tersebut. Penggantian tampon harus sering dilakukan,
sedikitnya sesudah pencucian perineum dan setiap kali sehabis ke
belakang atau sehabis menggunakan pispot. Payudara harus
mendapatkan perhatian khusus pada saat mandi yang bisa
dilakukan dengan memakai spons atau shower dua kali sehari.
Payudara dibasuh dengan menggunakan alat pembasuh muka
yang disediakan khusus untuk keperluan ini. Kemudian masase
payudara dilakukan dilakukan dengan perlahan – lahan dan puting
secara hati – hati ditarik keluar. Jangan menggunakan sabun untuk
membersihkan putting.
Vulva hygiene adalah tindakan keperawatan pada alat kelamin
perempuan, yaitu perawatan diri pada organ eksterna yang terdiri
atas mons veneris, terletak didepan simpisis pubis, labia mayora
yang merupakan dua lipatan besar yang membentuk vulva, labia
minora, dua lipatan kecil di antara atas labia mayora, klitoris,
sebuah jaringan eriktil yang serupa dengan penis laki-laki,
kemudian juga bagian yang terkait di sekitarnya seperti uretra,
vagina, perineum, dan anus.

2. Tujuan perawatan perineum


Tujuan perawatan perineum menurut Hamilton (2002), adalah
mencegah terjadinya infeksi sehubungan dengan penyembuhan
jaringan.

27
Sedangkan menurut Moorhouse et. al. (2001), adalah
pencegahan terjadinya infeksi pada saluran reproduksi yang terjadi
dalam 28 hari setelah kelahiran anak atau aborsi.

3. Bentuk Luka Perineum


Bentuk luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam yaitu :
a) Rupture
Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan
oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan
kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan.
Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang
robek sulit dilakukan penjahitan. (Hamilton, 2002).
b) Episotomi
Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum
untuk memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat
sebelum keluarnya kepala bayi (Eisenberg, A., 1996).
Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja pada
perineum dan vagina yang sedang dalam keadaan meregang.
Tindakan ini dilakukan jika perineum diperkirakan akan robek
teregang oleh kepala janin, harus dilakukan infiltrasi perineum
dengan anestasi lokal, kecuali bila pasien sudah diberi anestasi
epiderual. Insisi episiotomi dapat dilakukan di garis tengah
atau mediolateral. Insisi garis tengah mempunyai keuntungan
karena tidak banyak pembuluh darah besar dijumpai disini dan
daerah ini lebih mudah diperbaiki (Jones Derek, 2002).
Pada gambar berikut ini dijelaskan tipe episotomi dan
rupture yang sering dijumpai dalam proses persalinan yaitu :
1) Episiotomi medial
2) Episiotomi mediolateral
Sedangkan rupture meliputi
1) Tuberositas ischii
2) Arteri pudenda interna
3) Arteri rektalis inferior

4. Lingkup Perawatan
Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk pencegahan
infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya

28
mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau
akibat dari perkembangbiakan bakteri pada peralatan
penampung lochea (pembalut) (Feerer, 2001).
Sedangkan menurut Hamilton (2002), lingkup perawatan
perineum adalah :
a) Mencegah kontaminasi dari rectum,
b) Menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma,
c) Bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan
bau.

5. Waktu Perawatan
Menurut Feerer (2001), waktu perawatan perineum adalah:
a) Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas
pembalut, setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi
kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada
pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian
pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu
diperlukan pembersihan perineum.

b) Setelah buang air kecil


Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil
kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni padarektum
akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum
untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
c) Setelah buang air besar
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-
sisa kotoran disekitar anus, untuk mencegah terjadinya
kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang letaknya
bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dan
perineum secara keseluruhan.

6. Dampak Dari Perawatan Luka Perinium


Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat
menghindarkan hal berikut ini :
a) Infeksi

29
Kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab akan
sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat
menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.
b) Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat
pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang
dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung
kemih maupun infeksi pada jalan lahir.
c) Kematian ibu post partum
Penanganan komplikasi yang lambat dapat
menyebabkan terjadinya kematian pada ibu post partum
mengingat kondisi fisik ibu post partum masih lemah
(Suwiyoga,1995)

7. Perawatan Perineal Wanita


Perawatan perineal pada wanita meliputi pembersihan
genitalia eksternal. Prosedur biasanya dilakukan selama mandi.
Kebanyakan wanita menyukai mencuci area perineal mereka
sendiri bila secara fisik mereka mampu melakukannya. Perawatan
perineal mencegah dan mengontrol penyebaran infeksi, mencegah
kerusakan kulit, meningkatkan kenyamanan, dan mempertahankan
kebersihan. Ketika memberikan perawatan perineal pada klien,
perawat harus menggunakan sarung tangan untuk mengurangi
risiko penularan mikroorganisme, seperti HIV atau herpes, dari
drainase perineal.

8. Pendelegasian
Perawat perineal dapat didelegasikan pada personel asisten.
Namun, tindakan ini tetap menjadi tanggung jawab perawat untuk
menindaklanjutinya untuk menjamin perawatan yang tepat
diberikan dan untuk mencatat hasilnya. Keterampilan ini tidak
boleh didelegasikan bila klien tidak stabil secara medis.

30
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Alat Kardiotokografi (CTG) atau juga disebut Fetal Monitor adalah
alat yang digunakan untuk memeriksa kondisi kesehatan janin.
Pemeriksaan umumnya dapat dilakukan pada usia kehamilan 7-9 bulan
dan pada saat persalinan. Pemeriksaan CTG diperoleh informasi berupa
signal irama denyut jantung janin (DJJ), gerakan janin dan kontraksi
rahim. Bila terdapat perlambatan maka itu menandakan adanya gawat
janin akibat fungsi plasenta yang sudah tidak baik. Pada saat bersalin
kondisi janin dikatakan normal apabila denyut jantung janin dalam
keadaan reaktif, gerakan janin aktif dan dibarengi dengan kontraksi rahim
yang adekuat. Menurut Rukiyah (2011) dalam Prawirohardjo (2002)
masa nifas (puerperium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira enam minggu.

B. Saran
1. Bagi keperawatan, dapat dijadikan sarana pengetahuan dalam
pengelolaan dan pemberian asuhan keperawatan maternitas khususnya
pada ibu nifas
2. Bagi Pendidikan, dapat dijadikan saran pengetahuan untuk mahasiswa
dalam melakukan asuhan keperawatan maternitas khususnya pada ibu
nifas.

31
DAFTAR PUSTAKA

Alexander J, Roth C, Levy V. Praktik kebidanan: riset dan isu. Alih bahasa
Devi Yulianti. Jakarta: EGC; 2007. hlm. 227-247.
Dinkes. Standar pelayanan minimal bidang kesehatan. Semarang: Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Tengah; 2009. hlm. 22-24, 31-32.
Griffin RW. Manajemen. Jakarta: Erlangga; 2004. hlm. 88-89.
Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia; 2009. hlm. 67.
Kemenkes RI. Standar kompetensi bidan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 2007.
Osman H, Chaaya M, Zein LE, Naassan G, Wick L. What do first time mother
worry about? A study of usage patterns and content of call made to a
postpartum support telephone hotline. BMC Public Health. 2010
[diunduh 10 januaril 2018]; 10:611. Tersedia di
http://www.biomedcentral.com/147- 2458/10/611
Saifuddin AB. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta: YBP-SP; 2005. hlm. N23.
Saleha S. Asuhan kebidanan pada masa nifas. Jakarta: Salemba medika; 2009.
hlm.1-7,53-62, 71-76, 79-80.
Sophie Grioradis. Cindylee D. Kenneth F. et al. Postpartum cultural practices:
a systematic review of the evidence. BMC [abstract]. 2008 [diunduh 10
April 2011]; 10.1186 tersedia di http://www.annals-general-
psychiatry.com
Sulistyawati A. Buku ajar asuhan kebidanan pada ibu nifas. Yogyakarta: Andi
Offset; 2009. hlm. 1–6; 74-86.
Sustini F, Andajani S, Marsudiningsih A. Pengaruh pendidikan kesehatan,
monitoring dan perawatan ibu pascapersalinan terhadap kejadian
morbiditas nifas di kabupaten Sidoarjo dan Lamongan Jawa Timur. Bul
Penel Kesehatan. 2003. [diunduh 15 Mei 2011]; no 2 (31): hlm: 72-82.
Tersedia dari http://www.litbang.depkes.go.id
Varney H, Kriebs Jan M, Gegor LC. Buku ajar asuhan kebidanan edisi 4 (2).
Jakarta: EGC; 2008. hlm.957-980.
WHO press; 2010. hlm. 23-37.
WHO technical consultation on postpartum and postnatal care. Geneva:
William. Obstetri william. Jakarta: EGC; 2007.

32

Anda mungkin juga menyukai