PENGERTIAN • Robo-robo adalah upacara tolak bala oleh masyarakat Kota Mempawah, Kalimantan Barat, Indonesia. Upacara ini digelar pada hari Rabu pekan terakhir bulan Safar, Hijriah. Tradisi Robo’- Robo’ yang dikenal sebagai tradisi yang memperingati hari datangnya seseorang dari tanah bugis Sulawesi Selatan pada tahun 1637. Kedatangan Raja Mempawah, Opu Daeng Manambon dari Bone, Sulawesi Selatan di abad ke-17 diabadikan dalam tradisi Robo’-Robo’. Upacara sakral yang sering dilakukan adalah berupa wujud dari rasa syukur atas karunia yang diberikan dan sekaligus memohon keselamatan, hal ini masih terus berlangsung secara terus menerus bagi masyarakat pendukungnya. SEJARAH • Pada awalnya acara ini digelar untuk menyambut Opu Daeng Menambon dari Kerajaan Matan (Martapura) di Kabupaten Ketapang ke Kerajaan Mempawah di Kabupaten Pontianak pada tahun 1737 M atau 1448 H.[3] Opu Daeng Menambon adalah keturunan Kerajaan Luwu, Sulawesi Selatan.[4] Opu Daeng Menambon datang ke Mempawah untuk menyebarkan agama Islam.[3] Selain menyebarkan agama Islam, Opu Daeng Menambon juga membangun Mempawah dengan menjadi seorang raja di Kerajaan di Mempawah.[3] Ritual Robo-robo dimulai saat Opu Daeng Menambon beserta keluarga, serta punggawa dan pengawal berangkat dari Desa Benteng, Mempawah menggunakan perahu bidar.[2] Perahu bidar adalah perahu kerajaan dari Istana Amantubillah.[2] Kapal tersebut berlayar menuju muara sungai Mempawah yang berada di Desa Kuala, Mempawah dengan jarak tempuh sekitar satu jam perjalanan.[2] Berlayar keluarga kerajaan ini diiringi dengan 40 perahu.[4] Saat masuk Muara Kuala Mempawah, rombongan tersebut disambut dengan suka cita oleh masyarakat Mempawah.[4] Sambutan tersebut dilakukan dengan memasang berbagai kain warna-warni dan kertas di rumah penduduk yang berada di pinggir sungai.[4] Karena kedatangan rombongan tersebut bertepatan dengan bulan Safar, maka masyarakat Mempawah memperingatinya sebagi upacara tolak bala, karena masyarakat Mempawah yakin pada bulan Safar banyak diturunkan bala.[3] PELAKSANAAN • Setelah melakukan adzan dan membaca doa tolak bala, masyarkat melakukan ritual buang-buang yang bisanya dilaksanakan selepas dzuhur dengan membuang sesaji di sungai.[3] Sesajian tersebut terdiri atas beras kuning, setanggi, dan bertih.[3] Bertih melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan dan setanggi melambangkan keberkahan.[3] Ritual buang-buang dilaksanakan dengan maksud penghormatan dan pengakuan terhadap sungai dan laut sebagai sumber kehidupan manusia.[3] Setelah ritual tersebut, masyarakat melaksanakan makan saprahan atau makan bersama di halaman depan Istana Amantubillah.[3] • Sekarang, Robo-robo selain digelar untuk menolak bala, juga untuk mengenang hari wafatnya Opu Daeng Menambun.[2] Untuk memeriahkan ritual Robo-robo, masyarakat setempat menggelar hiburan tradisional seperti jepin, tundang atau pantun berdendang, dan lomba perahu bidar.[3] Bagi warga keturunan Bugis yang berada di Kalimantan Barat, bisanya memperingati Robo-robo dengan makan bersama keluarga di halaman rumah.[2] TUJUAN DAN MANFAAT TRADISI ROBO-ROBO Robo-robo pertamakali dilakukan pada tahun 1148 Hijriah atau 1737 Masehi bermula dengan kedatangan rombongan Opu Daeng Manambon dan Putri Kesumba yang merupakan cucu Panembahan Mempawah kala itu yakni, Panembahan Senggaok yang merupakan keturunan Raja Patih Gumantar dari Kerajaan Bangkule Rajangk, selain dari wujud dan rasa syukur atas karunia yang diberikan dan sekaligus memohon keselamatan,memohon ampun,pemujaan dan penghormatan kepada leluhur. robo-robo juga bertujuan untuk untuk menggali hubungan antara nilai-nilai budaya dan nilai-nilai sosial kemasyarakatan, seperti terciptanya rasa kebersamaan antara raja dengan rakyatnya, para petinggi dan bawahan, orang kaya dengan orang miskin dan lain sebagainya, secara tidak langsung tercipta sebuah jalinan komunikasi antara satu dengan yang lainnya.
PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP
TRADISI ROBO-ROBO Dalam islam suaktu yang bersifat sirik, mubajir atau membuang-buang makanan itu sangat dilarang oleh agama,alangkah baiknya dibagikan atau diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan atau orang-orang yang tidak mampu, oleh karena itu ajaran mehammadiyah menjelaskan atau menghimbau agar acara robo- robo tidak perlu dilakukan karena dalam upacara tradisi robo-robo ada hal-hal yang menyimpang dari agama seperti:
A. Upacara ziarah
· Penaburan beras kuning agar para leluhur
turut hadir pada acara tersebut · Pemberian sesajian untuk para mahluk · Membakar setanggi
B. Upacara kenduri
· Penyambutan kelaut C. Upacara mandi safar
· Mandi dengan air tolak bala atau Salamun
Tujuh, Ritual mandi Safar dengan maksud untuk menolak bala bencana, yang menimpa dan menjadi sebuah keyakinan masyarakat bahwa akan membawa kesialan bagi anggota badan jika tidak dibersihkan pada bulan tersebut karena banyaknya dosa-dosa yang ada di dalam tubuh manusia. · Penulisan ayat suci Al-Qur’an yang disebut salamun tujuh (tujuh kesejahteraan) didaun juang- juang atau daun andung kononnya untuk mengalir berkah doa dari daun yang ditulis tersebut. · Ada juga ketupat yang dikatakan untuk melepaskan bencana yang menimpa keluarga Dan masih banyah upacara-upacara yang lainnya. Dan dari itulah mengapa ajaran islam muhammadiyah sangat melarang bukan hanya ajaran muhammadiyah saja yang melaran tetapi ajaran-ajaran yang lain juga atau agama-agama lain juga melarang karena hal-hal yang bersifat sirik dan mubajir itu adalah dosa alangkah baiknya makanan-makanan yang dibuat sesajen di sedekahkan kepada orang yang tiak mampu bukan dibuang-buang,apalagi sirik itu adalah dosa besar karena orang sirik adalah orang yang menduakan tuhan. Karena apapun yang terjadi di dunia ini seperti bencana,rejeki dan apapun itu semuanya Allah yang mengatur. Dalam ajaran islam muhammadiyah tidak melarang jika berdoa dan bersukur serta menjalin silaturahmi, tetapi yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai karena kegembiraan dan kesenangan itu kita larut dalam kesirikan, kita berdoa kepada Allah tetapi kenapa kita melakukan hal-hal sirik itu berarti kita tidak yakin aka nada Allah yang selalu disisi kita dan selalu memperhatikan kita.