Date Signature
DISUSUN OLEH :
PEMBIMBING :
dr. Olfi Susan Tumbol
SUPERVISOR :
dr. Denny Mathius Sendana, M.Kes, Sp.F
i
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Mengetahui,
Supervisor Pembimbing
dr. Denny Mathius Sendana, M.Kes, Sp.F dr. Olfi Susan Tumbol
ii
DAFTAR ISI
iii
STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA
iv
Tingkat kemampuan 4 (Does): Mampu melakukan secara mandiri .Lulusan dokter
dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan menguasai seluruh teori,
prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan,komplikasi, dan pengendalian
komplikasi. Selain pernah melakukannya di bawah supervisi, pengujian keterampilan
tingkat kemampuan 4 dengan menggunakan Workbased Assessment misalnya mini-
CEX, portfolio, logbook, dsb. 4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter
v
DISCLAIMER
Refarat ini kami buat dengan mengambil dan menambahkan pembahasan refarat yang
dibuat oleh :
Tahun : 2018
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
vi
KERANGKA KONSEP
ASFIKSIA
ASFIKSIA MEKANIK
TRAUMATIK
PENCEKIKAN
TENGGELAM GAGGING DAN PENJERATAN GANTUNG
PEMBENGKAPAN (MANUAL
(DROWNING) CHOCKING (STRANGULATION) (HANGING)
STANGULATION)
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
viii
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Tenggelam didefinisikan sebagai kematian akibat asfiksia dalam 24 jam
terendam (submersion) di dalam air.(1) Dimana bila pada asfiksia yang lain tidak terjadi
perubahan elektrolit dalam darah, sedangkan pada tenggelam perubahan tersebut ada;
baik tenggelam dalam air tawar (fresh water drowning) maupun tenggelam dalam air
asin (salt water drowning).(234) Definisi terbaru yang diadaptasi Badan Kesehatan
Dunia (World Health Organization) pada tahun 2002, tenggelam didefinisikan sebagai
suatu proses terjadinya gangguan pernafasan akibat terendam (submersion) atau
terbenam (immersion) di dalam cairan.(5)
2.2. EPIDEMIOLOGI
Tahun 2012 terdapat sekitar 327.000 orang meninggal dikarenakan tenggelam.
Menurut survei WHO yang terakhir terjadi peningkatan 39 – 50% angka kematian
akibat tenggelam di negara – negara maju seperti Amerika serikat, Australia dan
Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di negara negara miskin dan
berkembang. Kasus kematian dikarenakan tenggelam terjadi lebih banyak pada laki-
laki dibandingkan perempuan dengan setengah dari korban tenggelam adalah mereka
yang berusia di bawah 25 tahun.5 Kasus yang dilaporkan lebih banyak laki‐laki, karena
lebih sering kontak dengan laut tanpa didampingi rekan, ataupun dalam keadaan
dibawah pengaruh alkohol saat berenang, menyelam, dan berselancar.13 Data resmi
angka kematian mengelompokkan kasus kematian tenggelam yang di akibatkan bunuh
diri dan tenggelam karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan.5
ix
Berdasarkan studi epidemiologi, tenggelam hampir selalu menempati sepuluh
besar penyebab kematian di seluruh penjuru dunia pada usia 1 – 24 tahun.5
Di Indonesia belum tersedia data insiden dan prevalensi pasti tentang kasus
tenggelam sehingga sangat disayangkan karena pelaporan kasus tenggelam yang baik
juga penting untuk meningkatkan pengetahuan dasar, stratifikasi epidemiologi, dan
penanganan yang sesuai untuk korban tenggelam, dan pada akhirnya menyelamatkan
jiwa.7
Angka kematian yang tinggi akibat tenggelam juga diikuti dengan biaya yang
tinggi seperti pada negara maju, korban tenggelam yang bertahan hidup tapi mengalami
x
cedera otak berat dapat menyebabkan kelumpuhan sehingga tingginya biaya perawatan.
Pada waktu yang sama di negara miskin dan berkembang, kurangnya sarana dan
pelayanan medis berarti korban tenggelam yang selamat dengan kecacatan biasanya
tidak dapat hidup lama.5
xi
2.3. KLASIFIKASI
Tenggelam secara garis besar diklasifikan menjadi dua, yaitu Typical
Drowning (wet drowning) yang ditandai dengan adanya hambatan pada saluran napas
dan paru karena cairan yang masuk ke dalam tubuh. Cairan ini masuk ke saluran
pernapasan setelah korban tenggelam, sedangkan Atypical Drowning ditandai dengan
sedikitnya atau bahkan tidak ada cairan dalam saluran napas sehingga pada otopsi tidak
ditemukan tanda khas untuk menegakkan kasus diagnosis kematiannya jadi di perlukan
juga untuk tetap melakukan pemeriksaan luar dan penelusuran keadaan korban sebelum
meninggal serta riwayat penyakit dahulu.4
Pada klasifikasi Atypical drowning dibedakan menjadi :
Dry Drowning Tenggelam di Air Immersion Secondary
Dangkal syndrome (vagal drowning
inhibition)
cairan tidak masuk Tenggelam terjadi Terjadi tiba-tiba Korban sudah
ke dalam saluran pada air dengan pada korban ditolong dari
pernapasan akibat ketinggian yang tenggelam di air dalam air tampak
spasme laring. dangkal, tapi yang sangat sadar dan bisa
Menurut teori cukup untuk bernapas sendiri
dingin (< 20oC
adalah ketika sedikit menenggelamkan tetapi secara tiba-
atau 68oF)
air memasuki laring bagian mulut atau tiba kondisinya
atau trakea, tiba-tiba hidung. Reflek vagal memburuk.
terjadi spasme Terjadi akibat menginduksi Pada kasus ini
laring yang dipicu kecelakaan (orang disaritmia yang terjadi perubahan
oleh vagal refleks. cacat atau anak menyebabkan kimia dan biologi
lendir tebal, busa, kecil), epilepsi, asistol dan paru yang
dan buih dapat mabuk, koma, atau fibrilasi menyebabkan
terbentuk, orang dengan ventrikel kematian terjadi
8
menghasilkan plug trauma kapitis. sehingga dapat lebih dari 24 jam
fisik pada saat ini. menyebabkan setelah
tenggelam.
Dengan demikian,
kematian.8
air tidak pernah Kematian terjadi
memasuki paru-paru karena kombinasi
akan menyebabkan pengaruh edema
keadaan asfiksia, paru, aspiration
dan akan pneumonitis,
menyebabkan gangguan
kematian.8 elektrolit
(asidosis
metabolik).8
xii
2.4. MEKANISME TENGGELAM
Tenggelam dapat menyebabkan kematian melalui berbagai mekanisme, mekanisme
tersebut ialah sebagai berikut:
1. Kematian Akibat Spasme Laring, Gagging, dan Choking
Hipoksia merupakan masalah utama yang sering diakibatkan oleh trauma
saat tenggelam, tetapi dengan adanya spasme glottis yaitu jika sejumlah kecil
volume air yang memasuki laring atau trakea, ketika itu pula tiba-tiba terjadi
spasme laring akibat pengaruh refleks vagal, hal ini terjadi pada ± 10%
kematian akibat tenggelam. Mukosa yang menjadi kental, berbusa, dan berbuih
dapat dihasilkan, hingga menciptakan suatu ‘perangkap fisik’ yang menyumbat
jalan napas. Spasme laring tidak dapat ditemukan pada saat otopsi karena pada
kematian telah terjadi relaksasi otot-otot laring. Dalam situasi yang lain, terjadi
peningkatan cepat tekanan alveoli - arterial, yang terjadi pada saat air teraspirasi
sehingga menyebabkan hipoksia progresif.5
2. Kematian Akibat Refleks Vagal
Mekanisme ini tidak biasa namun mudah dikenali. Kehilangan
kesadaran biasanya cepat dan kematian terjadi segera dalam waktu beberapa
menit. Pada otopsi tidak didapatkan tanda umum pada tenggelam. Mekanisme
ini dipercaya menyebabkan henti jantung yang merupakan akibat dari air dingin
pada belakang faring dan laring. Ada tiga kondisi umum yang menyebabkan
kematian ini, yaitu masuk kedalam air dengan kaki terlebih dahulu, terkejut atau
tidak ada persiapan, keadaan hipersensitif contohnya pada keracunan alkohol.
Masuk ke dalam air dengan kaki dahulu memudahkan air masuk ke hidung.5
3. Kematian Akibat Fibrilasi Ventrikel
Keadaan ini terjadi pada kasus tenggelam di air tawar. Pada keadaan ini
terjadi absorpsi masif cairan. Karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih
rendah daripada dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air akan
masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel
darah merah. Akibat penggenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba
mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung
sehingga terjadi perubahan keseimbangan kadar ion kalium dan kalsium dalam
serabut otot jantung dapat menyebabkan terjadinya fibrilasi ventrikel dan
xiii
penurunan tekanan darah, kemudian menyebabkan kematian karena anoksia
otak. Kematian dapat terjadi dalam waktu 5 menit.5
4. Kematian Akibat Edema Pulmonal
Terjadi pada kasus tenggelam di air asin dimana konsentrasi elektrolit
cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari
sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstisial paru dan menimbulkan edema
pulmonal, hemokonsentrasi, hipovolemi, dan kenaikan kadar magnesium dalam
darah. Hemokonsentrasi akan menyebabkan sirkulasi menjadi lambat dan
menyebabkan payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit
setelah tenggelam.5
Edema pulmoner akut dapat terjadi jika terdapat peningkatan
permeabilitas kapiler paru (non kardiogenik), atau saat tekanan hidrostatik
kapiler paru melebihi tekanan onkotik plasma (kardiogenik), atau keduanya.
Mekanisme pada korban tenggelam belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga
karena peningkatan tekanan kapiler paru dari sistem saraf simpatis, peningkatan
tekanan negatif intra-torakal, atau respon adrenergik terhadap kondisi di dalam
air yang belum dapat dijelaskan secara biokimia. 5
Cara kematian
Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena:
1. Kecelakaan
Sering terjadi karena korban jatuh ke laut, danau, sungai dan juga kolam
renang.
2. Bunuh diri
Peristiwa ini terjadi dengan menjatuhkan diri ke dalam air. Terkadang tubuh
pelaku diikat dengan benda pemberat agar tubuhnya dapat tenggelam.
3. Pembunuhan
Ada banyak cara yang dapat digunakan, misalkan melempar korban ke laut
dengan diikat pada pemberat atatupun dengan memasukkan kepala korban ke
bak berisi air. Dari segi patologik sulit dibedakan antara bunuh diri dan
pembunuhan. Pemeriksaan pada tempat kejadian sangat membantu. Jika
memang benar pembunuhan, maka masih perlu diteliti apakah korban
ditenggelamkan saat masih hidup atau sudah mati.
xiv
Pada pemeriksaan mayat tenggelam, hal penting yang perlu ditentukan pada
pemeriksaan adalah :
1. Menentukan indentitas korban
Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain:
Pakaian dan benda milik korban
Warna dan distribusi rambut serta identitas lain
Kelainan atau deformitas dan jaringan parut
Sidik jari
Pemeriksaan gigi
Teknik identifikasi lain
2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam.
Pada mayat yang masih segar, untuk menentukan apakah korban masih
hidup atau sudah meninggal saat tenggelam dapat diketahui dari
pemeriksaan:
Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih
hidup waktu tenggelam ialah pemeriksaan diatom.
Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan
kadar elektrolit magnesium darah dari bilik jantung kiri dan
kanan.
Benda asing dalam paru dan saluran napas mempunyai nilai yang
menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu
dan mulai membusuk. Demikian pula dengan isi lambung dan
usus.
Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli
yang secara fisik dan kimia sifatnya sama dengan air tempat
korban tenggelam mempunyai nilai yang bermakna.
Dengan ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat menjelaskan
bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada saat masuk
ke dalam air.
3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis tenggelam
Pada mayat yang segar, gambaran postmortem dapat menunjukkan tipe
tenggelam dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan
dan kekerasan lain. Pada kecelakaan di kolam renang benturan
xv
antemortem pada tubuh bagian atas, misal memar pada muka, perlukaan
pada vertebra servikalis dan medula spinalis dapat ditemukan.
Faktor – faktor yang berperan pada proses kematian, misalnya kekerasan, alkohol
atau obat –obatan dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau bedah jenazah.
Bila korban masih hidup pada waktu masuk ke air, maka perlu
ditentukan apakah kematian disebabkan karena air masuk ke
dalam saluran pernapasan. Pada immersion, kematian terjadi
dengan cepat, hal ini bisa disebabkan oleh sudden cardiac arrest
yang terjadi pada saat cairan melalui saluran pernapasan bagian
atas.
Bila tidak ditemukan air pada paru – paru dan lambung, berarti
kematian terjadi seketika akibat spasme glotis, yang
menyebabkan cairan tidak dapat masuk.
Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama makin
banyak dan kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2 – 12 menit (fatal
period).
xvi
darah. Air tawar tersebut dengan cepat berpindah meningkatkan volume darah
(hipervolemia) sekitar 50 ml% permenit sehingga akan terjadi hemodilusi darah,
air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel
darah merah (hemolisis).5
Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan yang masif. Akibat pengenceran
darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan
ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion kalium dalam plasma
meningkat (hiperkalemia), terjadi perubahan keseimbangan ion kalium dan
kalsium dalam serabut otot jantung dapat mendorong terjadinya fibrilasi
ventrikel dan penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan
timbulnya kematian akibat anoksia serebri. Kematian terjadi dalam waktu 5
menit.5,9
xvii
PERBEDAAN TENGGELAM DI AIR TAWAR DAN AIR ASIN
Kematian akibat tenggelam dalam air tawar dan kematian akibat tenggelam
dalam air asin berbeda dalam berbagai hal yang nanti akan mempengaruhi hasil-hasil
pemeriksaan terhadap jenazah. Secara garis besar perbedaan tersebut digambarkan oleh
tabel dibawah ini:
Tabel 1. Perbedaan Tenggelam Dalam Air Tawar dan Air Asin
Tenggelam dalam Air Tawar Tenggelam dalam Air Asin
Paru-paru kecil dan ringan Paru-paru besar dan berat
Paru-paru relatif kering Paru-paru relatif basah
Bentuk paru-paru biasa Bentuk paru-paru besar
Paru-paru tampak merah pucat Paru-paru ungu biru
Teraba krepitasi ada Teraba krepitasi tidak ada
Pada pemeriksaan laboratorium darah: Pada pemeriksaan laboratorium darah:
- Berat jenis 1,055 - Berat jenis 1,059-1,60
- Hipotonik - Hipertonik
- Hemodilusi - Hemokonsentrasi
- Hipervolemik - Hipovolemik
- Hiperkalemia - Hipokalemia
- Hiponatremia - Hipernatremia
- Hipoklorida - Hiperklorida
Perbedaan-perbedaan yang akan tampak pada hasil pemeriksaan terhadap jenazah ialah
karena mekanisme kematian akibat tenggelam dalam air tawar dan akibat tenggelam
dalam air asin berbeda.
xviii
bagian badan mayat terapung ke permukaan akibatnya menyebabkan darah
statis pada daerah tersebut. Lebam mayat berwarna merah terang. Sebagai hasil
dari pembekuan OxyHb.
Pembusukan sering tampak dan berlangsung dalam proses yang lebih cepat
pada mayat tenggelam, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap. Pada
pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan. Hal ini bukan
merupakan tanda yang tidak spesifik sebab dapat juga di dapatkan pada mayat
yang tidak tenggelam.10,1,11
xix
Washerwoman hand appearance. penenggelaman yang lama dapat
menyebabkan pemutihan dan kulit yang keriput pada kulit. Biasanya ditemukan
pada telapak tangan dan kaki (tampak 1 jam setelah terbenam dalam air hangat).
Tanda ini tidak patognomomik karena mayat yang lama dibuang ke dalam air
akan mengalami keriput juga.10,1,11
Schaumfilz froth. Busa tampak pada mulut atau hidung atau keduanya.
Masuknya cairan kedalam saluran pernafasan merangsang terbentuknya mukus,
substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-paru dan
terkocok oleh karena adanya upaya pernafasan yang hebat. Busa dapat meluas
sampai trakea, bronkus utama dan alveoli. Paru-paru akan terisi air dan cairan
busa akan menetes dari bronkus ketika paru-paru di tekan dan dari potongan
permukaan paru ketika dipotong dengan pisau. Busa halus putih yang berbentuk
jamur (mushroom-like mass) tampak pada mulut atau hidung atau keduanya,
pembusukan akan merusak busa tersebut dan terbentuknya pseudofoam yang
berwarna kemerahan yang berasal dari darah dan gas pembusukan. Sedangkan
pada busa yang terbentuk akibat keracunan, biasanya busa dihasilkan oleh
hipersalivasi kelenjar yang berbentuk busa yang biasanya sedikit lebih cair dari
busa akibat tenggelam.10,11,12
xx
Gambar 6. Gambaran busa pada mulut (Schaumfilz Froth)
Cadaveric spasm, ini secara relatif lebih sering terjadi dan merupakan reaksi
intravital. Sebagaimana sering terdapat benda-banda, seperti rumput laut, dahan
dan batu yang tergenggam. Ini menunjukkan bahwa waktu korban mati,
berusaha mencari pegangan lalu terjadi kaku mayat.10,1
Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat terjadi
akibat persentuhan korban dengan dasar sungai atau terkena benda-benda
disekitarnya. Luka-luka tersebut seringkali mengeluarkan darah, sehingga tidak
jarang korban dianiaya sebelum ditenggelamkan.3
Pada temperatur rata – rata, hal – hal berikut dapat dipakai untuk menentukan berapa
lama tubuh sudah terendam:
Jika tidak ada kerutan pada jari, telapak tangan maka baru beberapa jam.
xxi
Jika tampak pengerutan jari, telapak tangan dan kaki, antara setengah hari
sampai tiga hari.
Tanda pembusukan awal, sering pada kepala, leher, abdomen dan kaki 4 – 10
hari.
Pembengkakan wajah dan abdomen, dengan vena yang terlihat jelas dan
terkelupasnya epidermis pada tangan, kaki dan kulit kepala : 2 – 4 minggu.
Terkelupasnya kulit secara menyeluruh, otot dengan tulang – tulang yang
terlihat, tampak sebagian telah saponifikasi: 1 – 2 bulan.
xxii
Gambar 7. Bercak Paltauf
Pada pemeriksaan lambung sering ditemukan pasir, hidupan akuatik dan juga
batuan akibat daripada air yang tertelan saat terjadi tenggelam. Ada beberapa
ahli patologis berpendapat bahwa air dapat masuk secara pasif ke dalam
lambung akibat daripada turbulansi air berbanding air yang masuk secara aktif
ketika terjadi tenggelam. Manakala beberapa ahli patologis yang lain pula
berpendapat bahwa relaksasi sphincter gastrophageal lambung yang terjadi
pada postmorterm menyebabkan air masuk ke lambung dan mengisi ruangan
lambung. Oleh kerana itu, air di didalam lambung tidak bisa digunakan sebagai
satu tanda tenggelam.
Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami pembendungan.
Bila terjadi hemolisis maka akan terjadi bercak hemolisis pada dinding aorta.
Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit di antara septum interalveolar.
Mungkin terdapat bercak – bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf
akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin). Petekie subpleural dan bula
emfisema jarang terdapat dan ini bukan merupakan tanda khas tenggelam tetapi
mungkin disebabkan oleh usaha respirasi.
xxiii
barulah dikatakan signifikan. Jika lebih tinggi pada sisi kanan jantung daripada
sisi kiri, maka diperkirakan korban tenggelam dalam air tawar. Jika level chloride
kurang pada sisi kanan daripada sisi kiri, korban disangka telah tenggelam dalam
air asin. Perbedaan kadar elktrolit apabila lebih dari 10% dapat menunjang suatu
diagnosis, walaupun terkadang kurang bermakna. Tes ini dilakukan dalam 24 jam
setelah kematian agar dianggap reliabel.
Berat jenis :
Tes juga dilakukan untuk elemen lain pada darah, seperti membandingkan grafitasi
spesifik darah pada kanan dan kiri atrium. 9
xxiv
Syarat sediaan percobaan getah paru yaitu eritrosit dalam sediaan harus sedikit
jumlahnya. Apabila jumlah eritrosit banyak kemungkin karena irisan yang
terlalu dalam.
3. Pemeriksaan Diatome
Ganggang yang hidup di dalam air bisanya kita kenal dengan Diatom.
Setiap jenis air memiliki berbagai variasi diatomenya tersendiri. Diatome
merupakan organisme mikroskopik algae uniseluler yang autotropik di alam dan
memiliki berbagai macam jenis yang dapat ditemukan di air laut dan air tawar .
Diatome ini memiliki tulang silica berbentuk dua valve. Pada diatome kelas
Bacillariophyceae terbagi atas dua bagian yaitu,central dan Pennales atas dasar
kesimetritannya. Ada sekitar 10,000 jenis dan 174 jenis diatom, mempunyai
ukuran dan bentuk berbeda berkisar antara 1 ke 500 µm. Diatoms biasanya
ditemukan di dalam air seperti kolam, danau, sungai, kanal dan lain lain, akan
tetapi konsentrasinya dapat tinggi atau rendah di dalam air tertentu, tergantung
pada musim. Berdasarkan karakteristik lain yaitu kedalaman air tidak
didapatkan bukti adanya pertumbuhan diatom di bawah 100m.9
xxv
dari korban tenggelam sebab penetrasi suatu diatom di kapiler paru-paru
tergantung atas kepadatan dan ukuran diatom tersebut.9
Tenggelam pada air tawar seperti kolam, danau, sungai dan kanal ditemukan
Navicula pupula, N. cryptocephara, N. graciloides, N. meniscus, N.
bacillum, N. radiosa, N. simplex, N. pusilla, Pinnularia mesolepta, P.
gibba, P. braunii, Nitzscia mesplepta, Mastoglia smithioi, Cymbella
cistula, Camera lucida, Cymbella cymbiformis Cocconeis diminuta dan
banyak spesies diatome lainya ditemukan pada air tawar. Pinnularia
borealis ditemukan pada air tawar yang dingin, Pinnularia capsoleta
ditemukan pada air tawar yang dangkal. Selama proses monitor air sungai
yang berterusan didapatkan adanya diatom pada air dan tisu sel yang mana
xxvi
diatom yang paling sering ditemukan adalah Navicula, Diatoma, Nitzschia,
Stephanodicus, Fragilaria, Gomphonema, Gyrosigma, Melosira,
Achnanthes, Amphora, Cocconeis, Cyclotella,an Cymbella.
Anomoeneis sp.
Surirella sp.
xxvii
Eunotia ditemukan di daerah yang pH air 7-8 .
E. lunaris ditemukan di daerah yang pH air 5-6.
xxviii
Organ tubuh Spesies yang sering ditemukan
Paru-paru Achnanthes minutissima, Cyclotella cyclopuncta,
Fragilaria brevistriata, Navicula dll
4. Pemeriksaan DNA
Metode lain yang dapat digunakan dalam pengidentifikasian diatom
adalah dengan amplifikasi DNA ataupun RNA. Diatom pada jaringan manusia,
analisa mikroskopis pada bagian jaringan, kultur diatom pada media, dan
spectrofluophotometry digunakan untuk menghitung klorofil dari plankton di
paru-paru. Metode pendeteksi diatom di darah dapat observasi secara langsung
diatom pada membrane filter, setelah darah dihemolisa menggunakan sodium
dodecyl sulfate, atau dengan metode hemolisa kombinasi, 5 mm pori membrane
filter. Dicampur dengan asam nitrat, dan disaring ulang. Setelah pencampuran
selesai diatom dapat diisolasi dengan metode sentrifuse atau membrane
filtration. Siklus sentrifuse mengkonsentrasikan diatom dan menyingkirkan
semua sisa asam dengan pencucian berulang, supernatant diganti tiap beberapa
kali dengan air distilled.
xxix
BAB III
KESIMPULAN
xxx
DAFTAR PUSTAKA
10. Knight Bernard. Simpson's Forensic Medicine. 11th Ed. London: Oxford
University Press, Inc. 2001. Page 96-99.
xxxi
12. Bardale R. Section 15: Violent Asphyxia Drowning in Principle of Forensic
Medicine & Toxicology. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd.
2011. Page 304 — 313.
13. Ilyana, Nur. Pemeriksaan getah paru korban tenggelam yang di autopsy di
RSUP Sanglah Periode Januari 2010-November 2014. ISM, Vol. 2 No.1,
Januari-April. 2014. Hal 9-12.
xxxii