Anda di halaman 1dari 32

Library Manager

Date Signature

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKO REFARAT


FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2019
UNIVERSITAS HASANUDDIN

TENGGELAM DI AIR TAWAR

DISUSUN OLEH :

APRIYANTO LIFANDY C11112276J


PUTRY APRILLA C11113323J
NUR ALAM SULAIMAN C11113355J

PEMBIMBING :
dr. Olfi Susan Tumbol

SUPERVISOR :
dr. Denny Mathius Sendana, M.Kes, Sp.F

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

1. APRIYANTO LIFANDY C11112276J


2. PUTRY APRILLA C11113323J
3. NUR ALAM SULAIMAN C11113355J

Judul Referat : Tenggelam di Air Tawar

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, April 2019

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Denny Mathius Sendana, M.Kes, Sp.F dr. Olfi Susan Tumbol

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA................................................iv
DISCLAMIER.............................................................................................................v
KERANGKA KONSEP..............................................................................................vi
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3
2.1 Definisi .......................................................................................................... 3
2.2. Epidemiologi ................................................................................................. 3
2.3. Klasifikasi Tenggelam ................................................................................... 5
2.4. Mekanisme Tenggelam.................................................................................. 9
2.5. Diagnosis ....................................................................................................... 10
2.6. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................. 15
BAB 3 KESIMPULAN.............................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 23

iii
STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA

Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk


3A. Bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapipendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan
doktermampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasienselanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan

iv
Tingkat kemampuan 4 (Does): Mampu melakukan secara mandiri .Lulusan dokter
dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan menguasai seluruh teori,
prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan,komplikasi, dan pengendalian
komplikasi. Selain pernah melakukannya di bawah supervisi, pengujian keterampilan
tingkat kemampuan 4 dengan menggunakan Workbased Assessment misalnya mini-
CEX, portfolio, logbook, dsb. 4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter

v
DISCLAIMER

Refarat ini kami buat dengan mengambil dan menambahkan pembahasan refarat yang
dibuat oleh :

Judul : Tenggelam pada air tawar

Penyusun : 1. Andini Dwi Putri C11113502


2. Christy Angelia Budiono C11113509
3. Nur Fajrianty Amin C11113517

Pembimbing : dr. Geebert Jermia Massayang Tandiria Dundu

Supervisor : dr. Djumadi Achmad, Sp.PA(K), Sp.F

Tahun : 2018

Judul : Dry Drowning

Penyusun : 1. Dian Rosyidawati C 111 08 203


2. Rininurdiana C 111 09 343
3. Norfaizah Che Mat C 111 10 859

Pembimbing : dr. Tjiang Sari Lestari


Supervisor : dr. Truly D. Dasril Sp.PA(K), DFM, Sp.F

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

vi
KERANGKA KONSEP

ASFIKSIA
ASFIKSIA MEKANIK
TRAUMATIK

PENCEKIKAN
TENGGELAM GAGGING DAN PENJERATAN GANTUNG
PEMBENGKAPAN (MANUAL
(DROWNING) CHOCKING (STRANGULATION) (HANGING)
STANGULATION)

TENGELAM DI AIR TENGGELAM DI AIR


TAWAR ASIN

vii
BAB 1

PENDAHULUAN

Tenggelam didefinisikan sebagai kematian akibat asfiksia dalam 24 jam


terendam (submersion) di dalam air.(1) Dimana bila pada asfiksia yang lain tidak terjadi
perubahan elektrolit dalam darah, sedangkan pada tenggelam perubahan tersebut ada;
baik tenggelam dalam air tawar (fresh water drowning) maupun tenggelam dalam air
asin (salt water drowning).(234)

Tahun 2012 terdapat sekitar 327.000 orang meninggal dikarenakan tenggelam.


Menurut survei WHO yang terakhir terjadi peningkatan 39 – 50% angka kematian
akibat tenggelam di negara – negara maju seperti Amerika serikat, Australia dan
Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di negara negara miskin dan
berkembang. Kasus kematian dikarenakan tenggelam terjadi lebih banyak pada laki-
laki dibandingkan perempuan dengan setengah dari korban tenggelam adalah mereka
yang berusia di bawah 25 tahun.5 Data resmi angka kematian mengelompokkan kasus
kematian tenggelam yang di akibatkan bunuh diri dan tenggelam karena bencana banjir,
dan insiden transportasi lautan.5
Investigasi medikolegal pada mayat tenggelam difokuskan pada identifikasi
korban, evaluasi waktu tenggelam post mortal dan penentuan cara dan sebab kematian.
Dalam setiap kasus kematian akibat tenggelam, faktor lingkungan, riwayat penyakit
dan temuan otopsi harus dipertimbangkan dalam mendiagnosa penyebab dan cara
kematian. Selain tenggelam , penyebab kematian yang lain seperti luka, keracunan, atau
kondisi alam berpotensi sebagai penyebab lain kematian dalam air. Diagnosa cara dan
penyebab kematian tergantung pada pemeriksaan yang akurat dari penemuan autopsi,
karekteristik korban, dan keadaan sekitar korban. (6)
Di Indonesia belum tersedia data insiden dan prevalensi pasti tentang kasus
tenggelam sehingga sangat disayangkan karena penting untuk meningkatkan
pengetahuan dasar, stratifikasi epidemiologi, dan penanganan yang sesuai untuk korban
tenggelam, dan pada akhirnya menyelamatkan jiwa.7

viii
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Tenggelam didefinisikan sebagai kematian akibat asfiksia dalam 24 jam
terendam (submersion) di dalam air.(1) Dimana bila pada asfiksia yang lain tidak terjadi
perubahan elektrolit dalam darah, sedangkan pada tenggelam perubahan tersebut ada;
baik tenggelam dalam air tawar (fresh water drowning) maupun tenggelam dalam air
asin (salt water drowning).(234) Definisi terbaru yang diadaptasi Badan Kesehatan
Dunia (World Health Organization) pada tahun 2002, tenggelam didefinisikan sebagai
suatu proses terjadinya gangguan pernafasan akibat terendam (submersion) atau
terbenam (immersion) di dalam cairan.(5)

2.2. EPIDEMIOLOGI
Tahun 2012 terdapat sekitar 327.000 orang meninggal dikarenakan tenggelam.
Menurut survei WHO yang terakhir terjadi peningkatan 39 – 50% angka kematian
akibat tenggelam di negara – negara maju seperti Amerika serikat, Australia dan
Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di negara negara miskin dan
berkembang. Kasus kematian dikarenakan tenggelam terjadi lebih banyak pada laki-
laki dibandingkan perempuan dengan setengah dari korban tenggelam adalah mereka
yang berusia di bawah 25 tahun.5 Kasus yang dilaporkan lebih banyak laki‐laki, karena
lebih sering kontak dengan laut tanpa didampingi rekan, ataupun dalam keadaan
dibawah pengaruh alkohol saat berenang, menyelam, dan berselancar.13 Data resmi
angka kematian mengelompokkan kasus kematian tenggelam yang di akibatkan bunuh
diri dan tenggelam karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan.5

ix
Berdasarkan studi epidemiologi, tenggelam hampir selalu menempati sepuluh
besar penyebab kematian di seluruh penjuru dunia pada usia 1 – 24 tahun.5

Gambar 1. Peringkat tenggelam sebagai 10 penyebab kematian terbanyak.5

Gambar 2. Kematian rata – rata per 100.000 populasi.5

Di Indonesia belum tersedia data insiden dan prevalensi pasti tentang kasus
tenggelam sehingga sangat disayangkan karena pelaporan kasus tenggelam yang baik
juga penting untuk meningkatkan pengetahuan dasar, stratifikasi epidemiologi, dan
penanganan yang sesuai untuk korban tenggelam, dan pada akhirnya menyelamatkan
jiwa.7
Angka kematian yang tinggi akibat tenggelam juga diikuti dengan biaya yang
tinggi seperti pada negara maju, korban tenggelam yang bertahan hidup tapi mengalami

x
cedera otak berat dapat menyebabkan kelumpuhan sehingga tingginya biaya perawatan.
Pada waktu yang sama di negara miskin dan berkembang, kurangnya sarana dan
pelayanan medis berarti korban tenggelam yang selamat dengan kecacatan biasanya
tidak dapat hidup lama.5

xi
2.3. KLASIFIKASI
Tenggelam secara garis besar diklasifikan menjadi dua, yaitu Typical
Drowning (wet drowning) yang ditandai dengan adanya hambatan pada saluran napas
dan paru karena cairan yang masuk ke dalam tubuh. Cairan ini masuk ke saluran
pernapasan setelah korban tenggelam, sedangkan Atypical Drowning ditandai dengan
sedikitnya atau bahkan tidak ada cairan dalam saluran napas sehingga pada otopsi tidak
ditemukan tanda khas untuk menegakkan kasus diagnosis kematiannya jadi di perlukan
juga untuk tetap melakukan pemeriksaan luar dan penelusuran keadaan korban sebelum
meninggal serta riwayat penyakit dahulu.4
Pada klasifikasi Atypical drowning dibedakan menjadi :
Dry Drowning Tenggelam di Air Immersion Secondary
Dangkal syndrome (vagal drowning
inhibition)
 cairan tidak masuk  Tenggelam terjadi  Terjadi tiba-tiba  Korban sudah
ke dalam saluran pada air dengan pada korban ditolong dari
pernapasan akibat ketinggian yang tenggelam di air dalam air tampak
spasme laring. dangkal, tapi yang sangat sadar dan bisa
 Menurut teori cukup untuk bernapas sendiri
dingin (< 20oC
adalah ketika sedikit menenggelamkan tetapi secara tiba-
atau 68oF)
air memasuki laring bagian mulut atau tiba kondisinya
atau trakea, tiba-tiba hidung.  Reflek vagal memburuk.
terjadi spasme  Terjadi akibat menginduksi  Pada kasus ini
laring yang dipicu kecelakaan (orang disaritmia yang terjadi perubahan
oleh vagal refleks. cacat atau anak menyebabkan kimia dan biologi
lendir tebal, busa, kecil), epilepsi, asistol dan paru yang
dan buih dapat mabuk, koma, atau fibrilasi menyebabkan
terbentuk, orang dengan ventrikel kematian terjadi
8
menghasilkan plug trauma kapitis. sehingga dapat lebih dari 24 jam
fisik pada saat ini. menyebabkan setelah
 tenggelam.
Dengan demikian,
kematian.8 
air tidak pernah Kematian terjadi
memasuki paru-paru karena kombinasi
akan menyebabkan pengaruh edema
keadaan asfiksia, paru, aspiration
dan akan pneumonitis,
menyebabkan gangguan
kematian.8 elektrolit
(asidosis
metabolik).8

xii
2.4. MEKANISME TENGGELAM
Tenggelam dapat menyebabkan kematian melalui berbagai mekanisme, mekanisme
tersebut ialah sebagai berikut:
1. Kematian Akibat Spasme Laring, Gagging, dan Choking
Hipoksia merupakan masalah utama yang sering diakibatkan oleh trauma
saat tenggelam, tetapi dengan adanya spasme glottis yaitu jika sejumlah kecil
volume air yang memasuki laring atau trakea, ketika itu pula tiba-tiba terjadi
spasme laring akibat pengaruh refleks vagal, hal ini terjadi pada ± 10%
kematian akibat tenggelam. Mukosa yang menjadi kental, berbusa, dan berbuih
dapat dihasilkan, hingga menciptakan suatu ‘perangkap fisik’ yang menyumbat
jalan napas. Spasme laring tidak dapat ditemukan pada saat otopsi karena pada
kematian telah terjadi relaksasi otot-otot laring. Dalam situasi yang lain, terjadi
peningkatan cepat tekanan alveoli - arterial, yang terjadi pada saat air teraspirasi
sehingga menyebabkan hipoksia progresif.5
2. Kematian Akibat Refleks Vagal
Mekanisme ini tidak biasa namun mudah dikenali. Kehilangan
kesadaran biasanya cepat dan kematian terjadi segera dalam waktu beberapa
menit. Pada otopsi tidak didapatkan tanda umum pada tenggelam. Mekanisme
ini dipercaya menyebabkan henti jantung yang merupakan akibat dari air dingin
pada belakang faring dan laring. Ada tiga kondisi umum yang menyebabkan
kematian ini, yaitu masuk kedalam air dengan kaki terlebih dahulu, terkejut atau
tidak ada persiapan, keadaan hipersensitif contohnya pada keracunan alkohol.
Masuk ke dalam air dengan kaki dahulu memudahkan air masuk ke hidung.5
3. Kematian Akibat Fibrilasi Ventrikel
Keadaan ini terjadi pada kasus tenggelam di air tawar. Pada keadaan ini
terjadi absorpsi masif cairan. Karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih
rendah daripada dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air akan
masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel
darah merah. Akibat penggenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba
mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung
sehingga terjadi perubahan keseimbangan kadar ion kalium dan kalsium dalam
serabut otot jantung dapat menyebabkan terjadinya fibrilasi ventrikel dan

xiii
penurunan tekanan darah, kemudian menyebabkan kematian karena anoksia
otak. Kematian dapat terjadi dalam waktu 5 menit.5
4. Kematian Akibat Edema Pulmonal
Terjadi pada kasus tenggelam di air asin dimana konsentrasi elektrolit
cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari
sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstisial paru dan menimbulkan edema
pulmonal, hemokonsentrasi, hipovolemi, dan kenaikan kadar magnesium dalam
darah. Hemokonsentrasi akan menyebabkan sirkulasi menjadi lambat dan
menyebabkan payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit
setelah tenggelam.5
Edema pulmoner akut dapat terjadi jika terdapat peningkatan
permeabilitas kapiler paru (non kardiogenik), atau saat tekanan hidrostatik
kapiler paru melebihi tekanan onkotik plasma (kardiogenik), atau keduanya.
Mekanisme pada korban tenggelam belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga
karena peningkatan tekanan kapiler paru dari sistem saraf simpatis, peningkatan
tekanan negatif intra-torakal, atau respon adrenergik terhadap kondisi di dalam
air yang belum dapat dijelaskan secara biokimia. 5

Cara kematian
Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena:
1. Kecelakaan
Sering terjadi karena korban jatuh ke laut, danau, sungai dan juga kolam
renang.
2. Bunuh diri
Peristiwa ini terjadi dengan menjatuhkan diri ke dalam air. Terkadang tubuh
pelaku diikat dengan benda pemberat agar tubuhnya dapat tenggelam.
3. Pembunuhan
Ada banyak cara yang dapat digunakan, misalkan melempar korban ke laut
dengan diikat pada pemberat atatupun dengan memasukkan kepala korban ke
bak berisi air. Dari segi patologik sulit dibedakan antara bunuh diri dan
pembunuhan. Pemeriksaan pada tempat kejadian sangat membantu. Jika
memang benar pembunuhan, maka masih perlu diteliti apakah korban
ditenggelamkan saat masih hidup atau sudah mati.

xiv
Pada pemeriksaan mayat tenggelam, hal penting yang perlu ditentukan pada
pemeriksaan adalah :
1. Menentukan indentitas korban
Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain:
 Pakaian dan benda milik korban
 Warna dan distribusi rambut serta identitas lain
 Kelainan atau deformitas dan jaringan parut
 Sidik jari
 Pemeriksaan gigi
 Teknik identifikasi lain
2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam.
Pada mayat yang masih segar, untuk menentukan apakah korban masih
hidup atau sudah meninggal saat tenggelam dapat diketahui dari
pemeriksaan:
 Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih
hidup waktu tenggelam ialah pemeriksaan diatom.
 Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan
kadar elektrolit magnesium darah dari bilik jantung kiri dan
kanan.
 Benda asing dalam paru dan saluran napas mempunyai nilai yang
menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu
dan mulai membusuk. Demikian pula dengan isi lambung dan
usus.
 Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli
yang secara fisik dan kimia sifatnya sama dengan air tempat
korban tenggelam mempunyai nilai yang bermakna.
 Dengan ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat menjelaskan
bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada saat masuk
ke dalam air.
3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis tenggelam
Pada mayat yang segar, gambaran postmortem dapat menunjukkan tipe
tenggelam dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan
dan kekerasan lain. Pada kecelakaan di kolam renang benturan

xv
antemortem pada tubuh bagian atas, misal memar pada muka, perlukaan
pada vertebra servikalis dan medula spinalis dapat ditemukan.

4. Faktor – faktor yang berperan pada proses kematian

Faktor – faktor yang berperan pada proses kematian, misalnya kekerasan, alkohol
atau obat –obatan dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau bedah jenazah.

5. Tempat korban pertama kali tenggelam

Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran


pernapasan, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat
membantu menentukan apakah korban tenggelam di tempat itu atau di tempat
lain.

6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian.

 Bila korban masih hidup pada waktu masuk ke air, maka perlu
ditentukan apakah kematian disebabkan karena air masuk ke
dalam saluran pernapasan. Pada immersion, kematian terjadi
dengan cepat, hal ini bisa disebabkan oleh sudden cardiac arrest
yang terjadi pada saat cairan melalui saluran pernapasan bagian
atas.
 Bila tidak ditemukan air pada paru – paru dan lambung, berarti
kematian terjadi seketika akibat spasme glotis, yang
menyebabkan cairan tidak dapat masuk.
Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama makin
banyak dan kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2 – 12 menit (fatal
period).

2.4.1 Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam pada Air Tawar


Air tawar bersifat hipotonis dibandingkan plasma darah karena
konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam
darah. Ketika air tawar masuk ke dalam paru-paru (alveoli), dengan cepat air
tawar berpindah dari tempat alveoli ke sistem vaskuler melalui membran alveoli
karena perbedaan tekanan osmotik antara air tawar di alveoli paru dan plasma

xvi
darah. Air tawar tersebut dengan cepat berpindah meningkatkan volume darah
(hipervolemia) sekitar 50 ml% permenit sehingga akan terjadi hemodilusi darah,
air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel
darah merah (hemolisis).5
Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan yang masif. Akibat pengenceran
darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan
ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion kalium dalam plasma
meningkat (hiperkalemia), terjadi perubahan keseimbangan ion kalium dan
kalsium dalam serabut otot jantung dapat mendorong terjadinya fibrilasi
ventrikel dan penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan
timbulnya kematian akibat anoksia serebri. Kematian terjadi dalam waktu 5
menit.5,9

Gambar 3. Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam dalam Air Tawar

xvii
PERBEDAAN TENGGELAM DI AIR TAWAR DAN AIR ASIN
Kematian akibat tenggelam dalam air tawar dan kematian akibat tenggelam
dalam air asin berbeda dalam berbagai hal yang nanti akan mempengaruhi hasil-hasil
pemeriksaan terhadap jenazah. Secara garis besar perbedaan tersebut digambarkan oleh
tabel dibawah ini:
Tabel 1. Perbedaan Tenggelam Dalam Air Tawar dan Air Asin
Tenggelam dalam Air Tawar Tenggelam dalam Air Asin
Paru-paru kecil dan ringan Paru-paru besar dan berat
Paru-paru relatif kering Paru-paru relatif basah
Bentuk paru-paru biasa Bentuk paru-paru besar
Paru-paru tampak merah pucat Paru-paru ungu biru
Teraba krepitasi ada Teraba krepitasi tidak ada
Pada pemeriksaan laboratorium darah: Pada pemeriksaan laboratorium darah:
- Berat jenis 1,055 - Berat jenis 1,059-1,60
- Hipotonik - Hipertonik
- Hemodilusi - Hemokonsentrasi
- Hipervolemik - Hipovolemik
- Hiperkalemia - Hipokalemia
- Hiponatremia - Hipernatremia
- Hipoklorida - Hiperklorida

Perbedaan-perbedaan yang akan tampak pada hasil pemeriksaan terhadap jenazah ialah
karena mekanisme kematian akibat tenggelam dalam air tawar dan akibat tenggelam
dalam air asin berbeda.

2.5. PEMERIKSAAN LUAR


 Penurunan suhu mayat (algor mortis), berlangsung cepat, rata-rata 5⁰F (0,55oC)
per menit. Suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau 6
jam waktu ini dapat menjadi lebih lama bila korban tenggelam di air dingin,
karena suhu tubuh juga akan menurun dan akan memerlukan waktu yang lebih
lama untuk kembali ke suhu lingkungan.
 Lebam mayat (livor mortis), akan tampak jelas pada dada bagian depan, leher,
kepala, dan ekstremitas yang merupakan bagian yang tergantung ke bawah saat

xviii
bagian badan mayat terapung ke permukaan akibatnya menyebabkan darah
statis pada daerah tersebut. Lebam mayat berwarna merah terang. Sebagai hasil
dari pembekuan OxyHb.

Gambar 4. Livor mortis pada bagian posterior tubuh

 Pembusukan sering tampak dan berlangsung dalam proses yang lebih cepat
pada mayat tenggelam, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap. Pada
pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan. Hal ini bukan
merupakan tanda yang tidak spesifik sebab dapat juga di dapatkan pada mayat
yang tidak tenggelam.10,1,11

 Cutis Anserina (fenomena goose flesh-kulit angsa), merupakan reaksi intravital,


jika kedinginan, maka muskulus erektor pili akan berkontraksi dan pori-pori
tampak lebih jelas. Kutis anserina biasanya ditemukan pada kulit anterior tubuh
terutama ekstremitas. Gambaran seperti kutis anserina dapat juga terjadi karena
rigor mortis pada otot tersebut.1,11,12

Gambar 5. Cutis Anserina

xix
 Washerwoman hand appearance. penenggelaman yang lama dapat
menyebabkan pemutihan dan kulit yang keriput pada kulit. Biasanya ditemukan
pada telapak tangan dan kaki (tampak 1 jam setelah terbenam dalam air hangat).
Tanda ini tidak patognomomik karena mayat yang lama dibuang ke dalam air
akan mengalami keriput juga.10,1,11

Gambar 6. Gambaran washerwoman hand yang disebabkan oleh pembenaman yang


lama dalam air

 Schaumfilz froth. Busa tampak pada mulut atau hidung atau keduanya.
Masuknya cairan kedalam saluran pernafasan merangsang terbentuknya mukus,
substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-paru dan
terkocok oleh karena adanya upaya pernafasan yang hebat. Busa dapat meluas
sampai trakea, bronkus utama dan alveoli. Paru-paru akan terisi air dan cairan
busa akan menetes dari bronkus ketika paru-paru di tekan dan dari potongan
permukaan paru ketika dipotong dengan pisau. Busa halus putih yang berbentuk
jamur (mushroom-like mass) tampak pada mulut atau hidung atau keduanya,
pembusukan akan merusak busa tersebut dan terbentuknya pseudofoam yang
berwarna kemerahan yang berasal dari darah dan gas pembusukan. Sedangkan
pada busa yang terbentuk akibat keracunan, biasanya busa dihasilkan oleh
hipersalivasi kelenjar yang berbentuk busa yang biasanya sedikit lebih cair dari
busa akibat tenggelam.10,11,12

xx
Gambar 6. Gambaran busa pada mulut (Schaumfilz Froth)

 Cadaveric spasm, ini secara relatif lebih sering terjadi dan merupakan reaksi
intravital. Sebagaimana sering terdapat benda-banda, seperti rumput laut, dahan
dan batu yang tergenggam. Ini menunjukkan bahwa waktu korban mati,
berusaha mencari pegangan lalu terjadi kaku mayat.10,1

Gambar 6. Cadaveric spasm pada lengan

 Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat terjadi
akibat persentuhan korban dengan dasar sungai atau terkena benda-benda
disekitarnya. Luka-luka tersebut seringkali mengeluarkan darah, sehingga tidak
jarang korban dianiaya sebelum ditenggelamkan.3

Pada temperatur rata – rata, hal – hal berikut dapat dipakai untuk menentukan berapa
lama tubuh sudah terendam:
 Jika tidak ada kerutan pada jari, telapak tangan maka baru beberapa jam.
xxi
 Jika tampak pengerutan jari, telapak tangan dan kaki, antara setengah hari
sampai tiga hari.
 Tanda pembusukan awal, sering pada kepala, leher, abdomen dan kaki 4 – 10
hari.
 Pembengkakan wajah dan abdomen, dengan vena yang terlihat jelas dan
terkelupasnya epidermis pada tangan, kaki dan kulit kepala : 2 – 4 minggu.
 Terkelupasnya kulit secara menyeluruh, otot dengan tulang – tulang yang
terlihat, tampak sebagian telah saponifikasi: 1 – 2 bulan.

2.6. PEMERIKSAAN DALAM


 Saluran napas (trakea dan bronkus) ditemukan adanya buih/busa halus dan
benda asing (pasir, tumbuh – tumbuhan air). Buih tersebut berupa campuran
antara eksudat protein dan surfaktan yang bercampur dengan cairan tempat
tenggelam. Biasa berwarna putih, sampai merah muda dan kemerahankarena
bercampur dengan darah.6
 Paru-paru tampak membesar, memenuhi seluruh rongga paru-paru sehingga
tampak impresi dari iga-iga pada paru-parunya. Oleh karena pembesaran paru-
paru akibat kemasukan air, maka pada perabaan akan terasa crepitasi oleh
karena air. Edema dan kongesti paru-paru dapat sangat hebat dimana bila berat
paru-paru normal adalah 200-300gr, sekarang bisa mencapai lebih dari 1
kilogram. Dalam saluran pernafasan yang besar seperti trakea, bronkus, dan
bronkhioli, dapat ditemukan benda-baenda asing, tampak secara makroskopik
misalnya tumbuhan air, pasir, lumpur, dsb. Tampak secara mikroskopik
diantaranya telur cacing dan diatome (ganggang kersik).10,11
 Pleura dapat berwarna kemerahan dan pada daerah subpleural mungkin
terdapat petechie-petechie, tapi dengan adanya air yang masuk maka hal ini
tidak lagi berupa titik-titik (karena terjadi hemolisis) melainkan berupa bercak-
bercak dan bercak-bercak ini disebut bercak-bercak paltauf, yang berwarna biru
kemerahan.1

xxii
Gambar 7. Bercak Paltauf

 Pada pemeriksaan lambung sering ditemukan pasir, hidupan akuatik dan juga
batuan akibat daripada air yang tertelan saat terjadi tenggelam. Ada beberapa
ahli patologis berpendapat bahwa air dapat masuk secara pasif ke dalam
lambung akibat daripada turbulansi air berbanding air yang masuk secara aktif
ketika terjadi tenggelam. Manakala beberapa ahli patologis yang lain pula
berpendapat bahwa relaksasi sphincter gastrophageal lambung yang terjadi
pada postmorterm menyebabkan air masuk ke lambung dan mengisi ruangan
lambung. Oleh kerana itu, air di didalam lambung tidak bisa digunakan sebagai
satu tanda tenggelam.
 Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami pembendungan.
 Bila terjadi hemolisis maka akan terjadi bercak hemolisis pada dinding aorta.
 Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit di antara septum interalveolar.
Mungkin terdapat bercak – bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf
akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin). Petekie subpleural dan bula
emfisema jarang terdapat dan ini bukan merupakan tanda khas tenggelam tetapi
mungkin disebabkan oleh usaha respirasi.

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Tes Kimiawi
Gettler chloride

Telah banyak tes yang dikembangkan dalam beberapa tahun untuk


terakhir dalam menentukan penyebab kematian dari korban tenggelam. Yang
paling terkenal ialah tes Gettler chloride, darah dianalisa dari sisi kanan dan kiri
jantung dengan perkiraan perbedaan 25mg/100ml antara jantung kiri dan kanan

xxiii
barulah dikatakan signifikan. Jika lebih tinggi pada sisi kanan jantung daripada
sisi kiri, maka diperkirakan korban tenggelam dalam air tawar. Jika level chloride
kurang pada sisi kanan daripada sisi kiri, korban disangka telah tenggelam dalam
air asin. Perbedaan kadar elktrolit apabila lebih dari 10% dapat menunjang suatu
diagnosis, walaupun terkadang kurang bermakna. Tes ini dilakukan dalam 24 jam
setelah kematian agar dianggap reliabel.

Berat jenis :

a. Dengan CuSO4 = normalnya 1,059 (1,059-1,060)


b. Air tawar = 1,055
c. Air laut = 1,065

Tes juga dilakukan untuk elemen lain pada darah, seperti membandingkan grafitasi
spesifik darah pada kanan dan kiri atrium. 9

2. Pemeriksaan Getah Paru


Pemeriksaan Getah Paru merukanan pemeriksaan patognomonis dalam kasus-
kasus tertentu. Dalam pemeriksaan getah paru yang dicari adalah benda-benda
asing dalam getah paru. Getah Paru diambil pada daerah subpleural, adapun benda-
benda yang di cari antara lain: pasir, lumpur, telur cacing, tanaman air, dll.
Berikut tata cara pemeriksaan getah paru yaitu: 2
1. Paru-paru dilepaskan satu persatu secara tersendiri dengan memotong hilus.
2. Paru-paru yang sudah dilepas tidak boleh diletakkan tetapi langsung disiram
dengan dengan air bersih (bebas diatom dan alga).
3. Permukaan paru dibersihkan dengan cara dikerik/dikerok 2-3 kali, lalu pisau
kembali dibersihkan dengan air yang mengalir.
4. Dengan mata pisau yang tegak lurus permukaan paru, kemudian permukaan
paru diiris sedangkal (subpleura), lalu pisau kembali dibersihkan di bawah air
yang mengalir, lalu dikibaskan sampai kering.
5. Dengan ujung pisau, getah paru pada irisan tadi diambil kemudian diteteskan
pada kaca objek lalu ditutup cover glass dan diperiksa di bawah mikroskop.
6. Cara lain yaitu dengan menempelkan objek glass pada permukaan irisan di
daerah subpleural, lalu ditutup cover glass pada permukaan irisan didaerah
subpleural, lalu ditutup cover glass dan diperiksa dibawah mikroskop.

xxiv
Syarat sediaan percobaan getah paru yaitu eritrosit dalam sediaan harus sedikit
jumlahnya. Apabila jumlah eritrosit banyak kemungkin karena irisan yang
terlalu dalam.

3. Pemeriksaan Diatome
Ganggang yang hidup di dalam air bisanya kita kenal dengan Diatom.
Setiap jenis air memiliki berbagai variasi diatomenya tersendiri. Diatome
merupakan organisme mikroskopik algae uniseluler yang autotropik di alam dan
memiliki berbagai macam jenis yang dapat ditemukan di air laut dan air tawar .
Diatome ini memiliki tulang silica berbentuk dua valve. Pada diatome kelas
Bacillariophyceae terbagi atas dua bagian yaitu,central dan Pennales atas dasar
kesimetritannya. Ada sekitar 10,000 jenis dan 174 jenis diatom, mempunyai
ukuran dan bentuk berbeda berkisar antara 1 ke 500 µm. Diatoms biasanya
ditemukan di dalam air seperti kolam, danau, sungai, kanal dan lain lain, akan
tetapi konsentrasinya dapat tinggi atau rendah di dalam air tertentu, tergantung
pada musim. Berdasarkan karakteristik lain yaitu kedalaman air tidak
didapatkan bukti adanya pertumbuhan diatom di bawah 100m.9

Pada saat seseorang tenggelam, diatom masuk ke rongga paru-paru


seseorang yang terbuka ketika mengisap air, dan air yang masuk akan menekan
rongga paru-paru dan memecahkan alveoli. Melalui alveoli yang pecah diatoms
dapat masuk ke jantung, hati, ginjal, sumsum tulang dan otak. Pada diameter
dan ketebalan alveoli paru-paru diketahui sangat kecil akan tetapi bisa saja
semua diatom-diatom dapat masuk ke dalam organ dan rongga paru-paru
dimana dapat menembus melalui jaringan kapiler ini disebut “ Drowning
Associated Diatoms” (DAD).9

Analisa diatom merupakan tes konfirmasi di dalam kasus tenggelam


yang telah dilakukan selama bertahun tahun. Meskipun, tes pada diatom
menjadi kontraversi sejak beberapa tahun, kasus yang menghasilkan negatif
yang salah dan positif yang salah dapat di temui dalam beberapa kasus. Analisa
diatom yang saksama merupakan suatu yang dapat menentukan ya atau tidaknya
kematian terjadi akibat tenggelam. Sebelum hasil diagnosa kematian dengan
korban tenggelam haruslah diketahui morfologi dan morphometric suatu diatom

xxv
dari korban tenggelam sebab penetrasi suatu diatom di kapiler paru-paru
tergantung atas kepadatan dan ukuran diatom tersebut.9

Pada forensik investigasi, dalam memecahkan kasus tenggelam, salah


satu hal termudah mendeteksi adanya diatom pada viscera tubuh yang
tenggelam. Pada kasus tenggelam ante mortem maka didapatkan diatom pada
putative drowning medium. Untuk mencari diatome, paru-paru harus
didestruksi dahulu dengan asam sulfat dan asam nitrat, kemudian disentrifuse
dan endapannya dilihat dibawah mikroskop. Paru-paru, hati, ginjal, dan bone
marrow telah di analisa dan kesimpulan telah diambil berdasarkan
ditemukannya atau tidak ditemukannnya organisme ini. Saat ini penggunaan
analisa diatome cenderung digunakan pada sistem yang tertutup seperti sumsum
tulang femur atau kapsul ginjal dari tubuh yang belum membusuk. Diagnosis
pada kasus tenggelam dari analisa diatome harusnya positif tenggelam bila
ditemukan diatom minimal diatas 20 diatom / 100 ul lapangan pandang kecil
(terdiri atas 10 cm dari sample paru-paru) dan 50 diatom dari beberapa organ,
selanjutnya sebaiknya diatom yang ditemukan harusnya cocok dari sumsum
tulang dan tempat dimana tenggelam, ini merupakan bukti yang kuat yang dapat
mendukung dan dapat menyimpulkan seseorang tenggelam pada saat masih
hidup atau tidak. Pada beberapa literature telah berusaha untuk mengembangkan
beberapa informasi penting tentang tipe diatom yang spesifik, dimana umumnya
masuk pada bermacam organ dalam tubuh seorang yang tenggelam.9

Sample air dari putative drowning memiliki beberapa ragam spesies


diatom yang berhubungan dengan tubuh korban yang tenggelam.

 Tenggelam pada air tawar seperti kolam, danau, sungai dan kanal ditemukan
Navicula pupula, N. cryptocephara, N. graciloides, N. meniscus, N.
bacillum, N. radiosa, N. simplex, N. pusilla, Pinnularia mesolepta, P.
gibba, P. braunii, Nitzscia mesplepta, Mastoglia smithioi, Cymbella
cistula, Camera lucida, Cymbella cymbiformis Cocconeis diminuta dan
banyak spesies diatome lainya ditemukan pada air tawar. Pinnularia
borealis ditemukan pada air tawar yang dingin, Pinnularia capsoleta
ditemukan pada air tawar yang dangkal. Selama proses monitor air sungai
yang berterusan didapatkan adanya diatom pada air dan tisu sel yang mana

xxvi
diatom yang paling sering ditemukan adalah Navicula, Diatoma, Nitzschia,
Stephanodicus, Fragilaria, Gomphonema, Gyrosigma, Melosira,
Achnanthes, Amphora, Cocconeis, Cyclotella,an Cymbella.

Achnanthes sp. Amphipleura sp.

Anomoeneis sp.

Biddulphia sp. Cyclotella sp.

Surirella sp.

xxvii
 Eunotia ditemukan di daerah yang pH air 7-8 .
 E. lunaris ditemukan di daerah yang pH air 5-6.

Penetrasi diatom pada kapiler alveoli menggunakan Transmission


Elektron Mikroskop (TEM) dan SEM (Lunette,1998). Sepanjang penemuan
mereka, mereka menemukan Diatoma Maniliformis (yang dipenetrasi di distal
dinding jalan napas), Navicula Specula (yang dipenetrasi pada khon’s pore),
Tabularia fasciculat (yang dipenetrasi dari sebagian laserasi epitel dan endotel
yang sejajar dari septum alveolar yang menegang), Nitzschia paleacea (yang
dipenetrasi dari sebagian dinding alveolar), Mastogloia smithii (yang
dipenetrasi dari dinding alveolar dengan laserasi yang terlihat bersih) dan
Amphora delicatissima,dll.9

Pengetahuan tentang diatom berhubungan dengan tenggelam selalu


dihubungkan dengan forensic dalam mengdiagnosis pada kasus tenggelam.
Pada penelitian yang lebih lanjut tentang morfologi dan kehidupan diatom yang
berbeda pada beberapa macam air di daerah yang spesifik dapat juga membantu
dalam memecahkan kasus tenggelam. Adanya diatome pada kasus tenggelam
ante-mortem tergantung pada tipe, ukuran dan densitas diatom yang dilihat pada
medium putative tenggelam. Tidak dapat disangkal bahwa diatom-diatom kecil
seperti (Diatoma, Cyclotella, Epithemia dll.) mempunyai peluang yang lebih
tinggi untuk memasuki organ tubuh berbanding diatom dengan ukuran yang
lebih besar (Synedra) yang mana bisa juga ditemukan di dalam organ tubuh jika
mereka mempunyai kemampuan untuk berfragmentasi yang cukup. Diatom
yang sering dijumpai pada organ tubuh pada kasus tenggelam adalah Navicula,
Nitzschia, Synedra ulna, Achnanthidium dan Cyclotella karena banyak
terdapat di air dan ukurannya yang optimum.9

xxviii
Organ tubuh Spesies yang sering ditemukan
Paru-paru Achnanthes minutissima, Cyclotella cyclopuncta,
Fragilaria brevistriata, Navicula dll

Sumsum tulang Stephanodicus parvus, Navicula, Diatoma and


fragments of Synedra ulna
Hati Achnanthes minutissima, Cocconeis placentula,
Fragilaria ulna var. acus, Navicula lanceolata dll

Ginjal Achnanthes biasolettiana, N. seminulum dll


Lambung Achnanthes minutissima, Cyclotella cyclopuncta,
Gomphonema minutum dll

Usus Asterionella Formosa, Cyclotella comensis,


Gomphonema pumilum and Nitzscia pura dll

4. Pemeriksaan DNA
Metode lain yang dapat digunakan dalam pengidentifikasian diatom
adalah dengan amplifikasi DNA ataupun RNA. Diatom pada jaringan manusia,
analisa mikroskopis pada bagian jaringan, kultur diatom pada media, dan
spectrofluophotometry digunakan untuk menghitung klorofil dari plankton di
paru-paru. Metode pendeteksi diatom di darah dapat observasi secara langsung
diatom pada membrane filter, setelah darah dihemolisa menggunakan sodium
dodecyl sulfate, atau dengan metode hemolisa kombinasi, 5 mm pori membrane
filter. Dicampur dengan asam nitrat, dan disaring ulang. Setelah pencampuran
selesai diatom dapat diisolasi dengan metode sentrifuse atau membrane
filtration. Siklus sentrifuse mengkonsentrasikan diatom dan menyingkirkan
semua sisa asam dengan pencucian berulang, supernatant diganti tiap beberapa
kali dengan air distilled.

xxix
BAB III

KESIMPULAN

Tenggelam (drowning) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan ke


dalam pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan,
sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah keadaan gangguan fisiologi tubuh
akibat tenggelam, tetapi tidak terjadi kematian.

Mekanisme kematian pada korban tenggelam dapat berupa asfiksia akibat


spasme laring, asfiksia karena gagging dan choking, refleks vagal, fibrilasi ventrikel
(air tawar), dan edema pulmoner (dalam air asin).

Pada peristiwa tenggelam di air tawar, terjadi hemolisis dan hemodilusi


sehingga menyebabkan hiperkalemia. Kematian terjadi karena fibrilasi ventrikel dan
penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian akibat
anoksia serebri. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit.

Berdasarkan morfologi penampakan paru pada otopsi, tenggelam dibedakan


atas tenggelam kering (dry drowning), tenggelam tipe basah (wet drowning). Jika
ditinjau berdasarkan jenis air tempat terjadinya tenggelam, maka dapat dibedakan
menjadi tenggelam di air tawar dan tenggelam di air asin.

Diagnosis kematian akibat tenggelam dapat ditegakkan melalui pemeriksaan


luar, pemeriksaan dalam, pemeriksaan laboratorium berupa histologi jaringan, destruksi
jaringan, dan berat jenis serta kadar elektrolit darah.
Pada pemeriksaan luar, dapat ditemukan Schaumfilz froth, kuntis anserina,
washer woman’s hand, cadaveric spasm, tanda-tanda asfiksia seperti sianosis dan
petekie. Kemudian dapat juga dijumpai luka lecet dan penurunan suhu mayat.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada korban tenggelam
yaitu pemeriksaan kimiawi, pemeriksaan getah paru, pemeriksaan diatome, dan
pemeriksaan DNA.

xxx
DAFTAR PUSTAKA

1. Bell MD. Drowning. In: Dolinak D, Matshes E, Lew E, editors. Forensic


Pathology: Principles and Practice. Burlington: Elsevier Academic Press; 2005.
p. 228-37.
2. Willianto W. Pemeriksaan Diatom pada korban diduga tenggelam (review).
Jurnal kedokteran forensic Indonesia. 2012; Vol. 14, No.3

3. World Health Organization. Chapter 2 : Drowning and Injury Prevention.


Guidelines for Safe Recreational Water Enviroments. 2014.

4. DiMaio VJ, DiMaio D. Death by Drowning. Forensic Pathology. USA: CRC


Press; 2001. p. 396-404.
5. Szpilman D, Bierens JJLM, Handley AJ, Orlowski JP. Current Concepts:
Drowning. The New England Journal of Medicine. 2012;366(22):2102-10.

6. Philippe Lunetta MD JHM, MD. Macroscopical, Microscopical and Laboratory


Findings in Drowning Victims, A comprehensive review. Toskos M,
editor2005. 59 p.
7. Wulur RA, Mallo JF, Tomuka DC. Gambaran Temuan Autopsi Kasus
Tenggelam Di R. D. Kandou Manado Periode Januari 2007 - Desember 2011.
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado. 2012.

8. Bardale R. Section 15 : Violent Asphyxia Drowning in Principle of Forensic


Medicine & Toxicology. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd.
2011. Page 304 – 313.

9. Dr. Mukesh Kumar Thakar, Deepali Luthra, Rajvinder Singh. A Fluorocent


Survey of Diatome Distribution Patterns In Some Small Water Bodies (Lakes
And Saravars), J Punjab Acad Forensic Med Toxicol 2011;11(2): 81-86.

10. Knight Bernard. Simpson's Forensic Medicine. 11th Ed. London: Oxford
University Press, Inc. 2001. Page 96-99.

11. Shepherd, Suzanne Moore. Drowning. [Online] 2013. Available at


http://emedicine.medscape.com/article/772733

xxxi
12. Bardale R. Section 15: Violent Asphyxia Drowning in Principle of Forensic
Medicine & Toxicology. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd.
2011. Page 304 — 313.

13. Ilyana, Nur. Pemeriksaan getah paru korban tenggelam yang di autopsy di
RSUP Sanglah Periode Januari 2010-November 2014. ISM, Vol. 2 No.1,
Januari-April. 2014. Hal 9-12.

xxxii

Anda mungkin juga menyukai