Salam Ganesha!
Manusia sejatinya diciptakan untuk tujuan yang mulia. Demi keberlangsungan hidupnya,
penciptaan manusia tidak lepas dari berbagai kebutuhan manusiawi yang harus dipenuhi.
Berdasarkan Teori Hierarki Kebutuhan Maslow, kebutuhan manusia terdiri dari 5 macam, yakni
kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang, penghargaan, dan aktualisasi diri. Secara fitrah,
manusia memiliki hasrat untuk memenuhi setiap kebutuhannya. Menurut Maslow, pemenuhan
kebutuhan tersebut didorong oleh dua kekuatan, yaitu motivasi kekurangan dan motivasi
perkembangan. Motivasi tersebut kemudian akan mengantarkan manusia pada puncak
tertinggi kebutuhan (aktualisasi diri). Kepuasan akan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
tersebut mampu menghadirkan kebahagiaan serta rasa aman/sejahtera pada diri manusia.
Kondisi seperti ini diperlukan agar manusia dapat dengan ikhlas menjalani sesuatu yang menjadi
tugasnya. Pada akhirnya hal tersebut diharapkan mampu mendukung tercapainya tujuan
penciptaan manusia.
Sebagai insan akademis, mahasiswa juga memiliki kebutuhan-kebutuhan yang patut
dipenuhi untuk menjalankan aktivitas kesehariannya dalam hal akademik maupun non-
akademik. Pemenuhan kebutuhan dasar mahasiswa dilakukan pula untuk menunjang
pengembangan diri sehingga mahasiswa dapat berkarya sesuai minat dan potensi yang dimiliki.
Hal tersebut diperlukan agar mahasiswa dapat menjalankan peranannya sebagai insan
akademis. Kebutuhan mahasiswa terdiri dari beberapa tingkatan. Dimulai dari kebutuhan
individu, kelompok, serta seluruh mahasiswa. Pemenuhan kebutuhan mahasiswa pada tingkat
individu menjadi tanggung jawab setiap mahasiswa itu sendiri. Akan tetapi pemenuhan
kebutuhan mahasiswa pada tingkat selanjutnya dengan skala yang cukup besar perlu diorganisir.
Pengorganisasian kebutuhan mahasiswa tersebut membutuhkan suatu wadah yang bersifat
sentral dan sektoral. Kabinet KM ITB sebagai lembaga terpusat dalam kemahasiswaan ITB
memfasilitasi pemenuhan kebutuhan tersebut melalui Kementerian Koordinator
Kesejahteraan Mahasiswa. Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) sebagai lembaga sektoral
tentunya juga perlu mewadahi pemenuhan kebutuhan dasar setiap anggotanya melalui suatu
bidang tertentu dengan sistem pemenuhan kebutuhan yang ideal. Setiap upaya tersebut
dilakukan agar anggota KM ITB memperoleh kepuasan dan rasa aman/sejahtera sebelum
akhirnya dapat beraktivitas, mengembangkan diri, berkarya, serta menjalankan peran
mahasiswa sebagaimana mestinya.
I. Latar Belakang
Bidang Kesejahteraan merupakan bidang yang bergerak dalam upaya pemenuhan
kebutuhan dasar anggota KM ITB, berdasarkan amanat yang tertera pada Konsepsi KM ITB
Amandemen 2015. Dalam konsepsi tersebut dinyatakan bahwa mahasiswa sebagai insan
akademis memiliki tuntutan untuk terus mengembangkan diri menjadi lapisan masyarakat
yang berkualitas dan mampu turut serta dalam menata kehidupan bangsa. Perwujudan
peran tersebut akan menjadi nyata apabila kebutuhan dasar mahasiswa telah terpenuhi.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar setiap mahasiswa, KM ITB memiliki sistem
tersendiri yang sudah membudaya. Meskipun belum mencapai kondisi ideal, sistem yang
telah ada cukup memfasilitasi pemenuhan kebutuhan dasar anggota KM ITB, baik secara
terpusat maupun sektoral. Hanya saja dari tahun ke tahun sistem yang diterapkan tidak
menunjukkan perbaikan ataupun peningkatan yang signifikan terhadap kesejahteraan
mahasiswa ITB. Hal ini dikarenakan belum adanya standar minimal yang sama bagi seluruh
lembaga dalam memfasilitasi kebutuhan dasar anggotanya, dimana hal tersebut dapat
dijadikan suatu simbol keidealan sistem kesejahteraan pada setiap lembaga. Akibatnya
setiap lembaga belum terarah pada perbaikan sistem pemenuhan kebutuhan dasar
(kesejahteraan) yang ideal, yang kemudian diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan
mahasiswa ITB, utamanya dalam hal akademik dan finansial. Oleh karena itu, standar dalam
memenuhi kebutuhan dasar mahasiswa perlu dibuat dan diupayakan oleh setiap lembaga.
Selain itu, untuk mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan mahasiswa ITB,
perlu adanya upaya lebih yang dilakukan oleh setiap elemen penyelenggara kesejahteraan
yang ada di KM ITB baik secara terpusat maupun sektoral. Suatu fungsi pemehuhan
kebutuhan dasar dapat berjalan optimum ketika setiap elemen penyelenggara
kesejahteraan paham posisi dan peran masing-masing untuk mencapai kesejahteraan yang
diharapkan. Ketika setiap elemen yang bergerak dalam hal kesejahteraan dapat optimal
dalam menjalankan fungsinya, maka tingkat kesejahteraan yang diharapkan akan tercapai.
Melihat pentingnya pembuatan standar dalam memenuhi kebutuhan dasar mahasiswa
sebagai simbol keidealan dari sistem kesejahteraan suatu lembaga, serta pentingnya peran
elemen penyelenggara kesejahteraan demi tercapainya tingkat kesejahteraan mahasiswa
ITB yang lebih baik, Kemenkoan Kesma Kabinet Suarasa senantiasa melakukan analisis dan
kajian selama satu tahun terakhir. Hasil analisis dan kajian yang ada kemudian dituangkan
dalam suatu dokumen, yang diharapkan mampu menjadi pedoman bagi setiap lembaga
mahasiswa di KM ITB dalam menerapkan sistem pemenuhan kebutuhan dasar
(kesejahteraan) yang ideal. Dokumen yang kemudian disebut sebagai ‘Buku Pedoman
Kesejahteraan Mahasiswa’ dapat terus diperbaharui sesuai dengan analisis kebutuhan yang
dilakukan oleh bidang kesejahteraan Kabinet KM ITB, tanpa mengenyampingkan bentukan
sistem kesejahteraan yang ideal.
II. Tujuan
Buku Pedoman Kesma disusun dengan maksud:
1. Menjadi panduan bagi lembaga mahasiswa di KM ITB dalam menerapkan sistem
pemenuhan kebutuhan dasar (kesejahteraan) yang ideal bagi anggotanya.
2. Menjadi salah satu metode Kabinet KM ITB untuk memandirikan lembaga sektoral
(HMJ) dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar anggotanya.
3. Menjadi salah satu metode edukasi bagi lembaga sektoral (HMJ) kepada setiap
penyelenggara (pengurus) kesejahteraan di lembaga masing-masing dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar anggotanya.
III. Sasaran
Buku Pedoman Kesma diperuntukkan bagi setiap lembaga mahasiswa di KM ITB,
khususnya bidang penyelenggara kesejahteraan akademik dan finansial.
BAB II
ANALISIS KONDISI KESEJAHTERAAN MAHASISWA ITB
200
56 17
58 42
150
44
100 155
136 132
119
87
50
28 22 24 24 22
0
2013 2014 2015 2016 2017
Drop Out 44 56 58 42 17
UNRI atas Permohonan 87 136 119 132 155
UNRI oleh ITB 28 22 24 24 22
Berdasarkan data yang ada, dapat dilihat bahwa tingkat DO dan UNRI mahasiswa ITB
secara keseluruhan masih cukup tinggi. Tingkat undur diri didominasi oleh permohonan atas
diri sendiri, dimana grafik pertahunnya cenderung mengalami peningkatan. Rata-rata
mahasiswa yang mengundurkan diri atas permohonan ITB dalam lima tahun terakhir
sebanyak 24 mahasiswa. Sementara itu jumlah mahasiswa DO sejak tahun 2013-2016
berada pada kisaran 40-60 mahasiswa. Jumlah mahasiswa DO menurun drastis pada tahun
2017, yakni hanya 17 mahasiswa.
Analisis kondisi lebih lanjut kemudian dikelompokkan berdasarkan subyek-subyek yang
berperan di dalamnya:
1. Mahasiswa Jurusan
Kesejahteraan akademik mahasiswa jurusan, dapat dilihat dari beberapa parameter,
diantaranya :
a. Tingkat DO dan UNRI mahasiswa jurusan.
Pada beberapa jurusan yang ada di ITB, masih terdapat sejumlah mahasiswa
yang akhirnya DO atau mengundurkan diri. Angka yang ada memang tidak signifikan,
namun tetap perlu menjadi perhatian. Hal utama yang kemudian perlu menjadi
perhatian bersama adalah alasan seorang mahasiswa DO atau undur diri dari ITB.
Analisis mendalam perihal alasan-alasan yang sudah terjadi belum dilakukan. Namun
apabila dilihat secara umum, mahasiswa jurusan yang memiliki kasus akademik
hingga terancam DO adalah mahasiswa yang berada pada batas kelulusan studi TPB.
Hal ini berarti masih terdapat mata kuliah TPB yang belum lulus setelah dua tahun
pertama mahasiswa yang bersangkutan menjalani perkuliahan di ITB, ditambah
dengan perkuliahan pada semester pendek (setelah semester genap di tahun ke-2
berakhir) yang merupakan kesempatan terakhir untuk seorang mahasiswa bisa lulus
mata kuliah TPB. Berdasarkan pada ketentuan ITB, apabila seorang mahasiswa
masih tidak lulus mata kuliah TPB hingga semester pendek yang dimaksud,
mahasiswa yang bersangkutan diminta mengundurkan diri atas permohonan ITB
hingga batas waktu tertentu. Apabila batas waktu tersebut telah terlewati dan
permohonan pengunduran diri tak kunjung diberikan, maka mahasiswa tersebut
akan dikeluarkan oleh ITB dengan status DO. Pengunduran diri atas permohonan
pribadi banyak terjadi dikarenakan mahasiswa merasa tidak cocok/salah masuk
jurusan. Adanya kasus pelanggaran terhadap norma akademik yang bertentangan
dengan aturan ITB juga menjadi salah satu alasan seorang mahasiswa dikeluarkan
dengan status DO. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Pendidikan
(Dirdik) ITB, berikut adalah jumlah DO dan/atau UNRI mahasiswa di setiap jurusan
dalam kurun lima tahun terakhir
Berdasarkan data yang telah terkumpul, dapat dilihat pada beberapa jurusan
bahwa angka ketidaklulusan mata kuliah TPB masih sangat tinggi. Hal ini tentunya
perlu menjadi perhatian lebih bagi elemen penyelenggara kesejateraan di setiap
himpunan. Tidak adanya perhatian lebih, pengawasan, serta bantuan dari pihak
ketiga, biasanya membuat seorang mahasiswa tidak diketahui kondisinya selama
proses mengulang mata kuliah TPB tersebut. Berdasarkan kasus-kasus yang sudah
terjadi, kondisi mahasiswa terkait baru diketahui ketika sudah berada pada batas
kelulusan TPB. Hal yang lebih mengkhawatirkan ketika seorang mahasiswa sudah
mencapai semester pendek di tahun ke-2 yang menjadi kesempatan terakhir untuk
bisa lulus mata kuliah TPB, sementara sks mata kuliah yang masih perlu diulang
melebihi batas sks semester pendek (10 sks). Ketika sudah mencapai kondisi ini,
proses advokasi kepada pihak LTPB sering kali dilakukan oleh Kesma Kabinet,
bersamaan dengan perwakilan HMJ terkait. Namun ada pula kondisi yang akhirnya
sudah tidak memungkinkan untuk ditolong, melihat banyaknya beban sks yang
diulang serta kondisi akademik mahasiswa yang bersangkutan.
Masih adanya HMJ yang tidak melakukan pendataan juga menjadi catatan
penting dan perlu menjadi perhatian bersama. Melihat urgensi pendataan jumlah
mahasiswa yang mengulang mata kuliah TPB di jurusan masing-masing sangat
penting karena dapat menginisiasi berbagai upaya preventif oleh HMJ, maupun oleh
individu mahasiswa yang bersangkutan. Tentunya ketika dapat dilakukan upaya-
upaya preventif, kemungkinan atau dampak buruk yang pasti muncul, yakni undur
diri/DO dari ITB dapat dihindari.
c. Mahasiswa jurusan yang memasuki tahun terakhir dari batas studi maksimal 6 tahun
di ITB.
Batas studi program sarjana di ITB adalah 6 tahun. Mahasiswa yang telah
memasuki tahun keenam terancam dikeluarkan dari ITB sehingga kondisi seperti ini
seharusnya menjadi perhatian bersama. Mahasiswa dengan kasus demikian akan
mendapat surat peringatan dari ITB pada awal tahun ajaran baru atau pada awal
semester 11. Apabila pada akhirnya mahasiswa yang bersangkutan tidak mampu
menyelesaikan studinya, maka dapat diambil jalur pengunduran diri sebelum
akhirnya dinyatakan keluar oleh ITB dengan status DO. Dalam keberjalanannya,
terdapat mahasiswa yang masih bisa menjalani studi di ITB melebihi batas 6 tahun.
Hal ini dikarenakan toleransi yang diberikan oleh setiap program studi. Waktu
perpanjangan kuliah yang diberikan suatu program studi biasanya karena ada
komunikasi terlebih dahulu antara mahasiswa yang bersangkutan dengan prodi, baik
melalui perantara ataupun tidak. Prodi memberikan toleransi apabila alasan seorang
mahasiswa tidak mampu menyelesaikan studi selama 6 tahun jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan. Adanya niat serta kesungguhan dari mahasiswa yang
bersangkutan juga menjadi salah satu kunci disetujuinya perpanjangan masa kuliah
yang diberikan oleh suatu prodi. Hanya saja persetujuan perpanjangan masa studi
seorang mahasiswa harus melalui SK (Surat Keputusan) Rektor. Daftar mahasiswa
yang membutuhkan perpanjangan masa studi diajukan oleh Ketua Program Studi
melalui Fakultas kepada Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
(WRAM), untuk kemudian dibahas secara khusus dalam rapat koordinasi WRAM
bersama para Wakil Dekan Akademik (WDA) Fakultas/Sekolah. Keputusan yang
ditetapkan dalam rapat koordinasi tersebut akan menjadi resmi setelah SK Rektor
dikeluarkan. Berikut ini adalah data mahasiswa yang telah memasuki batas studi 6
tahun di ITB, yang berhasil dikumpulkan melalui pendataan KSM merah pada setiap
himpunan :
2. Mahasiswa TPB
Tingkat kesejahateraan akademik mahasiswa TPB dianalisis berdasarkan beberapa
parameter, diantaranya:
a. Tingkat DO dan UNRI mahasiswa TPB
Pada tahun pertama perkuliahan di ITB atau masa Tahap Persiapan Bersama
(TPB), sudah terdapat sejumlah mahasiswa yang keluar dengan status DO atau
mengundurkan diri. Berbeda dengan mahasiswa jurusan, alasan keluarnya seorang
mahasiswa TPB lebih didominasi oleh faktor ketidakcocokan terhadap institusi, baik
keilmuan Fakultas/Sekolah terkait ataupun iklim akademiknya. Banyak mahasiswa
tingkat pertama di ITB yang akhirnya kembali mengikuti Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), serta ada pula yang mendaftar ke universitas
swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Dirdik, jumlah mahasiswa yang DO atau undur diri dari ITB paling banyak terdapat
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam kurun waktu lima
tahun terakhir.
SITH (S)
SITH (R)
10% SF
FITB
FTTM
7%
6% 6% STEI
5% 5% FTSL (G)
4% 4%
3% 3% FTI (G)
2% 2% 2% FTMD
1% 1%
SAPPK
0%
2015 2016* 2017*
Angkatan
19%
FMIPA
Angkatan
SITH (S)
20%
19% SITH (R)
SF
FITB
14%
FTTM
12%
STEI
11%
FTSL
9%
8% 8% FTI
7% 7%
6% 6% FTMD
5% 5%
4% 4% SAPPK
3%
2% 2% 2%
1%
Tabel 5. Rentang Kemampuan Mahasiswa TPB Pendaftar Banding UKT 2017 (Non-SBM)
Rentang Kemampuan Finansial
Jumlah Data Rata-Rata Kemampuan
(Rupiah)
<0 89 Rp -11.310.045,45
0-2.000.000 12 Rp 681.524,50
2.000.001-4.000.000 7 Rp 2.822.330,29
4.000.001-6.000.000 10 Rp 4.919.004,40
6.000.001-8.000.000 10 Rp 6.868.453,20
8.000.001-10.000.000 10 Rp 8.790.045,00
>10.000.000 38 Rp 31.591.363,84
<0
21% 0-2.000.000
2.000.001-4.000.000
4.000.001-6.000.000
6% 6.000.001-8.000.000
50%
6% *176 data terverifikasi
6%
4%
7%
Sebanyak 50% peserta Tanggap UKT TPB Non-SBM 2017 yang telah
terverifikasi datanya merupakan mahasiswa yang kesanggupan finansialnya
dibawah 0 rupiah (89 peserta). Sebanyak 11% peserta memiliki kesanggupan
dibawah UKT kelas kedua, yakni 4 juta rupiah, dengan 7% diantaranya hanya
sanggup membayar 0-2 juta rupiah per semester.
Tabel 6. Rentang Kemampuan Mahasiswa TPB Pendaftar Banding UKT 2017 (SBM)
Rentang Kemampuan Finansial Jumlah Data Rata-Rata Kemampuan
<0 9 Rp 5.555.556
0-2.000.000 2 Rp 4.500.000
2.000.001-4.000.000 1 Rp 5.000.000
4.000.001-6.000.000 1 Rp 5.000.000
6.000.001-8.000.000 2 Rp 6.000.000
8.000.001-10.000.000 3 Rp 8.666.667
10.000.000-12.000.000 0 -
12.000.000-14.000.000 3 Rp 12.666.667
14.000.000-16.000.000 2 Rp 14.000.000
16.000.000-18.000.000 0 -
18.000.000-20.000.000 0 -
>20.000.000 6 Rp 20.000.000
<0
21%
0-2.000.000
31%
2.000.001-4.000.000
7%
4.000.001-6.000.000
10%
7%
Data peserta Tanggap UKT TPB SBM 2017 menunjukkan bahwa hanya 21% peserta
yang memiliki kemampuan diatas UKT penuh (20 juta rupiah) yang ditetapkan oleh
Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB. Sisanya memiliki kesanggupan yang beragam,
dengan 31% diantaranya memiliki kondisi finansial yang sangat rendah (<0 rupiah).
Sebanyak 48% peserta lainnya memiliki kesanggupan finansial dalam rentang 0 hingga
16 juta rupiah.
2. Korelasi antara UKT awal yang ditetapkan (sebelum banding) dengan kondisi aktual
finansial mahasiswa bersangkutan.
Sementara itu, apabila dilihat dari korelasi antara UKT awal yang ditetapkan
(sebelum banding) dengan kondisi aktual finansial mahasiswa yang bersangkutan,
penentuan ketetapan UKT awal oleh Lembaga Kemahasiswaan ITB belum sepenuhnya
sesuai dengan kondisi aktual mahasiswa ITB. Hal ini dapat dinilai dari beberapa data
peserta Tanggap UKT TPB baik SBM maupun Non-SBM tahun 2017. Nominal UKT yang
ditetapkan jauh dari kemampuan finansial mahasiswa. Terutama pada UKT mahasiswa
SBM, yang secara default hanya memiliki dua pilihan nominal UKT ketika masa
pendaftaran mahasiswa baru, yakni 0 juta rupiah (Bidik Misi) atau UKT penuh 20 juta
rupiah. Rentang UKT yang dibebankan tidak sesuai dengan kondisi aktual mahasiswa
SBM ITB. Pada 29 data mahasiswa SBM yang ditetapkan wajib membayar UKT 20 juta
per semester, terdapat gap kemampuan finansial yang sangat besar hingga 84 juta
rupiah.
Tabel 7. Korelasi Ketetapan UKT Awal dengan Kondisi Aktual Peserta Tanggap UKT
TPB 2017 (Non-SBM)
UKT Ditetapkan Rata-Rata Kemampuan Kemampuan Jumlah
(Awal) Kemampuan Terendah Tertinggi Data
4000000 Rp -18.461.592 Rp - 45.150.000 Rp -10.666.302 41
6000000 Rp -5.220.937 Rp 10.663.110 Rp -750.000 43
8000000 Rp 2.250.077 Rp -750.000 Rp 5.664.000 30
10000000 Rp 23.100.731 Rp 5.886.336 Rp 94.775.280 59
Tabel 8. Korelasi Ketetapan UKT Awal dengan Kondisi Aktual Peserta Tanggap UKT
TPB 2017 (SBM)
UKT Ditetapkan Rata-Rata Kemampuan Kemampuan Jumlah
(Awal) Kemampuan Terendah Tertinggi Data
20.000.000 Rp 8.240.424,83 Rp -24.256.000 Rp 60.677.960,00 29
Data yang tertera pada Tabel 9. menunjukkan bahwa perolehan IPK mahasiswa
Afirmasi secara keseluruhan di tahun pertama berada pada kategori cukup baik hingga
hampir cukup.
Selain rata-rata IPK TPB, terdapat beberapa parameter lain yang digunakan untuk
menggambarkan performa akademik mahasiswa Afirmasi, diantaranya tingkat undur
diri atau DO, serta kelulusan mahasiswa Afirmasi dari ITB.
Tabel 10. Data Undur Diri, DropOut (DO), dan Kelulusan Mahasiswa Afirmasi
Keterangan
Jumlah Jumlah
Angkatan Undur Tidak ada
Mahasiswa Awal Mahasiswa Akhir Lulus
Diri/DO keterangan
2012 15 - - 15 -
2013 16 8 1 7 -
2014 10 7 1 2 -
2015 12 6 - 4 2
2016 25 7 - 12 6
2017 28 27 - 1 -
Sumber : Data Kementerian Kebutuhan Dasar, Kemenkoan Kesma 2017 (per Januari
2018)
Sejak tahun pertama program Afirmasi diterapkan di ITB, selalu terdapat mahasiswa
Afirmasi yang mengundurkan diri atau DO setiap tahunnya. Pada angkatan 2012, tidak
terdapat mahasiswa Afirmasi yang masih bertahan di ITB dari total awal mahasiswa yang
ada sebanyak 15 orang. Sementara pada angkatan 2013-2014, tingkat undur diri/DO
mahasiswa Afirmasi mulai mengalami penurunan. Hanya saja presentase undur diri atau
DO kembali mengalami peningkatan pada angkatan 2015. Pada angkatan 2017, sudah
terdapat satu orang yang melakukan undur diri sebelum perkuliahan hari pertama
dimulai.
100%
43.75% 48%
33.33%
20%
3.57%
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Presentase Undur Diri/DO
Standar-standar sistem kesejahteraan yang tertera pada Bab III Buku Pedoman
Kesejahteraan Mahasiswa merupakan panduan dan pegangan dalam memenuhi kebutuhan
dasar mahasiswa ITB bagi setiap lembaga mahasiswa ITB, baik terpusat (Kabinet) maupun
sektoral (HMJ). Standarisasi sistem kesejahteraan ini dibuat agar terdapat suatu acuan bagi
sistem kesejahteraan yang ideal. Adanya sistem kesejahteraan yang ideal diharapkan mampu
membantu setiap pihak dalam memenuhi kebutuhan dasar mahasiswa ITB yang kemudian akan
berdampak pada tercapainya kondisi sejahtera bagi mahasiswa. Adapun standar-standar yang
menjadi parameter keidealan suatu sistem kesejahteraan di setiap lembaga adalah sebagai
berikut:
Terpenuhinya kebutuhan dasar mahasiswa tentu tidak lepas dari pihak-pihak yang memiliki
tanggung jawab dan kewenangan dalam mensejahterakan mahasiswa ITB. Pihak-pihak tersebut
kemudian disebut sebagai penyelenggara kesejahteraan mahasiswa ITB. Penyelenggara
kesejahteraan mahasiswa ITB terdiri atas pihak internal dan eksternal. Penyelenggara
kesejahteraan internal meliputi Kabinet KM ITB (terpusat) dan HMJ (sektoral). Sementara itu
penyelenggara kesejahteraan eksternal meliputi lembaga rektorat (LK, LTPB, Dirdik, Dirkeu),
alumni, dan donatur (lembaga/individu).
6.82%
93.18%
31.82% Ada
Tidak
68.18%
Salah satu poin yang masih menjadi kekurangan dalam standar pendataan adalah
penjaminan kualitas data yang diperoleh/dimiliki setiap lembaga dan kesesuaiannya
dengan standar data yang tercantum pada Bab III Buku Pedoman Kesejahteraan
Mahasiswa. Sejauh ini belum dilakukan peninjauan serta analisis kualitas data
kepada 30 HMJ yang telah melakukan pendataan kondisi kebutuhan dasar
anggotanya secara berkala.
11.36%
Ada
Tidak
88.64%
6.82%
Ada Tidak
93.18%
25%
Ada
75%
20.45%
Ada
Tidak
79.55%
Fungsi penjalinan kerja sama dengan Kabinet dan beberapa lembaga rektorat
sudah sering dilakukan oleh beberapa HMJ. Hanya saja standar poin ini belum
dianalisis lebih lanjut dan kemudian dikuantifikasi. Proses kuantifikasi sulit untuk
dilakukan karena tidak semua lembaga menyadari atau menemukan anggotanya
yang memiliki kondisi akademik khusus, sehingga upaya kuratif pun belum tentu
dilakukan. Implementasi fungsi kuratif dari lembaga untuk menyelesaikan kasus
finansial juga bersfifat fleksibel dan tergantung pada ada/tidaknya kasus, seperti
halnya kasus akademik.
2. Penyelenggara Kesejahteraan Eksternal KM ITB
Secara langsung dan tidak langsung beberapa stakeholder di eksternal KM ITB
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan dasar akademik dan finansial mahasiswa
ITB, diantaranya :
a. Lembaga Kemahasiswaan (LK)
Lembaga rektorat yang salah satu fungsinya adalah memberikan pelayanan kepada
mahasiswa perihal beasiswa (pemerintah dan non-pemerintah) dan subsidi Uang Kuliah
Tunggal (UKT). Fungsi ini berada dibawah kendali Sekretaris Lembaga Kemahasiswaan
BIdang Kesejahteraan dan Pengembangan Karakter. Berkaitan dengan fungsi tersebut,
LK merupakan salah satu lembaga yang dapat menunjang pemenuhan kebutuhan dasar
finansial mahasiswa ITB.
b. Lembaga Tahap Persiapan Bersama (LTPB)
Lembaga rektorat yang secara khusus mengurus persoalan akademik mahasiswa
TPB atau mahasiswa tingkat pertama. Oleh karena itu LTPB berperan dalam menunjang
pemenuhan kebutuhan dasar akademik mahasiswa TPB ITB.
c. Direktorat Pendidikan (Dirdik)
Lembaga rektorat yang secara struktural berada dibawah Wakil Rektor Bidang
Akademik dan Kemahasiswaan (WRAM). Dirdik berperan dalam mengurus hal-hal
strategis perihal akademik dan finansial mahasiswa ITB yang tentunya akan sangat
berdampak pada pemenuhan kebutuhan dasar akademik dan finansial mahasiswa.
Permasalahan akademik mahasiswa seperti halnya terkendala dalam melakukan
FRS/PRS dapat diselesaikan melalui loket 9 (akademik) annex, yang secara struktural
bekerja dibawah Dirdik.
d. Direktorat Keuangan (Dirkeu)
Lembaga rektorat yang secara struktural berada dibawah Wakil Rektor Bidang
Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan (WRURK). Dirkeu berperan dalam
mengurus persoalan finansial mahasiswa, diluar beasiawa dan subsidi UKT yang
merupakan tanggung jawab LK.
e. Alumni
Alumni merupakan pihak eksternal KM ITB yang dapat menjadi mitra bagi
mahasiswa dalam memenuhi kebutuhan dasar finansial mahasiswa. Sudah sangat
banyak beasiswa dan dana hibah yang berasal dari alumni ITB secara terpusat, maupun
pada masing-masing jurusan. Salah satu standar sistem kesejahteraan lembaga, yakni
penggalangan koalisi untuk membentuk beasiswa mandiri ataupun penjalinan kerja
sama dalam menyelesaikan kasus finansial khusus, dapat dilakukan dengan alumni
f. Donatur
Pihak lain baik individu maupun kelembagaan yang dapat dijadikan mitra untuk
menunjang pemenuhan kebutuhan dasar finansial mahasiswa, tanpa mencaut nama
sebagai alumni ITB. Pihak ini disebut sebagai donatur karena dapat berperan sebagai
mitra mahasiswa dalam membentuk beasiswa mandiri ataupun membantu mahasiswa
yang memiliki kasus finansial khusus.
BAB V
LEVELISASI KEMANDIRIAN LEMBAGA PENYELENGGARA KESEJAHTERAAN
MAHASISWA ITB
Suatu lembaga dikatakan mandiri ketika lembaga tersebut sudah dapat menerapkan sistem
kesejahteraan yang ideal di internal lembaganya, sehingga tidak ketergantungan dengan pihak
lain dalam mengupayakan pemenuhan kebutuan dasar anggotanya. Berdasarkan standar
kemandirian pada bab III yang menggambarkan sistem pemenuhan kebutuhan dasar
(kesejahteraan) yang ideal bagi setiap lembaga mahasiswa ITB, serta analisis kondisi lembaga
penyelenggara kesejahteraan di tingkat sektoral internal KM ITB (HMJ), maka dapat
disimpulkan bahwa per Januari 2018, terdapat 4.55% (2/44) HMJ yang sudah mandiri dalam
mengupayakan fungsi pemenuhan kebutuhan dasar (kesejahteraan) bagi anggotanya. Hal ini
berarti lembaga terkait sudah memenuhi seluruh parameter yang menjadi standar kemandirian
lembaga atau dapat dikatakan lembaga terkait sudah memiliki sistem kesejahteraan yang ideal.
Namun nyatanya, terdapat lembaga yang hanya memenuhi beberapa standar kemandirian saja.
Oeh karena itu dilakukan levelisasi yang kemudian membagi setiap lembaga ke dalam beberapa
tingkatan kemandirian. Adapun tingkat kemandirian setiap lembaga sektoral berdasarkan
analisis Kesma Kabinet Suarasa KM ITB 2017/2018, dilampirkan pada Tabel 11.
2. HMT A
3. HMTM “PATRA” AB
4. HMTG “GEA” AB
5. IMG AB
6. AMISCA AB
7. HMIF AB
8. IMMG AB
9. IMT AB
10, HIMATEK AB
11. HIMASTRON AB
12. IMA-G AB
13. MTM AB
14. HMFT AB
15. HMF B
17. HMME B
18. KMKL B
19. HMS B
20, HMTL B
21. HIMAFI B
22. HME B
24. HIMASDA B
25. HIMAREKTA B
26. HIMATIKA B
27. HMO B
28. KMIL B
30, HMRH B
32. IMDI B
33. IPPDIG BC
34. IMK BC
35. KMM BC
36. INDDES BC
38. MTI BC
39. KMPN BC
40, HMPG BC
41. HMM BC
42. TERIKAT C
43. VASA C
Tingkatan kemandirian ditentukan berdasarkan standar-standar pada bab III yang dapat
dipenuhi oleh lembaga. Setiap standar kemudian diberi bobot yang sesuai dengan kualitas
standar, yakni dampak suatu standar terhadap pemenuhan kebutuhan dasar mahasiswa.
Berdasarkan levelisasi yang dilakukan, 2 lembaga yang telah memenuhi seluruh standar
kemandirian masuk ke dalam tingkat kemandirian A. Lembaga pada tingkat kemandirian AB, B,
BC, dan C tentu perlu memenuhi standar–standar yang tersisa, sehingga sistem kesejahteraan
yang ideal dapat dicapai.
Hal yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah kualitas, intensitas, serta kontinuitas dari
setiap standar yang telah ada di lembaga. Bagaimana pada akhirnya lembaga dapat konsisten
dalam menjalankan standar kemandirian tersebut dan menjamin standar yang telah ada menjadi
sistem yang membudaya di lembaganya, sehingga pergantian kepengurusan tidak akan
mempengaruhi sistem kesejahteraan lembaga. Hal ini tentunya perlu menjadi perhatian
bersama, utamanya setiap lembaga sektoral (HMJ) yang menjadi objek kemandirian dalam
menyelenggarakan sistem kesejahteraan bagi anggotanya. Kabinet KM ITB sebagai lembaga
terpusat juga perlu selalu tanggap dalam memastikan jalannya sistem kesejahteraan yang ideal
pada setiap lembaga sektoral di KM ITB.
BAB VI
PENUTUP