Anda di halaman 1dari 40

MUKADIMAH

Salam Ganesha!
Manusia sejatinya diciptakan untuk tujuan yang mulia. Demi keberlangsungan hidupnya,
penciptaan manusia tidak lepas dari berbagai kebutuhan manusiawi yang harus dipenuhi.
Berdasarkan Teori Hierarki Kebutuhan Maslow, kebutuhan manusia terdiri dari 5 macam, yakni
kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang, penghargaan, dan aktualisasi diri. Secara fitrah,
manusia memiliki hasrat untuk memenuhi setiap kebutuhannya. Menurut Maslow, pemenuhan
kebutuhan tersebut didorong oleh dua kekuatan, yaitu motivasi kekurangan dan motivasi
perkembangan. Motivasi tersebut kemudian akan mengantarkan manusia pada puncak
tertinggi kebutuhan (aktualisasi diri). Kepuasan akan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
tersebut mampu menghadirkan kebahagiaan serta rasa aman/sejahtera pada diri manusia.
Kondisi seperti ini diperlukan agar manusia dapat dengan ikhlas menjalani sesuatu yang menjadi
tugasnya. Pada akhirnya hal tersebut diharapkan mampu mendukung tercapainya tujuan
penciptaan manusia.
Sebagai insan akademis, mahasiswa juga memiliki kebutuhan-kebutuhan yang patut
dipenuhi untuk menjalankan aktivitas kesehariannya dalam hal akademik maupun non-
akademik. Pemenuhan kebutuhan dasar mahasiswa dilakukan pula untuk menunjang
pengembangan diri sehingga mahasiswa dapat berkarya sesuai minat dan potensi yang dimiliki.
Hal tersebut diperlukan agar mahasiswa dapat menjalankan peranannya sebagai insan
akademis. Kebutuhan mahasiswa terdiri dari beberapa tingkatan. Dimulai dari kebutuhan
individu, kelompok, serta seluruh mahasiswa. Pemenuhan kebutuhan mahasiswa pada tingkat
individu menjadi tanggung jawab setiap mahasiswa itu sendiri. Akan tetapi pemenuhan
kebutuhan mahasiswa pada tingkat selanjutnya dengan skala yang cukup besar perlu diorganisir.
Pengorganisasian kebutuhan mahasiswa tersebut membutuhkan suatu wadah yang bersifat
sentral dan sektoral. Kabinet KM ITB sebagai lembaga terpusat dalam kemahasiswaan ITB
memfasilitasi pemenuhan kebutuhan tersebut melalui Kementerian Koordinator
Kesejahteraan Mahasiswa. Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) sebagai lembaga sektoral
tentunya juga perlu mewadahi pemenuhan kebutuhan dasar setiap anggotanya melalui suatu
bidang tertentu dengan sistem pemenuhan kebutuhan yang ideal. Setiap upaya tersebut
dilakukan agar anggota KM ITB memperoleh kepuasan dan rasa aman/sejahtera sebelum
akhirnya dapat beraktivitas, mengembangkan diri, berkarya, serta menjalankan peran
mahasiswa sebagaimana mestinya.

Untuk Tuhan, bangsa, dan almamater.

Bandung, Februari 2018


Menteri Koordinator Kesejahteraan Mahasiswa
Kabinet Suarasa KM ITB 2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Bidang Kesejahteraan merupakan bidang yang bergerak dalam upaya pemenuhan
kebutuhan dasar anggota KM ITB, berdasarkan amanat yang tertera pada Konsepsi KM ITB
Amandemen 2015. Dalam konsepsi tersebut dinyatakan bahwa mahasiswa sebagai insan
akademis memiliki tuntutan untuk terus mengembangkan diri menjadi lapisan masyarakat
yang berkualitas dan mampu turut serta dalam menata kehidupan bangsa. Perwujudan
peran tersebut akan menjadi nyata apabila kebutuhan dasar mahasiswa telah terpenuhi.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar setiap mahasiswa, KM ITB memiliki sistem
tersendiri yang sudah membudaya. Meskipun belum mencapai kondisi ideal, sistem yang
telah ada cukup memfasilitasi pemenuhan kebutuhan dasar anggota KM ITB, baik secara
terpusat maupun sektoral. Hanya saja dari tahun ke tahun sistem yang diterapkan tidak
menunjukkan perbaikan ataupun peningkatan yang signifikan terhadap kesejahteraan
mahasiswa ITB. Hal ini dikarenakan belum adanya standar minimal yang sama bagi seluruh
lembaga dalam memfasilitasi kebutuhan dasar anggotanya, dimana hal tersebut dapat
dijadikan suatu simbol keidealan sistem kesejahteraan pada setiap lembaga. Akibatnya
setiap lembaga belum terarah pada perbaikan sistem pemenuhan kebutuhan dasar
(kesejahteraan) yang ideal, yang kemudian diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan
mahasiswa ITB, utamanya dalam hal akademik dan finansial. Oleh karena itu, standar dalam
memenuhi kebutuhan dasar mahasiswa perlu dibuat dan diupayakan oleh setiap lembaga.
Selain itu, untuk mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan mahasiswa ITB,
perlu adanya upaya lebih yang dilakukan oleh setiap elemen penyelenggara kesejahteraan
yang ada di KM ITB baik secara terpusat maupun sektoral. Suatu fungsi pemehuhan
kebutuhan dasar dapat berjalan optimum ketika setiap elemen penyelenggara
kesejahteraan paham posisi dan peran masing-masing untuk mencapai kesejahteraan yang
diharapkan. Ketika setiap elemen yang bergerak dalam hal kesejahteraan dapat optimal
dalam menjalankan fungsinya, maka tingkat kesejahteraan yang diharapkan akan tercapai.
Melihat pentingnya pembuatan standar dalam memenuhi kebutuhan dasar mahasiswa
sebagai simbol keidealan dari sistem kesejahteraan suatu lembaga, serta pentingnya peran
elemen penyelenggara kesejahteraan demi tercapainya tingkat kesejahteraan mahasiswa
ITB yang lebih baik, Kemenkoan Kesma Kabinet Suarasa senantiasa melakukan analisis dan
kajian selama satu tahun terakhir. Hasil analisis dan kajian yang ada kemudian dituangkan
dalam suatu dokumen, yang diharapkan mampu menjadi pedoman bagi setiap lembaga
mahasiswa di KM ITB dalam menerapkan sistem pemenuhan kebutuhan dasar
(kesejahteraan) yang ideal. Dokumen yang kemudian disebut sebagai ‘Buku Pedoman
Kesejahteraan Mahasiswa’ dapat terus diperbaharui sesuai dengan analisis kebutuhan yang
dilakukan oleh bidang kesejahteraan Kabinet KM ITB, tanpa mengenyampingkan bentukan
sistem kesejahteraan yang ideal.
II. Tujuan
Buku Pedoman Kesma disusun dengan maksud:
1. Menjadi panduan bagi lembaga mahasiswa di KM ITB dalam menerapkan sistem
pemenuhan kebutuhan dasar (kesejahteraan) yang ideal bagi anggotanya.
2. Menjadi salah satu metode Kabinet KM ITB untuk memandirikan lembaga sektoral
(HMJ) dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar anggotanya.
3. Menjadi salah satu metode edukasi bagi lembaga sektoral (HMJ) kepada setiap
penyelenggara (pengurus) kesejahteraan di lembaga masing-masing dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar anggotanya.

III. Sasaran
Buku Pedoman Kesma diperuntukkan bagi setiap lembaga mahasiswa di KM ITB,
khususnya bidang penyelenggara kesejahteraan akademik dan finansial.
BAB II
ANALISIS KONDISI KESEJAHTERAAN MAHASISWA ITB

I. Analisis Kondisi Akademik Mahasiswa ITB


Kondisi sejahtera dapat dicapai melalui upaya pemenuhan kebutuhan dasar mahasiswa,
salah satunya melalui pemenuhan kebutuhan dasar akademik. Analisis kondisi yang
dijabarkan kemudian menggambarkan tingkat kesejahteraan mahasiswa ITB, ditinjau dari
beberapa parameter akademik mahasiswa. Secara umum, tingkat kesejahteraan akademik
mahasiswa ITB dapat ditinjau dari parameter DropOut (DO) dan Undur Diri (UNRI) setiap
tahunnya.
250

200
56 17
58 42

150
44

100 155
136 132
119
87
50

28 22 24 24 22
0
2013 2014 2015 2016 2017
Drop Out 44 56 58 42 17
UNRI atas Permohonan 87 136 119 132 155
UNRI oleh ITB 28 22 24 24 22

Gambar 1. Grafik jumlah mahasiswa DO dan UNRI tahun 2013-2017


(sumber: Direktorat Pendidikan ITB, Januari 2017)

Berdasarkan data yang ada, dapat dilihat bahwa tingkat DO dan UNRI mahasiswa ITB
secara keseluruhan masih cukup tinggi. Tingkat undur diri didominasi oleh permohonan atas
diri sendiri, dimana grafik pertahunnya cenderung mengalami peningkatan. Rata-rata
mahasiswa yang mengundurkan diri atas permohonan ITB dalam lima tahun terakhir
sebanyak 24 mahasiswa. Sementara itu jumlah mahasiswa DO sejak tahun 2013-2016
berada pada kisaran 40-60 mahasiswa. Jumlah mahasiswa DO menurun drastis pada tahun
2017, yakni hanya 17 mahasiswa.
Analisis kondisi lebih lanjut kemudian dikelompokkan berdasarkan subyek-subyek yang
berperan di dalamnya:
1. Mahasiswa Jurusan
Kesejahteraan akademik mahasiswa jurusan, dapat dilihat dari beberapa parameter,
diantaranya :
a. Tingkat DO dan UNRI mahasiswa jurusan.
Pada beberapa jurusan yang ada di ITB, masih terdapat sejumlah mahasiswa
yang akhirnya DO atau mengundurkan diri. Angka yang ada memang tidak signifikan,
namun tetap perlu menjadi perhatian. Hal utama yang kemudian perlu menjadi
perhatian bersama adalah alasan seorang mahasiswa DO atau undur diri dari ITB.
Analisis mendalam perihal alasan-alasan yang sudah terjadi belum dilakukan. Namun
apabila dilihat secara umum, mahasiswa jurusan yang memiliki kasus akademik
hingga terancam DO adalah mahasiswa yang berada pada batas kelulusan studi TPB.
Hal ini berarti masih terdapat mata kuliah TPB yang belum lulus setelah dua tahun
pertama mahasiswa yang bersangkutan menjalani perkuliahan di ITB, ditambah
dengan perkuliahan pada semester pendek (setelah semester genap di tahun ke-2
berakhir) yang merupakan kesempatan terakhir untuk seorang mahasiswa bisa lulus
mata kuliah TPB. Berdasarkan pada ketentuan ITB, apabila seorang mahasiswa
masih tidak lulus mata kuliah TPB hingga semester pendek yang dimaksud,
mahasiswa yang bersangkutan diminta mengundurkan diri atas permohonan ITB
hingga batas waktu tertentu. Apabila batas waktu tersebut telah terlewati dan
permohonan pengunduran diri tak kunjung diberikan, maka mahasiswa tersebut
akan dikeluarkan oleh ITB dengan status DO. Pengunduran diri atas permohonan
pribadi banyak terjadi dikarenakan mahasiswa merasa tidak cocok/salah masuk
jurusan. Adanya kasus pelanggaran terhadap norma akademik yang bertentangan
dengan aturan ITB juga menjadi salah satu alasan seorang mahasiswa dikeluarkan
dengan status DO. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Pendidikan
(Dirdik) ITB, berikut adalah jumlah DO dan/atau UNRI mahasiswa di setiap jurusan
dalam kurun lima tahun terakhir

Tabel 1. Data DO dan/atau UNRI Mahasiswa Pada Setiap Jurusan


Kode Tahun
Program Studi/Jurusan
Prodi 2013 2014 2015 2016 2017
101 Matematika 0 1 4 8 0
102 Fisika 4 9 10 9 15
103 Astronomi 3 8 6 8 6
104 Mikrobiologi 1 1 0 2 1
105 Kimia 7 6 8 6 6
106 Biologi 6 2 5 5 4
107 Sains dan Teknologi Farmasi 3 4 3 2 4
112 Rekayasa Hayati 0 0 1 2 4
114 Rekayasa Pertanian 0 3 0 2 3
115 Rekayasa Kehutanan 0 6 4 6 4
Farmasi Klinik dan
116 0 2 2 2 4
Komunitas
120 Teknik Geologi 0 1 1 0 1
121 Teknik Pertambangan 2 8 5 4 2
122 Teknik Perminyakan 1 0 3 0 1
123 Teknik Geofisika 4 7 3 0 3
125 Teknik Metalurgi 0 2 1 0 2
128 Meteorologi 4 3 5 3 3
129 Oseanografi 8 2 1 1 4
130 Teknik Kimia 6 0 1 2 0
131 Teknik Mesin 5 2 5 4 6
132 Teknik Elektro 5 6 2 9 3
133 Teknik Fisika 10 7 8 8 4
134 Teknik Industri 3 3 1 6 2
135 Teknik Informatika 10 5 8 6 8
136 Aeronotika dan Astronotika 5 7 2 4 9
137 Teknik Material 1 5 3 3 0
Manajemen Rekayasa
144 3 2 1 3 4
Industri
Teknik Bioenergi dan
145 0 0 0 0 2
Kemurgi
150 Teknik Sipil 5 4 0 2 0
Teknik Geodesi dan
151 1 4 3 0 1
Geomatika
152 Arsitektur 4 3 4 2 2
153 Teknik Lingkungan 3 2 1 4 3
154 Perencanaan Wilayah Kota 4 5 6 12 4
155 Teknik Kelautan 2 4 2 3 4
Rekayasa Infrastruktur
157 0 1 1 1 1
Lingkungan
Teknik dan Pengolahan
158 0 4 2 2 0
Sumberdaya Air
170 Seni Rupa 1 4 4 4 4
172 Kriya 4 4 8 0 2
173 Desain Interior 4 4 1 4 4
174 Desain Komunikasi Visual 1 3 0 0 1
175 Desain Produk 1 0 1 3 1
180 Teknik Tenaga Listrik 0 0 0 1 2
181 Teknik Telekomunikasi 1 2 15 0 2
Sistem dan Teknologi
182 2 2 7 7 3
Informasi
183 Teknik Biomedis 0 0 0 0 3
190 Manajemen 1 3 5 4 2
192 Kewirausahaan 0 0 1 0 0
b. Mahasiswa jurusan yang mengulang mata kuliah TPB.
Kasus mahasiswa jurusan yang mengulang mata kuliah TPB menjadi salah satu
parameter kesejahteraan akademik mahasiswa. Hal ini dikarenakan pada setiap
tahunnya kondisi ini menjadi salah satu faktor penyebab seorang mahasiswa keluar
dari ITB, baik melalui mekanisme undur diri ataupun DO. Data mahasiswa jurusan
yang mengulang mata kuliah TPB diperoleh dari perwakilan bidang kesejahteraan
masing-masing HMJ melalui data KSM merah yang dikumpulkan.

Tabel 2. Data Mahasiswa Jurusan yang Mengulang Mata Kuliah TPB


Jumlah Mahasiswa
Kode
Program Studi/Jurusan Angkatan Angkatan
Prodi
2015 2016
101 Matematika 0 0
102 Fisika t t
103 Astronomi 4 3
104 Mikrobiologi 1 1
105 Kimia 1 7
106 Biologi t t
107 Sains dan Teknologi Farmasi 2* t*
112 Rekayasa Hayati t t
114 Rekayasa Pertanian 8 9
115 Rekayasa Kehutanan 5 12
116 Farmasi Klinik dan Komunitas 0* t*
120 Teknik Geologi 0 2
121 Teknik Pertambangan 3 2
122 Teknik Perminyakan t 0
123 Teknik Geofisika 3 12
125 Teknik Metalurgi 1 0
128 Meteorologi 1 5
129 Oseanografi 3 3
130 Teknik Kimia 0 0
131 Teknik Mesin t t
132 Teknik Elektro 3* 8*
133 Teknik Fisika t 2
134 Teknik Industri t* t*
135 Teknik Informatika 0* t*
136 Aeronotika dan Astronotika t t
137 Teknik Material t t
144 Manajemen Rekayasa Industri t* t*
145 Teknik Bioenergi dan Kemurgi t t
150 Teknik Sipil 1 t
151 Teknik Geodesi dan Geomatika 1 t
152 Arsitektur t t
153 Teknik Lingkungan 1 10
154 Perencanaan Wilayah Kota 6 t
155 Teknik Kelautan 8 t
157 Rekayasa Infrastruktur Lingkungan 3 13
158 Teknik dan Pengolahan Sumberdaya Air 2 4
170 Seni Rupa t 1
172 Kriya t t
173 Desain Interior t t
174 Desain Komunikasi Visual t t
175 Desain Produk t t
180 Teknik Tenaga Listrik 0* 0*
181 Teknik Telekomunikasi 4 0
182 Sistem dan Teknologi Informasi 0* 0*
183 Teknik Biomedis 0* 0*
190 Manajemen t t
192 Kewirausahaan t t
Keterangan: t = data tidak diketahui atau data tidak dikumpulkan oleh HMJ terkait; * =
HMJ yang terdiri atas beberapa jurusan (HMF, HME, HMIF, dan MTI), belum dilakukan
pendataan pada setiap jurusan atau data masih berbasis himpunan.

Berdasarkan data yang telah terkumpul, dapat dilihat pada beberapa jurusan
bahwa angka ketidaklulusan mata kuliah TPB masih sangat tinggi. Hal ini tentunya
perlu menjadi perhatian lebih bagi elemen penyelenggara kesejateraan di setiap
himpunan. Tidak adanya perhatian lebih, pengawasan, serta bantuan dari pihak
ketiga, biasanya membuat seorang mahasiswa tidak diketahui kondisinya selama
proses mengulang mata kuliah TPB tersebut. Berdasarkan kasus-kasus yang sudah
terjadi, kondisi mahasiswa terkait baru diketahui ketika sudah berada pada batas
kelulusan TPB. Hal yang lebih mengkhawatirkan ketika seorang mahasiswa sudah
mencapai semester pendek di tahun ke-2 yang menjadi kesempatan terakhir untuk
bisa lulus mata kuliah TPB, sementara sks mata kuliah yang masih perlu diulang
melebihi batas sks semester pendek (10 sks). Ketika sudah mencapai kondisi ini,
proses advokasi kepada pihak LTPB sering kali dilakukan oleh Kesma Kabinet,
bersamaan dengan perwakilan HMJ terkait. Namun ada pula kondisi yang akhirnya
sudah tidak memungkinkan untuk ditolong, melihat banyaknya beban sks yang
diulang serta kondisi akademik mahasiswa yang bersangkutan.
Masih adanya HMJ yang tidak melakukan pendataan juga menjadi catatan
penting dan perlu menjadi perhatian bersama. Melihat urgensi pendataan jumlah
mahasiswa yang mengulang mata kuliah TPB di jurusan masing-masing sangat
penting karena dapat menginisiasi berbagai upaya preventif oleh HMJ, maupun oleh
individu mahasiswa yang bersangkutan. Tentunya ketika dapat dilakukan upaya-
upaya preventif, kemungkinan atau dampak buruk yang pasti muncul, yakni undur
diri/DO dari ITB dapat dihindari.

c. Mahasiswa jurusan yang memasuki tahun terakhir dari batas studi maksimal 6 tahun
di ITB.
Batas studi program sarjana di ITB adalah 6 tahun. Mahasiswa yang telah
memasuki tahun keenam terancam dikeluarkan dari ITB sehingga kondisi seperti ini
seharusnya menjadi perhatian bersama. Mahasiswa dengan kasus demikian akan
mendapat surat peringatan dari ITB pada awal tahun ajaran baru atau pada awal
semester 11. Apabila pada akhirnya mahasiswa yang bersangkutan tidak mampu
menyelesaikan studinya, maka dapat diambil jalur pengunduran diri sebelum
akhirnya dinyatakan keluar oleh ITB dengan status DO. Dalam keberjalanannya,
terdapat mahasiswa yang masih bisa menjalani studi di ITB melebihi batas 6 tahun.
Hal ini dikarenakan toleransi yang diberikan oleh setiap program studi. Waktu
perpanjangan kuliah yang diberikan suatu program studi biasanya karena ada
komunikasi terlebih dahulu antara mahasiswa yang bersangkutan dengan prodi, baik
melalui perantara ataupun tidak. Prodi memberikan toleransi apabila alasan seorang
mahasiswa tidak mampu menyelesaikan studi selama 6 tahun jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan. Adanya niat serta kesungguhan dari mahasiswa yang
bersangkutan juga menjadi salah satu kunci disetujuinya perpanjangan masa kuliah
yang diberikan oleh suatu prodi. Hanya saja persetujuan perpanjangan masa studi
seorang mahasiswa harus melalui SK (Surat Keputusan) Rektor. Daftar mahasiswa
yang membutuhkan perpanjangan masa studi diajukan oleh Ketua Program Studi
melalui Fakultas kepada Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
(WRAM), untuk kemudian dibahas secara khusus dalam rapat koordinasi WRAM
bersama para Wakil Dekan Akademik (WDA) Fakultas/Sekolah. Keputusan yang
ditetapkan dalam rapat koordinasi tersebut akan menjadi resmi setelah SK Rektor
dikeluarkan. Berikut ini adalah data mahasiswa yang telah memasuki batas studi 6
tahun di ITB, yang berhasil dikumpulkan melalui pendataan KSM merah pada setiap
himpunan :

Tabel 3. Data Mahasiswa Jurusan yang Memasuki Batas Studi 6 Tahun


Jumlah Mahasiswa
Kode
Program Studi/Jurusan Angkatan Angkatan
Prodi
2011 2012
101 Matematika 2 11
102 Fisika t t
103 Astronomi 2 4
104 Mikrobiologi 0 0
105 Kimia 6 17
106 Biologi t t
107 Sains dan Teknologi Farmasi 1* t*
112 Rekayasa Hayati t t
114 Rekayasa Pertanian 0 1
115 Rekayasa Kehutanan 0 3
116 Farmasi Klinik dan Komunitas 0* t*
120 Teknik Geologi 7 1
121 Teknik Pertambangan 0 3
122 Teknik Perminyakan t 0
123 Teknik Geofisika 2 5
125 Teknik Metalurgi 4 4
128 Meteorologi 5 6
129 Oseanografi 1 2
130 Teknik Kimia 0 6
131 Teknik Mesin t t
132 Teknik Elektro 0* 0*
133 Teknik Fisika t 2
134 Teknik Industri t* t*
135 Teknik Informatika 1* t*
136 Aeronotika dan Astronotika t t
137 Teknik Material t t
144 Manajemen Rekayasa Industri t* t*
145 Teknik Bioenergi dan Kemurgi t t
150 Teknik Sipil 3 t
151 Teknik Geodesi dan Geomatika 0 t
152 Arsitektur t t
153 Teknik Lingkungan 3 8
154 Perencanaan Wilayah Kota 1 t
155 Teknik Kelautan 0 t
157 Rekayasa Infrastruktur Lingkungan 0 0
158 Teknik dan Pengolahan Sumberdaya Air 0 0
170 Seni Rupa t 0
172 Kriya t t
173 Desain Interior t t
174 Desain Komunikasi Visual t t
175 Desain Produk t t
180 Teknik Tenaga Listrik 0* 0*
181 Teknik Telekomunikasi 1 2
182 Sistem dan Teknologi Informasi 0* 0*
183 Teknik Biomedis 0* 0*
190 Manajemen t t
192 Kewirausahaan t t
Keterangan: t = data tidak diketahui atau data tidak dikumpulkan oleh HMJ terkait; * =
HMJ yang terdiri atas beberapa jurusan (HMF, HME, HMIF, dan MTI), belum dilakukan
pendataan pada setiap jurusan atau data masih berbasis himpunan.

Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa masih terdapat


mahasiswa yang sudah memasuki batas studi 6 tahun dan belum lulus pada beberapa
jurusan. Tentu hal ini perlu diperhatikan karena mahasiswa terkait terancam DO
dari ITB, meskipun dapat dilakukan mekanisme pengunduran diri terlebih dahulu.
Hal yang perlu menjadi perhatian adalah beban sks yang tersisa dan segala kondisi
yang dihadapi oleh mahasiswa terkait apakah masih memungkinkan untuk lanjut
studi atau tidak. Komunikasi dengan dosen wali dan Ketua Program Studi tentu perlu
dibangun sejak awal ketika mahasiswa sudah memasuki tahun keenamnya. Peran
dari pihak ketiga, baik teman maupun pengurus himpunan sangat diperlukan apabila
mahasiswa terkait tidak berupaya untuk dirinya sendiri. Proses advokasi kepada
prodi juga perlu dibantu dan dipastikan untuk mencegah mahasiswa terkait keluar
dari ITB, baik melalui mekanisme undur diri ataupun DO. Mahasiswa yang sudah
mendapatkan izin untuk memperpanjang masa studinya di ITB tentunya tetap perlu
dibantu dan diawasi oleh pihak ketiga (dalam hal ini adalah himpunan) hingga
dipastikan dapat lulus dari ITB.

d. Mahasiswa jurusan yang memiliki permasalahan akademik lainnya.


Permasalahan seorang mahasiswa yang dapat mempengaruhi tingkat
kesejahteraan akademiknya sangat beragam. Kesulitan dalam memahami suatu
mata kuliah hingga akhirnya tidak lulus dalam mata kuliah tersebut, sering tidak
hadirnya mahasiswa dalam proses perkuliahan hingga akhirnya menghilang tanpa
kabar adalah kondisi yang sudah sering terjadi di ITB. Hal ini disebabkan oleh dua
faktor, yakni internal dan eksternal. Faktor internal yang berpengaruh biasanya
adalah motivasi dan kepercayaan diri. Sementara itu terdapat pula faktor eksternal
yang berpengaruh terhadap performa akademik seseorang, yakni permasalahan
keluarga, sosial, finansial, dan lain sebagainya. Faktor-faktor tersebut kemudian
berkembang dan menyebabkan seorang mahasiswa tidak fokus dalam mengikuti
proses perkuliahan. Tidak hanya beberapa pertemuan saja, terdapat kasus
mahasiswa yang akhirnya tidak mengikuti proses perkuliahan selama satu semester
atau bahkan lebih. Kasus seperti ini banyak tidak terdeteksi karena mahasiswa yang
bersangkutan biasanya menghilang tanpa kabar. Berdasarkan keterangan yang
diberikan oleh Lembaga Bimbingan Konseling (LBK) ITB, mahasiswa dengan kondisi
seperti ini memang perlu dibantu untuk menyelesaikan akar permasalahannya
terlebih dahulu. Permasalahan seperti ini dapat dikatakan sebagai kasus berat
hingga terkadang memang membutuhkan seorang ahli seperti halnya psikolog untuk
membantu seorang mahasiswa menyelesaikan persoalannya. Belajar dari kasus-
kasus yang ada dan sering kali terjadi di ITB, dapat diambil kesimpulan bahwa
performa akademik seorang mahasiswa mulai dapat dilihat dari nilai mata kuliah
khususnya ketidaklulusan pada suatu mata kuliah serta absensi kehadiran
mahasiswa pada setiap mata kuliah. Apabila terdapat indikasi banyaknya mata
kuliah yang diulang dan/atau absensi kehadiran selama proses perkuliahannya
minim, maka mahasiswa dengan kondisi seperti ini perlu mendapat perhatian lebih.
Peran pihak ketiga seperti halnya teman, dosen, atau pengurus himpunan diperlukan
untuk membantu mahasiswa terkait, sebelum akhirnya berdampak pada kondisi
yang lebih buruk (contoh: mahasiswa yang sudah masuk pada tahun keenam untuk
menjalankan studi di ITB, namun beban sks yang tersisa masih cukup banyak,
akibatnya mahasiswa tersebut terancam untuk keluar dari ITB, baik dengan
mekanisme undur diri/DO).

2. Mahasiswa TPB
Tingkat kesejahateraan akademik mahasiswa TPB dianalisis berdasarkan beberapa
parameter, diantaranya:
a. Tingkat DO dan UNRI mahasiswa TPB
Pada tahun pertama perkuliahan di ITB atau masa Tahap Persiapan Bersama
(TPB), sudah terdapat sejumlah mahasiswa yang keluar dengan status DO atau
mengundurkan diri. Berbeda dengan mahasiswa jurusan, alasan keluarnya seorang
mahasiswa TPB lebih didominasi oleh faktor ketidakcocokan terhadap institusi, baik
keilmuan Fakultas/Sekolah terkait ataupun iklim akademiknya. Banyak mahasiswa
tingkat pertama di ITB yang akhirnya kembali mengikuti Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), serta ada pula yang mendaftar ke universitas
swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Dirdik, jumlah mahasiswa yang DO atau undur diri dari ITB paling banyak terdapat
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam kurun waktu lima
tahun terakhir.

Tabel 4. Data Mahasiswa DO dan UNRI Pada Tahun Pertama Perkuliahan


Kode
Fakultas Tahun Alasan Jumlah
Fakultas
Mengundurkan Diri atas
2013 2
Permohonan
Drop Out 7
Tahap
2014 Mengundurkan Diri atas
Tahun 9
160 Permohonan
Pertama
Mengundurkan Diri atas
FMIPA 2
2015 Permohonan
Drop Out 3
2016 Drop Out 8
Mengundurkan Diri atas
4
Permohonan
Mengundurkan Diri atas
2017 6
Permohonan
Mengundurkan Diri atas
1
2013 Permohonan
Drop Out 1
Mengundurkan Diri atas
Tahap 2014 2
Permohonan
Tahun
Mengundurkan Diri atas
Pertama 4
161 2015 Permohonan
SITH -
Drop Out 1
Program
Mengundurkan Diri atas
Sains 1
2016 Permohonan
Drop Out 1
Mengundurkan Diri atas
2017 1
Permohonan
Mengundurkan Diri atas
2014 2
Permohonan
Tahap
Mengundurkan Diri atas
162 Tahun 2015 1
Permohonan
Pertama SF
Mengundurkan Diri atas
2017 2
Permohonan
2013 Drop Out 1
Drop Out 3
2014 Mengundurkan Diri atas
6
Permohonan
Tahap
Mengundurkan Diri atas
Tahun 5
163 2015 Permohonan
Pertama
Drop Out 2
FITB
Mengundurkan Diri atas
2016 1
Permohonan
Mengundurkan Diri atas
2017 3
Permohonan
Mengundurkan Diri atas
Tahap 2015 1
Permohonan
Tahun
164 Mengundurkan Diri atas
Pertama 2
2017 Permohonan
FTTM
Drop Out 2
165 2013 Drop Out 2
Mengundurkan Diri atas
4
Permohonan
Mengundurkan Diri Oleh ITB 2
Mengundurkan Diri atas
6
2014 Permohonan
Tahap Drop Out 1
Tahun Mengundurkan Diri atas
2
Pertama 2015 Permohonan
STEI Drop Out 2
Mengundurkan Diri atas
4
2016 Permohonan
Drop Out 1
Mengundurkan Diri atas
2017 9
Permohonan
Drop Out 2
Mengundurkan Diri atas
2013 1
Permohonan
Mengundurkan Diri Oleh ITB 2
Drop Out 2
2014 Mengundurkan Diri atas
1
Tahap Permohonan
Tahun Mengundurkan Diri atas
166 1
Pertama 2015 Permohonan
FTSL Drop Out 1
Drop Out 2
2016 Mengundurkan Diri atas
1
Permohonan
Mengundurkan Diri atas
3
2017 Permohonan
Mengundurkan Diri Oleh ITB 1
Mengundurkan Diri atas
2013 2
Permohonan
Mengundurkan Diri atas
2014 9
Tahap Permohonan
Tahun Mengundurkan Diri atas
167 4
Pertama 2015 Permohonan
FTI Drop Out 1
Mengundurkan Diri atas
4
2016 Permohonan
Drop Out 1
Mengundurkan Diri atas
2017 3
Permohonan
Mengundurkan Diri atas
2
2013 Permohonan
Drop Out 4
Mengundurkan Diri atas
2014 3
Permohonan
Tahap
Drop Out 1
Tahun
168 2015 Mengundurkan Diri atas
Pertama 2
Permohonan
FSRD
Drop Out 2
2016 Mengundurkan Diri atas
3
Permohonan
Mengundurkan Diri atas
2017 3
Permohonan
Mengundurkan Diri Oleh ITB 2
Mengundurkan Diri atas
2013 1
Permohonan
Drop Out 2
Mengundurkan Diri atas
2014 2
Permohonan
Tahap
Drop Out 3
Tahun
169 2015 Mengundurkan Diri atas
Pertama 2
Permohonan
FTMD
Drop Out 2
2016 Mengundurkan Diri atas
2
Permohonan
Drop Out 1
2017 Mengundurkan Diri atas
3
Permohonan
Drop Out 1
2014 Mengundurkan Diri atas
2
Permohonan
Tahap Drop Out 1
Tahun 2015 Mengundurkan Diri atas
197 2
Pertama Permohonan
SBM Mengundurkan Diri atas
2016 4
Permohonan
Mengundurkan Diri atas
2017 2
Permohonan
198 2013 Drop Out 1
Mengundurkan Diri atas
2
Permohonan
Mengundurkan Diri atas
2
2014 Permohonan
Tahap Drop Out 3
Tahun Drop Out 2
Pertama 2015 Mengundurkan Diri atas
2
SITH - Permohonan
Program Drop Out 1
Rekayasa 2016 Mengundurkan Diri atas
1
Permohonan
Mengundurkan Diri Oleh ITB 1
2017 Mengundurkan Diri atas
5
Permohonan
Mengundurkan Diri atas
2014 2
Permohonan
Tahap Mengundurkan Diri atas
1
Tahun 2015 Permohonan
199
Pertama Drop Out 1
SAPPK 2016 Drop Out 1
Mengundurkan Diri atas
2017 3
Permohonan

b. Mahasiswa TPB yang memiliki permasalahan akademik lainnya.


Culture shock sering kali terjadi pada mahasiswa baru karena iklim akademik
Sekolah Menengah Atas (SMA) memang berbeda dengan iklim akademik
perkuliahan. Hal ini merupakan salah satu faktor yang membuat mahasiswa TPB
perlu mengenali gaya belajar baru guna menyesuaikan diri. Beberapa mahasiswa
sulit untuk melakukan adaptasi sehingga performa akademiknya tidak terlalu baik
pada tahun pertama. Motivasi, kepercayaan diri, sosial, keluarga, finansial juga
merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi performa akademik seorang
mahasiswa, sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat mengikuti proses
perkuliahannya dengan baik.
Permasalahan akademik utama yang sering kali ditemui oleh mahasiswa TPB
adalah ketidaklulusan dalam suatu mata kuliah TPB. Data akademik LTPB tentang
ketidaklulusan mata kuliah dasar TPB (Kalkulus, Fisika, Kimia) semester ganjil
angkatan 2015, 2016, dan 2017 menunjukkan adanya peningkatan persentase
ketidaklulusan pada beberapa fakultas.
Pada mata kuliah Fisika Dasar 1 dan Kimia Dasar 1 masing-masing sebanyak 4
dari 10 Fakultas/Sekolah yang mengalami kenaikan persentase ketidaklulusan
dalam tiga tahun terakhir.
14% FMIPA

SITH (S)

SITH (R)

10% SF

FITB

FTTM
7%
6% 6% STEI
5% 5% FTSL (G)
4% 4%
3% 3% FTI (G)
2% 2% 2% FTMD
1% 1%
SAPPK
0%
2015 2016* 2017*
Angkatan

Gambar 2. Grafik presentase ketidaklulusan mahasiswa TPB pada mata kuliah


Fisika dasar I (*data diambil sebelum masa SP)

19%
FMIPA

15% SITH (S)


SITH (R)
13%
SF
11%
FITB
9%
8% FTTM
7% STEI
6% 6%
5% FTSL (G)
4% 4% 4%
3% 3% FTI (G)
2% 2% 2%
1% FTMD
0% SAPPK
2015 2016* 2017*

Angkatan

Gambar 3. Grafik presentase ketidaklulusan mahasiswa TPB pada mata kuliah


Kimia Dasar I (*data diambil sebelum masa SP)

Kenaikan persentase ketidaklulusan terbanyak terjadi pada mata kuliah


Kalkulus 1. Sebanyak 9 dari 10 Fakultas/Sekolah mengalami kenaikan
ketidaklulusan mata kuliah ini dalam tiga tahun terakhir. Pada Sekolah Teknik
Elektro dan Informatika (STEI), presentase ketidaklulusan cenderung stabil sejak
tahun 2015-2017.
FMIPA

SITH (S)
20%
19% SITH (R)

SF

FITB
14%
FTTM
12%
STEI
11%
FTSL
9%
8% 8% FTI
7% 7%
6% 6% FTMD
5% 5%
4% 4% SAPPK
3%
2% 2% 2%
1%

2015 2016* 2017*


Angkatan

Gambar 4. Grafik presentase ketidaklulusan mahasiswa TPB pada mata kuliah


Kalkulus I (*data diambil sebelum masa SP)

Kenaikan persentase ketidaklulusan mata kuliah mahasiswa TPB


mengindikasikan perlu adanya perhatian lebih tentang kesejahteraan akademik
mahasiswa TPB, baik dari mahasiswa TPB itu sendiri, LTPB, Kabinet, maupun HMJ
yang bersangkutan. Perlu adanya upaya preventif maupun kuratif yang tepat dari
LTPB, Kabinet, maupun HMJ untuk mengurangi kemungkinan kasus DO maupun
undur diri yang dimulai dari ketidaklulusan mata kuliah TPB.

II. Analisis Kondisi Finansial Mahasiswa ITB


Selain akademik, terdapat pula kebutuhan dasar finansial yang merupakan salah satu
indikator kesejahteraan mahasiswa. Secara umum, kondisi finansial mahasiswa dapat dilihat
dari beberapa parameter, diantaranya :
1. Kondisi ekonomi keluarga mahasiswa.
2. Penyesuaian gaya hidup yang berdampak pada kebutuhan biaya hidup mahasiswa
selama berkuliah di ITB.
3. Kemampuan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang ditetapkan untuk setiap
mahasiswa.
Tidak semua mahasiswa mampu membayar UKT yang sudah ditetapkan oleh ITB pada
awal penerimaan mahasiswa baru, yakni 10 juta rupiah bagi mahasiswa non-SBM dan 20 juta
rupiah bagi mahasiswa SBM. Adanya mekanisme subsidi UKT yang telah dijalankan oleh ITB
selama lima tahun terakhir sangat membantu mahasiswa. Subsidi berarti biaya UKT yang
harus dibayarkan ditanggung sebagian oleh ITB. Hal ini bersesuaian dengan
Pemenristekdikti No.39 Tahun 2016 Pasal 6 Ayat 1a yang menyatakan bahwa pemimpin
PTN dapat melakukan penetapan ulang pemberlakuan UKT terhadap mahasiswa apabila
terdapat ketidaksesuaian kemampuan ekonomi mahasiswa yang diajukan oleh mahasiswa,
orag tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya. Mekanisme subsidi UKT kemudian
memunculkan tingkatan/kelas UKT mahasiswa di ITB, yakni Rp.10.000.000, Rp.8.000.000,
Rp.6.000.000, Rp.4.000.000, dan Rp.0.000.000,.
Dalam kurun lima tahun terakhir, Kabinet KM ITB melakukan kerja sama dengan
Lembaga Kemahasiswaan (LK) untuk memfasilitasi mahasiswa yang mengalami kesulitan
dalam membayar UKT. Mahasiswa dipersilahkan untuk mengajukan banding UKT melalui
program Tanggap UKT. Dalam tiga tahun terakhir, terdapat 452 mahasiswa di tahun 2015,
452 mahasiswa di tahun 2016, dan 638 mahasiswa di tahun 2017 yang mengajukan banding
UKT.
Melalui data pendaftar banding UKT 2017 yang telah terverifikasi, dapat diambil
beberapa analisis mengenai kondisi finansial mahasiswa S1 ITB, khususnya mahasiswa TPB
2017, diantaranya :
1. Rentang kemampuan membayar UKT

Tabel 5. Rentang Kemampuan Mahasiswa TPB Pendaftar Banding UKT 2017 (Non-SBM)
Rentang Kemampuan Finansial
Jumlah Data Rata-Rata Kemampuan
(Rupiah)
<0 89 Rp -11.310.045,45
0-2.000.000 12 Rp 681.524,50
2.000.001-4.000.000 7 Rp 2.822.330,29
4.000.001-6.000.000 10 Rp 4.919.004,40
6.000.001-8.000.000 10 Rp 6.868.453,20
8.000.001-10.000.000 10 Rp 8.790.045,00
>10.000.000 38 Rp 31.591.363,84

<0
21% 0-2.000.000
2.000.001-4.000.000
4.000.001-6.000.000
6% 6.000.001-8.000.000
50%
6% *176 data terverifikasi
6%
4%
7%

Gambar 5. Rentang kemampuan mahasiswa TPB pendaftar banding UKT 2017


(Non-SBM)

Sebanyak 50% peserta Tanggap UKT TPB Non-SBM 2017 yang telah
terverifikasi datanya merupakan mahasiswa yang kesanggupan finansialnya
dibawah 0 rupiah (89 peserta). Sebanyak 11% peserta memiliki kesanggupan
dibawah UKT kelas kedua, yakni 4 juta rupiah, dengan 7% diantaranya hanya
sanggup membayar 0-2 juta rupiah per semester.

Tabel 6. Rentang Kemampuan Mahasiswa TPB Pendaftar Banding UKT 2017 (SBM)
Rentang Kemampuan Finansial Jumlah Data Rata-Rata Kemampuan
<0 9 Rp 5.555.556
0-2.000.000 2 Rp 4.500.000
2.000.001-4.000.000 1 Rp 5.000.000
4.000.001-6.000.000 1 Rp 5.000.000
6.000.001-8.000.000 2 Rp 6.000.000
8.000.001-10.000.000 3 Rp 8.666.667
10.000.000-12.000.000 0 -
12.000.000-14.000.000 3 Rp 12.666.667
14.000.000-16.000.000 2 Rp 14.000.000
16.000.000-18.000.000 0 -
18.000.000-20.000.000 0 -
>20.000.000 6 Rp 20.000.000

<0
21%
0-2.000.000
31%
2.000.001-4.000.000
7%
4.000.001-6.000.000
10%
7%

10% 4% *29 data terverifikasi


7% 3%

Gambar 6. Rentang kemampuan mahasiswa TPB pendaftar banding UKT 2017


(SBM)

Data peserta Tanggap UKT TPB SBM 2017 menunjukkan bahwa hanya 21% peserta
yang memiliki kemampuan diatas UKT penuh (20 juta rupiah) yang ditetapkan oleh
Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB. Sisanya memiliki kesanggupan yang beragam,
dengan 31% diantaranya memiliki kondisi finansial yang sangat rendah (<0 rupiah).
Sebanyak 48% peserta lainnya memiliki kesanggupan finansial dalam rentang 0 hingga
16 juta rupiah.

2. Korelasi antara UKT awal yang ditetapkan (sebelum banding) dengan kondisi aktual
finansial mahasiswa bersangkutan.
Sementara itu, apabila dilihat dari korelasi antara UKT awal yang ditetapkan
(sebelum banding) dengan kondisi aktual finansial mahasiswa yang bersangkutan,
penentuan ketetapan UKT awal oleh Lembaga Kemahasiswaan ITB belum sepenuhnya
sesuai dengan kondisi aktual mahasiswa ITB. Hal ini dapat dinilai dari beberapa data
peserta Tanggap UKT TPB baik SBM maupun Non-SBM tahun 2017. Nominal UKT yang
ditetapkan jauh dari kemampuan finansial mahasiswa. Terutama pada UKT mahasiswa
SBM, yang secara default hanya memiliki dua pilihan nominal UKT ketika masa
pendaftaran mahasiswa baru, yakni 0 juta rupiah (Bidik Misi) atau UKT penuh 20 juta
rupiah. Rentang UKT yang dibebankan tidak sesuai dengan kondisi aktual mahasiswa
SBM ITB. Pada 29 data mahasiswa SBM yang ditetapkan wajib membayar UKT 20 juta
per semester, terdapat gap kemampuan finansial yang sangat besar hingga 84 juta
rupiah.

Tabel 7. Korelasi Ketetapan UKT Awal dengan Kondisi Aktual Peserta Tanggap UKT
TPB 2017 (Non-SBM)
UKT Ditetapkan Rata-Rata Kemampuan Kemampuan Jumlah
(Awal) Kemampuan Terendah Tertinggi Data
4000000 Rp -18.461.592 Rp - 45.150.000 Rp -10.666.302 41
6000000 Rp -5.220.937 Rp 10.663.110 Rp -750.000 43
8000000 Rp 2.250.077 Rp -750.000 Rp 5.664.000 30
10000000 Rp 23.100.731 Rp 5.886.336 Rp 94.775.280 59

Tabel 8. Korelasi Ketetapan UKT Awal dengan Kondisi Aktual Peserta Tanggap UKT
TPB 2017 (SBM)
UKT Ditetapkan Rata-Rata Kemampuan Kemampuan Jumlah
(Awal) Kemampuan Terendah Tertinggi Data
20.000.000 Rp 8.240.424,83 Rp -24.256.000 Rp 60.677.960,00 29

III. Analisis Kondisi Akademik dan Finansial Mahasiswa Afirmasi ITB


Mahasiswa afirmasi adalah mahasiswa ITB yang berasal dari daerah 3T, yakni terluar,
terdepan, dan tertinggal. Melalui program afirmasi pendidikan tinggi yang diselenggarkan
oleh pemerintah, mahasiswa afirmasi mengikuti jalur khusus untuk bisa masuk dan diterima
sebagai mahasiswa ITB. Sebagai mahasiswa S1 ITB, mahasiswa afirmasi memiliki hak untuk
dipenuhi kebutuhan dasarnya seperti anggota KM ITB pada umumnya. Kebutuhan dasar
mahasiswa afirmasi yang perlu dipenuhi meliputi akademik dan finansial.

1. Pemenuhan kebutuhan dasar akademik mahasiswa Afirmasi


Dari segi akademik, kemampuan mahasiswa afirmasi cukup berbeda dengan
mahasiswa ITB pada umumnya. Adanya kesenjangan dari latar belakang pendidikan
mahasiswa afirmasi, membuat mereka harus berupaya lebih dalam menanggung beban
akademik di ITB. Persoalan akademik yang sering kali dihadapi oleh mahasiswa Afirmasi
banyak terjadi pada masa Tahap Persiapan Bersama (TPB). Hal ini dapat dilihat dari
performa akademik mahasiswa Afirmasi berdasarkan data rata-rata IPK yang diperoleh
pada tahun pertama perkuliahan.

Tabel 9. Data Rata-Rata IPK TPB Mahasiswa Afirmasi


Angkatan Jumlah Mahasiswa Rata-rata IPK TPB
2013 9 2,58
2014 8 2,95
2015 8 2,45
2016 10 1,38
2017 27 1.64
Sumber : Data Kementerian Kebutuhan Dasar, Kemenkoan Kesma 2017

Data yang tertera pada Tabel 9. menunjukkan bahwa perolehan IPK mahasiswa
Afirmasi secara keseluruhan di tahun pertama berada pada kategori cukup baik hingga
hampir cukup.
Selain rata-rata IPK TPB, terdapat beberapa parameter lain yang digunakan untuk
menggambarkan performa akademik mahasiswa Afirmasi, diantaranya tingkat undur
diri atau DO, serta kelulusan mahasiswa Afirmasi dari ITB.

Tabel 10. Data Undur Diri, DropOut (DO), dan Kelulusan Mahasiswa Afirmasi
Keterangan
Jumlah Jumlah
Angkatan Undur Tidak ada
Mahasiswa Awal Mahasiswa Akhir Lulus
Diri/DO keterangan
2012 15 - - 15 -
2013 16 8 1 7 -
2014 10 7 1 2 -
2015 12 6 - 4 2
2016 25 7 - 12 6
2017 28 27 - 1 -
Sumber : Data Kementerian Kebutuhan Dasar, Kemenkoan Kesma 2017 (per Januari
2018)

Sejak tahun pertama program Afirmasi diterapkan di ITB, selalu terdapat mahasiswa
Afirmasi yang mengundurkan diri atau DO setiap tahunnya. Pada angkatan 2012, tidak
terdapat mahasiswa Afirmasi yang masih bertahan di ITB dari total awal mahasiswa yang
ada sebanyak 15 orang. Sementara pada angkatan 2013-2014, tingkat undur diri/DO
mahasiswa Afirmasi mulai mengalami penurunan. Hanya saja presentase undur diri atau
DO kembali mengalami peningkatan pada angkatan 2015. Pada angkatan 2017, sudah
terdapat satu orang yang melakukan undur diri sebelum perkuliahan hari pertama
dimulai.
100%

43.75% 48%
33.33%
20%
3.57%
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Presentase Undur Diri/DO

Gambar 7. Grafik tingkat undur diri/DO mahasiswa Afirmasi

Terdapat 32 mahasiswa Afirmasi yang seharusnya sudah dapat menyelesaikan studi


dari ITB jika didasarkan pada batas waktu minimal untuk lulus dari ITB. Jumlah tersebut
merupakan total awal mahasiswa Afirmasi angkatan 2012-2013 dan satu orang
mahasiswa Afirmasi angkatan 2014 yang berasal dar Sekolah Bisnis dan Manajemen
(SBM). Namun dilihat dari data yang ada, hanya terdapat dua orang yang sudah lulus dari
ITB. Sementara itu, 22 orang yang tersisa sudah mengundurkan diri dan 8 orang lainnya
masih menjalani perkuliahan.
Berdasarkan hasil analisis data rata-rata IPK TPB dan tingkat undur diri/DO
mahasiswa Afirmasi, dapat dikatakan bahwa performa akademik mahasiswa Afirmasi
masih perlu ditingkatkan. Salah satu hal yang menjadi permasalahan mahasiswa Afrmasi
adalah perubahan sistem belajar dari SMA menuju Perguruan Tinggi yang kemudian
menyebabkan culture shock bagi kebanyakan mahasiswa Afirmasi. Latar belakang
pendidikan yang berbeda antara sebagian mahasiswa Afirmasi dengan mahasiswa ITB
secara umum juga menyebabkan mereka perlu beradaptasi lebih dalam menjalani
perkuliahan di ITB.

2. Pemenuhan kebutuhan dasar finansial mahasiswa Afirmasi


Dalam satu tahun terakhir, tidak hanya permasalahan akademik yang ditemui oleh
mahasiswa Afirmasi melainkan juga persoalan finansial. Pencairan dana beasiswa bagi
mahasiswa Afirmasi telah diatur oleh Dikti melalui Perguruan Tinggi masing-masing
setiap 3 bulan sekali. Besar beasiswa yang diterima adalah 3 juta rupiah untuk setiap
mahasiswa. Perguruan Tinggi terkait kemudian berkewajiban mengirimkan dana
beasiswa tersebut ke rekening mahasiswa Afirmasi. Beasiswa Afirmasi secara rutin
diturunkan pada bulan September, Desember, Maret, dan Juni. Hanya saja dalam satu
tahun terakhir, pencairan beasiswa Afirmasi di ITB selalu mengalami keterlambatan.
Pencairan beasiswa pada bulan Maret mengalami keterlambatan hingga satu bulan. Hal
ini terjadi karena adanya keterlambatan dalam pengajuan dana beasiswa Afirmasi oleh
LK ke pihak ITB pusat. Akibat keterlambatan pencairan beasiswa yang terjadi pada bulan
Maret 2017, pihak LK kemudian mempercepat pencairan beasiswa di bulan Juni 2017
dengan mekanisme peminjaman dana ke pihak ITB sebanyak 1 juta rupiah untuk setiap
mahasiswa Afirmasi. Oleh karena itu dana beasiswa dapat turun di bulan Mei 2017
sebanyak 1 juta rupiah. Dana beasiswa yang tersisa juga mengalami keterlambatan,
yakni sejumlah 2 juta rupiah baru turun di bulan Juli 2017. Beasiswa pada bulan
September 2017 baru sampai ke rekening mahasiswa pada akhir bulan Oktober dan
dana yang turun hanya berjumlah 2 juta rupiah. Sementara 1 juta yang tersisa baru turun
di bulan November. Berdasarkan keterangan dari pihak LK, keterlambatan pencairan
dana beasiswa kali ini dikarenakan adanya kendala pada bagian administrasi bank.
Ketepatan waktu dalam pencairan dana beasiswa Afirmasi baru terjadi pada bulan
Desember 2017.
Keterlambatan pencairan dana beasiswa Afirmasi dalam satu tahun terakhir
tentunya menghambat pemenuhan kebutuhan dasar finansial mahasiswa Afirmasi,
sehingga tidak heran ketika respon negatif muncul dari mahasiswa Afirmasi. Tentunya
hal ini perlu dievaluasi agar tidak terulang kembali sehingga tidak membuat mahasiswa
Afirmasi mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya.
BAB III
STANDARISASI SISTEM KESEJAHTERAAN LEMBAGA MAHASISWA ITB

Standar-standar sistem kesejahteraan yang tertera pada Bab III Buku Pedoman
Kesejahteraan Mahasiswa merupakan panduan dan pegangan dalam memenuhi kebutuhan
dasar mahasiswa ITB bagi setiap lembaga mahasiswa ITB, baik terpusat (Kabinet) maupun
sektoral (HMJ). Standarisasi sistem kesejahteraan ini dibuat agar terdapat suatu acuan bagi
sistem kesejahteraan yang ideal. Adanya sistem kesejahteraan yang ideal diharapkan mampu
membantu setiap pihak dalam memenuhi kebutuhan dasar mahasiswa ITB yang kemudian akan
berdampak pada tercapainya kondisi sejahtera bagi mahasiswa. Adapun standar-standar yang
menjadi parameter keidealan suatu sistem kesejahteraan di setiap lembaga adalah sebagai
berikut:

1. Adanya fungsi pemenuhan kebutuhan dasar (kesejahteraan) yang diimplementasikan


melalui struktur organisasi.
Terpenuhinya kebutuhan dasar mahasiswa secara sektoral menjadi tanggung jawab
HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) sebagai lembaga sektoral KM ITB. Implementasi
fungsi pemenuhan kebutuhan dasar mahasiswa secara sektoral dapat dipenuhi melalui
struktur organisasi yang ada pada masing-masing lembaga (HMJ). Bentukan struktur dapat
bervariasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap lembaga. Kebutuhan dasar yang
dipenuhi oleh lembaga meliputi kebutuhan akademik dan finansial.
Adanya struktur organisasi yang memiliki fungsi pemenuhan kebutuhan dasar pada
lembaga sektoral diharapkan dapat meningkatkan keterjaminan kesejahteraan mahasiswa
ITB secara keseluruhan. Peran pemegang fungsi pemenuhan kesejahteraan adalah
melakukan upaya preventif maupun kuratif dalam menghadapi permasalahan
kesejahteraan. Adanya fungsi kesejahteraan sektoral juga akan membantu pembagian
tanggung jawab penjaminan kesejahteraan mahasiswa ITB yang harus dipenuhi oleh
lembaga penyelenggara kesejahteraan terpusat (Kesma Kabinet), serta lembaga eksternal
seperti LTPB dan LK. Beberapa fungsi utama pemenuhan kebutuhan dasar di tingkat
sektoral diantaranya:
a. Menjamin pencapaian akademik seluruh anggota lembaga melampaui performa minimal
yang ditentukan;
 Lulus TPB dalam waktu maksimal 2 tahun akademik atau sesuai ketentuan ITB yang
berlaku.
 Lulus S1 dalam waktu maksimal 6 tahun akademik atau sesuai ketentuan Dikti yang
berlaku.
Metode penjaminan dapat dilakukan dengan berbagai cara:
 Tutor akademik rutin (pengayaan mata kuliah jurusan).
 Tutor akademik khusus (persiapan Semester Pendek, tutor untuk mata kuliah
jurusan bagi yang mengulang).
 Bank soal mata kuliah maupun panduan Kerja Praktek (KP) serta Tugas Akhir (TA).
b. Menjamin dan mengusahakan tidak adanya anggota yang mengalami kendala finansial
yang berdampak buruk terhadap kehidupan harian terutama performa akademik
(dijelaskan selanjutnya).
c. Kanal informasi akademik dan finansial (dijelaskan selanjutnya).
d. Melakukan advokasi serta penanganan kasus akademik dan finansial jika diperlukan
(dijelaskan selanjutnya).

2. Adanya data kondisi kebutuhan dasar anggota KM ITB secara berkala.


Adanya data kondisi yang diperbarui secara berkala dapat menjadi dasar penentuan
metode pemenuhan kebutuhan dasar yang harus dilakukan, baik secara preventif maupun
kuratif, agar lebih tepat dalam menjawab permasalahan serta kebutuhan anggota lembaga.
Standar data kondisi kesejahteraan mahasiswa di tingkat lembaga sektoral meliputi:
a. Data kondisi akademik anggota himpunan seluruh angkatan
 Jumlah SKS yang telah diselesaikan per jumlah SKS sesuai kurikulum (batas/syarat
SKS untuk lulus sarjana)
 IPK (Indeks Prestasi Kumulatif)
 Data kasus khusus, mata kuliah yang mengulang (matkul TPB maupun jurusan)
 Perkiraan kelulusan tiap angkatan, terutama mahasiswa tingkat akhir
 Data kebutuhan tutorial akademik (khusus maupun rutin)
b. Data kondisi finansial anggota himpunan
 Jumlah anggota himpunan yang merupakan penerima beasiswa BM
 Nominal UKT setiap anggota
 Beasiswa yang didapatkan setiap anggota
 Data kasus khusus
Data kasus khusus untuk finansial sebaiknya meliputi rincian kendala finansial yang
dialami, kondisi keluarga/wali mahasiswa (pekerjaan dan pendapatan orang tua,
tanggungan keluarga, hutang piutang), dan data harian mahasiswa (pemasukan: uang
saku rutin, beasiswa; pengeluaran: biaya tempat tinggal, kebutuhan penunjang
akademik, biaya hidup) yang sesuai kebutuhan penanganan ketika anggota himpunan
mengalami kendala finansial yang berarti.

3. Lembaga memiliki upaya/mekanisme khusus yang bersifat preventif dalam rangka


menjamin kesejahteraan anggotanya.
Upaya preventif perlu dilakukan guna mencegah mahasiswa mendapati kasus akademik
dan/atau finansial, yang kemudian mengindikasikan kurang sejahteranya mahasiswa
tersebut. Upaya preventif yang dapat dilakukan oleh lembaga meliputi:
a. Informasi akademik dan beasiswa
Penyebaran informasi merupakan salah satu upaya pencerdasan guna menghindari
ketidaktahuan ataupun kesalahan seseorang dalam melakukan sesuatu. Pemberian
informasi menjadi salah satu upaya preventif yang cukup penting dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar mahasiswa sehingga mendukung tercapainya
kesejahteraan diri mahasiswa. Informasi akademik dan finansial sangat baik apabila
dapat dibagikan secara berkala oleh lembaga kepada anggotanya.
Informasi akademik diberikan untuk menunjang pengetahuan mahasiswa perihal
sistem tata kelola akademik ITB serta mengingatkan jadwal-jadwal penting yang perlu
menjadi perhatian mahasiswa dalam menjalankan proses akademik di ITB. Informasi
akademik yang dapat diberikan meliputi :
 Jadwal pengisian Form Rencana Studi (FRS).
 Tatacara pengisian Form Rencana Studi (FRS).
 Jadwal pengisian Penggantian Rencana Studi (PRS).
 Tatacara pengisian Penggantian Rencana Studi (PRS).
 Jadwal pendaftaran Semester Pendek (SP).
 Tatacara dan jadwal pendaftaran wisuda.
Penyebaran informasi finansial merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan
lembaga untuk memenuhi kepentingan mahasiswa yang sedang membutuhkan bantuan
finansial. Informasi finansial yang setidaknya dapat dibagikan oleh lembaga meliputi :
 Informasi beasiswa yang terdaftar di Lembaga Kemahasiswaan ITB (biaya hidup,
biaya kuliah, tugas akhir, tempat tinggal, dsb).
 Informasi beasiswa yang tidak terdaftar di Lembaga Kemahasiswaan ITB (biaya
hidup, biaya kuliah, tugas akhir, tempat tinggal, dsb).
 Tatacara pembayaran biaya pendidikan semester (BPPS/UKT).
 Tatacara penangguhan pembayaran BPPS/UKT.
 Informasi peminjaman dana darurat melalui himpunan, prodi, Kabinet, maupun LK
(dana taktis, bantuan biaya pengobatan, asuransi, dsb).
Informasi akademik dan beasiswa yang disebarkan dapat disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing lembaga. Metode penyebaran informasi juga dikembalikan
kepada setiap lembaga. Metode yang digunakan harus dapat menjamin ketersampaian
informasi akademik dan beasiswa minimal hingga tingkat berbasis angkatan atau kelas
dari anggota lembaga.

b. Mekanisme khusus pemenuhan kebutuhan dasar akademik


Mekanime merupakan serangkaian alur atau SOP yang telah ditetapkan sebagai
sistem yang membudaya pada suatu lembaga. Hal ini cukup penting diterapkan oleh
lembaga, agar ketika terdapat anggotanya yang mendapati kasus akademik khusus,
alur/SOP penanganan kasus sudah ada dan siap diterapkan. Mekanisme khusus yang
dapat disiapkan lembaga perihal akademik anggotanya adalah sebagai berikut:
 Mekanisme pendampingan
Pendampingan dapat dilakukan langsung secara personal oleh anggota lembaga
yang secara resmi tergabung dalam bidang kesejahteraan lembaga tersebut.
 Mekanisme pemantauan
Apabila terdapat kondisi mahasiswa yang berkasus sulit untuk ditangani, maka
lembaga dapat meminta bantuan kepada pihak ketiga (teman dekat mahasiswa yang
bersangkutan, ketua angkatan, dsb) untuk melakukan pendampingan dalam
penyelesaian kasus mahasiswa terkait. Upaya yang dapat dilakukan lembaga
selanjutnya adalah memantau proses penyelesaian kasus melalui pihak ketiga.
 Mekanisme penjalinan kerja sama
Kerja sama dapat dibangun dengan pihak ketiga yang memiliki kompetensi dan/atau
kewenangan lebih dari lembaga dalam menyelesaikan kasus mahasiswa terkait.
Kerja sama dapat dibangun dengan beberapa pihak, yaitu :
 Kabinet KM ITB (apabila membutuhkan advokasi dan komunikasi khusus dengan
pihak rektorat, dalam hal ini adalah Direktorat Pendidikan)
 Lembaga Bimbingan Konseling ITB
 Lembaga Tahap Persiapan Bersama (kasus mahasiswa yang mengulang mata
kuliah TPB dan berada pada batas kelulusan studi TPB)
 Ketua Program Studi/Dosen Wali/Dosen Pembimbing Tugas Akhir

c. Mekanisme khusus pemenuhan kebutuhan dasar finansial


Mekanime khusus dalam hal finansial merupakan serangkaian upaya yang disiapkan
lembaga, agar ketika terdapat anggotanya yang mendapati kasus finansial, lembaga
dapat langsung dan dengan mudah memberikan bantuan. Mekanisme khusus untuk
memenuhi kebutuhan finansial anggota lembaga diantaranya:
 Penyediaan dana taktis
Dana taktis merupakan dana yang dihimpun oleh lembaga melalui sumber yang telah
disepakati bersama oleh pengurus dan/atau anggota lembaga, yang dialokasikan
sebagai dana bantuan khusus. Lembaga disarankan membuat kriteria serta skala
prioritas yang menjadi syarat pemanfaatan dana taktis bagi anggota lembaga. Sifat
dana taktis dapat sebagai pinjaman maupun hibah/sumbangan tak kembali bagi
penerima dana. Apabila dana taktis bersifat pinjaman (wajib kembali) maka dana
taktis dapat menjadi dana abadi himpunan sehingga dapat dipakai secara
berkelanjutan. Beberapa kemungkinan pemasukan yang dapat menjadi sumber dana
taktis diantaranya hibah alumni/dosen/donatur luar lembaga, dana sisa/kelebihan
kepengurusan maupun kepanitiaan, serta sumbangan/iuran yang ditentukan
ataupun sukarela dari anggota himpunan.
 Menggalang koalisi beasiswa internal
Koalisi dapat dibangun secara mandiri oleh pengurus lembaga khususnya bidang
kesejahteraan dengan setiap pihak yang mampu menjadi donatur (contoh alumni
jurusan). Donasi yang diberikan dapat berupa beasiswa biaya hidup, biaya kuliah,
atau bentukan lainnya sesuai kesepakatan bersama. Koalisi yang dibangun juga
dapat bersifat jangka panjang atau jangka pendek sesuai dengan kesepakatan antar
kedua belah pihak. Lembaga dapat memosisikan diri sebagai pengelola mandiri
ataupun mitra bagi donatur (penyalur bantuan ataupun penjaga jalannya kerjasama)
dalam menjalankan konsep beasiswa internal.
Beasiswa internal pada suatu lembaga dapat meningkatkan kesempatan anggota
lembaga untuk memperoleh bantuan finansial dibandingkan jika harus bersaing
dengan banyak mahasiswa lain pada beasiswa terpusat di LK ITB. Hal ini juga dapat
membantu agar beasiswa terpusat lebih banyak dimanfaatkan untuk mahasiswa
TPB yang notabenenya hanya diwadahi oleh LK maupun Kesma Kabinet KM ITB
dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya.

4. Lembaga memiliki upaya/mekanisme khusus yang bersifat kuratif dalam menangani


anggotanya yang memiliki kasus akademik dan/atau finansial.
Upaya kuratif merupakan bentuk penanganan yang dilakukan oleh lembaga dalam
rangka membantu mahasiswa jurusan (anggotanya) yang telah memiliki kasus akademik
dan/atau finansial. Hal ini merupakan implementasi dari upaya preventif yang telah
disiapkan oleh lembaga, yakni mekanisme khusus pemenuhan kebutuhan dasar akademik
dan finansial. Oleh karena itu standar upaya kuratif untuk menangani kasus akademik
dan/atau finansial anggota lembaga disesuaikan dengan standar pada upaya preventif.
Dalam menangani kasus akademik khusus, upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh lembaga
diantaranya:
a. Pendampingan
Bentuk implementasi dari mekanisme pendampingan (sudah dijelaskan pada poin
sebelumnya)
b. Pemantauan
Bentuk implementasi dari mekanisme pemantauan (sudah dijelaskan pada poin
sebelumnya)
c. Penjalinan kerja sama
Bentuk implementasi dari mekanisme penjalinan kerja sama (sudah dijelaskan pada poin
sebelumnya)
Dalam rangka menyelesaikan kasus finansial anggota suatu lembaga, maka metode
penanganan kasus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
a. Dana taktis
Penggunaan dana taktis lembaga yang telah dibentuk sebelumnya
b. Beasiswa internal
Penggunaan beasiswa internal lembaga yang telah dibangun sebelumnya
c. Menjalin kerja sama
Kerja sama dalam menyelesaikan kasus finansial mahasiswa jurusan dilakukan ketika
lembaga tidak memiliki mekanisme khusus (dana taktis dan/atau beasiswa mandiri) dan
apabila mekanisme khusus yang ada masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan
seluruh anggota yang memiliki kesulitan finansial. Hal ini dapat dilakukan dengan
meminta bantuan kepada Kabinet KM ITB (penggunaan dana taktis KM ITB,
penyelesaian kasus melalui alumni ITB secara umum, dsb) serta dengan bantuan
beberapa pihak rektorat seperti :
 Dekanat Fakultas
 Ketua Program Studi
 Dosen
 Lembaga Kemahasiswaan (peminjaman dana talangan, pembebasan UKT, dsb)
BAB IV
LEMBAGA PENYELENGGARA KESEJAHTERAAN MAHASISWA ITB

Terpenuhinya kebutuhan dasar mahasiswa tentu tidak lepas dari pihak-pihak yang memiliki
tanggung jawab dan kewenangan dalam mensejahterakan mahasiswa ITB. Pihak-pihak tersebut
kemudian disebut sebagai penyelenggara kesejahteraan mahasiswa ITB. Penyelenggara
kesejahteraan mahasiswa ITB terdiri atas pihak internal dan eksternal. Penyelenggara
kesejahteraan internal meliputi Kabinet KM ITB (terpusat) dan HMJ (sektoral). Sementara itu
penyelenggara kesejahteraan eksternal meliputi lembaga rektorat (LK, LTPB, Dirdik, Dirkeu),
alumni, dan donatur (lembaga/individu).

1. Penyelenggara Kesejahteraan Internal KM ITB


a. Kabinet KM ITB
Kabinet sebagai lembaga terpusat di internal KM ITB memiliki peranan dalam
memenuhi kebutuhan dasar mahasiswa ITB demi tercapainya kondisi mahasiswa yang
sejahtera. Berdasarkan konsepsi KM ITB Amandemen 2015, salah satu orientasi dasar
organisasi kemahasiswaan adalah menjadi wadah bagi upaya pemenuhan kebutuhan
dasar mahasiswa yang meliputi pendidikan, kesejahteraan, dan aktualisasi diri. Pada
konsepsi juga tertulis bahwa salah satu tujuan organisasi kemahasiswaan adalah
mengusahakan kesejahteraan material dan spiritual serta memperjuangkan
kepentingan mahasiswa di lingkungan kampus. Di dalam GBHP (Garis Besar Haluan
Program) KM ITB yang merupakan pedoman dalam penyusunan kegiatan Kabinet KM
ITB, amanat konsepsi untuk mengusahakan kesejahteraan mahasiswa ITB diarahakan
kepada bidang kesejahteraan. Selama tiga tahun terakhir, implementasi pemenuhan
amanat konsepsi dijalankan oleh Kementerian Koordinator Kesejahteraan Mahasiswa.
Sementara pada dua tahun sebelumnya, amanat tersebut dijalankan oleh Kementerian
Kesejahteraan Mahasiswa.
Dalam lima tahun terakhir keberjalanan KM ITB, Kabinet senantiasa berperan dalam
memenuhi kebutuhan dasar mahasiswa ITB. Secara umum, upaya pemenuhan
kebutuhan dasar mahasiswa ITB yang dapat dilakukan oleh Kabinet adalah sebagai
berikut :
1. Memenuhi kebutuhan dasar mahasiswa TPB (Tahap Persiapan Bersama).
2. Memenuhi kebutuhan dasar mahasiswa jurusan melalui koordinasi dengan HMJ
(Himpunan Mahasiswa Jurusan).
3. Menggalang koalisi dengan lembaga rektorat ITB (LK, LTPB, UPT Asrama, Dirdik,
Dirkeu, LBK) dalam rangka menunjang upaya pemenuhan kebutuhan dasar
mahasiswa TPB dan jurusan.
4. Menggalang koalisi dengan alumni, Ikatan Orangtua Mahasiswa, maupun lembaga
eksternal Kabinet KM ITB lain dalam rangka menunjang upaya pemenuhan
kebutuhan dasar mahasiswa TPB dan jurusan.
b. HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan)
HMJ merupakan lembaga sektoral di dalam internal KM ITB yang juga memiliki
tanggung jawab dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar mahasiswa ITB, khususnya
mahasiswa pada jurusan terkait. HMJ tentu lebih mengetahui kondisi internal
anggotanya karena sama-sama mengetahui kultur dan sistem akademik dalam jurusan
tersebut. Kondisi keseharian mahasiswa jurusan yang merupakan anggota HMJ juga
lebih mudah diketahui oleh sesama anggotanya dibandingkan oleh pihak lain. Oleh
karena itu HMJ memegang peranan penting dalam upaya menyejahterakan anggotanya
pada aspek akademik dan finansial. Hanya saja dalam lima tahun terakhir
keberlangsungan KM ITB, performa HMJ dalam memenuhi kebutuhan dasar
anggotanya cenderung naik turun. Proses regenerasi pada setiap lembaga, kurang
pahamnya pengurus lembaga dalam menjalankan fungsi pemenuhan kebutuhan dasar
(kesejahteraan), serta tidak adanya kondisi yang mendesak untuk melakukan upaya
pemenuhan kebutuhan dasar, menjadi faktor-faktor tidak idealnya sistem pemenuhan
kebutuhan dasar pada suatu lembaga sektoral (HMJ). Hal ini menyebabkan tingkat
kesejahteraan mahasiswa ITB sulit dikuantifikasi untuk kemudian ditingkatkan setiap
tahunnya.
Dalam memenuhi kebutuhan dasar anggota KM ITB, terdapat sistem pemenuhan
kebutuhan dasar (kesejahteraan) yang dinilai ideal untuk dimiliki oleh setiap lembaga
penyelenggara kesejahteraan mahasiswa ITB pada tingkat sektoral. Sistem yang ideal
tersebut berpacu pada standar-standar sistem kesejahteraan yang tertera dan
ditetapkan pada Bab III Buku Pedoman Kesejahteraan Mahasiswa. Oleh karena itu
berdasarkan pada standarisasi yang ada, suatu lembaga dapat dikatakan sudah memiliki
sistem kesejahteraan yang ideal apabila :

1. Lembaga memiliki fungsi pemenuhan kebutuhan dasar (kesejahteraan) yang


diimplementasikan melalui struktur organisasi.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Kemenkoan Kesma, per Januari 2018,
terdapat 93,81% HMJ yang sudah memiliki fungsi pemenuhan kebutuhan dasar
(kesejahteraan), yang kemudian diimplementasikan melalui struktur organisasi.
Presentase lembaga yang belum memiliki fungsi pemenuhan kebutuhan dasar
(kesejahteraan) sebesar 6,82%, terdiri dari IMK (Ikatan Mahasiswa Kewirausahaan),
KMM (Keluarga Mahasiswa Manajemen), dan VASA (Seni Rupa).

6.82%

Ada Tidak Ada

93.18%

Gambar 8. Fungsi pemenuhan kebutuhan dasar (kesejahteraan) dalam struktur


organisasi
2. Lembaga melakukan pendataan kondisi kebutuhan dasar anggotanya secara
berkala.
Pendataan kondisi kebutuhan dasar telah dilakukan secara berkala oleh 30
lembaga kepada setiap anggotanya, dari total 44 lembaga sektoral (HMJ) yang ada.
Per Januari 2018, terdapat 68,18% HMJ yang sudah memenuhi salah satu standar
dari sistem pemenuhan kebutuhan dasar yang ideal.

31.82% Ada
Tidak

68.18%

Gambar 9. Fungsi pendataan kondisi kebutuhan dasar (kesejahteraan) di lembaga


sektoral (HMJ)

Salah satu poin yang masih menjadi kekurangan dalam standar pendataan adalah
penjaminan kualitas data yang diperoleh/dimiliki setiap lembaga dan kesesuaiannya
dengan standar data yang tercantum pada Bab III Buku Pedoman Kesejahteraan
Mahasiswa. Sejauh ini belum dilakukan peninjauan serta analisis kualitas data
kepada 30 HMJ yang telah melakukan pendataan kondisi kebutuhan dasar
anggotanya secara berkala.

3. Lembaga memiliki upaya/mekanisme khusus yang bersifat preventif dalam rangka


menjamin kesejahteraan anggotanya.
a. Informasi Akademik
Berdasarkan analisis yang dilakukan, terdapat 39 HMJ atau sebesar 88.64%
lembaga yang selalu membagikan informasi akademik kepada anggotanya
secara berkala. Hanya saja analisis yang dilakukan belum sampai pada tahap
kuantifikasi jumlah HMJ yang membagikan informasi akademik kepada
anggotanya sesuai dengan standar minimum informasi akademik yang perlu
dibagikan pada Bab III Buku Pedoman Kesejahteraan Mahasiswa.

11.36%

Ada
Tidak
88.64%

Gambar 10. Fungsi pemberian informasi akademik secara berkala


b. Informasi Beasiswa
Berdasarkan analisis yang dilakukan, terdapat 41 HMJ atau sebesar 93.18%
lembaga yang selalu membagikan informasi beasiswa kepada anggotanya secara
berkala. Hanya saja analisis yang dilakukan belum sampai pada tahap
kuantifikasi jumlah HMJ yang membagikan informasi beasiswa kepada
anggotanya sesuai dengan standar minimum informasi beasiswa yang perlu
dibagikan pada Bab III Buku Pedoman Kesejahteraan Mahasiswa.

6.82%

Ada Tidak

93.18%

Gambar 11. Fungsi pemberian informasi beasiswa secara berkala

c. Penyediaan Dana Taktis


Jumlah HMJ yang sudah mengupayakan kebutuhan finansial anggotanya
melalui standar dana taktis mandiri di internal lembaganya, yakni sebanyak 11
lembaga atau sebesar 25%. Hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah
jangka waktu penyediaan dana taktis yang sudah ada di setiap lembaga. Penting
untuk diupayakan penyediaan dana taktis di setiap lembaga bersifat jangka
panjang, bahkan menjadi sistem yang selalu ada setiap tahunnya (membudaya).

25%
Ada

75%

Gambar 12. Fungsi penyediaan dana taktis mandiri

d. Penggalangan Koalisi Beasiswa Internal


Per Januari 2018, terdapat 15 lembaga (34.09%) yang memiliki beasiswa
internal sebagai hasil dari penggalangan koalisi dengan pihak ketiga. Analisis
lebih lanjut perihal jenis beasiswa internal yang telah dibangun secara menadiri
oleh setiap lembaga, perlu dilakukan. Sama halnya dengan dana taktis, jangka
waktu penyediaan beasiswa internal di setiap lembaga juga perlu diperhatikan
dan diupayakan agar menjadi suatu sistem yang membudaya.
34.09%
Ada
Tidak
65.91%

Gambar 13. Fungsi penggalangan koalisi untuk membentuk beasiswa internal

4. Lembaga memiliki upaya/mekanisme khusus yang bersifat kuratif dalam menangani


anggotanya yang memiliki kasus akademik/finansial.
Upaya kuratif dilakukan guna menangani mahasiswa yang memiliki kasus
akademik/finansial khusus. Dalam kasus akademik, upaya dilakukan melalui suatu
fungsi pendampingan atau pemantauan dari pihak penyelenggara kesejahteraan
kepada mahasiswa terkait. Dalam pemenuhan fungsi ini, terdapat 35 HMJ yang
sudah pernah melakukan pendampingan atau pemantauan kepada anggotanya yang
memiliki kasus akademik khusus, atau sebanyak 79.55% lembaga dari total 44
lembaga (HMJ) yang ada.

20.45%
Ada
Tidak
79.55%

Gambar 14. Fungsi pendampingan atau pemantauan lembaga kepada


anggotanya dalam kasus akademik khusus

Fungsi penjalinan kerja sama dengan Kabinet dan beberapa lembaga rektorat
sudah sering dilakukan oleh beberapa HMJ. Hanya saja standar poin ini belum
dianalisis lebih lanjut dan kemudian dikuantifikasi. Proses kuantifikasi sulit untuk
dilakukan karena tidak semua lembaga menyadari atau menemukan anggotanya
yang memiliki kondisi akademik khusus, sehingga upaya kuratif pun belum tentu
dilakukan. Implementasi fungsi kuratif dari lembaga untuk menyelesaikan kasus
finansial juga bersfifat fleksibel dan tergantung pada ada/tidaknya kasus, seperti
halnya kasus akademik.
2. Penyelenggara Kesejahteraan Eksternal KM ITB
Secara langsung dan tidak langsung beberapa stakeholder di eksternal KM ITB
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan dasar akademik dan finansial mahasiswa
ITB, diantaranya :
a. Lembaga Kemahasiswaan (LK)
Lembaga rektorat yang salah satu fungsinya adalah memberikan pelayanan kepada
mahasiswa perihal beasiswa (pemerintah dan non-pemerintah) dan subsidi Uang Kuliah
Tunggal (UKT). Fungsi ini berada dibawah kendali Sekretaris Lembaga Kemahasiswaan
BIdang Kesejahteraan dan Pengembangan Karakter. Berkaitan dengan fungsi tersebut,
LK merupakan salah satu lembaga yang dapat menunjang pemenuhan kebutuhan dasar
finansial mahasiswa ITB.
b. Lembaga Tahap Persiapan Bersama (LTPB)
Lembaga rektorat yang secara khusus mengurus persoalan akademik mahasiswa
TPB atau mahasiswa tingkat pertama. Oleh karena itu LTPB berperan dalam menunjang
pemenuhan kebutuhan dasar akademik mahasiswa TPB ITB.
c. Direktorat Pendidikan (Dirdik)
Lembaga rektorat yang secara struktural berada dibawah Wakil Rektor Bidang
Akademik dan Kemahasiswaan (WRAM). Dirdik berperan dalam mengurus hal-hal
strategis perihal akademik dan finansial mahasiswa ITB yang tentunya akan sangat
berdampak pada pemenuhan kebutuhan dasar akademik dan finansial mahasiswa.
Permasalahan akademik mahasiswa seperti halnya terkendala dalam melakukan
FRS/PRS dapat diselesaikan melalui loket 9 (akademik) annex, yang secara struktural
bekerja dibawah Dirdik.
d. Direktorat Keuangan (Dirkeu)
Lembaga rektorat yang secara struktural berada dibawah Wakil Rektor Bidang
Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan (WRURK). Dirkeu berperan dalam
mengurus persoalan finansial mahasiswa, diluar beasiawa dan subsidi UKT yang
merupakan tanggung jawab LK.
e. Alumni
Alumni merupakan pihak eksternal KM ITB yang dapat menjadi mitra bagi
mahasiswa dalam memenuhi kebutuhan dasar finansial mahasiswa. Sudah sangat
banyak beasiswa dan dana hibah yang berasal dari alumni ITB secara terpusat, maupun
pada masing-masing jurusan. Salah satu standar sistem kesejahteraan lembaga, yakni
penggalangan koalisi untuk membentuk beasiswa mandiri ataupun penjalinan kerja
sama dalam menyelesaikan kasus finansial khusus, dapat dilakukan dengan alumni
f. Donatur
Pihak lain baik individu maupun kelembagaan yang dapat dijadikan mitra untuk
menunjang pemenuhan kebutuhan dasar finansial mahasiswa, tanpa mencaut nama
sebagai alumni ITB. Pihak ini disebut sebagai donatur karena dapat berperan sebagai
mitra mahasiswa dalam membentuk beasiswa mandiri ataupun membantu mahasiswa
yang memiliki kasus finansial khusus.
BAB V
LEVELISASI KEMANDIRIAN LEMBAGA PENYELENGGARA KESEJAHTERAAN
MAHASISWA ITB

Suatu lembaga dikatakan mandiri ketika lembaga tersebut sudah dapat menerapkan sistem
kesejahteraan yang ideal di internal lembaganya, sehingga tidak ketergantungan dengan pihak
lain dalam mengupayakan pemenuhan kebutuan dasar anggotanya. Berdasarkan standar
kemandirian pada bab III yang menggambarkan sistem pemenuhan kebutuhan dasar
(kesejahteraan) yang ideal bagi setiap lembaga mahasiswa ITB, serta analisis kondisi lembaga
penyelenggara kesejahteraan di tingkat sektoral internal KM ITB (HMJ), maka dapat
disimpulkan bahwa per Januari 2018, terdapat 4.55% (2/44) HMJ yang sudah mandiri dalam
mengupayakan fungsi pemenuhan kebutuhan dasar (kesejahteraan) bagi anggotanya. Hal ini
berarti lembaga terkait sudah memenuhi seluruh parameter yang menjadi standar kemandirian
lembaga atau dapat dikatakan lembaga terkait sudah memiliki sistem kesejahteraan yang ideal.
Namun nyatanya, terdapat lembaga yang hanya memenuhi beberapa standar kemandirian saja.
Oeh karena itu dilakukan levelisasi yang kemudian membagi setiap lembaga ke dalam beberapa
tingkatan kemandirian. Adapun tingkat kemandirian setiap lembaga sektoral berdasarkan
analisis Kesma Kabinet Suarasa KM ITB 2017/2018, dilampirkan pada Tabel 11.

Tabel 11. Levelisasi Kemandirian Lembaga Sektoral KM ITB (HMJ)


No. Nama Lembaga Tingkat Kemandirian
1. HMP A

2. HMT A

3. HMTM “PATRA” AB

4. HMTG “GEA” AB

5. IMG AB

6. AMISCA AB

7. HMIF AB

8. IMMG AB

9. IMT AB

10, HIMATEK AB

11. HIMASTRON AB

12. IMA-G AB

13. MTM AB

14. HMFT AB
15. HMF B

16. HIMATG “TERRA” B

17. HMME B

18. KMKL B

19. HMS B

20, HMTL B

21. HIMAFI B

22. HME B

23. HIMABIO “NYMPHAEA” B

24. HIMASDA B

25. HIMAREKTA B

26. HIMATIKA B

27. HMO B

28. KMIL B

29. HMH SELVA B

30, HMRH B

31. HIMAMIKRO “ARCHAEA” B

32. IMDI B

33. IPPDIG BC

34. IMK BC

35. KMM BC

36. INDDES BC

37. HMPP “Vadra” BC

38. MTI BC

39. KMPN BC

40, HMPG BC

41. HMM BC

42. TERIKAT C
43. VASA C

44. HMTB “Rinuva” C

Tingkatan kemandirian ditentukan berdasarkan standar-standar pada bab III yang dapat
dipenuhi oleh lembaga. Setiap standar kemudian diberi bobot yang sesuai dengan kualitas
standar, yakni dampak suatu standar terhadap pemenuhan kebutuhan dasar mahasiswa.
Berdasarkan levelisasi yang dilakukan, 2 lembaga yang telah memenuhi seluruh standar
kemandirian masuk ke dalam tingkat kemandirian A. Lembaga pada tingkat kemandirian AB, B,
BC, dan C tentu perlu memenuhi standar–standar yang tersisa, sehingga sistem kesejahteraan
yang ideal dapat dicapai.
Hal yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah kualitas, intensitas, serta kontinuitas dari
setiap standar yang telah ada di lembaga. Bagaimana pada akhirnya lembaga dapat konsisten
dalam menjalankan standar kemandirian tersebut dan menjamin standar yang telah ada menjadi
sistem yang membudaya di lembaganya, sehingga pergantian kepengurusan tidak akan
mempengaruhi sistem kesejahteraan lembaga. Hal ini tentunya perlu menjadi perhatian
bersama, utamanya setiap lembaga sektoral (HMJ) yang menjadi objek kemandirian dalam
menyelenggarakan sistem kesejahteraan bagi anggotanya. Kabinet KM ITB sebagai lembaga
terpusat juga perlu selalu tanggap dalam memastikan jalannya sistem kesejahteraan yang ideal
pada setiap lembaga sektoral di KM ITB.
BAB VI
PENUTUP

Buku Pedoman Kesejahteraan Mahasiswa disusun dalam rangka membentuk suatu


panduan yang terarah bagi setiap lembaga mahasiswa di KM ITB agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar setiap anggotanya. Buku pedoman ini mencakup sistem kesejahteraan yang
ideal bagi lembaga, yang kemudian dijadikan sebagai standar penilaian kemandirian suatu
lembaga sektoral (HMJ). Harapan kedepan, dengan adanya sistem kesejahteraan yang ideal
pada setiap lembaga sektoral maupun terpusat di KM ITB, hal tersebut mampu
mempertahankan dan meningkatkan tingkat kesejahteraan mahasiswa ITB.
Dalam penyusunan Buku Pedoman Kesejahteraan Mahasiswa ini tentu masih terdapat
banyak kekurangan, utamanya dalam penjaringan data dan analisis kondisi setiap lembaga yang
selanjutnya menentukan tingkat kemandirian setiap lembaga sektoral (HMJ). Pihak Kemenkoan
Kesma Kabinet Suarasa KM ITB 2017/2018 mengucapkan permohonan maaf dan terimakasih
kepada setiap pihak yang telah terlibat dalam penyusunan buku ini. Segala kritik dan saran
sangat terbuka bagi setiap pihak agar buku pedoman ini dapat terus diperbaharui dan dapat
menjadi pedoman yang baik bagi setiap lembaga di KM ITB.

Anda mungkin juga menyukai